Ajaran Isalam yang telah tersebar ke ber

Ajaran Isalam yang telah tersebar ke berbagaipenjuru dunia selama berabad-abad tentunya
meninggalkan tinta emas dan torehan positif berupa khasanah keilmuan bagi peradaban dunia,
meskipun tidak ada lagi kekuasaan Islam secara mutlak. Hal itu disebabkan oleh ekspansi Islam
ke daerah-daerah tidak bertujuan untuk mengambil harta kekayaan dan rampasan, tetapi untuk
membangun dan mengelola kebudayaan yang ada di daerah tersebut.
Peradaban Islam bisa maju di masa itu, salah satunya berkat kerja keras para ilmuwan dan
cendekiawan. Mereka adalah pelopor lahirnya peradaban dunia yang baru, yang awalnya
mempelajari dan mempertahankan peradaban Yunani Kuno. Tidak hanya itu, tetapi para
ilmuwan muslim juga mengembangkan pola pikir dan kecerdasan otaknya untuk menciptakan
sesuatu yang baru dalam ilmu pengetahuan. Peran dan sumbangsih umat Islam dalam kemajuan
peradaban dunia diakui oleh seorang orientalis Barat yang bernama Gustave Lebon. Dia
mengatakan "orang-orang Arablah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban karena
mereka adalah iman kita selama enam abad.

Dikalangan Barat, Islam memegang peran penting sebagai donator kemajuan peradaban mereka,
meskipun sekarang justru baratlah yang menjadi ikon kemajuan peradaban dunia. Kontribusi
Islam tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Karya-karya ilmuwan muslim dalam bidang filsafat dan sains yang dialihbahasakan ke
bahasa Barat termasuk Spanyol sehingga penduduk Barat dapat menambah wawasan
pendidikan mereka. Masa ini berlangsung dari abad ke-12 dan ke-13.
2. Metode dan teori sains melalui penelitian dan eksperimen yang dilakukan ilmuwan

muslim.
3. Kontribusi dalam bidang matematika, seperti sistem notasi dan desimal.
4. Buku-buku terjemahan yang diadopsi oleh Bangsa Barat, misalnya karya Ibnu Sina
tentang kedokteran yang digunakan sebagai materi pokok pendidikan Barat sampai abad
ke-17 M.
5. Berkat kegigihan dan kecerdasannya, para ilmuwan muslim secara tidak langsung telah
memotivasi Barat untuk mengembangkan kebudayaan mereka. Seperti renaisans dan
budaya Romawi Kuno.

6. Universitas-universitas di Eropa yang sekarang ini banyak didirikan merupakan
pengembangan dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan sebelumnya.
7. Ketika barat masih berkutat dengan kegelapan, umat Islam telah berhasil melestarikan
pemikiran dan kebudayaan Romawi-Persia (Greco Helenistic).
8. Para sarjana dan ilmuwan Barat menuntut ilmu dari lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang kemudian dibawa ke negaranya.
9. Kontribusi umat Islam dalam bidang kesehatan, sanitasi, dan makanan kepada dunai
Barat pada masa itu.
Ketika perdaban Islam dibawa ke Barat oleh orang-orang non-Arab, ilmu-ilmu tersebut masih
dalam satu bingkai dan belum dipisah-pisah. Oleh karena itu, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu
alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih belum diklasifikasikan dan masih bercampur. Para

ilmuwan muslim kemudian menggabungkan ilmu-ilmu filsafat dengan ilmu agama, ini berarti
ada perpaduan antara akal dan keimanan. Tidak seperti bangsa Barat yang masih
mendikotomikan ilmu-ilmu akal dengan ilmu agama sehingga tidak ada inovasi-inovasi baru.
Setelah mengadopsi pemikiran-pemikiran para ilmuwan muslim, bangsa Barat mampu
memajukan peradaban mereka dan sampai sekarang merajai peradaban dunia. Kebanyakan
bangsa Barat mengadopsi gaya pendidikan di Timur Tengah terutama dari lembaga-lembaga
pendidikannya sehingga mereka mendirikan universitas dan akademi seperi di dunia Islam.
Bangsa Barat mempunyai kelebihan dalam hal ketekunan dan kekonsistenan mengembangkan
keilmuan, dan itulah yang tidak dimiliki oleh umat Islam saat ini. Dengan demikian, barat
sekarang menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan peradaban yang sebenarnya dimotori oleh
keilmuan muslim zaman dahulu. Bagi umat Islam yang ingin mendalami ilmu-ilmu yang ada
sekarang, mereka harus pergi ke kawasan Barat karena di Barat terdapat karya-karya ilmuan
muslim yang terawat dan tersedia di beberapa perpustakaan.

Sumber http://www.freedomsiana.com/2017/02/kontribusi-islam-dalam-peradabandunia.html#

KONTRIBUSI ISLAM PADA DUNIA
PENDAHULUAN
Islam hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melalui Muhammad saw banyak sekali
mengalami pergejolakan. Akan tetapi untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar

hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh
masa khulafaurrasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya, telah berhasil
membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa
itu, yakni Bizantium dan Persia.
Dalam perkembangan peradaban dunia memang Islam tidak bisa dilepaskan dari
perkembangannya sejak dari zaman rasulluah sampai sekarangpun, Islam banyak memberi
kontribusi terhadap dunia. Dari masa zaman rasulluah Islam merubah peradaban yang ada di
jazirah arab dan sampai sekarang kita masih dapat merasakan nikmat dari perubahan peradaban
yang dibawa Islam.
Demikian Islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan umat manusia. Dan
sebagaimana Islam yang datang sebagai rahmatan lil ‘alamin, sehingga Islam mampu berdiri
tegak pada setiap masa dan kurun waktu. Realitas spiritual dan metahistorikal yang
mentransformasi kehidupan lahir dan batin dari beragam manusia di dalam situasi temporal
maupun ruang yang berbeda. Dan secara historis Islam telah memainkan peran yang signifikan
dalam perkembangan beberapa aspek pada peradaban dunia.
Kontribusi Pemikiran dan Peradaban Islam Pada Dunia.
Setelah selesai masa kenabian yang ditutup dengan wafatnya Rasulullah SAW,
perkembanan dan Pemikiran Peradaban Islam dalam sejarahnya telah menunjukkan berbagai
varian. Varian-varian itu brupa metode, visi, dan kerangka berpikir yang berbeda dari pemikiran
yang satu dengan pemikiran lainnya.

Manusia hidup di dunia menjalaninya sesuai dengan apa yang dia pahami terhadap
kehidupan dunia. Begitu juga sebagai muslim di tuntut agar kehidupannya sesuai dengan aturan
Allah SWT yang tercantum dalam al-Qur'an dan alhadis. namun seiring dengan sejarah yang

dilalui oleh peradaban Islam, kaum muslimin mengalami berbagai perkembangan pemikiran.
Fenomena seperti ini sebenarnya sudah muncul sejak Rasulullah SAW, sampai pada masa
Khulafaur Rasyidin. pada saat itu perbedaan pemikiran tidak begitu mencolok. Tetapi pada masa
Umayah dan Abasiyyah mulai terasa ada perbedaan visi pemikiran. aliran Al-Ra'yi dan Hadis
adalah dua visi pemikiran yang sangat mencolok pada saat itu, disamping pemikiran moderat
sebagai antitesis dari kedua visi pemikiran tersebut.
Berbagai perluasan wilayah kekuasaan peradaban Islam mengakibatkan berbagai bangsa
dan kebudayaan bergesekan dengan khazan ke-2 masehi yang tercatat bahwa kekuasaan kaum
muslimin telah meliputi wilayah Syam hingga sebagian daerah Afrika. Dengan bertemunya
kaum muslimin dengan pemikiran dan filsafat yang dipegang oleh bangsa di luar Arab
menjadikan mereka berinteraksi dengannya sekaligus mempelajari pemikiran yang baru
dikenalnya.
Setelah interaksi para pemikir Islam dengan pemikiran dan kebudayaan yang baru, muncul
ahli-ahli kalam dan para filosof yang mereka berasal dari anak kaum muslimin. Kita mengenal
beberapa para pemikir yang populer ditengah-tengah sejarah perkembangan ilmu kalam dan
filsafat. misalnya seperti Ibnu Haldun, Ibnu Sina, Al-Kindi, dan Al-Farabi. Hingga kini karyakarya mereka hasilkan masih dipelajari oleh para penuntut ilmu khususnya dibidang filsafat dan

ilmu kalam.
Para pemikir muslim dapat menghasilkan banyak karya yang sangat berharga bagi generasi
setelahnya. Motivasi beramal untuk kehidupan setelah mati adalah yang mendorong para
pemikir, fukoha dan ulama mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk menghasilkan sebuah
karya yang dapat dijadikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Semakin banyak karya yang
bermanfaat dihasilkan maka bertambah banyak pula investasi seorang muslim dalam amal
jariyah setelah dia meninggalkan kehidupan dunia.
Setiap peradaban ada umurnya, salah seorang filosof muslim mengatakan bahwa sebuah
peradaban akan berlalu seperti manusia yang hidup sampai mati. Peradaban dunia tidak ada yang
kekal artinya semua peradaban akan diganti oleh peradaban yang lain dalam memimpin dan
mengendalikan dunia. Pada zaman keemasan peradaban Islam telah dilahirkan banyak ilmua dan

para pemikir yanga handal, melalui buah pikiran mereka kaum muslimin menjadi pemimpin
dunia dengan kekuasaan 2/3 dunia.
Sekian lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih dari 14 abad
lamanya. Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah menorehkan banyak hasil yang dapat
dirasakan oleh dunia saat ini walaupun sudah tidak ada lagi kekuasaan Islam yang mutlak.
Karena Islam dalam ekspansinya, tidak hanya mengambil keuntungan materi dari daerah yang
dapat dikuasai, melainkan ikut membangun dan memajukan peradaban yang ada dan tetap
toleran terhadap budaya lokal yang ada.

Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak dilakukan
oleh orang-orang barat pada masa kegelapan, adalah dengan mempelajari dan mempertahankan
peradaban Yunani kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan sesuatu
yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir orientalis barat Gustave
Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa “(orang Arablah)
yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalam imam kita selama enam
abad”. Hingga peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang
khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi
besar tersebut antara lain:
1.

Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang
filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari
Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.

2.

Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke
dunia Barat.


3.

Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia barat.

4.

Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang
kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke17 M.

5.

Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa,
memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya
melahirkan Renaisance.

6.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam
bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.


7.

Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi
(Greco Helenistic) sewaktu Eropa dalam kegelapan.

8.

Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer
ilmu pengetahuan ke dunia Barat.

9.

Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, dan
makanan kepada Eropa.
Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi Islam
yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada
dan ketika itu ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih
bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan
agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat berbentuk tetap (stereotipe) yang
memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu

pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan alam,
menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian
Tuhan dengan alam.
Hingga akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung oleh
adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang diadopsi dari gaya
akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari illuminisme biara ke kegiatan
pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi. Dan kurikulum yang diajarkan adalah
filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme Paris. Pada saat yang sama terjadi
perubahan kecenderungan pemikiran dari kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari
retorika ke filsafat dan pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan
sebagai pemikiran Islam.

Demikianlah sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya jusru
dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan kekonsistensian dunia
Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan karya-karya besar
para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini masih dapat kita temukan di perpustakaanperpustakaan internasional, khususnya di Amerika, yang secara profesional dan rapi telah
menyimpannya. Sehingga berdasarkan keterangan di atas para umat Muslim di masa kini, yang
ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah Islam tersebut, harus pergi ke negara Barat
(non Islam) agar dapat meminta kembali “permata” yang sementara ini telah mereka pinjam.
Sumbangsih Para Ilmuan Muslim Pada Dunia

Banyak sekali Ilmuan-ilmuan muslim yang tidak tertulis dalam buku sejarah namun karyakaryanya sampai saat ini masih bisa kita rasakan dan nikmati. Diantara karya-karyanya antara
lain:
1.

Bidang Ilmu Pengetahuan

2.

Bidang Kedokteran

3.

Bidang Seni Sastra

4.

Bidang Politik

5.


Dll
Titik Temu antara Pemikiran dan Peradaban Islam dan Barat.
Sebagaimana kita maklumi bersama, Barat dan Islam merupakan dua peradaban besar dan
penting yang eksis di muka bumi saat ini, dengan memiliki karakter dan ciri khas tersendiri.
Dalam perspektif sejarah, dua peradaban ini telah melakukan interaksi yang panjang dalam
situasi pahit dan manis selama sekian abad. Hubungan keduanya banyak diwarnai oleh proses
saling belajar, saling memberi, dan saling menerima, di samping itu antara keduanya juga pernah
terjadi ketidak harmonisan, konflik, dan benturan.
Dalam konteks tersebut di atas, untuk menata masa depan dunia yang damai, adil dan
makmur, maka sudah seyogianya jika Barat dan Islam belajar dari sejarah masa lalu yang
panjang, mengevaluasi kondisi maupun konflik masa lalu, sehingga kita bersama mampu
mengambil hikmah yang positif dalam rangka membangun masa depan untuk kemanusiaan yang

lebih gemilang. Untuk itu dituntut adanya sikap saling menerima dan menghargai perbedaan
masing-masing.
Barat yang kini mendominasi kepemimpinan dunia, sudah selayaknya memberikan
keteladanan yang tinggi bagi peradaban-peradaban lain, dalam misi bersama mewujudkan
kehidupan umat manusia yang damai, adil dan makmur. Sebaliknya, dunia Islam juga harus
mampu dan mau belajar dari .berbagai aspek positif peradaban Barat, tanpa meninggalkan nilainilai asasi dalam Islam. Malahan jika Barat secara jujur mengakui sumbangan besar dunia. Islam
terhadap peradaban Barat di masa lalu, niscaya sikap saling pengertian dan saling menghargai
antar-peradaban akan lebih mudah dibangun. Untuk mengatasi konflik tersebut, perlu adanya
saling pengertian dan sikap toleransi yang harus diinternalisasikan pada masing-masing pihak.
Dialog budaya antara Islam dan Barat menjadi peredam bagi benturan antarbudaya. Jika hal itu
terabaikan, masa depan dunia bisa dipastikan akan semakin suram dan hanya akan mempercepat
masa “kiamat”. Perdamaian harus menjadi harga mati yang tidak boleh ditawar lagi.
Dalam kitab suci Al Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam di seluruh dunia,
Allah SWT menegaskan, sekiranya Allah menghendaki seluruh manusia bisa dijadikan satu umat
saja, tetapi Allah ingin menguji manusia dengan segala pemberianNya, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan (QS Al-Maidah: 48). Allah menjadikan umat manusia berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya saling mengenal satu sama lain (QS Al Hujurat: 12).
KESIMPULAN
Penyebaran ajaran Islam dan ekspansinya ke berbagai penjuru dunia telah berhasil
membawa kemajuan pada setiap masanya, baik dari segi keagamaan maupun non agama yang
berupa

ilmu

pengetahuan.

Berbagai

perluasan

wilayah

kekuasaan

peradaban

Islam

mengakibatkan berbagai bangsa dan kebudayaan bergesekan dengan khazan ke-2 masehi yang
tercatat bahwa kekuasaan kaum muslimin telah meliputi wilayah Syam hingga sebagian daerah
Afrika. Dengan bertemunya kaum muslimin dengan pemikiran dan filsafat yang dipegang oleh
bangsa di luar Arab menjadikan mereka berinteraksi dengannya sekaligus mempelajari
pemikiran yang baru dikenalnya.
Setelah interaksi para pemikir Islam dengan pemikiran dan kebudayaan yang baru, muncul
ahli-ahli kalam dan para filosof yang mereka berasal dari anak kaum muslimin. Kita mengenal

beberapa para pemikir yang populer ditengah-tengah sejarah perkembangan ilmu kalam dan
filsafat. misalnya seperti Ibnu Haldun, Ibnu Sina, Al-Kindi, dan Al-Farabi
Para tokoh dan cendekiawan Islam yang telah berhasil mempelajari ilmu-ilmu Yunani dan
Sansekerta, telah memberikan pengembangan yang signifikan pada bidangnya masing-masing,
jauh sebelum para ilmuwan Barat menemukan teori-teori tentang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian telah memberikan bukti bahwa Islam dan peradaban yang telah
dibangunnya pada masa lalu, telah memberikan investasi besar pada pencapaian peradaban dan
perdamaian dunia modern saat ini untuk itu dituntut adanya sikap saling menerima dan
menghargai perbedaan masing-masing.
Sumber: http://nasrikurnialloh.blogspot.co.id/2014/04/kontribusi-islam-pada-dunia.html

JEJAK KEGEMILANGAN UMAT ISLAM
DALAM PENTAS SEJARAH DUNIA
Oleh: H. Budi Suherdiman Januardi, MM.

S

ejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat
lama sekira 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah saw di Madinah
(10 tahun, 622-632M); Masa Daulat Khulafaur Rasyidin (29 tahun, 632-661M);
Masa Daulat Umayyah (89 tahun, 661-750M) dan Masa Daulat Abbasiyah (508

tahun, 750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki Utsmani (429 tahun, 1496-1924)
pada tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M, dimana
masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan banyak ilmuwan muslim
berkaliber internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi umat
manusia yang terjadi selama kurang lebih 700 (1065) tahun, dimulai dari abad 6 M sampai
dengan abad 12 M. Pada masa tersebut, kendali peradaban dunia berada pada tangan umat Islam.
Pada saat berjayanya peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi intelektual secara historis
dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat,
tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi
Muhammad saw.
Era Rasullah saw (622-632) dan Periode Daulat Khulafaur Rasyidin (632-661)
Kesuksesan Rasulullah Muhammad

saw dalam membangun peradaban Islam yang tiada

taranya dalam sejarah dicapai dalam kurun waktu 23 tahun, 13 tahun langkah persiapan pada

periode Makkah (Makiyyah) dan 10 tahun periode Madinah (Madaniyah). Periode 23 tahun
merupakan rentang waktu kurang dari satu generasi, dimana beliau saw telah berhasil memegang
kendali kekuasaan atas bangsa-bangsa yang lebih tua peradabannya saat itu khususnya Romawi,
Persia dan Mesir.
Seorang ahli pikir Perancis bernama Dr. Gustave Le Bone mengatakan:
“Dalam satu abad atau 3 keturunan, tidak ada bangsa-bangsa manusia dapat mengadakan
perubahan yang berarti. Bangsa Perancis memerlukan 30 keturunan atau 1000 tahun baru dapat
mengadakan suatu masyarakat yang bercelup Perancis. Hal ini terdapat pada seluruh bangsa dan
umat, tak terkecuali selain dari umat Islam, sebab Muhammad El-Rasul (maksudnya Muhammad
Rasullullah saw) sudah dapat mengadakan suatu masyarakat baru dalam tempo satu keturunan
(23 tahun) yang tidak dapat ditiru atau diperbuat oleh orang lain”.
Masa kerasulan Muhammad saw pada akhir periode Madinah merupakan puncak (kulminasi)
peradaban Islam, karena disitulah sistem Islam disempurnakan dan ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. [QS Al-Maidah ayat 3].
Generasi masa itu merupakan generasi terbaik sebagaimana firman Allah swt:“Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh”. [QS Ali Imran ayat 110].
Periode Daulat Umayyah (661-750M)
Masa Kedaulatan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun. Beberapa orang
Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680), Abdul Malik bin
Marwan (685- 705), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715), Umar bin Abdul Aziz (717- 720) dan
Hasyim bin Abdul Malik (724- 743).

Awal berlangsungya periode Daulat Umayyah lebih memprioritaskan pada perluasan wilayah
kekuasaan. Ekspansi wilayah yang sempat terhenti pada masa Khalifah Utsman dan Khalifah Ali
dilanjutkan kembali oleh Daulat Umayyah. Pada zaman Muawiyah, Tunisia ditaklukkan. Di
sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota
Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan
oleh khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil
menundukkan Balkh (Balkan?), Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Maltan.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul Malik.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban, dimana umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun, tercatat bahwa pada tahun 711 M merupakan suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa. Setelah Al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan,
Tariq bin Ziyad, panglima pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang
memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang
dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan
cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo
yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan
dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin
Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi
terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas,
pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani
Umayyah.

Pada lapangan perdagangan yakni pada saat peradaban Islam telah menguasai dunia
perdagangan sejak permulaan Daulat Umayyah (661-750M), dimana pesisir lautan Hindia
sampai ke Lembah Sind, sehingga terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur sampai Barat
yang berimplikasi terhadap lancarnya lalu-lintas dagang di dataran antara Tiongkok dengan
dunia belahan Barat pegunungan Thian Shan melalui Jalan Sutera (Silk Road) yang terkenal itu,
yang kemudian terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk Parsi, Teluk Aden yang
menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang pesisir Benua Eropa, menyebabkan
“kebutuhan Eropa pada saat itu amat tergantung pada kegiatan dagang di dalam wilayah Islam”.
Pada bidang lainnya, pembangunan yang dilakukan Muawiyah diantaranya mendirikan dinas
pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di
sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri. Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Khalifah Abdul Malik mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia
mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.
Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid bin Abdul Malik (705-715
M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia
membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang
humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Pada lapangan perdagangan yakni pada saat peradaban Islam telah menguasai dunia
perdagangan sejak permulaan Daulat Umayyah (661-750M), dimana pesisir lautan Hindia
sampai ke Lembah Sind, sehingga terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur sampai Barat
yang berimplikasi terhadap lancarnya lalu-lintas dagang di dataran antara Tiongkok dengan
dunia belahan Barat pegunungan Thian Shan melalui Jalan Sutera (Silk Road) yang terkenal itu,
yang kemudian terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk Parsi, Teluk Aden yang

menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang pesisir Benua Eropa, menyebabkan
“kebutuhan Eropa pada saat itu amat tergantung pada kegiatan dagang di dalam wilayah Islam”.

Periode Daulat Abbasiyah (132H/750M s/d 656H/1258 M)
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang
cukup lama dalam sebuah peradaban. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik,
para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: (1)
Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama; (2)
Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama; (3)
Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua; (4)
Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua; (5)
Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.

Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulat Abbasiyah lebih
memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada
perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah merupakan
pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua
pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.

Masa sepuluh Khalifah pertama dari Daulat Abbasiyah merupakan masa kejayaan (keemasan)
peradaban Islam, dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara
politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan

dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun
dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi
pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah
shaleh ahli ibadah; senang bershadaqah; sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama;
senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa
pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan
menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga
banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul
Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas,
karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi
keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya
sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian
umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan
terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman
Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab hukum yang empat
hidup Imam Abu Hanifah (700-767); Imam Malik (713-795); Imam Syafi'i (767-820) dan Imam
Ahmad bin Hanbal (780-855).

Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari
adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari
bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan
penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775) hingga Harun Al-Rasyid
berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi,
kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.
Menurut Demitri Gutas proses penterjemahan di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial,
politik dan intelektual. Ini berarti bahwa para pihak baik dari unsur masyarakat, elit penguasa,
pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural
sangat besar.
Gerakan penerjemahan pada zaman itu kemudian diikuti oleh suatu periode kreativitas besar,
karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir muslim yang terpelajar itu kemudian
membangun dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Menurut Marshall, proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh dari sekadar
mengintegrasikan dan memperbaiki, hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa.
Menurutnya, periode kekhalifahan dalam sejarah Islam merupakan periode pengembangan di
bidang ilmu, pengetahuan dan kebudayaan, dimana pada zaman itu telah melahirkan tokoh-tokoh
besar di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi. Berbagai
pusat pendidikan tempat menuntut ilmu dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan
di Cordova, Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat
yang sama telah mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad.
Kehidupan kebudayaan dan politik baik dari kalangan orang Islam maupun non-muslim pada
zaman kekhilafahan dilakukan dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat
perbedaan-perbedaan agama dan suku yang plural.
Pada saat itu umat Islam telah berhasil melakukan sebuah akselerasi, jauh meninggalkan
peradaban yang ada pada saat itu. Hidupnya tradisi keilmuan, tradisi intelektual melalui gerakan

penerjamahan yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan penyelidikan yang didukung oleh
kuatnya elaborasi dan spirit pencarian, pengembangan ilmu pengetahuan yang berkembang
secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya lompatan kemajuan di berbagai bidang keilmuan
yang telah melahirkan berbagai karya ilmiah yang luar biasa.
Menurut Oliver Leaman proses penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim tidak hanya
menterjemahkan karya-karya Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-teks itu, memberi
komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Proses asimilasi
tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Sains, filsafat dan
kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam.
Proses ini menggambarkan betapa tingginya tingkat kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari
proses tersebut telah melahirkan pemikiran baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran
Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.
Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah memberikan kontribusi
kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), compass (kompas) and
gunpowder (mesiu). Penemuan alat cetak (movable types) di Tiongkok pada penghujung abad
ke-8 M dan penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh Johann
Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan tidak ada arti dan gunanya jika
Bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara bagi pembuatan kertas.
Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari gerakan terjemahan yang dilakukan
pada zaman Daulat Abbasiah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang
mashur dan berkaliber internasional seperti : Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir bin Hayyan
(Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat);
Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang
teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern;
Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah
meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah yang karyanya diakui dunia
diantaranya:
• Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul
buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling
masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan
upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh
Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar
dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina;
• Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi
pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang
paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris
Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan;
• Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu
geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn
Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae;
• Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika
(geometri dan trigonometri).
Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia
modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan. Bahkan bermula dari dunia Islamlah ilmu
pengetahuan mengalami transmisi (penyebaran, penularan), diseminasi dan proliferasi
(pengembangan) ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh masa ‘the Dark Ages’ mendorong
munculnya zaman renaissance atau enlightenment (pencerahan) di Eropa.
Melalui dunia Islam-lah mereka mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu
pengetahuan modern. Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah cukup masak untuk

merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam, perhatiannya pertama-tama tidak
ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan kepada sumber-sumber Arab.
Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak
satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada tahayul. Sebuah kisah menarik
terjadi pada zaman Daulat Abbasiah saat kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau
mengirimkan jam sebagai hadiah pada Charlemagne seorang penguasa di Eropa. Penunjuk
waktu yang setiap jamnya berbunyi itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di
dalam jam itu ada jinnya sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda
sihir. Pada masa itu dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur Kristen maupun di
belahan Barat Kristen masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu.
Bagaimana kondisi kegelapan Eropa pada zaman pertengahan (Abad 9 M) bukan hanya pada
aspek mental-dimana cenderung bersifat takhayul, demikian pula halnya dalam aspek fisik
material. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh William Drapper:
“Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota paling beradab di
Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan toko-toko buku, masjid-masjid
dan istana yang banyak. Cordova menjadi mashur di seluruh dunia, dimana jalan yang
panjangnya bermil-mil dan telah dikeraskan diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di
tepinya. Sementara kondisi di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15 M), satu lampu
umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Cordova, orang yang melangkahi
ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Menurut Philip K. Hitti, jarak peradaban antara kaum muslimin di bawah kepemimpinan
Harun Al-Rasyid jauh melampaui peradaban yang ada pada orang-orang Kristen pimpinan
Charlemagne.
Pertengahan abad 9 M peradaban Islam telah meliputi seluruh Spanyol. Masuknya Islam ke
Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil (756 M) berhasil membangun pemerintahan
yang berpusat di Andalusia.

Melalui Spanyol, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada langsung di bawah pemerintahan
Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang
digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad di Timur dan Cordova di
Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang. Sekitar tahun
830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua sarjana Islam untuk mendidik ahli
warisnya. Sekolah Tinggi Kedokteran yang didirikan di Perancis (di Montpellier) dibina oleh
beberapa orang Mahaguru dari Andalusia. Keunggulan ilmiah kaum muslimin tersebar jauh
memasuki Eropa dan menarik kaum intelektual dan bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya.
Diantara mereka terdapat Roger Bacon (Inggeris); Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi
Paus Perancis pertama dengan gelar Sylvester II, selama 3 tahun tinggal di Todelo mempelajari
ilmu matematika, astronomi, kimia dan ilmu lainnya dari para sarjana Islam.
Tidaklah mengherankan, karena pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Spanyol
menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya
Universitas Cordova. Di Andalusia itulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari negeri tersebut
muncul nama-nama ‘ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat,
sebuah kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang
kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah kitab tentang perbandingan sekte
dan agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk
melakukan hal yang sama.
Di Andalusia (Spanyol bagian Selatan), berbagai universitasnya pada saat itu dipenuhi oleh
banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para
pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah
perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan
muslim. Adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan
Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk
kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di
masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah
pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang

sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah
transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan
pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai
bidang ilmu pengetahuan.
Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam diindikasikan dengan
banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan negeri-negeri Islam yang jumlahnya sangat
fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000
jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid buku. Perpustakaan
Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi
18.000 jilid buku. Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya
memenuhi 360 kamar. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan
Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia
Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Sejarah juga mencatat bahwa Uskup Agung Raymond di Spanyol mendirikan Badan
Penterjemah di Todelo yang ditujukan guna menterjemahkan sebagian besar karangan sarjanasarjana Muslim tentang ilmu pasti, astronomi, kimia, kedokteran, filsafat, dll, dimana waktu yang
dibutuhkan untuk menterjemahkannya yaitu lebih dari satu setengah abad (1135-1284 M).
Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Cordova, Sevilla,
Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia
terlebih Cordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Spanyol
telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban
modern di dunia Barat.

Periode Setelah Daulat Abbasiyah Sampai Tumbangannya Kekhilafahan Turki Utsmani.

Pada masa Khilafah Utsmani, para ahli sejarah sepakat bahwa zaman Khalifah Sulaiman AlQanuni (1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh
meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains dan politik.
Pasca berakhirnya keluasaan Daulat Abbasiyah, kepemimpinan Islam berlanjut dengan
kepemimpinan Daulat Utsmaniyah. Daulat Utsmaniyah yang juga dikenal dengan sebutan
Kesultanan atau Kekaisaran Turki Ottoman, didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari
enam abad kekuasaannya (1299 s/d 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya
runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil.
Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak
kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi dengan Konstantinopel
(sekarang Istambul) sebagai ibukotanya. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah
menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan
Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benarbenar runtuh pada abad 20. Musuh-musuh Islam membutuhkan waktu selama satu abad untuk
melepaskan ikatan ideologi Islam dari tubuh umat Islam, yang pada akhirnya tanggal 3 Maret
1924 M yang bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1342 Hijriah, melalui Mustafa Kemal Attaturk
yang merupakan agen Inggris dan anggota Freemasonry (sebuah organisasi Yahudi),
membubarkan institusi Kekhilafahan Islam terakhir di Turki dan menggantikannya dengan
Republik Turki. Maka, sejak saat itu ideologi Islam benar-benar terkubur ditandai dengan
dihilangkannya institusi khilafah oleh majelis nasional Turki dan diusirnya Khalifah terakhir.

BEBERAPA CATATAN PENTING
Menyimak betapa besar kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia
terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya kemajuan yang dicapai Barat
pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Dunia Barat sekarang sejatinya berterima kasih
kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim) telah sengaja
menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim tersebut yang pada

akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali
menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas sumbangsihnya yang amat besar
bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan
umatnya.
Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman
kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya
sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan
peranan agama. Kita juga mendapatkan gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin
terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai
seorang ‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya. Pada
aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam
yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan
dibawah pimpinan seorang khalifah.
Keberlangsungan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulat Umayyah dan Daulat
Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (estapeta kepemimpinan didasarkan pada
keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu dipimpin oleh
orang zhalim dan durhaka, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan, masih jauh lebih
baik daripada masa setelah tercerabutnya kekhilafahan, karena pada masa kekhilafahan hukum
Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian juga adanya ketaatan terhadap berbagai
fatwa para ‘ulama.
Segala hal yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi cerminan teladan
bagi kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya dijadikan sebagai pelajaran yang
sangat berharga.
Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13 M) hingga
abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses peralihan dari peradaban Islam
ke peradaban Barat yang ditandai dengan masa pencerahan di dunia Barat serta terjadinya
penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari
negara-negara Barat lebih disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena

peran kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga
tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni
dunia Barat terhadap dunia Islam.
Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah
terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya
kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan
terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak
memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.
Perbuatan maksiat yang dilakukan oleh umat Islam itulah yang telah dikhawatirkan oleh Umar
bin Kaththab ra saat beliau menjadi Khalifah, hal ini sebagaimana dapat kita simak dari pesan
tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan
menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat itu ditulis pesan sebagai berikut:
“Umar bin Kaththab ra. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash ra:
‘Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan yang kamu pimpin,
agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Alloh merupakan seutama-utamanya
persiapan dan strategi paling kuat dalam menghadapi pertempuran. Aku perintahkan pula
kepadamu dan pasukan yang kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat maksiat.
Karena maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan daripada
kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Allah jika musuh-musuh Allah telah berbuat
banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya kekuatan sebab jumlah kita
tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana persiapan mereka berbeda dengan persiapan
yang kita lakukan. Jika kita sama-sama berbuat maksiat sebagaimana yang dilakukan oleh
musuh-musuh kita, maka kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah berat kita akan dapat
mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang kita miliki, kecuali
dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Allah dan senantiasa menjaga diri dari berbuat
maksiat...” (Lihat : Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm.
168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242; Kitab Ikbasu

min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm.
28).□
Sumber: https://afaisalmarzuki.blogspot.co.id/2017/02/kontribusi-islam-bagi-kemajuan.html

PADA PERADABAN MANUSIA
Peradaban pada setiap bangsa merupakan tanda-tanda kemajuan dan perkembangan bangsa
tersebut. Histori terbentuknya peradaban di negara-negara Islam adalah bermakna bahwa mereka
memiliki produksi pemikiran, kekayaan, saham dan juga kudrat dan kekuasaan. Karena jika
selain ini yang terjadi, maka peradaban tidak akan terbentuk. Peradaban adalah dengan makna
penerimaan untuk menempati kota, penerimaan sistem, hukum dan seluruh prinsip-prinsip sosial
dan kerjasama satu sama lain pada