Pengaruh Citra Merek Brand Image Terhada (1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 URAIAN TEORITIS
2.1.1 MEREK
Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak
ternilai.

Keahlian

yang

paling

unik

dari

pemasar

profesional


adalah

kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan
merek.
1. Pengertian Merek
Menurut The American Marketing Association dalam Kothler & Keller
(2007:332),

merek adalah tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari

semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa penjual atau
kelompok penjual dan untuk mendifferensiasikannya dari barang atau jasa
pesaing.
Selain membedakan satu produk dengan produk yang lain, merek juga
memberi manfaat bagi konsumen diantaranya membantu mengidentifikasi
manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk. Konsumen lebih mempercayai
produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat
yang ditawarkan sama ( Ferrinadewi, 2008:135).
2. Fondasi merek

Merek merupakan sesuatu yang sangt penting bagi konsumen maupun
produsen. Merek akan mempermudah pembelian konsumen. Tanpa merek,
konsumen terpaksa mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap

kali konsumen akan melakukan pembelian. Merek juga dapat meyakinkan
konsumen bahwa mereka akan memperoleh suatu kualitas yang konsisten ketika
mereka membeli suatu produk dengan merek tertentu (Rangkuti, 2004:5)
Bagi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan mudah
diketahui ketika ditempatkan dalam suatu display. Merek dapat juga digunakan
untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah salah satu faktor
yang perlu dipertimbangkan untuk membandingkan produk-produk sejenis yang
berbeda (Rangkuti, 2004 : 5)
Menurut Rangkuti (2004 : 5), membangun merek yang kuat tidak berbeda
dengan membangun sebuah rumah. Ketika ingin memperoleh bangunan yang
kokoh, diperlukan fondasi yang kuat, begitu juga dengan membangun dan
mengembangkan suatu merek, diperlukan fondasi yang kuat.
Cara membangun suatu fondasi merek adalah sebagai berikut:
a. Memiliki positioning yang tepat
Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand
value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi

nomor satu dibenak konsumen. Tujuan utama positioning adalah menjadi nomor
satu dibenak pelanggan, tetapi bukan berarti menjadi nomor satu untuk semua
aspek. Keberhasilan positioning suatu merek tidak sekedar menemukan kata kunci
atau ekspresi dari core benefit suatu merek, tetapi juga harus menjembatani antara
keinginan dan harapan pelanggan, sehingga mampu memuaskan pelanggan.
b. Memiliki brand value yang tepat

Merek akan semakin kompetitif apabila positioning merek semakin tepat
dibenak pelanggan. Untuk mengelolanya kita perlu mengetahui brand value.
Brand value membentuk brand personality. Brand personality lebih cepat berubah
dibanding dengan brand positioning, karena brand personality mencerminkan
perubahan selera konsumen.
c. Memiliki konsep yang tepat
Untuk mengkombinasikan brand value dan brand positioning yang tepat
kepada konsumen, maka harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan
konsep merupakan proses yang kreatif, karena berbeda dari positioning. Konsep
terus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang
baik adalah konsep yang dapat mengkomunikasikan semua elemen brand value
dan brand positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus ditingkatkan.
3. Faktor merek

Beberap faktor merek yang menyebabkan merek menjadi sangat penting
saat ini antara lain (Durianto, dkk, 2001: 2) :
a.

Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen
dan semakin banyak pula brand association yang terbentuk memiliki
kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand
image.

b.

Merek sangat berpengaruh dalam bentuk perilaku konsumen. Merek yang
kuat memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku konsumen.

c.

Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian konsumen.
Dengan adanya merek, konsumen dengan mudah dapat membedakan
produk yang dibelinya dengan produk lain, sehubungan dengan kualitas,

kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

4. Elemen Merek
Menurut Durianto, dkk (2001:165-166), elemen merek memiliki tiga bagian
penting, yaitu:
a. Brand Platform
Brandflatform adalah suatu blue print perencanaan merek yang strategis yang
meliputi visi dan misi merek, serta wilayah kekuasaan dari suatu merek dan lainlain.
b. Brand identity and naming (Identitas merek)
Brand identity mengidentifikasikan keunikan dan differensiasi suatu merek,
sehingga suatu merek akan diidentifikasikan berbeda dengan merek pesaing.
Berikut adalah tugas penting dalam mengelola brand identity:
1. Mengembangkan

nama

merek

yang


tepat

dan

berbeda

dan

mencerminkan strategi.
2. Mengembangkan sistem identifikasi visual yang komprehensif yang
meliputi grafik, lingkungan dan produk.
3. Mengembangkan brand identity dalam proses pembedaan dengan merek
pesaing terutama dikaitkan dengan brand association.

c. Brand Communication (Komunikasi merek)
Suatu merek harus dapat dikomunikasikan dengan terencana dan stratejik,
artinya bahwa seluruh aspek kreatif dalam komunikasi harus disesuaikan dengan
platform merek, sehingga komunikasi merek in-line dengan platform mereknya.
Jadi komunikasi harus diarahkan untuk melayani merek, bukan produknya
sehingga tercipta Brand differentiation, bukan product differentiation.

5. Komponen Merek
Terdapat tiga komponen utama yang tergabung menjadi satu, yang
menentukan kekuatan dari sebuah merek. Merek yang kuat adalah:
a. Merek yang khusus: yakni merek yang mewakili sesuatu. Merek tersebut
mewakili suatu sudut pandang.
b. Merek yang relevan : apa yang diwakili merek tersebut, terkait dengan apa
yang dianggap penting oleh orang lain.
c. Merek yang konsisten: Orang menjadi yakin dalam suatu hubungan
berdasarkan kepada konsistensi perilaku yang mereka rasakan atau amati.
6. Strategi Merek
Terdapat 4 (empat) pilihan strategi merek yang sering digunakan oleh
perusahaan (Simamora 2003: 72), yaitu:
a. Merek baru (New Brand)
Menggunakan merek baru untuk kategori produk baru
b. Perluasan Lini (Lini Ekstension)
Menggunakan merek lama untuk kategori produk lama

c. Perluasan merek (Brand Ekstension)
Menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau strategi
menjadikan semua produk memilki merek yang sama.

d. Multi-merek (multibrand)
Menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam pendekatan ini
produknya sama tetapi memiliki merek yang berbeda, sehingga sebuah
perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang sama.

2.1.2 IMAGE
1. Pengertian Image
Citra (image) adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan dan
produknya (Kothler, 2002 : 338). Image merupakan persepsi yang relatif
konsisten dalam jangka panjang (Enduring Perception) (Simamora, 2003 : 21).
Dalam membentuk image sebuah merek, berarti konsumen akan memasuki dunia
persepsi. Tidak mudah membentuk image sebuah merek, tetapi sekali terbentuk
tidak mudah pula mengubahnya. Image yang dibentuk sebuah perusahaan
bukanlah sekedar image, tetapi harus image yang jelas, bebeda dan secara relatif
lebih unggul dibandingkan pesaing.
Menurut Willian J. Stanton (dalam Setiadi, 2003: 160), Persepsi dapat
didefenisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa
lalu serta stimuli (Rangsangan) yang kita terima melaui lima indera.
Sedangkan menurut Webster (Dalam Setiadi 2003: 160) bahwa persepsi
adalah proses bagaiman stimuli-stimuli tersebut diseleksi, diorganisir, dan


diinterpretasikan. Dengan adanya persepsi, maka seseorang akan mempunyai
gambaran tersendiri terhadap produk yang berbeda dengan orang lain. Motif
seseorang untuk berperilaku seringkali didasarkan dari persepsi yang mereka
rasakan, bukan berdasarkan fakta atau realitas yang mereka lihat.
2. Proses Persepsi
Terdapat tiga proses persepsi yang menyebabkan seseorang dpat
memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama, antara lain
(Simamora, 2003:12-13):
a. Perhatian yang selektif (Eksposure Selektif)
Perhatian yang selektif berarti harus mampu menarik perhatian konsumen, dimana
pesan yang akan disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang yang tidak
berada dalam pasar untuk produk tersebut, kecuali untuk pesan yang menonjol
atau dominan yang mengelilingi konsumen tersebut.
b. Gangguan yang selektif (Distorsi Selektif)
Disrtorsi selektif ini menggambarkan kecenderungan orang untuk meramu
informasi untuk kepentingan pribadi. Konsumen biasanya lebih suka menafsirkan
informasi dengan cara yang lebih mendukung daripada menentang konsepsikonsepsi yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pemasar harus berupaya
memahami susunan pemikiran konsumen dan dampak serta interpretasi iklan dan
produk mereka.

c. Mengingat Kembali yang selektif (Retensi yang selektif)
Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang akan dikatakan
sebagai unggulan suatu produk dan melupakan apa yang dikatakan pesaing.

2.1.3 BRAND IMAGE
1. Pengertian Brand Image
Brand Image (Citra merek) merupakan keseluruhan persepsi terhadap
suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber
setiap waktu. Brand Image dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun
pengalaman yang dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya
akan membentuk sikap terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003: 180)
Brand Image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan
melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004:244)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa brand image
adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek
tertentu dan dapat disampaikan melalui sarana komunikasi yang tersedia.
Merek terbaik akan memberikan jaminan kualitas. Pemberian nama pada
sebuah produk hendaknya bukan hanya sebuah simbol, karena merek memiliki
enam tingkat pengertian yang akan membentuk Brand Image , yaitu (Rangkuti,
2004: 2-4):

1. Atribut
Semua merek memiliki atribut. Artibut diciptakan agar pelanggan dapat
mengetahui dengan pasti atribut-atribut yang terkandung dalam sebuah merek.
Atribut merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai karakteristik produk dan
jasa yang ada saat proses pembelian dan konsumsi. Atribut ini dapat digolongkan
atas 2 bagian:

a. Atribut Produk
Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk
dan jasa yang bersangkutan. Asosiasi ini merupakan strategi yang paling sering
digunakan. Mengembangkan asosiasi ini sangat efektif karena atribut tersebut
sangat bermakna dan dapat diterjemahkan dalam pembelian suatu merek.
b.Atribut non Produk
Atribut non produk dapat langsung memperoleh proses pembelian dan konsumsi
tetapi tidak langsung mempengaruhi kinerja produk yang bersangkutan.Atribut
non-produk merupakan atribut yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja
produk dan terbentuk dari aktifitas bauran pemasaran.
Berikut beberapa contoh atribut non- produk:


Negara, perusahaan atau orang yang memproduksi



Warna dominan produk yang biasanya terlihat pada kemasan produk.



Kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh merek



Mengaitkan dengan orang terkenal (Endorser)

2. Manfaat
Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen antara lain membantu
konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk.
Konsumen tidak membeli merek, tetapi konsumen membeli manfaat. Produsen
harus mampu menerjemahkan atribut menjadi manfaat, baik manfaat fungsional
maupun manfaat emosional.
Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang
ditawarkan, sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk

membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau
sesudahnya. Ketika konsumen menggunakan merek tertentu maka ia akan
terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa serta citra
dari pengguna sekaligus karakteristik merek itu sendiri, dan manfaat yang
diinginkan oleh konsumen akan mempengaruhi pilihannya terhadap berbagai
merek.
3. Nilai
Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi konsumen. Nilai sering
diartikan sebagai penilaian konsumen yang menyeluruh terhadap utilitas produk
didasarkan atas persepsinya atas apa yang diterima dan dikorbankan. Berdasarkan
defenisi ini, maka tidak mengherankan jika konsumen seringkali melakukan
analisa biaya-manfaat sebelum melakukan pembelian untuk menentukan besarnya
nilai yang akan diterimanya. Merek yang memiliki nilai yang tinggi akan dihargai
oleh konsumen sebagi merek yang memiliki kelas, sehingga dapat mencerminkan
siapa pengguna merek tersebut.
Pelanggan menggunakan istilah nilai untuk empat pengertian yang berbeda,
yaitu :
1. Nilai adalah harga yang murah. Beberapa pelanggan harga yang paling
murah adalah nilai yang terbaik.
2. Nilai adalah mendapatkan apa yang diinginkan dari suatu produk atau
jasa. Pelanggan ini mendefenisikan nilai dalam artian manfaat yan mereka
terima dan bukannya harga yang mereka terima bukannya harga yang
harus mereka bayar.

3. Nilai adalah kualitas yang didapatkan atas harga yang dibayar. Pelanggan
menganggap nilai sebagai pertukaran antara harga yang mereka bayarkan
dan kualitas yang mereka dapatkan.
4. Nilai adalah semua yang didapatkan atas semua pengorbanan yang telah
diberikan.
4. Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya. Jadi
diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian sipengguna akan tercermin
dari merek yang digunakannya.
Ikatan hubungan psikografis antara merek dan konsumen akan menjadi
kuat dan memberi warna emosional ketika terdapat kecocokan antara merek dan
kepribadian konsumen. Konsumen sering merasa kesulitan ketika harus
mengekspresikan identitasnya karena itu biasanya mereka menggunakan merek
yang mengandung simbol dan arti yang dapat menggambarkan dirinya. Oleh
karena itu konsumen memiliki kecenderungan untuk membeli merek yang
memilki kepribadian yang serupa dengan konsep dirinya Schiffman & kanuk
dalam Ferrinadewi, (2008: 156). Dalam hal ini pemilihan merek merupakan salah
satu cara individu mengekspresikan dirinya. Hal ini tentunya akan mendorong
pemilik merek untuk menyelaraskan gaya hidup konsumennya dengan nilai
emosional merek.
Jika terdapat kecocokan antara brand personality dan kepribadian
konsumen, maka menurut Ferrinadewi, (2008:158) hal ini akan menyebabkan
salah satu hubungan dari 3 bentuk berikut:

1. Hubungan yang sangat kuat akan mengembangkan kesetiaan konsumen.
2. Hubungan yang relatif sedang akan menimbulkan ancaman tindakan berpindah
ke merek lain
3. Hubungan yang lemah akan menimbulkan kecenderungan hubungan yang
memilki ciri-ciri tertentu.
2. Acuan Asosiasi Merek
Konsumen selalu memiliki kesan tersendiri terhadap suatu merek. Kesan
tersebut bisa muncul setelah konsumen melihat, mendengar, membaca atau
merasakan sendiri suatu produk. Semakin baik suatu merek berinteraksi dengan
konsumen maka akan semakin banyak asosiasi produk yang terbentuk.
Menurut Durianto, dkk (2001:69), Asosiasi merek adalah segala kesan
yang muncul dibenak konsumen yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan
semakin seringnya penampakan merek trsebut dalam strategi komunikasinya ,
ditambah jika kaitan tersebut didukung oleh jaringan atau kaitan yang lain sebagai
pendukung.
Suatu merek yang mapan akan memilki posisi yang menonjol dalam
persaingan jika didukung oleh asosiasi yang tepat. Berbagai asosiasi yang saling
berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut Brand Image.
Semakin banyak suatu asosiasi yang terbentuk akan semakin kuat brand Image
yang dimilikinya. Menurut Aaker dalam Simamora (2003:31), terdapat sebelas
sumber asosiasi merek, yaitu:

a. Product Atributes (Atribut Produk)
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi ini sangat
efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung
diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.
b. Intengibles Atribute (Atribut tak berwujud)
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi
kualitas, kemajuan teknologi, kesan nilai yag mengikhtisarkan serangkaian atribut
yang objektif.
c. Consumer’s Benefit (Manfaat bagi pelanggan)
Manfaat bagi pelanggan ini dapat berupa manfaat Rasional (Rational Benefit) dan
manfaat psikologi (Psychological Benefit). Manfaat rasional berkaitan erat dengan
atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan
yang rsional. Manfaat psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrem
dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan
ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.
d. Relative Price (Harga Relatif)
Evaluasi terhadap merek disebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
e. Aplication (Penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
penggunaan atau aplikasi tertentu.

f. User/ consumer (Pengguna/ pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe
pengguna atau pelanggan kelas produk tersebut.
g. Celebrity/ person (Orang terkenal/ khalayak)
Mengitkan orang terkenal/ artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi
yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal kedalam merek tersebut.
h. Life style/ (Gaya Hidup/ kepribadian)
Asosiasi merek dengan satu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup
yang hampir sama.
i. Product Class (Kelas Produk)
Mengasosiasikan sebuah merek melalui kelas produknya.
j. Competitors (Para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.
k. Country/ Geographic Area (Negara/ wilayah Geografis)
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memilki hubungan yang
erat dengan produk, bahan dan kemampuan.

2.1.4 PERILAKU KONSUMEN
1. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk
proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Setiadi, 2003:3).
Dalam hal ini pemasar harus mampu memahami apa yang dipikirkan, dirasakan,
dilakukan oleh

konsumen sehubungan dengan pemenuhan keinginan dan

kebutuhannya.
Menurut The American Marketing Association (Setiadi, 2003:3), perilaku
konsumen adalah: interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup
mereka.
Dari defenisi tersebut, terdapat 3 (tiga) ide penting yaitu: Perilaku
konsumen adalah dinamis, melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku
dan dan kejadian di sekitar kita dan melibatkan pertukaran.
2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Keputusan pembelian yang akan dilakukan oleh konsumen sangat
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis ( Setiadi, 2003:
11-15 ) :
a. Faktor-faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor penentu yang mendasari keinginan dan
perilaku seseorang. Sejak seseorang terlahir, ia sudah mempunyai seperangkat
niali, persepsi, preferensi dan perilaku melalui suatu proses yang melibatkan

keluarga dan lembaga sosial yang ada disekitarnya. Kebudayaan biasanya terdiri
dari sub budaya yang kecil dan memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih
spesifik kepada anggotanya. Dalam hal ini status sosial seseorang juga sering
mempengaruhi kebudayaannya. Status sosial merupakan kelompok yang relatif
homogen dan bertahan lama dari suatu masyarakat yang tersusun secara hierarki
dan dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang sempurna.
b. Faktor- Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri atas kelompok referensi, keluarga serta peran dan status
sesorang dalam lingkungannya. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh
kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap
sikap dan perilaku seseorang. Keluarga dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok keluarga orientasi, yakni merupakan orang tua dari
seseorang dan keluarga prokreasi, yakni pasangan hidup anak-anak seorang
keluarga. Kelompok Prokreasi ini merupakan organisasi pembeli dan konsumen
yang penting dalam suatu masyarakat yang sudah diteliti secara intensif.
Sedangkan status sosial merupakan posisi seseorang dalam setiap kelompok.
c. Faktor Pribadi
Faktor pribadi terdiri dari umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan,
keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri, Konsumsi seseorang
dibentuk oleh umur dan tahapan siklus hidup keluarga dan juga pekerjaan.
Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan
(tingkatnya, stabilitasnya dan polanya). Tabungan dan hartanya ( termasuk

persentase yang mudah dijadikan uang ), kemampuan untuk meminjam dan sikap
mengeluarkan lawan menabung.
Gaya hidup seseorang merupakan pola hidup didunia yang diekspresikan
melalui kegiatan, minat dan pendapat seseorang. Gaya hidup ini seringkali
mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosialnya. Sedangkan kepribadian dan
konsep diri merupakan karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang
yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten.
d.

Faktor Psikologis

Faktor psikologis ini terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar serta
kepercayaan dan sikap. Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari suatu
keadaan psikologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus dan rasa tidak nyaman.
Persepsi

didefenisikan

mengorganisasikan,

sebagai

mengartikan

proses
masukan

dimana
informasi

seseorang
untuk

memilih,

menciptakan

gambaran yang berarti dari dunia. Sedangkan kepercayaan dan sikap merupakan
suatu gagasan deskriptif yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu.
3. Jenis Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan konsumen biasanya berbeda-beda. Tergantung pada
jenis keputusan pembeliannya. Menurut Assael dalam Sunarto, (2006: 97), terdapat
4 (empat) jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan
pembeli dan tingkat perbedaan merek.

a. Perilaku Pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari proses tiga langkah pertama, Pembeli
mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. Kedua, Ia membangun sikap
tentang produk tersebut. Ketiga, Ia membuat pilihan yang cermat.
b. Perilaku Pembelian pengurang ketidaknyamanan
Kadang – kadang konsumen sangat terlibat dalam sebah pembelian, namun melihat
sedikit perbedaan diantara berbagai merek . Keterlibatan yang tinggi didasari oleh
fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jaran dilakukan dan beresiko. Dalam hal ini,
pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli
dengan sangat cepat.
c. Perilaku pembelian karena kebiasaan.
Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak
adanya perbedaan merek yang signifikan. Setelah pembelian, kemungkinan
konsumen tidak mengevaluasi pilihan tersebut karena memang mereka tidak terlibat
banyak dalam produk tersebut.
d. Perilaku pembelian yang mencari variasi.
Dalam hal ini keterlibatan konsumen sangat rendah namun terdapat perbedaan
merek yang signifikan.
4. Keputusan Pembelian
Pengambilan

keputusan

pembelian

biasanya

melibatkan

beberapa

alternatif. Sebelum memutuskan akan membeli suatu produk, maka akan
dilakukan pertimbangan-pertimbangan terhadap berbagai aspek yang terdapat
dalam produk, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Dalam proses ini, kekuatan nilai suatu merek sangat berperan penting untuk
membentuk keyakinan pada diri konsumen.
Menurut Setiadi (2003:16), Proses pembelian secara spesifik terdiri atas
urutan kejadian berikut: Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.
Mengenali
Kebutuhan

Pencarian
Informasi

Evaluasi
Alternatif

Keputusan
Membeli

Perilaku
Pasca
Pembelia

Sumber: Setiadi (2003:16)
Gambar 2. 1
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Secara rinci, tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengenalan Masalah
Proses dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal maupun eksternal.
Pada situasi ini, pembeli menyadari adanya perbedaan kondisi sesungguhnya
dengan kondisi sebenarnya.
b. Pencarian informasi
Minat konsumen mulai muncul untuk mencari informasi dari berbagai
sumber. Pencarian informasi ini dapat berupa pencarian yang sedang – sedang saja
sampai pada tingkat pencarian informasi aktif. Semakin banyak informasi yang
didapat, kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang adanya keistimewaan
sebuah merek dan fitur akan semakin meningkat.

c. Evaluasi Alternatif
Konsumen menggunakan informasi yang diperoleh untuk mengevaluasi
berbagai alternative merek yang sudah diperoleh. Model proses evaluasi konsumen
sekarang ini bersifat kognitif, artinya mereka memandang konsumen sebagai
pembentuk penilaian terhadp produk

terutama berdasarkan pada pertimbangan

yang sadar dan rasional.
d. Keputusan Pembelian
Proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian
produk. Terdapat dua keputusan yang mempengaruhi keputusan pembelian tersebut,
yaitu: sikap orang lain dan faktor tidak terduga.
e. Perilaku setelah pembelian
Tindakan yang diambil oleh konsumen setelah proses konsumsi dilakukan.
Hal ini akan memberikan gambaran terhadap kinerja produk. Jika kinerja produk
lebih rendah dari harapan, pelanggan akan kecewa, jika sesuai dengan harapan,
pelanggan akan puas, jika melebihi harapan pembeli akan sangat puas.

2. 2 Penelitian Terdahulu
Fitriani (2008), melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Brand
Image Ultramilk terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen” (Studi kasus
pada Mahasiswa Universitas Widyatama). Pada penelitian tersebut variabel dari
Brand Image

yang digunakan adalah: Atribut, Manfaat, Nilai, Budaya,

Kepribadian dan Pemakai.

Penelitian ini menganalisis pola hubungan antara variabel Citra merek
(Brand Image) dengan Keputusan Pembelian Mahasiswa Universitas Widyatama.
Hasil analisis menunjukkan bahwa :
1.

Terdapat pengaruh yang kuat antara brand Image dengan keputusan
pembelian konsumen. Dalam uji signifikansi terdapat koefisien determinasi
(R2) yaitu dengan nilai sebesar 48,30% , hal ini menunjukkan bahwa brand
Image mempengaruhi keputusan pembelian konsumen sebesar 48, 30% dan
sisanya sebesar 51, 70% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diukur.

2.

Dari uji Signifikansi, diketahui t hitung sebesar 9, 568 sedangkan t Tabel
sebesar 1,6628 maka t Hitung lebih besar dari t tabel (9, 568>1,6628). Dan
berdasarkan kriteria pengujian Hipotesis yaitu jika t hit > t tabel, maka Ho
ditolak dan Hi diterima, maka diperoleh hasil penelitian bahwa Brand Image
yang baik mempunyai pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian
Produk Ultramilk.

2.3 Kerangka Konseptual
Merek merupakan salah satu atribut penting bagi perusahaan. Memberi
merek yang tepat terhadap suatu produk, berarti memberi nilai tambah bagi
produk tersebut. Konsumen modern bukan saja menganggap merek hanya sebagai
sebuah

nama

produk,

tetapi

terkadang

menjadi

identitas

yang

akan

membedakannya dengan produk lain yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
yang sama, dan hal ini akan

mempermudah konsumen dalam melakukan

keputusan pembelian (Kothler & Keller, 2007 : 332). Perusahaan harus memiliki

merek yang baik agar mudah dikenali konsumen. Hal ini sangat penting karena
merek juga mampu menciptakan komunikasi dan dapat berinteraksi dengan
konsumen. Semakin kuat suatu merek maka semakin kuat pula interaksi yang
terjalin dengan konsumen dan akan semakin banyak asosiasi merek yang
terbentuk.
Interaksi yang terjadi akan bersifat positif jika terdapat kecocokan atributatribut kepribadian merek dengan konsumen, dan akan menimbulkan ikatan yang
kuat antara suatu merek dengan kepribadian seorang konsumen (Ferrinadewi,
2008:155). Kemampuan suatu merek membangun komunikasi dengan pelanggan
akan memiliki potensi yang kuat untuk meningkatkan Brand Image (Durianto,
dkk, 2001: 2). Citra merek (Brand Image) yang terbentuk dengan baik akan
membawa dampak yang positif bagi perusahaan, yaitu semakin meyakinkan
konsumen untuk memperoleh kualitas yang konsisten ketika membeli suatu
produk dan akan meningkatkan motivasi konsumen untuk melakukan pembelian
(Rangkuti, 2004:5).
Brand Image merupakan salah satu pertimbangan penting bagi konsumen
sebelum melakukan pembelian. Image yang ada dibenak konsumen sangat
bervariasi, tergantung persepsi masing-masing individu. Menurut Rangkuti,
(2004:2-4) , Merek suatu produk dapat mengandung beberapa pengertian bagi
konsumen yang dapat dilihat juga sebagai pembentuk brand Image, antara lain:
Atribut, Manfaat, nilai, dan Kepribadian. Produk dengan Brand Image yang
positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya
dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian dan sebaliknya

produk yang brand imagenya negatif dalam pandangan konsumen akan
menyebabkan tingkat pembelian yang rendah.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka kerangka konseptual dapat dibuat
secara skematis sebagai berikut :

Atribut (X1)

Manfaat (X2)
Keputusan Pembelian (Y)
Nilai (X3)

Kepribadian (X4)

Sumber : Rangkuti ( 2004 ) ( diolah )
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual

2. 4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan maka hipotesis yang
diberikan peneliti adalah :
Citra Merek (Brand Image) yang terdiri dari : Atribut, manfaat, nilai, dan
kepribadian berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan
Pembelian Produk Sophie Martin Pada Mahasiswa Lembaga Pendidikan
Politeknik MBP Medan.