Tugas Stabilitas Tanah Evelyn Wenryadi W
MODEL PENGUJIAN COMPRESSION STRENGTH
TERHADAP STABILISASI TANAH LEMPUNG
MENGGUNAKAN VARIASI KOMPOSISI SEMEN.
Evelyn 1), Wenryadi Wira Prasetia 2), Wiratama Adjie 3) Firdaus Chairuddin 4)
1)
Peneliti Prodi T. Sipil Univ. Atma Jaya Mks, 2) Peneliti Prodi T. Sipil Univ. Atma Jaya Mks, 3) Peneliti Prodi T. Sipil Univ.
Atma Jaya Mks, 4) Associate Professor Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar.
E-Mail: 1) [email protected],
2)[email protected],
3)[email protected]
4)[email protected]
Abstrak. Judul penelitian ini yaitu “Model Pengujian Compression Strength Terhadap Stabilisasi Tanah Lempung
Menggunakan Variasi Komposisi Semen”. Fokus pengujian ini kepada penambahan komposisi semen dan tanah lempung
yang berbeda-beda. Komposisi yang dilakukan pada pengujian ini adalah 100% tanah + 0% semen, 70% tanah + 30%
semen, 50% tanah + 50% semen dan 30% tanah + 70% semen. Tahap selanjutnya pengeringan dilakukan selama 0 hari, 5
hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari. Pengujian dilakukan dengan mesin uji kuat tekan bebas untuk tiap sampel yang
dikeringkan dalam waktu yang ditentukan di atas. Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland komposit ( Portlant
Cement Composite/PCC). Kesimpulannya diperoleh dari hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa komposisi tanah
100% tanah + 0% semen menunjukkan jika semakin lama dikeringkan maka nilai kuat tekannya akan semakin menurun.
Namun pada komposisi yang lain yakni 70% tanah + 30% semen, 50% tanah + 50% semen dan 30% tanah + 70% semen
menunjukkan bahwa semakin lama pengeringan dilakukan maka untuk tiap masing-masing komposisi itu hubungan antara
regangan dan tegangannya menunjukkan peningkatan seiring dengan lamanya pengeringan dilakukan. Akan tetapi jika
dianalisis untuk nilai kuat tekan terbesar dari pengujian ini didapati pada sampel 50% tanah + 50% semen menunjukkan
perolehan nilai kuat tekan yang terbesar (q u) dibandingkan dengan sampel yang lain.
Kata kunci: stabilitas tanah, komposisi semen, tanah lempung dan uji kuat tekan bebas.
1. Pendahuluan.
1.1. Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur maupun sarana penunjang lainnya, baik jalan, gedung perkantoran, swalayan
serta segala objek dari hasil kegiatan konstruksi lainnya tidak terlepas dari pengaruh kemampuan tanah dalam
menopang keberlangsungan segala aktivitas yang terjadi pada setiap produk hasil konstruksi. Sebagai akibat
penyaluran beban dari upper structure ke struktur di bawahnya selanjutnya diteruskan sampai ke lapisan tanah
yang mampu menahan besarnya beban yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya kecukupan dari daya dukung
tanah tertentu untuk memikul beban yang mengenainya. Sehingga masalah stabil atau tidaknya tanah menjadi
sesuatu yang penting untuk dikaji.
Banyak kasus yang terjadi mengenai kegagalan konstruksi sebagai akibat dari pengaruh stabilitas tanah.
Masalah ini dihadapi dibanyak lokasi di kota-kota di Indonesia bahkan diberbagai penjuru dunia sehingga
harus menjadi perhatian bagi segenap engineer yang selama ini berkecimpung khususnya dibidang konstruksi.
Masalah stabilisasi tanah menjadi sangat penting diteliti agar bangunan tidak collapse akibat masalah tanah
pendukung beban-bebannya tidak mampu.
Contoh yang sangat jelas mengenai masalah stabilisasi yang bisa kita lihat adalah masalah yang terjadi
pada bangunan terkenal dunia yakni Menara Pisa di Italia. Tinggi dari bangunan ini adalah 55.86 meter pada
area tanah yang rendah sedangkan 56.70 m pada area tanah yang lebih tinggi. Lebar dari antar kolom bangunan
ini adalah 4.09 m pada bagian bawahnya dan 2.48 meter pada bagian atasnya. Berat bangunan ini adalah sekitar
14500 ton dan memiliki kurang lebih 296 anak tangga.
Upaya stabilisasi untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya penurunan secara berkelanjutan telah
dilakukan. Berdasarkan hasil study yang dilakukan oleh Burland dan Potts (1994) mengindikasikan bahwa
tekanan rata-rata yang terjadi pada pondasi adalah 500 kPa dimana tekanan terbesar terjadi pada sisi selatan
yaitu mencapai 1000 kPa sehingga tekanan yang terjadi pada sisi sebelah utara adalah mendekati 0 kPa. Study-
study lain juga dilakukan untuk memperoleh penyebab terjadinya tilting pada bagian pondasi yang
menyebabkan terjadinya kemiringan menara tersebut. Tahapan study yang dilakukan adalah mengecek desain
bangunan termasuk beban-beban yang terjadi hingga melakukan pengecekan terhadap lapisan tanah dibawah
bangunan. Di mana pengecekan tersebut membagi lapisan di bawah menara menjadi tiga horizontal yakni A, B
dan C.
Pada bagian Horizontal A memiliki ketebalan 10 m yang terdiri dari lapisan deposite muara lunak yang
kepasiran (soft estuarine deposite sandy) dan lapisan lanau yang kelempungan yang berada dibawah muka air
tanah. Horizontal B terdiri dari tanah lempung marine yang lunak dan sensitive yang sudah terkonsolidasi
normal dengan kedalaman hingga -40 m. Karena sifat tanah yang terlalu sensitif menyebabkan tanah tersebut
akan kehilangan sebagian besar kekuatannya apabila terganggu. Horizontal C adalah lapisan tanah marine
yang padat hingga kedalaman -60 m. Muka air tanah pada Horizontal A adalah kurang lebih 1-2 m dibawah
lapisan tanah dasar.
Oleh dasar banyak kajian penelitian maupun pengujian sebelumnya, dapat diperhatikan bahwa apabila
masalah stabilisasi terjadi maka pengecekan jenis lapisan tanah dibawah menjadi perlu dilakukan. Ini adalah
salah satu cara agar pengerjaan stabilisasi dapat menjadi banyak pertimbangan evaluasinya. Salah satu
pertimbangan yang bisa dilakukan yaitu dalam tulisan ini menitik beratkan pada penambahan variasi komposisi
semen pada properties tanah yang akan dibebani sehingga menambah daya dukungnya terhadap gaya tekan,
maka sebagai produk akhirnya tanah akan menjadi lebih stabil.
1.1.2.
Tujuan Pengujian
Adapun tujuan dari pengujian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan tanah untuk setiap lama pengeringan tertentu
terhadap variasi komposisi semen dengan tanah.
2. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan ultimate untuk setiap lama pengeringan tertentu terhadap variasi
komposisi semen dengan tanah.
3. Untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi semen dengan tanah terkait dengan nilai tegangan tanah yang
diperoleh terhadap setiap lama pengeringan tertentu.
2. Tinjauan Pustaka.
2.1. Tanah dan Tanah Lempung (Soil and Clay Soil)
Dalam pengertian teknik secara umum, Hardiyatmo (2011), tanah didefinisikan sebagai himpunan
mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar
(bedrock).
Tanah menurut Braja M. Das (2007) didefinisikan sebagai bahan yang terdiri dari butiran mineralmineral padat yang tidak tersementasi antara satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk
(berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut.
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang
“menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah
berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2µ), atau
TERHADAP STABILISASI TANAH LEMPUNG
MENGGUNAKAN VARIASI KOMPOSISI SEMEN.
Evelyn 1), Wenryadi Wira Prasetia 2), Wiratama Adjie 3) Firdaus Chairuddin 4)
1)
Peneliti Prodi T. Sipil Univ. Atma Jaya Mks, 2) Peneliti Prodi T. Sipil Univ. Atma Jaya Mks, 3) Peneliti Prodi T. Sipil Univ.
Atma Jaya Mks, 4) Associate Professor Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar.
E-Mail: 1) [email protected],
2)[email protected],
3)[email protected]
4)[email protected]
Abstrak. Judul penelitian ini yaitu “Model Pengujian Compression Strength Terhadap Stabilisasi Tanah Lempung
Menggunakan Variasi Komposisi Semen”. Fokus pengujian ini kepada penambahan komposisi semen dan tanah lempung
yang berbeda-beda. Komposisi yang dilakukan pada pengujian ini adalah 100% tanah + 0% semen, 70% tanah + 30%
semen, 50% tanah + 50% semen dan 30% tanah + 70% semen. Tahap selanjutnya pengeringan dilakukan selama 0 hari, 5
hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari. Pengujian dilakukan dengan mesin uji kuat tekan bebas untuk tiap sampel yang
dikeringkan dalam waktu yang ditentukan di atas. Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland komposit ( Portlant
Cement Composite/PCC). Kesimpulannya diperoleh dari hasil pengujian yang telah dilakukan bahwa komposisi tanah
100% tanah + 0% semen menunjukkan jika semakin lama dikeringkan maka nilai kuat tekannya akan semakin menurun.
Namun pada komposisi yang lain yakni 70% tanah + 30% semen, 50% tanah + 50% semen dan 30% tanah + 70% semen
menunjukkan bahwa semakin lama pengeringan dilakukan maka untuk tiap masing-masing komposisi itu hubungan antara
regangan dan tegangannya menunjukkan peningkatan seiring dengan lamanya pengeringan dilakukan. Akan tetapi jika
dianalisis untuk nilai kuat tekan terbesar dari pengujian ini didapati pada sampel 50% tanah + 50% semen menunjukkan
perolehan nilai kuat tekan yang terbesar (q u) dibandingkan dengan sampel yang lain.
Kata kunci: stabilitas tanah, komposisi semen, tanah lempung dan uji kuat tekan bebas.
1. Pendahuluan.
1.1. Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur maupun sarana penunjang lainnya, baik jalan, gedung perkantoran, swalayan
serta segala objek dari hasil kegiatan konstruksi lainnya tidak terlepas dari pengaruh kemampuan tanah dalam
menopang keberlangsungan segala aktivitas yang terjadi pada setiap produk hasil konstruksi. Sebagai akibat
penyaluran beban dari upper structure ke struktur di bawahnya selanjutnya diteruskan sampai ke lapisan tanah
yang mampu menahan besarnya beban yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya kecukupan dari daya dukung
tanah tertentu untuk memikul beban yang mengenainya. Sehingga masalah stabil atau tidaknya tanah menjadi
sesuatu yang penting untuk dikaji.
Banyak kasus yang terjadi mengenai kegagalan konstruksi sebagai akibat dari pengaruh stabilitas tanah.
Masalah ini dihadapi dibanyak lokasi di kota-kota di Indonesia bahkan diberbagai penjuru dunia sehingga
harus menjadi perhatian bagi segenap engineer yang selama ini berkecimpung khususnya dibidang konstruksi.
Masalah stabilisasi tanah menjadi sangat penting diteliti agar bangunan tidak collapse akibat masalah tanah
pendukung beban-bebannya tidak mampu.
Contoh yang sangat jelas mengenai masalah stabilisasi yang bisa kita lihat adalah masalah yang terjadi
pada bangunan terkenal dunia yakni Menara Pisa di Italia. Tinggi dari bangunan ini adalah 55.86 meter pada
area tanah yang rendah sedangkan 56.70 m pada area tanah yang lebih tinggi. Lebar dari antar kolom bangunan
ini adalah 4.09 m pada bagian bawahnya dan 2.48 meter pada bagian atasnya. Berat bangunan ini adalah sekitar
14500 ton dan memiliki kurang lebih 296 anak tangga.
Upaya stabilisasi untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya penurunan secara berkelanjutan telah
dilakukan. Berdasarkan hasil study yang dilakukan oleh Burland dan Potts (1994) mengindikasikan bahwa
tekanan rata-rata yang terjadi pada pondasi adalah 500 kPa dimana tekanan terbesar terjadi pada sisi selatan
yaitu mencapai 1000 kPa sehingga tekanan yang terjadi pada sisi sebelah utara adalah mendekati 0 kPa. Study-
study lain juga dilakukan untuk memperoleh penyebab terjadinya tilting pada bagian pondasi yang
menyebabkan terjadinya kemiringan menara tersebut. Tahapan study yang dilakukan adalah mengecek desain
bangunan termasuk beban-beban yang terjadi hingga melakukan pengecekan terhadap lapisan tanah dibawah
bangunan. Di mana pengecekan tersebut membagi lapisan di bawah menara menjadi tiga horizontal yakni A, B
dan C.
Pada bagian Horizontal A memiliki ketebalan 10 m yang terdiri dari lapisan deposite muara lunak yang
kepasiran (soft estuarine deposite sandy) dan lapisan lanau yang kelempungan yang berada dibawah muka air
tanah. Horizontal B terdiri dari tanah lempung marine yang lunak dan sensitive yang sudah terkonsolidasi
normal dengan kedalaman hingga -40 m. Karena sifat tanah yang terlalu sensitif menyebabkan tanah tersebut
akan kehilangan sebagian besar kekuatannya apabila terganggu. Horizontal C adalah lapisan tanah marine
yang padat hingga kedalaman -60 m. Muka air tanah pada Horizontal A adalah kurang lebih 1-2 m dibawah
lapisan tanah dasar.
Oleh dasar banyak kajian penelitian maupun pengujian sebelumnya, dapat diperhatikan bahwa apabila
masalah stabilisasi terjadi maka pengecekan jenis lapisan tanah dibawah menjadi perlu dilakukan. Ini adalah
salah satu cara agar pengerjaan stabilisasi dapat menjadi banyak pertimbangan evaluasinya. Salah satu
pertimbangan yang bisa dilakukan yaitu dalam tulisan ini menitik beratkan pada penambahan variasi komposisi
semen pada properties tanah yang akan dibebani sehingga menambah daya dukungnya terhadap gaya tekan,
maka sebagai produk akhirnya tanah akan menjadi lebih stabil.
1.1.2.
Tujuan Pengujian
Adapun tujuan dari pengujian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan tanah untuk setiap lama pengeringan tertentu
terhadap variasi komposisi semen dengan tanah.
2. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan ultimate untuk setiap lama pengeringan tertentu terhadap variasi
komposisi semen dengan tanah.
3. Untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi semen dengan tanah terkait dengan nilai tegangan tanah yang
diperoleh terhadap setiap lama pengeringan tertentu.
2. Tinjauan Pustaka.
2.1. Tanah dan Tanah Lempung (Soil and Clay Soil)
Dalam pengertian teknik secara umum, Hardiyatmo (2011), tanah didefinisikan sebagai himpunan
mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar
(bedrock).
Tanah menurut Braja M. Das (2007) didefinisikan sebagai bahan yang terdiri dari butiran mineralmineral padat yang tidak tersementasi antara satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk
(berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut.
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang
“menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah
berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2µ), atau