PERSENTASI ETIKA PELANGGARAN PEMILU. dcox
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Muhammad Helmi Kahfi
Mahasiswa Pascsarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution No. 10 Cibiru, Bandung
E-mail :m.helmikahfi@uinsgd.ac.id
Dosen : Dr. Dewi Sulastri, SH., MH.
Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., SH., M.H.
Abstract: In the implementation of the General Election not only to know, but also
to understand that the violation of the election is divided into three types, namely
administrative violations, criminal offenses, code of ethics, and which later impact
on election result disputes. Understanding these types of offenses will make us
more sensitive and critical if we later see there are violations of elections, who is
"playing" there, and where we should report it. Because different types of
violations, different reporting mechanism and settlementnya.Papaparan and
explanation of election violations in 1999, 2004,2009 we can take many lessons.
It was found that the longer the number of election violations found and the
further process. This can mean better and more pekanyanya supervisory
institutions, judiciary, and the community in monitoring and finding election
violations. But on the other hand it can also mean fatal that the actors involved in
the election has increasingly easily find new modes and gaps of violation With
ever-increasing intensity of offenses. Of course, this becomes the homework for
all of us, especially the actors involved in the General Election, from the
organizers, the supervisors, the courts, the participants, to the community, to
work and participate in their respective scopes, to realize the implementation of
the election of the jurdil
Abstrak : Dalam pelaksanaan Pemilu bukan hanya sekadar mengetahui, namun juga
memahami bahwa
pelanggaran pemilu itu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran
administratif, tindak pidana, kode etik, dan yang nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu.
Pemahaman pada jenis pelanggaran ini akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila
nantinya kita melihat ada pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana
kita harus melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan
penyelesaiannya. Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999, 2004,2009
dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin banyak jumlah
pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini dapat berartikan semakin baik
dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga peradilan,
dan
masyarakat
dalam
memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.Namun disisi lain ini juga dapat berarti fatal
bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin mudah menemukan modus dan celah
pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR
bagi kita semua, terutama aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,pengawas,
pengadil, peserta, hingga masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuai dengan ruang lingkupnya
masing-masing, untuk menwujudkan terlaksananya Pemiluyang luber jurdil
1
Muhammad Helmi Kahfi
Pendahuluan
Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap negara
yang
ingin dikatakan negara demokrasi. 1 Tidak ada
Pemilu,
tidak
ada
demokrasi. Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi
pelanggaran, baik itu di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter. Pemilu
kerap dilakukan hanya sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak terkecuali di
Indonesia, pemilu di negara demokrasi terbesar ketiga ini masih sangat marak akan
praktik pelanggaran pemilu. Setelah lama bosan menjalankan Pemilu prosedural
selama Orde Baru2, Pemilu di Indonesia ternyata belum dapat menampilkan
penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran.
Hal
ini
tentunya
tidak
dapat
kita
biarkan
begitu
saja.
Dengan
maraknya pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab
itulah kita merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran
pemilu. Kita juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang telah
di klasifikasikan dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, yaitu pelanggaran
administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu, dan sengketa
hasil pemilu,. Kita juga akan melihat bagaimanakah dinamika pelanggaran Pemilu
mulai 1999, 2004, dan 2009. Kemudian dari
melihat
kecenderungandan
tiga
bahasan
diatas kita
akan
pola-pola pelanggaran yang terjadi pada Pemilu. Hal
tersebut dilakukan agar nantinya kita dapat memberikan berbagai masukan agar
pelanggaran dalam Pemilu ini dapat direduksi.
1 AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM
2 Pemilu prosedural jelas adalah pemilu yang tidak demokratis, sangat penuh dengan penyimpangan.
Bahkan dilakukan terang-terangan
2
Jenis-jenis Pelanggaran dalam Pemilu
Muhammad Helmi Kahfi
Pelanggaran pemilu kiranya dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu
pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu,
sengketa pemilu. Adapun penjelasan dari masing-masing pelanggaran Pemilu adalah
sebagai berikut :
Pelanggaran Administratif
Definisi
perbuatan
yang
termasuk
dalam
pelanggaran
administratif
ialahPelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara,prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan
Pemiludalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu
danpelanggaran
kode
etik
penyelenggara
Pemilu.
Sebagai
contoh
dari
pelanggaranadministratif ialah tidak bisa memenuhi syarat-syarat untuk menjadi
peserta pemilu,tidak menyertakan
keterwakilan
perempuan
30%, melakukan
kampanye di tempatibadah maupun di tempat pendidikan, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, yang bisa melakukan pelanggaran administratif
ialahkontestan
dan
penyelenggara
pemilu
termasuk
KPU.
Jika
terjadi
pelanggaran administratif oleh KPU, maka diselesaikan oleh badan kehormatan KPU.
Adapun jikapelanggaran yang dilakukan oleh kontestan, maka akan dilaporkan oleh
bawaslu kepadaKPU. Bawaslu memiliki peran untuk melaporkan pelanggaran
yang telah terjadi.Adapun mekanisme pelaporan di dalam bawaslu, bawaslu
menerima
laporan
darimasyarakat. Laporan yang diterima harus di selidiki lebih
lanjut dalam kurun waktu 3 hari setelah laporan adanya pelanggaran itu diterima.
Namun apabila dirasa informasi belum memadai, maka bawaslu akan meminta
informasi
tambahan
dengan memperpanjang waktu selama 5 hari. Kemudian
bawaslu menentukan apakah laporantersebut benar atau tidak. Jika terbukti suatu
pelanggaran administratif terjadi, maka akan di laporkan bawaslu kepada KPU.
3
Muhammad Helmi Kahfi
Namun jika laporan tersebut masuk dalampelanggaran pidana, maka bawaslu
meneruskannya kepada kepolisian RI.
Tindak Pidana Pemilu
Terdapat batasan yang jelas, dimana tidak semua tindak pidana yang terjadi
padamasa pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaran pemilu dinyatakan
sebagai tindak pidana pemilu. Beberapa tindak pidana pemilu merupakan tindak
pidana yang sebelumnya telah diatur terlebih dahulu dalam KUHP seperti
memalsukan surat,netralitasn PNS, menghina agama, suku dan ras, dan tindakan lain
yang dilakukan olehmasyarakat
pada
umumnya
atau
oleh
peserta
pemilu
dan/atau oleh penyelenggara pemilu 3. Singkatnya, tindak pidana pemilu dipandang
sebagai suatu tindak terlarang yang dilakukan oleh orang-perorangan, badan, atau
lembaga tertentu yang sifatnya serius dan harus diselesaikan di pengadilan untuk
melindungi proses demokrasi melalui pemilu4. Proses penyelesaian tindak pidana
pemilu dilakukan oleh aparat penegak hukumyang
ada
kejaksaan,
dan berwenang melakukan
dan
pengadilan.
Kepolisian
bertugas
yakni
kepolisian,
penyidikan terhadap laporan atau temuan tindak pidana pemilu yang diterima dari
pengawas pemilu dan masyarakat serta menyampaikan berkas perkara kepada
penuntut umum sesuai waktu yang ditentukan. Penuntut umum bertugas dan
berwenang melimpahkan berkas perkara ke pengadilan sesuai waktu yang
ditentukan. Lebih lanjut perkara akan diselesaikan oleh Peradilan Umum,
yaitu pengadilan negeri di tingkat pertama dan pengadilan tinggi di tingkat banding
danterakhir. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memeriksa, mengadili dan
3 Lihat http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64 ,
Dikaksespada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB
4 Lihat Subakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta: Kemitraan
Partership
4
memutus perkara tindak pidana pemilu berdasarkan pada KUHAP ditambah dengan
beberapa ketentuan khusus dalam UU Pemilu. Pemeriksaan dilakukan oleh
Muhammad Helmi Kahfi
hakim khusus yangditetapkan berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI 5.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Menurut UU no. 8 tahun 2012
tentang Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah pelanggaran
terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji
sebelum
menjalankan
tugas
sebagai penyelenggara Pemilu. Masih dalam UU
Pemilu, penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berada di tangan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu(DKPP). DKPP ada lembaga ad hoc baru
menggantikan DK KPU yang bertugas pada masa Pemilu 2009.
Dalam peraturan bersama Bawaslu, KPU dan DKPP no. 11 tahun 2012
tentang peraturan bersama kode etik disebutkan ada kode etik yang harus
ditaati
olehpenyelenggara
profesionalitas
pemilu.
Diantaranya
adalah
jujur,
keterbukaan,
dan akuntabilitas. Penyelenggara pemilu juga berkewajiban untuk
bertindak netral dan tidak memihak, tidak mempengaruhi pemilih, menjamin
kesempatan yang sama bagi setiap pemilih dan tidak menerima hadiah dalam bentuk
apapun dari peserta pemilu. Artinya pelanggaran kode etik terjadi ketika
penyelenggara pemilu melanggar hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Sengketa Hasil Pemilu6
Sengketa hasil
pemilu
Sengketa
Pemilu
adalah
sengketa
yang
terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara
Pemilu sebagai
akibat
dikeluarkannya
keputusan
KPU,
KPU Provinsi,
5 ibid
6 Ketentuan-ketentuan pada sengketa ini diolah dari beberapa pasal UU no 8 2012 BAB XII
5
dan
KPUKabupaten/Kota. Bawaslu bertugas melakukan penyelesaian sengketa
Pemilu dengan menerima laporan dan mempertemukan
pihak-pihak
yang
Muhammad Helmi Kahfi
bersengketa untuk mencapai
kesepakatan
melalui
musyawarah
dan mufakat.
Sengketa Pemilu dapat dibedakan menjadi dua yaitu sengketa tata usaha Negara
pemilu dan sengeketa hasil pemilu. Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara peserta
dengan penyelenggara,
yang
ataupun
berbeda tingkatan
sengketa
ini
adalah
penyelenggara
maupun
wilayah
dengan
penyelenggara
kepengurusan.
lain
Penyelesaian
dipengadilan tata usaha negara. Namun apabila pihak yang
bersengketa ada yang merasakeberatan,
dapat
mengajukan
banding
ke
Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan pengadilan tingkat akhir.
Adapula
sengketa
hasil
Pemilu
adalah
Perselisihan
hasil
Pemilu
adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan
suara atau penetapan
menjadi
perolehan
kebijakan Mahkamah
sengketa hasil
pemilu
kursi
dari
Konstitusi
pelaksanaan
yang
Pemilu.
bertugas
Hal
ini
menyelesaikan
sebagailembaga yang berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir berdasar. MK selanjutnya memeriksa dan menjatuhkan putusan
paling lambat 30 hari setelahnya. Putusan MK ini bersifat final dan tidak dapat
diganggu gugat7.
Potret Pelanggaran Pemilu 1999-2009
Pelanggaran Pemilu 1999
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi
yangdirancang berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis baik dari
badanpengawasnya, proses pelaksanaannya ataupun peserta dan pemilih dalam
pemilu. Badanpenyelenggara dan pengawas pemilu dibebaskan untuk bekerja
7 Lihat Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya. Jakarta: KRHN
6
tanpa
pengaruhlangsung pemerintah. Selain itu, peserta pemilu juga bebas
melakukan persuasi terhadappemilih dan pemilih bebas untuk menentukan
Muhammad Helmi Kahfi
pilihannya. Berdasar pada laporan Panwaslu Pusat, dikatakan jika kurang lebih
terdapat 4.290 pelanggaran dalam pemilu tahun 1999. Hasil tersebut lebih
sedikit
jika dibandingkan
pemberitahuan
media
dengan
laporan
dari
pemantauan
massa. Pelanggaran-pelanggaran dalam
dan
pemilu tersebut
meliputi pelanggaran administratif,pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana,
money
politics,
dan
netralitas birokrasi/pejabat pemerintah. 8 Pelanggaran
administratif sendiri merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang
Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain
yang diatur dalam peraturan KPU. Pelanggaran 9administratif tersebut biasanya
berhubungan dengan penggunaan hak pilih, tentang kampanye pemilu seperti
tempat pemasangan atribut kampanye, dsb. Pada pemilu 1999, Panwaslu Pusat
melaporkan jika kasus-kasus yang mampu diselesaikan oleh lembaga tersebut hanya
yang bersifat administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Sedangkan kasuskasus yang sifatnya pidana pemilu seperti money politics belum dapat diselesaikan
dengan baik. Buktinya yaitu sampai Panwaslu 1999 dibubarkan
indikasi money
politics sangat
kuat
dan
adanya
bahkan menjadi perbincangan politik.
Namun tidak satu kasus pun yang diproses sampai ke pengadilan. Selain itu, dari 270
kasus yang ditindaklanjuti sampai ke kepolisian, hanya 26 kasus yang berhasil
diproses sampai pengadilan.Jenis-jenis penyimpangan Pemilu sendiri dikategorikan
secara berbeda sesuai dengan institusi yang menyelesaikannya. Menurut Panwaslu
1999, kategori tersebut dibagi
menjadi
administratif
carapenyelenggaraan pemilu akan ditegakkan oleh
dan
tata
4,
yang
pertama
yaitu
pelanggaran
Panwaslu. Kedua, pelanggaran terhadapketentuan pidana pemilu baik yang dilakukan
8 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum
1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta:
Gramedia,1999
9 Pasal 28 UU No.10/2008
7
oleh perorangan atau badan hukum yangbukan
partai
politik
akan
ditegakkan
oleh polisi. Ketiga yaitu pelanggaran yangdilakukan oleh partai politik terhadap
Muhammad Helmi Kahfi
ketentuan pidana pemilu akan ditegakkan olehMahkamah Agung. Sedangkan
keempat yaitu yang berhubungan dengan netralitas PNS akan ditegakkan oleh
pemerintah.
Jenis Penyimpangan
Diselesaikan
Dilimpahkan
Dilimpahkan Ke
Jumlah
Panitia Pengawas
Ke Polisi
Pengadilan
Administrative
1.394
3
1.398
1
Tata cara
1.785
12
24
1.797
Pidana Pemilu
347
236
707
Money Politic
122
18
140
Netralitas birokrasi/pejabat
234
1
1
236
Jumlah
3.992
270
26
4.290
Sumber: Pertanggung jawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat,November 1999.
Berdasarkan uraian kategorisasi tersebut maka muncul kategori baru
yaitu money politics. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu pada pelaggaran
administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya
diselesaikan sendiri oleh Panwaslu tetapi justru dilimpahkan ke kepolisisan bahkan
sampai di pengadilan.
Pada UU No.3 tahun 1999 pasal 26 juga telah dijelaskan jika Panwaslu
1999mempunyai salah satu tugas yaitu untuk menyelesaikan sengketa. Namun
Panwaslu 1999 sama sekali tidak melaporkan adanya kasus sengketa dalam
pelaksanaan pemilu1999 tersebut. Walaupun setelah diteliti memang tidak ada kasus
sengketa karena kasus-kasus pelanggaran yang muncul kebanyakan masuk dalam
pelanggaran adminstrasi dantata cara. Misalnya, saat kampanye pemilu 1999 terjadi
banyak kasus perebutan tempat atau lokasi kampanye untuk para peserta pemilu. Hal
tersebut dilatar belakangi oleh banyaknya peserta yang tidak mengetahui lokasi
kampanye yang sudah ditetapkan oleh panitia pemilu. Oleh karena hal tersebut maka
kasus tersebut digolongkan sebagai pelanggaran adminsitratif dan tata cara, bukan
kasus sengketa. Masalah lain yang juga muncul pada pemilu 1999 yaitu pada UU
No.3 tahun1999 yang mana tidak adanya ketentuan tentang pengaturan mekanisme
keberatan dari peserta pemilu atas hasil pemilu baik yang diumumkan oleh
penyelenggara pemilu ataupun KPU. Undang-undang tersebut menganggap jika hasil
Muhammad Helmi Kahfi
8
pemilu sudah sangat benar sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun. Ketentuan tersebut menunjukkan jika masih ada pengaruh Orde Baru
yaitu LPU sebagai lembaga yang menentukan segalanya dalam undang-undang
tersebut. Hal itu menyebabkan pemilu 1999 hampir gagal karena banyaknya
anggota KPU dari partai politik yang tidak bersedia menandatangani hasil
perolehan suara secara nasional karena alasan banyaknya pelanggaran dan
kecurangan Pelanggaran Pemilu 2004, hasil kerja Panwaslu dalam mengawasi pemilu
legislative terlihat lebih baik dari pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari
laporan berikut:
Tabel Pelanggaran Administratif Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya.
No.
Tahanan
Temuan/
laporan
diterima
Diteruskan ke
KPU
Ditangani KPU
1
2
3
Pendaftaran pemilih
Verifikasi Calon Peserta Pemilu
Penetapan Daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
0
314
0
0
235
0
0
67
0
4
5
6
Verifikasi Calon Legislatif
Kampanye
Pemungutan
Penghitungan
Suara
Penetapan Hasil Pemilu
Terpilih pengucapan sumpah/janji
Jumlah
683
5965
1597
621
5382
1391
147
2230
NA
383
0
8946
2
0
8013
0
0
2822
7
8
9
Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika banyak kasus
pelanggaran administrasi yang diteruskan ke penyelenggara pemilu sebagai
pemberi
sanksi administrasi tetapi sebagian besar kasus tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan baik.Buktinya yaitu dari 8.013 kasus pelanggaran hanya 2.822
kasus yang dapat diselesaikan oleh KPU/KPUD. Kemungkinan kasus yang
telah diselesaikan oleh KPU/KPUD sebenarnya lebih banyak. Tetapi karena pada
saat itu tidak ada mekanisme dan prosedur baku dalam pemyelesaian kasus
pelanggaran administrasi, maka jumlahnya tidak dapat ditetapkan secara pasti.
Selain itu, karena tidak adanya mekanisme dan prosedur tersebut maka
menyebabkan
KPU/KPUD juga
kurang serius dalam menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran yang direkomendasikan oleh pengawas pemilu.
9
Muhammad Helmi Kahfi
Jika kasus pelanggaran administratif diteruskan ke KPU/KPUD, maka kasus akan
diteruskan kepada pihak kepolisian. Terdapat 1022 vonis yang terdiri dari 905vonis
terdakwa bersalah dan 117 vonis terdakwa bebas. Hal tersebut menunjukkan adanya
peningkatan dibandingkan dengan pemilu 1999 yang hanya mencatat 4 vonis.
Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
No.
Pelanggaran
Tahapan Pemilu
1
2
3
4
5
6
7
8
Pendaftaran pemilih (P4B)
Verifikasi calon peserta
pemilu
Penetapan
daerah
Pemilihan dan Jumlah
Kursi
Verifikasi calon legislatif
kampanye
Pemungutan Penghitungan
suara
Penetapan
Hasil
Pemilu
Penetapan Perolehan
Kursi dan
Laporan
di terima
0
170
Ke
penyedik
0
84
Ke jaksaan
Ke pengadilan
Vonis PN
0
62
0
54
0
52
0
0
0
0
0
1186
1203
594
995
924
410
587
382
222
537
293
181
516
297
157
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3153
2413
1253
1065
1022
Calon Terpilih
9
Pengucapan
sumpah/janji
Jumlah
walaupun begitu, tetap saja penanganan pelanggaran pidana pemilu pada
pemiluLegislatif 2004 belum memuaskan. Dari 2413 yang diteruskan ke penyidik
kepolisian,hanya 1253 kasus yang dilimpahkan ke kejaksaan. Hal tersebut
menunjukkan jika tingkat efektifitas dari kepolisian hanya 51%. Sedangkan dari 1253
yang dilimpahkan polisi ke kajaksaan, hanya 1065 kasus yang dibawa ke
persidangan. Hal tersebut menunjukkan jika tingkat efektifitas dalam penanganan
kasus tersebut dari polisi kejaksa sebesar 85%. Dari sebagian besar kasus yang
disidangkan, ternyata sebesar 88,5%dinyatakan bersalah oleh hakim.
10
Muhammad Helmi Kahfi
Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Tahapan
Pendaftaran pemilih (P4B
Verifikasi calon peserta pemilu
Penetapan daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
Verifikasi calon legislatif
kampanye
Pemungutan Penghitungan suara
Penetapan Hasil Pemilu
Penetapan Perolehan Kursi
dan
Diterima
0
45
0
Musyawarah
0
21
0
147
305
139
0
8
0
644
Alternatif
Keputusan
0
4
0
0
3
0
90
210
58
0
1
8
18
2
0
1
26
17
14
0
1
0
380
0
33
0
61
Calon Terpilih
9
Pengucapan sumpah/janji
Jumlah
Sumber: Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat jika kasus sengketa yang terjadi
pada pemilu Legislatif 2004 lebih kecil daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Kasus-kasus tersebut umumnya muncul pada saat Tahap Pencalonan dan Penetapan
Anggota DPR dan DPRD baik Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Kasusnya yaitu
banyaknya calon yang merasa tidak puas dengan penentuan nomor urut yang
diputuskan oleh partai politiknya. Jika mengacu dengan undang-undang,
sebenarnya kasus tersebut tidak termasuk ke dalam sengketa pemilu karena
ketidakpuasan bukanlah suatu kasus yang mempunyai dasar hukum dan apapun
keputusan partai telah dibuat sesuai denganaturan.Selain pada tahap yang sudah
disebutkan di atas, tahap kampanye juga menjadisalah satu tahap di mana terjadi
banyak sengketa antar peserta pemilu. Kasus sengketa yang biasa terjadi yaitu tentang
perebutan tempat untuk pemasangan atribut parpol dan tempat untuk kampanye rapat
umum. Untuk menanggapi kasus-kasus tersebut biasanya Panwaslu 2004 lebih sering
bertindak sebagai mediator sehingga pihak-pihak yang bersangkutanlah yang akan
membuat keputusan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumya, jika
sebenarnya kasus perebutan lokasi kampanye bukan termasuk kasussengketa. Hal
tersebut hanya didasari kurangnya informasi terhadap jadwal penggunaanlokasi
kampanye atau memang ada salah satu pihak yang sengaja menggunakan tempat
calon lain yang jika hal tersebut dipaksakan barulah menjadi pelanggaran.Pada
pemilu 2004, hal tersebut menimbulkan ketegangan tersendiri antara
Pengawas Pemilu dengan KPU. KPU merasa jika keputusannya sudah sangat benar
dan tidak dapat diganggu gugat, sedangkan Pengawas Pemilu merasa mempunyai hak
11
Muhammad Helmi Kahfi
untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan koreksi terhadap keputusan KPU.
Ketegangan tersebut juga bersumber dari UU No.12 Tahun 2003 yang menyebutkan
jika tidak ada ruang untuk melakukan koreksi terhadap keputusan KPU/KPUD.Hal
tersebut berbeda dengan kasus perselisihan dari hasil pemilu yang mana memang
Mahkamah
Konstitusi
(MK)
yang
mempunyai
wewenang
untuk
menyelesaikannya. Namun karena kasus perselisihan tersebut sangat banyak (258
kasus teregistrasi) seperti ketidakpuasan peserta pemilu terhadap hasil pemilu
sedangkan waktunya penyelesaiannya sangat terbatas yaitu 14 hari, maka membuat
MK keliru dalam memproses pengujian gugatan tersebut. Contohnya yaitu kasus
perselisihan suaradi Bondowoso, Jawa Timur yang mencuat karena ternyata MK
salah dalam penentuan obyek sengketa.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan jika pada Pemilu
Legislatif 2004 sudah dapat berjalan dengan tertib, lancar,dan damai.10 Rakyat dapat
mengikuti proses pemilu dengan baik tanpa terjadi kekerasan walaupun persaingan
politik yang terjadi sangat ketat. Jika pada pemilu 1999 pelanggaran banyak
dilakukan oleh lembaga pengawas, maka pada pemilu 2004 ini pelanggaran yang
terjadi lebih banyak dilakukan oleh calon peserta pemilu.
Pelanggaran Pemilu Tahun 2009
Pemilu pada tahun 2009 diatur pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu pada tahun ini
juga tidak luput dari banyak pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi, baik
yang
bersifat administrasi, pidana pemilu, serta sengketa hasil pemilu sangat
mencederai kualitas pemilu pada tahun tersebut.
Berikut merupakan jumlah pelanggaran pemilu legislatif tahun 2009 menurut
Badan Pengawas Pemilu:
Muhammad Helmi Kahfi
10 Sepuluh besar perolehan suara anggota DPR berdasarkan hasil pemilu Legislatif 2004 adalah Partai Golkar
(128), PDIP (109), PPP (58), Partai Demokrat (55), PAN (53), PKB (52), PKS (45), PBR (14), PDS (13), dan PBB
(11). Selain itu pemilu Legislatif 2004 telah menghasilkan empat anggota DPD dari setiap provinsi
12
Rekapitulasi Pelanggaran Pemilu dalam Setiap Tahapan
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 200911
No.
Pelanggaran Pemilu
Tahapan Pemilu
Administrasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pemutakhiran Data Pemilih
danPenyusunan
Daftar
Pemilih
Pendaftaran dan Penetapan
PesertaPemilu
Anggota
DPR, DPD, danDPRD
Penetapan Jumlah Kursi
danPenetapan
Daerah
Pemilihan
Pencalonan Anggota DPR,
DPD,dan DPRD
Masa Kampanye
Masa Tenang
Pemungutan
dan
penghitungan suara
Penatapan hasil pemilu
Jumlah
Pidana
Jumlah
391
26
417
110
13
123
-
-
-
493
38
531
12.322
340
1.618
4.626
193
1.091
16.948
533
2.709
67
15.341
32
6.019
99
21.360
Banyaknya kasus pelanggaran tersebut mencerminkan betapa buruknya
kualitas pemilu tahun 2009, sangat terlampau jauh berbeda dibandingkan dengan
pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan dalam pemilu presiden Bawaslu mencatat
selama pelaksanaan kampanye capres dan cawapres terjadi 128 kasus
pelanggaran, yaitu pelanggaran administrasi sebanyak 71 kasus, pelanggaran
pidana pemilu 49 kasus, dan lainnya 8 kasus.12
Dari data rekapitulasi pelanggaran pemilu legislaif tadi, dapat dilihat bahwa
pelanggaran terbanyak terjadi pada saat masa kampanye, ini berarti aktor yang paling
banyak melakukan pelanggaran pemilu tahun 2009 adalah partai politik. Namun tidak
hanya partai politik, rendahnya kualitas pemilu tahun 2009 juga
disebabkan oleh beberapa pihak, diantaranya KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan
pemerintah dengan peranannya masing-masing. KPU sebagai penyelenggara
dianggap kurang memiliki independensi dan integritas, terlihat dari keputusan dan
penetapan KPU yang sering berubah-ubah, misalnya dalam penetapan daftar
Muhammad Helmi Kahfi
11 Laporan Bawaslu Tahun 2009
12http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpr
es Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB
13
pemilih, jadwal kampanye dan deklarasi pemilu, pemasangan spanduk sosialisasi
pemilu presiden, dan lain sebagainya.Hasil kerja Badan Pengawas Pemilu tidak
menghasilkan efek jera secara maksimal. Hasil laporan lembaga ini juga
sering kali mentah akibat lemahnya pengawalan terhadap tindak pelanggaran
tersebut melalui pendekatan hukum yang terpadu. Sehingga dalam pelaporan
kasus Bawaslu hanya ibarat tukang pos, akibatnya penyelenggaraan pemilu masih
jauh dari harapan dan peserta pemilu cenderung meremehkan institusi
pengawasan ini. Peran pemerintah dalam pengawasan dan dukungan dalam
aspek anggaran dan birokrasi juga belum sempurna. Dapat ditarik garis besar
bahwa pelaksanaan pemilu tahun 2009 jauh dariharapan karena banyaknya
pelanggaran yang terjadi. Bahkan beberapa kalangan berpendapat bahwa
pemilu legislatif tahun 2009 adalah pemilu yang terburuk daripemilu sebelumnya
setelah reformasi. Aktor-aktor yang berkaitan dengan pemilu tersebut juga
belum bekerja secara maksimal, akibatnya banyak pelanggaran-pelanggaran
terjadi, dan penanganan pelanggaran tersebut belum dapat diselesaikan dengan tuntas.
Kesimpulan
Pemaparan diatas kiranya telah memberikan kita banyak hal. Kini kita dapat tidak
sekadar mengetahui, namun juga memahami bahwa pelanggaran pemilu itu terbagi
menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana, kode etik, dan yang
nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu. Pemahaman pada jenis pelanggaran ini
akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila nantinya kita melihat ada
pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana kita harus
melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan
penyelesaiannya.Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999,
2004,2009 dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin
banyak jumlah pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini dapat
berartikan semakin baik dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga peradilan,
dan masyarakat dalam memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.Namun disisi
lain ini juga dapat berarti fatal bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin
mudah menemukan modus dan celah pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang
selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR bagi kitasemua, terutama aktor-aktor yang
terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,pengawas, pengadil, peserta, hingga
masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuaidengan ruang lingkupnya masing-masing,
untuk menwujudkan terlaksananya Pemiluyang luber jurdil
Daftar Pustaka
14
Buku Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM Subakti,
Ramlan, dkk. 2011.
Penanganan
Pelangaran
Junaidi, Veri. 2009.
Pemilu.
Jakarta:Kemitraan Partership Yulianto, dan
Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya.Jakarta: KRHN Topo Santoso, dkk. 2006.
Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Tim Peneliti Perludem.Hidayat, Nur, dkk. 2006.
Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem Naskah Perundangan UndangUndang No.10 Tahun 2008 Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu
LegislatifMakalah/Laporan Banwaslu. 2010.
Rencana
Strategis
Bawaslu
RI
2010-2014
Website
http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64http://di
tjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn8742013.htmhttp://www.researchgate.n
et/publication/42354312_
Wewenang_Mahkamah_Konstitusi_Dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Hasil_Pemilu_
Legislatif_(Suatu_Tinjauan_Yuridis)http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/181
24443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17
Desember 2013, pukul 15:56 WIB
http://kpudbrebes.wordpress.com/2010/04/01/pelanggaran-kode-etik-pemilu-dansolusinya/ Diakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 19:09 WIB
15
Muhammad Helmi Kahfi
Mahasiswa Pascsarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution No. 10 Cibiru, Bandung
E-mail :m.helmikahfi@uinsgd.ac.id
Dosen : Dr. Dewi Sulastri, SH., MH.
Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., SH., M.H.
Abstract: In the implementation of the General Election not only to know, but also
to understand that the violation of the election is divided into three types, namely
administrative violations, criminal offenses, code of ethics, and which later impact
on election result disputes. Understanding these types of offenses will make us
more sensitive and critical if we later see there are violations of elections, who is
"playing" there, and where we should report it. Because different types of
violations, different reporting mechanism and settlementnya.Papaparan and
explanation of election violations in 1999, 2004,2009 we can take many lessons.
It was found that the longer the number of election violations found and the
further process. This can mean better and more pekanyanya supervisory
institutions, judiciary, and the community in monitoring and finding election
violations. But on the other hand it can also mean fatal that the actors involved in
the election has increasingly easily find new modes and gaps of violation With
ever-increasing intensity of offenses. Of course, this becomes the homework for
all of us, especially the actors involved in the General Election, from the
organizers, the supervisors, the courts, the participants, to the community, to
work and participate in their respective scopes, to realize the implementation of
the election of the jurdil
Abstrak : Dalam pelaksanaan Pemilu bukan hanya sekadar mengetahui, namun juga
memahami bahwa
pelanggaran pemilu itu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran
administratif, tindak pidana, kode etik, dan yang nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu.
Pemahaman pada jenis pelanggaran ini akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila
nantinya kita melihat ada pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana
kita harus melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan
penyelesaiannya. Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999, 2004,2009
dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin banyak jumlah
pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini dapat berartikan semakin baik
dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga peradilan,
dan
masyarakat
dalam
memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.Namun disisi lain ini juga dapat berarti fatal
bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin mudah menemukan modus dan celah
pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR
bagi kita semua, terutama aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,pengawas,
pengadil, peserta, hingga masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuai dengan ruang lingkupnya
masing-masing, untuk menwujudkan terlaksananya Pemiluyang luber jurdil
1
Muhammad Helmi Kahfi
Pendahuluan
Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap negara
yang
ingin dikatakan negara demokrasi. 1 Tidak ada
Pemilu,
tidak
ada
demokrasi. Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi
pelanggaran, baik itu di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter. Pemilu
kerap dilakukan hanya sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak terkecuali di
Indonesia, pemilu di negara demokrasi terbesar ketiga ini masih sangat marak akan
praktik pelanggaran pemilu. Setelah lama bosan menjalankan Pemilu prosedural
selama Orde Baru2, Pemilu di Indonesia ternyata belum dapat menampilkan
penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran.
Hal
ini
tentunya
tidak
dapat
kita
biarkan
begitu
saja.
Dengan
maraknya pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab
itulah kita merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran
pemilu. Kita juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang telah
di klasifikasikan dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, yaitu pelanggaran
administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu, dan sengketa
hasil pemilu,. Kita juga akan melihat bagaimanakah dinamika pelanggaran Pemilu
mulai 1999, 2004, dan 2009. Kemudian dari
melihat
kecenderungandan
tiga
bahasan
diatas kita
akan
pola-pola pelanggaran yang terjadi pada Pemilu. Hal
tersebut dilakukan agar nantinya kita dapat memberikan berbagai masukan agar
pelanggaran dalam Pemilu ini dapat direduksi.
1 AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM
2 Pemilu prosedural jelas adalah pemilu yang tidak demokratis, sangat penuh dengan penyimpangan.
Bahkan dilakukan terang-terangan
2
Jenis-jenis Pelanggaran dalam Pemilu
Muhammad Helmi Kahfi
Pelanggaran pemilu kiranya dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu
pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu,
sengketa pemilu. Adapun penjelasan dari masing-masing pelanggaran Pemilu adalah
sebagai berikut :
Pelanggaran Administratif
Definisi
perbuatan
yang
termasuk
dalam
pelanggaran
administratif
ialahPelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara,prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan
Pemiludalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu
danpelanggaran
kode
etik
penyelenggara
Pemilu.
Sebagai
contoh
dari
pelanggaranadministratif ialah tidak bisa memenuhi syarat-syarat untuk menjadi
peserta pemilu,tidak menyertakan
keterwakilan
perempuan
30%, melakukan
kampanye di tempatibadah maupun di tempat pendidikan, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, yang bisa melakukan pelanggaran administratif
ialahkontestan
dan
penyelenggara
pemilu
termasuk
KPU.
Jika
terjadi
pelanggaran administratif oleh KPU, maka diselesaikan oleh badan kehormatan KPU.
Adapun jikapelanggaran yang dilakukan oleh kontestan, maka akan dilaporkan oleh
bawaslu kepadaKPU. Bawaslu memiliki peran untuk melaporkan pelanggaran
yang telah terjadi.Adapun mekanisme pelaporan di dalam bawaslu, bawaslu
menerima
laporan
darimasyarakat. Laporan yang diterima harus di selidiki lebih
lanjut dalam kurun waktu 3 hari setelah laporan adanya pelanggaran itu diterima.
Namun apabila dirasa informasi belum memadai, maka bawaslu akan meminta
informasi
tambahan
dengan memperpanjang waktu selama 5 hari. Kemudian
bawaslu menentukan apakah laporantersebut benar atau tidak. Jika terbukti suatu
pelanggaran administratif terjadi, maka akan di laporkan bawaslu kepada KPU.
3
Muhammad Helmi Kahfi
Namun jika laporan tersebut masuk dalampelanggaran pidana, maka bawaslu
meneruskannya kepada kepolisian RI.
Tindak Pidana Pemilu
Terdapat batasan yang jelas, dimana tidak semua tindak pidana yang terjadi
padamasa pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaran pemilu dinyatakan
sebagai tindak pidana pemilu. Beberapa tindak pidana pemilu merupakan tindak
pidana yang sebelumnya telah diatur terlebih dahulu dalam KUHP seperti
memalsukan surat,netralitasn PNS, menghina agama, suku dan ras, dan tindakan lain
yang dilakukan olehmasyarakat
pada
umumnya
atau
oleh
peserta
pemilu
dan/atau oleh penyelenggara pemilu 3. Singkatnya, tindak pidana pemilu dipandang
sebagai suatu tindak terlarang yang dilakukan oleh orang-perorangan, badan, atau
lembaga tertentu yang sifatnya serius dan harus diselesaikan di pengadilan untuk
melindungi proses demokrasi melalui pemilu4. Proses penyelesaian tindak pidana
pemilu dilakukan oleh aparat penegak hukumyang
ada
kejaksaan,
dan berwenang melakukan
dan
pengadilan.
Kepolisian
bertugas
yakni
kepolisian,
penyidikan terhadap laporan atau temuan tindak pidana pemilu yang diterima dari
pengawas pemilu dan masyarakat serta menyampaikan berkas perkara kepada
penuntut umum sesuai waktu yang ditentukan. Penuntut umum bertugas dan
berwenang melimpahkan berkas perkara ke pengadilan sesuai waktu yang
ditentukan. Lebih lanjut perkara akan diselesaikan oleh Peradilan Umum,
yaitu pengadilan negeri di tingkat pertama dan pengadilan tinggi di tingkat banding
danterakhir. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memeriksa, mengadili dan
3 Lihat http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64 ,
Dikaksespada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB
4 Lihat Subakti, Ramlan, dkk. 2011. Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta: Kemitraan
Partership
4
memutus perkara tindak pidana pemilu berdasarkan pada KUHAP ditambah dengan
beberapa ketentuan khusus dalam UU Pemilu. Pemeriksaan dilakukan oleh
Muhammad Helmi Kahfi
hakim khusus yangditetapkan berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI 5.
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Menurut UU no. 8 tahun 2012
tentang Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah pelanggaran
terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji
sebelum
menjalankan
tugas
sebagai penyelenggara Pemilu. Masih dalam UU
Pemilu, penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berada di tangan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu(DKPP). DKPP ada lembaga ad hoc baru
menggantikan DK KPU yang bertugas pada masa Pemilu 2009.
Dalam peraturan bersama Bawaslu, KPU dan DKPP no. 11 tahun 2012
tentang peraturan bersama kode etik disebutkan ada kode etik yang harus
ditaati
olehpenyelenggara
profesionalitas
pemilu.
Diantaranya
adalah
jujur,
keterbukaan,
dan akuntabilitas. Penyelenggara pemilu juga berkewajiban untuk
bertindak netral dan tidak memihak, tidak mempengaruhi pemilih, menjamin
kesempatan yang sama bagi setiap pemilih dan tidak menerima hadiah dalam bentuk
apapun dari peserta pemilu. Artinya pelanggaran kode etik terjadi ketika
penyelenggara pemilu melanggar hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Sengketa Hasil Pemilu6
Sengketa hasil
pemilu
Sengketa
Pemilu
adalah
sengketa
yang
terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara
Pemilu sebagai
akibat
dikeluarkannya
keputusan
KPU,
KPU Provinsi,
5 ibid
6 Ketentuan-ketentuan pada sengketa ini diolah dari beberapa pasal UU no 8 2012 BAB XII
5
dan
KPUKabupaten/Kota. Bawaslu bertugas melakukan penyelesaian sengketa
Pemilu dengan menerima laporan dan mempertemukan
pihak-pihak
yang
Muhammad Helmi Kahfi
bersengketa untuk mencapai
kesepakatan
melalui
musyawarah
dan mufakat.
Sengketa Pemilu dapat dibedakan menjadi dua yaitu sengketa tata usaha Negara
pemilu dan sengeketa hasil pemilu. Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara peserta
dengan penyelenggara,
yang
ataupun
berbeda tingkatan
sengketa
ini
adalah
penyelenggara
maupun
wilayah
dengan
penyelenggara
kepengurusan.
lain
Penyelesaian
dipengadilan tata usaha negara. Namun apabila pihak yang
bersengketa ada yang merasakeberatan,
dapat
mengajukan
banding
ke
Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan pengadilan tingkat akhir.
Adapula
sengketa
hasil
Pemilu
adalah
Perselisihan
hasil
Pemilu
adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan
suara atau penetapan
menjadi
perolehan
kebijakan Mahkamah
sengketa hasil
pemilu
kursi
dari
Konstitusi
pelaksanaan
yang
Pemilu.
bertugas
Hal
ini
menyelesaikan
sebagailembaga yang berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir berdasar. MK selanjutnya memeriksa dan menjatuhkan putusan
paling lambat 30 hari setelahnya. Putusan MK ini bersifat final dan tidak dapat
diganggu gugat7.
Potret Pelanggaran Pemilu 1999-2009
Pelanggaran Pemilu 1999
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi
yangdirancang berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis baik dari
badanpengawasnya, proses pelaksanaannya ataupun peserta dan pemilih dalam
pemilu. Badanpenyelenggara dan pengawas pemilu dibebaskan untuk bekerja
7 Lihat Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009. Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya. Jakarta: KRHN
6
tanpa
pengaruhlangsung pemerintah. Selain itu, peserta pemilu juga bebas
melakukan persuasi terhadappemilih dan pemilih bebas untuk menentukan
Muhammad Helmi Kahfi
pilihannya. Berdasar pada laporan Panwaslu Pusat, dikatakan jika kurang lebih
terdapat 4.290 pelanggaran dalam pemilu tahun 1999. Hasil tersebut lebih
sedikit
jika dibandingkan
pemberitahuan
media
dengan
laporan
dari
pemantauan
massa. Pelanggaran-pelanggaran dalam
dan
pemilu tersebut
meliputi pelanggaran administratif,pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana,
money
politics,
dan
netralitas birokrasi/pejabat pemerintah. 8 Pelanggaran
administratif sendiri merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang
Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain
yang diatur dalam peraturan KPU. Pelanggaran 9administratif tersebut biasanya
berhubungan dengan penggunaan hak pilih, tentang kampanye pemilu seperti
tempat pemasangan atribut kampanye, dsb. Pada pemilu 1999, Panwaslu Pusat
melaporkan jika kasus-kasus yang mampu diselesaikan oleh lembaga tersebut hanya
yang bersifat administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Sedangkan kasuskasus yang sifatnya pidana pemilu seperti money politics belum dapat diselesaikan
dengan baik. Buktinya yaitu sampai Panwaslu 1999 dibubarkan
indikasi money
politics sangat
kuat
dan
adanya
bahkan menjadi perbincangan politik.
Namun tidak satu kasus pun yang diproses sampai ke pengadilan. Selain itu, dari 270
kasus yang ditindaklanjuti sampai ke kepolisian, hanya 26 kasus yang berhasil
diproses sampai pengadilan.Jenis-jenis penyimpangan Pemilu sendiri dikategorikan
secara berbeda sesuai dengan institusi yang menyelesaikannya. Menurut Panwaslu
1999, kategori tersebut dibagi
menjadi
administratif
carapenyelenggaraan pemilu akan ditegakkan oleh
dan
tata
4,
yang
pertama
yaitu
pelanggaran
Panwaslu. Kedua, pelanggaran terhadapketentuan pidana pemilu baik yang dilakukan
8 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum
1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta:
Gramedia,1999
9 Pasal 28 UU No.10/2008
7
oleh perorangan atau badan hukum yangbukan
partai
politik
akan
ditegakkan
oleh polisi. Ketiga yaitu pelanggaran yangdilakukan oleh partai politik terhadap
Muhammad Helmi Kahfi
ketentuan pidana pemilu akan ditegakkan olehMahkamah Agung. Sedangkan
keempat yaitu yang berhubungan dengan netralitas PNS akan ditegakkan oleh
pemerintah.
Jenis Penyimpangan
Diselesaikan
Dilimpahkan
Dilimpahkan Ke
Jumlah
Panitia Pengawas
Ke Polisi
Pengadilan
Administrative
1.394
3
1.398
1
Tata cara
1.785
12
24
1.797
Pidana Pemilu
347
236
707
Money Politic
122
18
140
Netralitas birokrasi/pejabat
234
1
1
236
Jumlah
3.992
270
26
4.290
Sumber: Pertanggung jawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat,November 1999.
Berdasarkan uraian kategorisasi tersebut maka muncul kategori baru
yaitu money politics. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu pada pelaggaran
administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya
diselesaikan sendiri oleh Panwaslu tetapi justru dilimpahkan ke kepolisisan bahkan
sampai di pengadilan.
Pada UU No.3 tahun 1999 pasal 26 juga telah dijelaskan jika Panwaslu
1999mempunyai salah satu tugas yaitu untuk menyelesaikan sengketa. Namun
Panwaslu 1999 sama sekali tidak melaporkan adanya kasus sengketa dalam
pelaksanaan pemilu1999 tersebut. Walaupun setelah diteliti memang tidak ada kasus
sengketa karena kasus-kasus pelanggaran yang muncul kebanyakan masuk dalam
pelanggaran adminstrasi dantata cara. Misalnya, saat kampanye pemilu 1999 terjadi
banyak kasus perebutan tempat atau lokasi kampanye untuk para peserta pemilu. Hal
tersebut dilatar belakangi oleh banyaknya peserta yang tidak mengetahui lokasi
kampanye yang sudah ditetapkan oleh panitia pemilu. Oleh karena hal tersebut maka
kasus tersebut digolongkan sebagai pelanggaran adminsitratif dan tata cara, bukan
kasus sengketa. Masalah lain yang juga muncul pada pemilu 1999 yaitu pada UU
No.3 tahun1999 yang mana tidak adanya ketentuan tentang pengaturan mekanisme
keberatan dari peserta pemilu atas hasil pemilu baik yang diumumkan oleh
penyelenggara pemilu ataupun KPU. Undang-undang tersebut menganggap jika hasil
Muhammad Helmi Kahfi
8
pemilu sudah sangat benar sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun. Ketentuan tersebut menunjukkan jika masih ada pengaruh Orde Baru
yaitu LPU sebagai lembaga yang menentukan segalanya dalam undang-undang
tersebut. Hal itu menyebabkan pemilu 1999 hampir gagal karena banyaknya
anggota KPU dari partai politik yang tidak bersedia menandatangani hasil
perolehan suara secara nasional karena alasan banyaknya pelanggaran dan
kecurangan Pelanggaran Pemilu 2004, hasil kerja Panwaslu dalam mengawasi pemilu
legislative terlihat lebih baik dari pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari
laporan berikut:
Tabel Pelanggaran Administratif Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya.
No.
Tahanan
Temuan/
laporan
diterima
Diteruskan ke
KPU
Ditangani KPU
1
2
3
Pendaftaran pemilih
Verifikasi Calon Peserta Pemilu
Penetapan Daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
0
314
0
0
235
0
0
67
0
4
5
6
Verifikasi Calon Legislatif
Kampanye
Pemungutan
Penghitungan
Suara
Penetapan Hasil Pemilu
Terpilih pengucapan sumpah/janji
Jumlah
683
5965
1597
621
5382
1391
147
2230
NA
383
0
8946
2
0
8013
0
0
2822
7
8
9
Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat jika banyak kasus
pelanggaran administrasi yang diteruskan ke penyelenggara pemilu sebagai
pemberi
sanksi administrasi tetapi sebagian besar kasus tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan baik.Buktinya yaitu dari 8.013 kasus pelanggaran hanya 2.822
kasus yang dapat diselesaikan oleh KPU/KPUD. Kemungkinan kasus yang
telah diselesaikan oleh KPU/KPUD sebenarnya lebih banyak. Tetapi karena pada
saat itu tidak ada mekanisme dan prosedur baku dalam pemyelesaian kasus
pelanggaran administrasi, maka jumlahnya tidak dapat ditetapkan secara pasti.
Selain itu, karena tidak adanya mekanisme dan prosedur tersebut maka
menyebabkan
KPU/KPUD juga
kurang serius dalam menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran yang direkomendasikan oleh pengawas pemilu.
9
Muhammad Helmi Kahfi
Jika kasus pelanggaran administratif diteruskan ke KPU/KPUD, maka kasus akan
diteruskan kepada pihak kepolisian. Terdapat 1022 vonis yang terdiri dari 905vonis
terdakwa bersalah dan 117 vonis terdakwa bebas. Hal tersebut menunjukkan adanya
peningkatan dibandingkan dengan pemilu 1999 yang hanya mencatat 4 vonis.
Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004
No.
Pelanggaran
Tahapan Pemilu
1
2
3
4
5
6
7
8
Pendaftaran pemilih (P4B)
Verifikasi calon peserta
pemilu
Penetapan
daerah
Pemilihan dan Jumlah
Kursi
Verifikasi calon legislatif
kampanye
Pemungutan Penghitungan
suara
Penetapan
Hasil
Pemilu
Penetapan Perolehan
Kursi dan
Laporan
di terima
0
170
Ke
penyedik
0
84
Ke jaksaan
Ke pengadilan
Vonis PN
0
62
0
54
0
52
0
0
0
0
0
1186
1203
594
995
924
410
587
382
222
537
293
181
516
297
157
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3153
2413
1253
1065
1022
Calon Terpilih
9
Pengucapan
sumpah/janji
Jumlah
walaupun begitu, tetap saja penanganan pelanggaran pidana pemilu pada
pemiluLegislatif 2004 belum memuaskan. Dari 2413 yang diteruskan ke penyidik
kepolisian,hanya 1253 kasus yang dilimpahkan ke kejaksaan. Hal tersebut
menunjukkan jika tingkat efektifitas dari kepolisian hanya 51%. Sedangkan dari 1253
yang dilimpahkan polisi ke kajaksaan, hanya 1065 kasus yang dibawa ke
persidangan. Hal tersebut menunjukkan jika tingkat efektifitas dalam penanganan
kasus tersebut dari polisi kejaksa sebesar 85%. Dari sebagian besar kasus yang
disidangkan, ternyata sebesar 88,5%dinyatakan bersalah oleh hakim.
10
Muhammad Helmi Kahfi
Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Tahapan
Pendaftaran pemilih (P4B
Verifikasi calon peserta pemilu
Penetapan daerah Pemilihan dan
Jumlah Kursi
Verifikasi calon legislatif
kampanye
Pemungutan Penghitungan suara
Penetapan Hasil Pemilu
Penetapan Perolehan Kursi
dan
Diterima
0
45
0
Musyawarah
0
21
0
147
305
139
0
8
0
644
Alternatif
Keputusan
0
4
0
0
3
0
90
210
58
0
1
8
18
2
0
1
26
17
14
0
1
0
380
0
33
0
61
Calon Terpilih
9
Pengucapan sumpah/janji
Jumlah
Sumber: Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat jika kasus sengketa yang terjadi
pada pemilu Legislatif 2004 lebih kecil daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Kasus-kasus tersebut umumnya muncul pada saat Tahap Pencalonan dan Penetapan
Anggota DPR dan DPRD baik Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Kasusnya yaitu
banyaknya calon yang merasa tidak puas dengan penentuan nomor urut yang
diputuskan oleh partai politiknya. Jika mengacu dengan undang-undang,
sebenarnya kasus tersebut tidak termasuk ke dalam sengketa pemilu karena
ketidakpuasan bukanlah suatu kasus yang mempunyai dasar hukum dan apapun
keputusan partai telah dibuat sesuai denganaturan.Selain pada tahap yang sudah
disebutkan di atas, tahap kampanye juga menjadisalah satu tahap di mana terjadi
banyak sengketa antar peserta pemilu. Kasus sengketa yang biasa terjadi yaitu tentang
perebutan tempat untuk pemasangan atribut parpol dan tempat untuk kampanye rapat
umum. Untuk menanggapi kasus-kasus tersebut biasanya Panwaslu 2004 lebih sering
bertindak sebagai mediator sehingga pihak-pihak yang bersangkutanlah yang akan
membuat keputusan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumya, jika
sebenarnya kasus perebutan lokasi kampanye bukan termasuk kasussengketa. Hal
tersebut hanya didasari kurangnya informasi terhadap jadwal penggunaanlokasi
kampanye atau memang ada salah satu pihak yang sengaja menggunakan tempat
calon lain yang jika hal tersebut dipaksakan barulah menjadi pelanggaran.Pada
pemilu 2004, hal tersebut menimbulkan ketegangan tersendiri antara
Pengawas Pemilu dengan KPU. KPU merasa jika keputusannya sudah sangat benar
dan tidak dapat diganggu gugat, sedangkan Pengawas Pemilu merasa mempunyai hak
11
Muhammad Helmi Kahfi
untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan koreksi terhadap keputusan KPU.
Ketegangan tersebut juga bersumber dari UU No.12 Tahun 2003 yang menyebutkan
jika tidak ada ruang untuk melakukan koreksi terhadap keputusan KPU/KPUD.Hal
tersebut berbeda dengan kasus perselisihan dari hasil pemilu yang mana memang
Mahkamah
Konstitusi
(MK)
yang
mempunyai
wewenang
untuk
menyelesaikannya. Namun karena kasus perselisihan tersebut sangat banyak (258
kasus teregistrasi) seperti ketidakpuasan peserta pemilu terhadap hasil pemilu
sedangkan waktunya penyelesaiannya sangat terbatas yaitu 14 hari, maka membuat
MK keliru dalam memproses pengujian gugatan tersebut. Contohnya yaitu kasus
perselisihan suaradi Bondowoso, Jawa Timur yang mencuat karena ternyata MK
salah dalam penentuan obyek sengketa.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan jika pada Pemilu
Legislatif 2004 sudah dapat berjalan dengan tertib, lancar,dan damai.10 Rakyat dapat
mengikuti proses pemilu dengan baik tanpa terjadi kekerasan walaupun persaingan
politik yang terjadi sangat ketat. Jika pada pemilu 1999 pelanggaran banyak
dilakukan oleh lembaga pengawas, maka pada pemilu 2004 ini pelanggaran yang
terjadi lebih banyak dilakukan oleh calon peserta pemilu.
Pelanggaran Pemilu Tahun 2009
Pemilu pada tahun 2009 diatur pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu pada tahun ini
juga tidak luput dari banyak pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi, baik
yang
bersifat administrasi, pidana pemilu, serta sengketa hasil pemilu sangat
mencederai kualitas pemilu pada tahun tersebut.
Berikut merupakan jumlah pelanggaran pemilu legislatif tahun 2009 menurut
Badan Pengawas Pemilu:
Muhammad Helmi Kahfi
10 Sepuluh besar perolehan suara anggota DPR berdasarkan hasil pemilu Legislatif 2004 adalah Partai Golkar
(128), PDIP (109), PPP (58), Partai Demokrat (55), PAN (53), PKB (52), PKS (45), PBR (14), PDS (13), dan PBB
(11). Selain itu pemilu Legislatif 2004 telah menghasilkan empat anggota DPD dari setiap provinsi
12
Rekapitulasi Pelanggaran Pemilu dalam Setiap Tahapan
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 200911
No.
Pelanggaran Pemilu
Tahapan Pemilu
Administrasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pemutakhiran Data Pemilih
danPenyusunan
Daftar
Pemilih
Pendaftaran dan Penetapan
PesertaPemilu
Anggota
DPR, DPD, danDPRD
Penetapan Jumlah Kursi
danPenetapan
Daerah
Pemilihan
Pencalonan Anggota DPR,
DPD,dan DPRD
Masa Kampanye
Masa Tenang
Pemungutan
dan
penghitungan suara
Penatapan hasil pemilu
Jumlah
Pidana
Jumlah
391
26
417
110
13
123
-
-
-
493
38
531
12.322
340
1.618
4.626
193
1.091
16.948
533
2.709
67
15.341
32
6.019
99
21.360
Banyaknya kasus pelanggaran tersebut mencerminkan betapa buruknya
kualitas pemilu tahun 2009, sangat terlampau jauh berbeda dibandingkan dengan
pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan dalam pemilu presiden Bawaslu mencatat
selama pelaksanaan kampanye capres dan cawapres terjadi 128 kasus
pelanggaran, yaitu pelanggaran administrasi sebanyak 71 kasus, pelanggaran
pidana pemilu 49 kasus, dan lainnya 8 kasus.12
Dari data rekapitulasi pelanggaran pemilu legislaif tadi, dapat dilihat bahwa
pelanggaran terbanyak terjadi pada saat masa kampanye, ini berarti aktor yang paling
banyak melakukan pelanggaran pemilu tahun 2009 adalah partai politik. Namun tidak
hanya partai politik, rendahnya kualitas pemilu tahun 2009 juga
disebabkan oleh beberapa pihak, diantaranya KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan
pemerintah dengan peranannya masing-masing. KPU sebagai penyelenggara
dianggap kurang memiliki independensi dan integritas, terlihat dari keputusan dan
penetapan KPU yang sering berubah-ubah, misalnya dalam penetapan daftar
Muhammad Helmi Kahfi
11 Laporan Bawaslu Tahun 2009
12http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/18124443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpr
es Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB
13
pemilih, jadwal kampanye dan deklarasi pemilu, pemasangan spanduk sosialisasi
pemilu presiden, dan lain sebagainya.Hasil kerja Badan Pengawas Pemilu tidak
menghasilkan efek jera secara maksimal. Hasil laporan lembaga ini juga
sering kali mentah akibat lemahnya pengawalan terhadap tindak pelanggaran
tersebut melalui pendekatan hukum yang terpadu. Sehingga dalam pelaporan
kasus Bawaslu hanya ibarat tukang pos, akibatnya penyelenggaraan pemilu masih
jauh dari harapan dan peserta pemilu cenderung meremehkan institusi
pengawasan ini. Peran pemerintah dalam pengawasan dan dukungan dalam
aspek anggaran dan birokrasi juga belum sempurna. Dapat ditarik garis besar
bahwa pelaksanaan pemilu tahun 2009 jauh dariharapan karena banyaknya
pelanggaran yang terjadi. Bahkan beberapa kalangan berpendapat bahwa
pemilu legislatif tahun 2009 adalah pemilu yang terburuk daripemilu sebelumnya
setelah reformasi. Aktor-aktor yang berkaitan dengan pemilu tersebut juga
belum bekerja secara maksimal, akibatnya banyak pelanggaran-pelanggaran
terjadi, dan penanganan pelanggaran tersebut belum dapat diselesaikan dengan tuntas.
Kesimpulan
Pemaparan diatas kiranya telah memberikan kita banyak hal. Kini kita dapat tidak
sekadar mengetahui, namun juga memahami bahwa pelanggaran pemilu itu terbagi
menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana, kode etik, dan yang
nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu. Pemahaman pada jenis pelanggaran ini
akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila nantinya kita melihat ada
pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana kita harus
melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan
penyelesaiannya.Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999,
2004,2009 dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin
banyak jumlah pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini dapat
berartikan semakin baik dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga peradilan,
dan masyarakat dalam memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.Namun disisi
lain ini juga dapat berarti fatal bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin
mudah menemukan modus dan celah pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang
selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR bagi kitasemua, terutama aktor-aktor yang
terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,pengawas, pengadil, peserta, hingga
masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuaidengan ruang lingkupnya masing-masing,
untuk menwujudkan terlaksananya Pemiluyang luber jurdil
Daftar Pustaka
14
Buku Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM Subakti,
Ramlan, dkk. 2011.
Penanganan
Pelangaran
Junaidi, Veri. 2009.
Pemilu.
Jakarta:Kemitraan Partership Yulianto, dan
Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya.Jakarta: KRHN Topo Santoso, dkk. 2006.
Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Tim Peneliti Perludem.Hidayat, Nur, dkk. 2006.
Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem Naskah Perundangan UndangUndang No.10 Tahun 2008 Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu
LegislatifMakalah/Laporan Banwaslu. 2010.
Rencana
Strategis
Bawaslu
RI
2010-2014
Website
http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64http://di
tjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn8742013.htmhttp://www.researchgate.n
et/publication/42354312_
Wewenang_Mahkamah_Konstitusi_Dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Hasil_Pemilu_
Legislatif_(Suatu_Tinjauan_Yuridis)http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/181
24443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17
Desember 2013, pukul 15:56 WIB
http://kpudbrebes.wordpress.com/2010/04/01/pelanggaran-kode-etik-pemilu-dansolusinya/ Diakses pada tanggal 16 Desember 2013, pukul 19:09 WIB
15