Akuisisi Tanah tanah Rakyat Problem HGU

AKUISISI TANAH-TANAH RAKYAT: PROBLEM HGU PT. BMS DI REJANG LEBONG DAN JALAN PENYELESAIANNYA Rezky Dellah R. 1 & M. Nazir Salim 2

Abstract Abstract Abstract Abstract Abstract: In 1988, PT. BMS Acquired Cultivation Rights Title (CRT/HGU) for 6.925 acres in Kabupaten Rejang Lebong. The land acquisition process after CRT has been given through land relinquishment, however PT. BMS only able to relinquish people’s land for 2.046 acres. This condition caused uncertainty of land rights upon community. Later on, the condition caused overlapping of land ownership and authorization of PT. BMS CRT, ended by the reclaiming and cancellation upon the land right. Formal legal perspective and descriptive analytic study describe several issues related to the constraints of the right and status of land for the farmers. This study found some fundamental issues, first related to objects of CRT as state land. Legally, it was considered flawed because the company only released less than half of the rights, triggering reclaimings by the residents who assumed that it was their land. Therefore, the state should seek ways to strengthen the rights of peasants with the scheme of redistribution or the reinforcement of the right to avoid land right conflicts. This review offers main alternative policy solution scheme: Redistribution, the granting of a Right License, or a plasma core plantation scheme. K KK K Keywor eywor eywor eywor eywords ds ds ds ds: HGU PT BMS, cultivator farmers, and policy alternatives.

Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Intisari: Pada tahun 1988, PT BMS memperoleh Hak Guna Usaha seluas 6.925 Ha di Kabupaten Rejang Lebong. Proses perolehan tanah HGU-nya lewat pembebasan lahan masyarakat, namun PT BMS hanya mampu membebaskan tanah masyarakat 2.046 Ha sehingga menimbulkan ketidakpastian hak atas tanah masyarakat. Kondisi tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pemilikan dan penguasaan tanah pada areal HGU PT BMS yang berakhir dengan reklaiming dan pembatalan hak atas tanah. Perspektif legal formal dan deskriptif analitis kajian ini menjelaskan beberapa hal terkait kendala kedudukan hak dan status bagi petani penggarap. Kajian ini menemukan beberapa hal mendasar, pertama terkait obyek HGU sebagai tanah negara yang cacat hukum karena perusahaan hanya membebaskan kurang dari separo hak yang diberikan, sehingga menimbulkan gelombang reklaiming oleh warga yang merasa lahan tersebut adalah miliknya. Oleh karena itu, negara semestinya berupaya memberikan penguatan hak bagi petani penggarap dengan skema redis atau penguatan hak untuk menghindari konflik ketidakpastian hak garapannya. Kajian ini menawarkan skema solusi alternatif kebijakan utamanya: Redistribusi, pemberian Surat Izin Hak Garap, atau skema perkebunan inti plasma. Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci Kata kunci: HGU PT BMS, petani penggarap, dan alternatif kebijakan.

A. Pendahuluan

Sejak zaman Orde Baru, pemerintah melalui kebijakannya membuka peluang yang sebesarnya- besarnya kepada pemilik modal untuk menguasai dan memiliki tanah rakyat dengan pertimbangan demi kepentingan pertumbuhan ekonomi, sehingga terjadi pergeseran kedudukan tanah dari

fungsi sosial menjadi fungsi komoditas. Pemerintah menerapkan kebijakan pertanahan yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan menggiring investor ke lokasi-lokasi yang sela- ma ini kurang mendapat minat untuk dikem- bangkan secara maksimal. Kebijakan pertanahan tersebut salah satunya adalah pemberian Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kepada korporasi. Ber- dasarkan data yang ada, sejak tahun 1980-2014 tercatat jumlah HGU perkebunan swasta di Indo- nesia sebanyak 2.676 bidang dengan total luasan

1 Staf Kanwil ATR/BPN Provinsi Bengkulu. Email: ecky.sasmita@gmail.com

2 Staf Pengajar Sekolah Tinggi Pertanahan Nasio- nal. Email: azet_r@yahoo.com

18 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

16.338.414 Ha (Marbun 2015). merupakan tanah negara melainkan tanah para Kecenderungan pemerintah berpihak pada petani yang merupakan masyarakat Suku Tengah kepentingan investor khususnya di bidang usaha Kepungut. 3 Faktanya, PT. BMS hanya mampu perkebunan menyebabkan akses rakyat terhadap membebaskan tanah seluas 2.046 Ha dari luas tanah semakin berkurang. Di Kalimantan Barat 6.925 Ha, terkendala dalam pemberian ganti rugi yang didominasi oleh wilayah hutan, distribusi (Komunikasi dengan Zulkarnain, Mantan Kasi, penguasaannya (Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Kakan, dan Kabid). Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan,

Permasalahan tumpang tindih “pemilikan” tanah transmigrasi, dan lain-lain) seringkali berakibat yang tidak terselesaikan menyebabkan PT. BMS terhadap pengurangan akses masyarakat setempat tidak dapat melakukan aktivitas perkebunan secara terhadap tanah (Sumardjono, 2008: 30). Hal terse- optimal. Seiring berjalannya waktu, pada tahun but juga terjadi di Provinsi Bengkulu, pembangunan 1994 PT. BMS mengalami kebangkrutan dan perkebunan menjadi salah satu sub sektor yang meninggalkan tanah tersebut sehingga tanah menempati prioritas utama dalam pola dasar pem- terbengkalai dan menjadi semak belukar (Komu- bangunan daerah. Memasuki Pelita III (1979), lang- nikasi dengan Mantan Karyawan Perkebunan PT. kah awal untuk memacu pengembangan perke- BMS 2016). Dibuktikan dengan adanya hasil bunan di Provinsi Bengkulu adalah dengan dikelu- penilaian berdasarkan klasif ikasi perkebunan 4 arkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala yang bertujuan untuk mengetahui kinerja yang Daerah Tingkat I Bengkulu Nomor 241 Tahun 1983 dicapai oleh perusahaan terutama yang menyang- yang berisi program pencadangan tanah seluas kut aspek teknis, manajemen, dan kepatuhan 400.000 ha untuk pengembangan perkebunan (Ko- perusahaan (Komunikasi dengan Maulitha, Kasi munikasi dengan Supriyadi, 2016). Dari tanah seluas 400.00 Ha yang dicadangkan sampai pertengahan

3 Suku Tengah Kepungut adalah salah satu komu- tahun 1988 sudah tersalurkan untuk perkebunan ± nitas adat yang berada di wilayah Administratif Kabu- 245.000 Ha kepada 73 perusahaan terutama untuk paten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, secara admi-

tanaman karet, kelapa sawit, dan coklat (Memori nistratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kota Padang, secara historis merupakan kesatuan suku

Serah Terima Jabatan Gubernur Bengkulu 1984 s/ Bangsa Lembak dan berada di sepanjang DAS Hulu

d 1989, 113). Musi dengan pola kelembagan adat dengan sistem Salah satu perusahaan yang menanamkan marga yang di dasari atas dasar geneologis dan teritorial

dan di kepalai oleh Pasirah. Sistem kelembagaan adat modalnya untuk usaha perkebunan di Provinsi ini mengacu pada pola kekeluargaan yang timbul dari

Bengkulu adalah PT. Bumi Megah Sentosa (PT. sistem unilateral dan garis keturunan yang patrilineal BMS). PT. BMS diberikan HGU berdasarkan SK dan dengan cara perkawinan yang eksogami, namun ke- Menteri Dalam Negeri Nomor 03/HGU/1988 mudian sistem Kelembagaan Adat Lokal yang disebut

dengan marga dihapus melalui UU No 5 Tahun 1979 tanggal 12 Februari 1988 dengan jangka waktu 30 tentang Pemerintahan Desa.

tahun atas tanah seluas 6.925 Ha untuk perkebunan 4 Klasifikasi perusahaan perkebunan merupakan coklat. Pemberian HGU kepada PT. BMS telah salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan oleh

menyebabkan masyarakat kehilangan akses Direktorat Jenderal Perkebunan terhadap pengelolaan usaha perkebunan yang dilaksanakan secara berkala

terhadap tanah pertanian dan kehilangan sumber setiap 3 (tiga) tahun sekali. Klasifikasi ini diperlukan pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk memperoleh data/informasi kebun dalam karena tanah yang diberikan HGU tersebut mes- rangka pembinaan terhadap perusahaan perkebunan

besar yang meliputi berbagai subsistem yaitu sub kipun berasal dari tanah yang dicadangkan untuk sistem manajemen, kebun, pengolahan hasil sosial

perkebunan besar namun tanah tersebut bukan ekonomi, dan lingkungan.

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

Perizinan dan Pengawasan Perkebunan Besar Dagang Negara dan mendapatkan pinjaman uang Swasta Dinas Perkebunan Prov. Bengkulu 2016).

Rp. 14.000.000.000,00. Namun, modal yang dimi- Berdasarkan hasil klasifikasi, PT. BMS masuk liki oleh PT. BMS yang berasal dari pinjaman bank dalam kategori kebun kelas V (kebun terlantar), tidak digunakan untuk melakukan usaha perke- kriteria perkebunan terlantar menurut Dinas bunan di Rejang Lebong melainkan untuk usaha Perkebunan adalah tanaman perkebunan di atas perkebunan lainnya di Jambi sejak tahun 1991 tanah HGU yang tidak dipelihara dengan baik (Komunikasi dengan Zulkarnain 2016). Tanah yang sesuai dengan pembinaan/teknis pertanian/ seharusnya dapat mendatangkan kemakmuran perkebunan, sesuai Pasal 3 Peraturan Pemerintah tidak dimanfaatkan secara optimal, sehingga me- Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan nimbulkan konflik kebutuhan atas tanah. Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang berbunyi:

Hampir 80% penduduk Kecamatan Kota Padang bermata pencaharian di sektor pertanian, yang

Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar

didominasi sekitar 60% penduduknya berpengha- apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak

silan rendah dengan kepemilikan tanah pertanian dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan

yang sangat kecil, kurang dari 1 Ha (Komunikasi keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak

dengan Prayitno, Kasie Kesejahteraan Sosial Dinas dipelihara dengan baik.

Sosial 2016). Keterbatasan pemilikan lahan meru- Tanah perkebunan yang ditelantarkan inilah pakan salah satu faktor adanya kecenderungan kemudian digarap oleh masyarakat dengan berke- masyarakat yang tidak memiliki lahan untuk bun kopi dan karet. Petani menduduki dan mengo- memanfaatkan tanah terlantar milik PT. BMS. lah tanah terlantar untuk memperoleh kehidupan

Atas situasi kebun di atas, Direktur Jenderal yang layak karena tanah perkebunan terlantar Perkebunan setelah menerima laporan dari Kepala sebelumnya merupakan tanah untuk menunjang Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, atas nama

kehidupan mereka. Berdasarkan data yang dirilis Menteri Pertanian mengusulkan kepada Kepala oleh NGO Akar Bengkulu, pada tahun 2013 ada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mem- sekitar 414 KK atau kurang lebih 1,678 jiwa, yang batalkan HGU PT. BMS, demikian juga, Gubernur hidup dari budidaya perkebunan tersebut (Bahanan Provinsi Bengkulu mengusulkan pembatalan HGU 2016).

PT. BMS. Pada tanggal 2 Juni 2000 HGU PT. BMS Terkait dengan banyaknya penelantaran HGU dicabut berdasarkan SK Kepala Badan Pertanahan

oleh pemegang hak, analisis Anton Lucas dan C. Nasional No. 11-VIII/2000 tentang Pembatalan HGU Warren sebagaimana dikutip Salim menarik untuk dan Pencabutan Surat Keputusan Pemberian HGU dilihat. Munculnya kebijakan besar-besaran pada Atas Tanah terletak di Provinsi Bengkulu. Pem- zaman Orde Baru yang dikeluarkan oleh BPN batalan terhadap HGU PT. BMS adalah akibat dari dengan mengeluarkan izin lokasi dan pemberian tanah tidak diusahakan sesuai dengan peruntukan- HGU pada akhirnya tanah-tanah itu tidak diguna- nya, pada Diktum Pertama keputusan tersebut kan atau ditelantarkan, bahkan, banyak di antara menyatakan sebagai berikut: mereka kemudian mengagunkan hak konsesinya

Membatalkan Hak Guna Usaha sebagaimana tersebut (HGU) ke bank, namun setelah mendapatkan uang

dalam Lampiran Keputusan ini, atas tanah yang terletak yang cukup besar mereka tidak mengolah atau

di Propinsi Bengkulu dan menyatakan sertipikat- menelantarkan tanahnya (Salim 2014).

sertipikat tersebut tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak yang sah serta tanahnya menjadi tanah yang

Persis dugaan Anton Lucas, PT. BMS pada tahun langsung dikuasai oleh negara (SK Kepala BPN No. 11- 1988 mengagunkan sertipikat HGU-nya pada Bank

VIII/2000).

20 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

Berdasarkan SK Kepala BPN di atas, tanah milik Pasal 4 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hak PT. BMS yang dilekati HGU, sekarang statusnya atas tanah adalah hak yang diberikan dan dipunyai berubah menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama- negara, kebijakan mengenai tanah negara bekas sama dengan orang lain. Menurut Soesangobeng, HGU PT. BMS yang diduduki oleh masyarakat hak milik dalam teori hukum Romawi, lahir berda- diperlukan pengaturan terhadap aspek fisik peng- sarkan suatu proses pertumbuhan yang dimulai dari gunaan tanah dan aspek hukum penguasaan tanah- pendudukan dan penguasaan nyata (occupare de nya. Kebijakan apa yang seharusnya diambil dan facto) untuk sampai pada pengakuan hukum (de bagaimana praktiknya di lapangan akan dilihat jure) melalui keputusan (decisio) pemerintah secara komprehensif dalam analisis berikutnya. (Soesangobeng 2012, 16-17). Pada awal penguasaan Lebih jauh kajian ini ingin melihat secara detil ‘de facto” itu, orang diakui memiliki hak kepunyaan

persoalan tersebut dalam konteks rumusan kebi- (jus possessionis), 5 setelah dikuasai cukup lama jakan dengan lebih dulu melihat mengapa masya- tanpa sengketa maka pemegang hak kepunyaan rakat melakukan penggarapan terhadap tanah mendapatkan pengakuan hukum yang lebih kuat negara bekas HGU, bagaimana mekanisme dari pemerintah berupa keputusan pejabat negara penguatannya, dan apa yang menjadi kendala jika yang sah, maka kekuatan hukum dari hak ke- penguatan hak diberikan kepada petani penggarap. punyaan berubah menjadi hak milik sebagai hak

Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan pribadi atau privat yang tertinggi, sempurna, dan pihak-pihak yang meneliti kasus HGU PT. BMS dan mutlak (Soesangobeng 2012). Terkait hal tersebut, solusi penyelesaiannya, namun demikian, penulis penguatan hak atas tanah bagi petani penggarap menemukan banyak studi yang mirip sebagai sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (4) pembanding untuk melihat model, pendekatan, UUPA yang bertujuan memberikan jaminan kepas- dan metode. Beberapa studi terkait di antaranya tian perolehan tanah garapan dan jaminan sosial adalah Silvana (2002), Sanusi (1998), Suhariningsih bagi buruh tani (Erwiningsih 2009, 221). dkk, (2008), Gunawan (2013) yang masing-masing

Pola pemanfaatan dan penguasaan tanah tanpa mengangkat tema terkait problem tanah bekas hak alas hak oleh masyarakat khususnya petani peng- atau tanah negara atau tanah-tanah yang diperten- garap sering terjadi pada tanah-tanah perkebunan tangkan klaimnya. Beberapa kajian tersebut dapat terlantar yang dilekati HGU maupun atas tanah menjadi model atau rujukan dalam membangun negara bekas hak lainnya, seperti yang terjadi di kerangka pemikiran meskipun terdapat perbedaan Kabupaten Rejang Lebong, petani penggarap baik konsep maupun kasus dengan kajian yang memanfaatkan tanah bekas HGU PT. BMS sejak penulis lakukan. Ada beberapa hal yang cukup tanah tersebut masih dilekati HGU (tahun 1997), menarik untuk dilihat lebih jauh, misalnya ada sampai dengan menjadi tanah negara, karena ada banyak tanah yang bisa diredistribusikan kepada pembatalan hak. Menurut Boedi Harsono, tanah petani melalui program pembaharuan agraria negara adalah bidang-bidang tanah yang dikuasai nasional, namun hanya satu obyek redistribusi langsung oleh negara, meski tanah tersebut diku- tanah yang diatur, yaitu tanah negara bekas hak asai oleh negara namun perlu digarisbawahi bahwa (tanah terlantar) lewat PP No. 11 Tahun 2010 tentang negara hanya menguasai bukan memiliki tanah. Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, Hak menguasai negara atas tanah memiliki arti sedangkan obyek-obyek lain belum diatur secara

5 Hak kepunyaan adalah hak yang melekat pada memadai, mengakibatkan memicu banyak per-

subyek dari penguasaan fisik yang diakui oleh masya- soalan di lapangan.

rakat sekitarnya.

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

strategis terhadap perwujudan kesejahteraan HGU berada luasnya 172,29 km² dengan jumlah rakyat, dilihat dari sudut pandang kebutuhan hidup penduduk 12.250 jiwa dengan rata-rata penduduk secara ekonomi, pemenuhan atas hak-haknya dan per kilometer 71,10 km² (BPS Kab. Rejang Lebong 2015). perlindungan keamanananya (Erwiningsih 2009,

Mata pencaharian penduduk suatu wilayah 291-292). Dalam ranah itulah kajian ini akan meli- merupakan gambaran dari aktivitas keseharian yang hat persoalan kasus HGU PT. BMS yang dike- dilakukan oleh masyarakat setempat, mata rangkai dengan menempatkan masyarakat sebagai pencaharian penduduk relatif bervariasi terutama pihak yang layak diberikan ruang secara luas untuk di perkotaan, sedangkan wilayah pedesaan sebagian memperoleh (kembali) hak-haknya.

besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, dengan pola perkebunan, dan

petanian palawija. Pada umumnya penduduk Rejang Luas wilayah Kabupaten Rejang Lebong adalah Lebong menggantungkan hidupnya pada sektor

B. Rejang Lebong: HGU dan Kemiskinan

151.576 Ha, sebagian terbesar dari wilayahnya pertanian, dengan pola perkebunan (petani kopi) terletak pada ketinggian di atas 1.000 m.dpl yaitu dan petani palawija seperti kubis, kentang, terong, seluas 67.973 Ha atau 44,84% dari luas wilayah ketimun, kacang dan, lainnya, oleh sebab itu roda dengan topograf i wilayah bergelombang hingga perekonomian yang berkaitan dengan daya beli berbukit, bahkan bergunung, dan memiliki udara masyarakat sangat tergantung pada musim panen. yang sejuk. Kabupaten Rejang Lebong terdiri atas

Salah satunya dapat dilihat pada penduduk

15 kecamatan, 34 kelurahan, dan 122 desa. Kecamatan Kota Padang, dimana terdapat sekitar Wilayah Kecamatan Kota Padang yang menjadi ± 2.185 rumah tangga pertanian, 6 dengan jumlah

objek kajian ini berada di urutan terbesar ketiga dalam anggota keluarga ± 10.320 orang (BPS Kab. Rejang tingkatan luas wilayah yaitu seluas 17.229 Ha, Lebong, 2014), terutama dalam bidang perkebunan, Kecamatan Kota Padang teletak paling timur dari yaitu perkebunan karet dan kopi, disusul pada bagian wilayah administrasi Kabupaten Rejang bidang pertanian tanaman pangan dan tanaman Lebong dan berbatasan langsung dengan Provinsi palawija, berupa jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang Sumatera Selatan. Kecamatan Kota Padang terdiri atas tanah, kedelai, kacang hijau (BPS Kab. Rejang

10 desa yakni: Durian Mas 2.438 Ha; Lubuk Mumpo Lebong 2015). 4.624 Ha; Dusun Baru 1.273 Ha; Bedeng Ss 813 Ha;

Mayoritas penduduk bermata pencaharian di sek- Kota Padang 1.983 Ha; Suka Rami 848 Ha; Taba Anyar tor pertanian, namun didominasi sekitar 2.183 rumah

732 Ha; Derati 1.011; Kota Padang Baru 1.134 Ha; dan tangga pertanian berpenghasilan rendah, dengan Tanjung Gelang 2.373 Ha (BPS Kota Padang 2015).

kepemilikan tanah pertanian yang sangat kecil

Berdasarkan data BPS tahun 2014 jumlah (kurang dari 1 Ha), dengan rincian sebagai berikut: penduduk Kabupaten Rejang Lebong adalah 254.583 jiwa dengan rincian penduduk yang berjenis kelamin

Tabel 1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian laki-laki sebesar 129.006 orang, sedangkan yang

Menurut Luas Lahan yang Dikuasai. perempuan adalah 125.577 orang dengan luas

wilayah sekitar 1.515,76 km², maka rata-rata setiap km² ditempati penduduk sebanyak 168 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk terpadat

Sumber: BPS, Sensus Pertanian 2013, Hasil adalah Kecamatan Curup yaitu 8.003 penduduk per Pencacahan Lengkap Kabupaten Rejang Lebong.

km², Sementara Kecamatan Kota Padang yang 6 Adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih menjadi objek kajian ini dimana salah satu wilayah anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian.

22 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

Sempitnya luas lahan yang dimiliki tersebut bahwa sistem pembangunan tidak berpihak pada sangat mempengaruhi penghasilan keluarga. para petani. Realitasnya, luas lahan yang dikuasai Sebagaimana pendapat beberapa petani penggarap para petani sangat kecil, bahkan lebih dari 80% bahwasanya hasil usaha pertanian tersebut warganya hanya memiliki lahan untuk bertani terkadang hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri sekitar 0.1 hektar. Luasan lahan demikian sudah tanpa dijual kepada pihak lain, sehingga masya- pasti tidak bisa untuk mencukupi kehidupannya, rakat masih sulit untuk memenuhi kebutuhan oleh karena itu harus disiasati dengan cara-cara hidup lainnya. Data BPS menunjukkan, rata-rata lain. Sementara petani yang menguasai lahan 0.51 pengeluaran per kapita sebulan penduduk di Ha kurang dari 2%. Kondisi ini jelas menggam- Kabupaten Rejang Lebong adalah sebesar Rp. barkan situasi ekonomi masyarakat Kota Padang 602.733, pengeluaran yang digunakan untuk sangat jauh dari layak untuk hidup dengan meng- kelompok makanan adalah sebesar Rp.350.939, gantungkan sistem perekonomian berbasis tanah. sedangkan pengeluaran yang digunakan untuk

Situasi di atas diperparah dengan keberadaan kelompok non makanan adalah sebesar Rp.251.794 konsesi HGU yang cukup besar milik PT. BMS. Tentu (BPS Kab. Rejang Lebong 2015, 14).

saja akan jauh lebih membantu masyarakat jika Keterbatasan pemilikan tanah merupakan salah lahan itu diperuntukkan untuk lahan-lahan per- satu faktor adanya kecenderungan masyarakat yang tanian dan perkebunan warga untuk meningkatkan tidak memiliki lahan untuk memanfaatkan tanah ekonominya. Sebagai gambaran, peta berikut terlantar milik PT. BMS. Secara ekonomi, sempit- menunjukkan lokasi tanah negara bekas HGU PT. nya lahan ekonomi masyarakat dan kondisi ekono- BMS yang tersebar di 4 kecamatan dan 11 desa. mi yang rentan, serta keberadaan HGU di Kota Secara detail bisa dilihat pada gambar 1 dan tabel Padang menjadi ironi, karena semakin menunjukan berikut:

Gambar 1. Peta Lokasi Tanah Negara Bekas HGU PT. BMS. Sumber: Pengolahan data sekunder

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

Tabel 2 Lokasi Tanah Negara bekas HGU PT. BMS Besar Swasta (PBS), berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu No. 241 Tahun 1983 (Komunikasi dengan Supriyadi BR 2016).

Program pencadangan tanah perkebunan tersebut mampu menarik penanam modal dari beberapa perusahaan perkebunan, dari lahan 400.000 Ha yang dicadangkan sampai pertengahan

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Rejang tahun 1988 sudah tersalurkan untuk perkebunan ± Lebong 2016.

245.000 Ha kepada 73 perusahaan terutama untuk Pada Gambar 1 terlihat dengan jelas, HGU yang tanaman karet, kelapa sawit, dan coklat (Komuni-

berdiri di atas tanah warga di Kabupaten Rejang kasi dengan Maulitha, 2016). Salah satu perusahaan Lebong melintasi empat kecamatan, dan terbanyak yang menanamkan modalnya adalah PT. BMS wilayah desa tekena adalah Kecamatan Kota (Komunikasi dengan Supriyadi BR 2016). PT BMS Padang. Sedikitnya lahan-lahan HGU masuk di lima merupakan perusahaan swasta yang didirikan pada desa Kec. Kota Padang yang semakin menguras tanggal 9 September 1986 dengan Akta Pendirian lahan-lahan pertanian dan perkebunan skala kecil Nomor 24 yang dibuat di hadapan Drs. H. Saidus milik warga. Hal itu terjadi karena HGU milik PT. Sjahar S.H, Notaris di Jakarta dan telah beberapa BMS bukan berasal dari tanah negara, melainkan kali diubah, terakhir diubah dengan Akta Nomor tanah yang “dikuasai” masyarakat yang dibebaskan.

86 tanggal 24 April 1987, sebagaimana dimuat dan Ironinya, lahan tersebut setelah dikeluarkan telah diumumkan dalam Berita Acara Republik haknya justru ditelantarkan pemiliknya.

Indonesia tanggal 18 Agustus 1987 Nomor 66 dengan tambahan Nomor 769.

C. HGU PT. BMS: Perolehan Haknya yang

Pada tanggal 12 November 1986, melalui surat

No. HK. 350/Ec.220, Menteri Pertanian Cq. Direktur Program pembangunan lima tahun (Pelita I dan Jenderal Perkebunan memberikan persetujuan

Cacat

II) tahun 1969-1974, dan tahun 1974-1979 men- prinsip pengembangan tanaman coklat seluas 7.000 canangkan peningkatan sektor pertanian terutama Ha di daerah Kecamatan Padang Ulak Tanding beras untuk memenuhi kebutuhan pangan, hal Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. yang sama juga dicanangkan di Provinsi Bengkulu, Pemberian persetujuan prinsip pengembangan sebagaimana sesuai dengan program Pelita I dan tanaman coklat kepada PT. BMS didasarkan pada Pelita II (Pemda Bengkulu tt, 60). Pada Pelita III surat permohonan nomor Bumi S.1186 yang di- (1979-1984), Pemerintah Provinsi Bengkulu, mem- ajukan PT. BMS pada tanggal 6 November 1986. buat kebijakan di bidang perkebunan untuk Pada tanggal 17 November 1986, berdasarkan kajian mendorong perkembangan daerah Bengkulu dan dari Tim Pertimbangan Lahan untuk pengem- meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan bangan usaha peningkatan produksi daerah Pro- membuka peluang bagi para investor untuk mena- vinsi Bengkulu, maka Gubernur Provinsi Bengkulu namkan modal di bidang perkebunan. Oleh karena memberikan Persetujuan Prinsip pencadangan itu, dalam rangka menunjang program tersebut, lahan seluas 7.000 Ha untuk perkebunan coklat maka dilakukan pencadangan tanah seluas 400.000 atas nama PT. BMS (Lampiran SK Gubernur Ha untuk perkebunan besar, baik dengan pola Bengkulu No. 160/IL/II/BKPMD/1987). Perkebunan Inti Rakyat (PIR) maupun Perkebunan

Menindaklanjuti persetujuan prinsip tersebut,

24 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

pada tanggal 6 Februari 1987, melalui surat Nomor. besar di Provinsi Bengkulu. Tanah yang dimohon- Bumi. 13, PT. BMS mengajukan permohonan Izin kan HGU PT. BMS setelah dilakukan pengukuran Lokasi dan Pembebasan Hak/Pembelian Tanah secara kadastral, diperoleh hasil pengukuran seluas 7.000 Ha untuk lahan perkebunan coklat di keliling seluas 6.925 Ha yang dimuat dalam Peta Kecamatan Kota Padang Kabupaten Rejang Situasi tanggal 31 Agustus 1987 No. 20/1987. Lebong. Permohonan tersebut dikabulkan oleh

Tim Pertimbangan HGU Perkebunan Besar di Gubernur Provinsi Bengkulu pada tanggal 14 Maret Jakarta telah memberikan pertimbangan kepada 1987 melalui SK Gubernur Bengkulu No. 160/IL/II/ Menteri Dalam Negeri agar permohonan tersebut BKPMD/1987 tentang Izin Lokasi dan Pembebasan dapat disetujui untuk dikabulkan, dengan diberi- Hak/Pembelian Tanah seluas 7.000 Ha untuk lahan kan HGU selama 30 tahun atas tanah seluas 6.925 perkebunan coklat di Kecamatan Kota Padang Ha telah dianggap sesuai dengan Pasal 20 ayat (1) Kabupaten Rejang Lebong.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 Setelah mendapatkan izin lokasi, maka inves- tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara tor sudah dapat melakukan kegiatan perolehan Pemberian Hak Atas Tanah. Atas dasar tersebut, tanah, jika kegiatan perolehan tanahanya sudah diterbitkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam selesai, maka investor baru dapat mengajukan per- Negeri Nomor 03/HGU/1988 tanggal 12 Februari mohonan hak atas tanah. Sebagaimana yang dise- 1988 tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas butkan pada Pasal 2 Surat Keputusan Gubernur Nama PT. BMS dengan peruntukan tanaman coklat Kepala Daerah Tk. I Bengkulu No. 160/IL/II/ (Lampiran 4). Surat Keputusan Menteri Dalam BKPMD/1987 Persetujuan tanggal 14 Maret 1987 Negeri Nomor 03/HGU/1988 tanggal 12 Februari tentang Izin Lokasi dan Pembebasan Hak/Pem- 1988 tersebut merupakan dasar penerbitan serti- belian Tanah seluas 7.000 Ha untuk lahan perke- pikat HGU Nomor 1/RL/1988 atas nama PT. BMS bunan coklat di Kecamatan Kota Padang:

yang berkedudukan di Jakarta yang terletak di Desa Merantau, Lubuk Belimbing I, Karang Baru, Tan-

PT. Bumi Mega Sentosa selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keputusan ini harus sudah

jung Heran, Suka Merindu, Kikim, Lubuk Mumpo, menyelesaikan Pembebasan Hak/Pembelian Tanah serta

Kota Padang, Sukarami, dan Taba Anyar Keca- kegiatan-kegiatan lainnya pada areal tersebut sesuai

matan Kota Padang, Kabupaten Rejang Lebong dengan ketentuan yang berlaku.

dengan Gambar Situasi Nomor 134/1988 tanggal 14 Kenyataannya setelah mendapatkan izin lokasi, April 1988 seluas 6.925 Ha. PT. BMS belum melakukan pembebasan tanah

Menurut Zulkarnain, proses pemberian HGU masyarakat melainkan terlebih dahulu mengajukan PT. BMS tidak sesuai dengan mekanisme yang permohonan hak atas tanah (Komunikasi dengan benar. HGU diberikan sebelum dilakukan pem- Zulkarnain 2016). PT. BMS mengajukan permo- bebasan lahan, sehingga pada Diktum Kedua Poin honan HGU dengan surat pengantar dari Ketua

c SK Pemberian HGU PT BMS, menyebutkan: Badan Koordinasi Penanaman Modal Jakarta pada

Apabila di dalam area yang diberikan dengan Hak Guna tanggal 21 Juli 1987 No. 433/A.4/1987. Atas permo-

Usaha ini ternyata masih terdapat pendudukan/peng- honan tersebut, Panitia Pemeriksaan Tanah B

garapan rakyat secara menetap dan belum mendapat Provinsi Bengkulu dalam Risalahnya tanggal 27 Juni

penyelesaian, maka menjadi kewajiban dan tanggung 1897 No. 11/RSL/B/1987, menyatakan permohonan

jawab sepenuhnya dari penerima hak untuk menyele- saikan dengan sebaik-baiknya menurut ketentuan pera-

tersebut dapat diluluskan untuk diberikan HGU turan yang berlaku (SK Mendagri No. 03/HGU/1988). seluas ±7.000 Ha, dengan alasan karena lokasi

tersebut telah diperuntukkan untuk perkebunan Pemberian HGU terkesan dipaksakan dan

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

melanggar prinsip kehati-hatian, karena pada Tabel 3 Status Tanah Areal PT BMS kenyataannya, tanah belum dalam status dibebas- kan, artinya belum clear and clean. Kebijakan itu

diambil semata hanya untuk kepentingan pemerintah daerah untuk memperbesar masuknya investor di Bengkulu. Upaya itu memang berhasil

meningkatkan jumlah penanam modal di bidang Sumber: Komunikasi dengan Mantan Karyawan PT. BMS dan Mantan Kepala Seksi Pendaftaran Tanah

perkebunan di Bengkulu dalam waktu yang relatif Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1988 singkat karena ada kemudahan yang diberikan oleh

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pemerintah daerah (Komunikasi dengan Zulkar- bahwa tanah yang dimohonkan oleh PT. BMS nain 2016). adalah tanah hak perorangan/garapan masyarakat Menilik status tanah areal HGU PT. BMS, seba- Suku Tengah Kepungut, dengan melakukan gaimana yang disebutkan pada Surat Keputusan pembebasan tanah agar menjadi tanah negara, Menteri Dalam Negeri Nomor 03/HGU/1988 dengan cara pemberian ganti rugi. Salah satu tanggal 12 Februari 1988 bahwasannya HGU PT. persoalannya adalah upaya pembebasan tanah BMS berasal dari tanah negara/kawasan hutan. areal HGU PT. BMS dilakukan setelah HGU dibe- Kenyataannya, tanah areal HGU PT BMS yang rikan oleh negara, sehingga dalam hal penentuan berasal dari tanah yang dicadangkan untuk per- besarnya ganti kerugian pihak PT. BMS tidak

kebunan besar, merupakan tanah yang diklaim berkoordinasi dengan pihak lain kecuali langsung

milik masyarakat atau tanah yang sudah digarap berkoordinasi dengan masyarakat pemilik tanah

oleh masyarakat berpuluh-puluh tahun secara turun (Komunikasi dengan Zulkarnain 2016). Hal itu juga

temurun dan diperkuat oleh pernyataan dari yang tercantum dalam salah satu Diktum Kedua

Zulkarnaian, menyatakan: SK Mendagri No. 03/HGU/1988, ini sejak awal

Tanah yang akan diberikan kepada PT. BMS bukan tanah sudah bermasalah, karena membiarkan masya- negara. Tanah tersebut adalah tanah masyarakat yang

rakat berurusan langsung dengan korporasi, dan baru akan dibebaskan dengan pemberian ganti rugi,

negara tidak hadir memberi solusi. namun yang akan diganti rugi bukan tanahnya melainkan

Pada praktiknya, PT. BMS mengalami kesulitan hanya tanam tumbuh yang ada di atas tanah tersebut. berkomunikasi dengan masyarakat, sehingga

Secara adat, masyarakat telah lama menguasai mengandalkan pamong desa untuk melakukannya lahan-lahan tersebut, walaupun sebagian tidak (Komunikasi dengan mantan karyawan PT. BMS). memiliki alas hak sebagai bukti kepemilikan, seba- Menurut beberapa masyarakat, bahwa dalam gian lagi mengatakan bahwa alat bukti yang dimiliki masyarakat diserahkan kepada PT. BMS ketika

7 Hak bersama tersebut mengandung hak peserta akan dilakukan pembebasan tanah. Hal itu juga bagi para anggota marga dan memberikan wewenang yang membuat masyarakat merasa yakin menger- kepada para anggotanya untuk menikmati segala hasil

jakan lahan tersebut karena apa yang telah diserah- dari tanah, selama seseorang menjadi anggota keluarga suatu marga, hak pesertanya tidak dapat diganggu gugat kan kepada perusahaan tidak sesuai kesepakatan, dan tidak dapat dikurangi (Siddik, 1980: 137).

sehingga reklaiming dilakukan. Secara historis, 8 Hak pakai anggota masyarakat hukum adat atas tabel 3 memperlihatkan asal usul status tanah areal tanah dimulai dari menebang pohon, membuka ladang

HGU PT. BMS sebagaimana dapat dilihat berikut sampai mengambil hasil. Apabila ladang tersebut di- ubah menjadi kebun dengan tanaman muda atau tua

ini: atau tanah tersebut diusahakan maka hak pakai itu ber- kembang menjadi hak milik (Siddik, 1980: 151).

26 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

proses pembebasan tanah, pihak PT. BMS tidak Terhadap tanah-tanah perkebunan (HGU) yang melakukan musyawarah dengan pemilik tanah tidak dapat dibebaskan oleh PT. BMS seharusnya mengenai besarnya ganti rugi yang akan diberikan dikeluarkan dari areal HGU dengan melakukan melainkan hanya berkoordinasi dengan beberapa revisi SK Mendagri No. 03/HGU/1988, dimana luas tokoh masyarakat. Musyawarah tersebut mem- tanah yang diberikan kepada PT. BMS disesuai bahas terkait jangka waktu HGU adalah 25 tahun dengan luas tanah yang telah dibebaskan agar sta- dan apabila jangka waktu 25 tahun HGU tersebut tus tanah tersebut menjadi clean and clear, sehingga berakhir maka tanah tersebut akan dikembalikan tidak terjadi tumpang tindih pemilikan dan kepada pemilik semula sehingga dalam pem- penguasaan tanah di dalam areal HGU. Kenya- bebasan tanah tersebut yang akan diganti rugi taannya, tidak dilakukan sehingga areal HGU PT. hanya atas tanam tumbuhnya saja, bukan tanahnya. BMS tetap dengan luasan 6.925 Ha. Fakta ini Padahal, SK Mendagri No. 03/HGU/1988 tanggal menarik, meskipun pembebasan tanah belum

12 Februari 1988 memutuskan jangka waktu HGU sepenuhnya dilakukan, PT. BMS tetap beraktivitas PT. BMS adalah 30 tahun.

di perkebunannya. Dari tanah yang telah dibebas- Pembebasan tanah hanya dilakukan dengan kan, tidak juga seluruhnya ditanami coklat sebagai-

ganti rugi tanam tumbuh (bukan harga tanah) mana pengajuannya. Bahkan areal yang sudah senilai Rp.10.000 sampai dengan Rp.25.000 tanpa ditanami tidak mencapai 1/3 dari luas areal yang ada kesepakatan harga dengan pemilik tanah, sudah dibebaskan atau sekitar 578,88 Ha. dengan sehingga banyak masyarakat yang menolak pem- rincian sebagai berikut: berian ganti rugi, namun beberapa masyarakat te- tap menerima ganti rugi dengan pertimbangan bah-

Tabel 5 Luas Areal yang Dimanfaatkan oleh PT. BMS wa setelah 25 tahun tanah akan dikembalikan kepa-

da mereka. Atas realitas tersebutlah terjadi tum- pang tindih penguasaan dan kepemilikan tanah di area HGU PT. BMS, karena perusahaan tidak men- jalankan sesuai ketentuan yang berlaku dan negara Sumber: Komunikasi dengan Mantan Karyawan PT. absen dalam hal ini. Jelas tanah belum clear and clean, BMS dan Mantan Kepala Seksi Pendaftaran Tanah sementara negara sudah menerbitkan HGU di atas Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1988 tanah tersebut, artinya HGU belum selesai dan

Menurut informasi yang penulis dapatkan di masih berkonflik, seharusnya permohonannya lapangan, sistem penanaman coklat hanya dila-

ditolak. Dari total luasan hak yang diberikan kepada kukan di sepanjang jalan sampai ke dalam 100-150 PT. BMS, hanya sedikit yang berhasil dibebaskan. m ke sebelah kanan dan kiri jalan. Hal tersebut Secara rinci sebagaimana tabel berikut ini.

dilakukan dengan beberapa alasan:

a. PT. BMS tidak mampu membebaskan seluruh Tabel 4 Luas Areal yang telah Dibebaskan oleh

kebun-kebun masyarakat. PT. BMS

b. PT. BMS tidak memiliki modal yang cukup meskipun kenyataannya pada tanggal 02 Mei 1988, HGU PT. BMS dibebankan dengan hipo- tik No. 594.4/Hip/01/1988 tanggal 28 April 1988

sebesar Rp.14.000.000.000 di Bank BDN 9 yang Sumber: Komunikasi dengan Mantan Karyawan PT.

BMS dan Mantan Kepala Seksi Pendaftaran Tanah 9 Bank Dagang Negara adalah sebuah bank peme- Kabupaten Rejang Lebong Tahun 1988

rintah yang pernah ada di Indonesia dan merupakan

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

berkedudukan di Jakarta (Salinan Buku Tanah Sudah pasti warga yang menggarap tanah HGU No. 1/RL/1988).

dengan alasan tanah mereka tidak pernah dibe-

c. Sistem penanaman yang dilakukan PT. BMS baskan ataupun diberi ganti rugi oleh pihak merupakan strategi untuk mengelabuhi peme- manapun, termasuk PT. BMS. Masyarakat rintah apabila melakukan pengecekan atas menganggap bahwa mereka masih merupakan kebun (Komunikasi dengan mantan karyawan pemilik tanah sehingga terdapat tumpang tindih PT. BMS, 2016).

pemilikan dan penguasaan tanah pada areal HGU PT. BMS mulai menaman coklat pada tahun PT BMS. Salah satu tumpang tindih pemilikan dan 1988 sampai dengan tahun 1991, pada tanah seluas penguasaan tanah tersebut dapat dilihat pada ± 578,88 Ha. Sedangkan luasan lainnya tetap gambar berikut ini: digarap oleh masyarakat, karena belum ada ganti rugi di atas lahan mereka. Selain menanam coklat, PT. BMS juga memungut hasil hutan berupa kayu meranti yang memang sudah ada sejak awal (Ko- munikasi dengan mantan karyawan PT. BMS 2016). Selama melakukan aktivitas perkebunana, PT. BMS baru berproduksi 1 kali panen, yaitu pada tahun 1992 menghasilkan sekitar 90 ton coklat, dengan harga Rp. 1.000.000 per ton.

Gambar 2. Peta Areal Afdeling Bukit Manyan

D. Masyarakat Melawan: Diambilalih Kembali

Sebagian para penggarap juga berdalih, mereka adalah pemilik awal tanah yang telah diberi ganti

Obyek penelitian ini secara yuridis merupakan rugi, tetapi karena sejak tahun 1997 PT. BMS tanah yang dikuasai langsung oleh negara, namun menelantarkan tanah menjadi semak belukar, kenyataan di lapangan, tanah secara f isik dikuasai maka tanah kembali digarap oleh bekas pemilik oleh masyarakat. Masyarakat yang menggarap awal sebagaimana pernah dijanjikan oleh PT. BMS tanah tersebut merupakan pemilik awal, beberapa hanya akan digunakan selama 25 tahun. Menurut bagian dari meraka adalah anak keturunan dan beberapa sumber di lapangan, PT BMS mening- generasi penerus orang tuanya/keluarganya. galkan tanah tersebut karena mengalami kebang- Faktor ekonomi dan keterbatasan pemilikan

krutan.

tanah pertanian merupakan salah satu alasan Keberadaan PT. BMS menyebabkan masyarakat masyarakat melakukan penggarapan atas tanah yang terkena pembebasan tanah areal HGU PT HGU PT. BMS, seperti yang dikemukakan oleh BMS kehilangan pekerjaan pokok mereka karena sebagian warga yang menggarap areal di perke- berkurangnya luas areal pertanian yang merupakan bunan tersebut bahwa: sumber mata pencaharian untuk menunjang kehi-

Mata pencaharian pokok kami adalah petani tetapi kami dupan mereka. Keadaan ini menjadikan masya- sudah tidak mempunyai tanah untuk digarap sehingga

rakat beralih profesi menjadi buruh harian lepas kami tidak bisa memenuhi kehidupan sehari-hari,

di perkebunan coklat PT. BMS, namun PT. BMS makanya kami menggarap tanah milik PT. BMS.

tidak mampu menampung seluruh tenaga kerja yang merupakan masyarakat terkena dampak

salah satu bank tertua di Indonesia. Bank ini di merger dengan tiga bank lainnya pada Juli 1999 untuk mem-

pembebabasan tanah. Selain itu, mereka juga sulit bentuk Bank Mandiri.

untuk mencari pekerjaan di luar Kecamatan Kota

28 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

Padang karena tingkat pendidikannya relatif ren- tersebut bisa menjadi masalah apabila masyarakat dah sehingga banyak masyarakat yang menjadi

menuntut untuk diberikan hak (Komunikasi dengan pengangguran. Hijazi, Bupati Rejang Lebong 2016).

Masyarakat yang telah diberi ganti rugi Statemen bupati cukup membuat cemas warga, mayoritas bekerja sebagai buruh harian lepas, karena faktanya, sejak penggarapan tanah dimulai namun tidak bertahan lama karena mereka tidak tahun 1997 hingga saat ini, tidak sedikit masyarakat terbiasa bekerja secara beraturan dan di bawah yang mengupayakan menuntut untuk dapat perintah. Permasalahan tenaga kerja menyebabkan diberikan haknya terhadap tanah yang mereka PT. BMS mengalami kerugian menyebabkan pada garap, karena sejak awal tanah mereka tidak per- awal tahun 1991, PT BMS melakukan pemutusan nah dibebaskan. Masyarakat merasa apa yang hubungan kerja terhadap beberapa buruh. Selan- dilakukan sudah benar, mengambil haknya yang jutnya pada bulan-bulan berikutnya banyak juga selama ini tidak diberikan. Namun sejauh ini masih buruh yang mengundurkan diri karena gaji yang jauh dari harapan, dan statemen Bupati Rejang kecil dan pembayarannya tidak tepat waktu. Bebe- Lebong justru dianggap semakin menjauhkan rapa hal tersebut di atas menyebabkan PT. BMS harapan masyarakat. perlahan-lahan bangkrut hingga pada tahun 1994

E. Pembatalan HGU PT. Bumi Megah

PT. BMS meninggalkan perkebunan tersebut.

Sentosa

Di sisi lain, menurut salah satu informan kebangkrutan tersebut disebabkan karena PT. BMS

Pada tahun 1997/1998, Dinas Perkebunan tidak fokus dalam memanfaatkan perkebunan Provinsi Bengkulu melakukan klasifikasi terhadap coklat di Kabupaten Rejang Lebong, karena PT.

41 perkebunan besar yang ada di Provinsi Bengkulu. BMS melakukan usaha perkebunan lainnya di Aspek-aspek yang dinilai dalam klasif ikasi kebun

daerah Jambi sejak tahun 1991 (Komunikasi dengan yaitu aspek manajemen, aspek f isik kebun, mantan karyawan PT.BMS 2016). Tanah seluas pengolahan/pemasaran dan lingkungan. Berda- 2.046 Ha yang telah ditinggalkan oleh PT. BMS sarkan hasil klasifikasi tersebut terdapat 4 kategori tidak secara langsung digarap oleh masyarakat. kelas kebun, yaitu kelas II, III, IV, dan kelas V Penggarapan lahan kembali dimulai tahun 1997. (Komunikasi dengan Maulitha 2016). Secara rinci Sejak tahun itu hingga sekarang, perkebunan yang disampaikan oleh Dinas Perkebunan Provinsi dikelola masyarakat tersebut merupakan perke- Bengkulu sebagai berikut: bunan yang produktif yang hasilnya dapat digu- nakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka

Tabel 6 Hasil Klasif ikasi Kelas Kebun Di Provinsi Bengkulu Tahun 1997/1998.

sehari-hari. Atas situasi reklaiming tersebut pemerintah daerah sementara merespon dengan cukup arif, namun sampai saat ini belum membuat keputusan apapun terkait status tanah sebagaimana tuntutan warga. Dalam sebuah wawancara dengan penulis, Bupati Rejang Lebong menyampaikan:

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu Penggarapan tanah yang dilakukan oleh masyarakat atas

Kebun-kebun kelas IV dan V seluas 50.084 Ha tanah tersebut tidak perlu dipermasalahkan apabila

termasuk kelas kebun terlantar. Terhadap kebun masyarakat hanya memanfaatkan agar tanah tersebut

tetap produktif sehingga tidak terlantar. Namun hal kelas IV dan V, Kepala Dinas Perkebunan mela-

Rezky Dellah R. & M. Nazir Salim: Akuisisi Tanah-tanah Rakyat: ... : 17-34

kukan peringatan secara tertulis 2 sampai 3 kali terlantar di Provinsi Bengkulu, salah satunya adalah dengan jeda waktu 6 bulan. Apabila 6 bulan sejak HGU PT. BMS. Sudah jelas disebutkan di atas, teguran kedua tidak juga berupaya melakukan bahwa usulan pembatalan HGU PT. BMS diawali perbaikan usaha perkebunannya, maka Kepala dari hasil kajian Dinas Perkebunan Bengkulu yang Dinas Perkebunan segera melaporkan kepada memberikan penilaian kinerjanya pada level V, Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Selan- artinya sangat buruk, sehingga layak untuk dicabut jutnya, atas nama Menteri Pertanian mengusulkan status HGU-nya, sebagaimana juga dijelaskan oleh kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Zulkarnain dan Pungadi. untuk mencabut HGU-nya. Total ada 6 perusahaan

Akhirnya, pada tahun 2000, SK pembatalan kelas V seluas 10.982 Ha telah diusulkan untuk HGU PT. BMS dikeluarkan oleh Ka. BPN dengan dicabut/dibatalkan HGU-nya, salah satunya adalah pertimbangan pokok atas rekomendasi dari kajian HGU yang dimiliki oleh PT. BMS, sedangkan 16 Dinas Perkebunan Bengkulu (SK Ka. BPN No. 11- kebun kelas IV dan V lainnya seluas 39.102 Ha VIII/2000). HGU milik PT. BMS otomatis hapus masih dalam tahap pembinaan (Komunikasi dan tanah langsung dikuasai oleh negara atau sering dengan Maulitha 2016).

disebut kembali menjadi tanah negara. Persoalan- Menurut Rosy Maulitha, ada beberapa kriteria nya, bagaimana status hukum atas tanah tersebut yang menyebabkan perkebunan milik PT. BMS yang dahulu perolehannya tidak sesuai prosedur, termasuk dalam klasifikasi kebun kelas V, di an- pembebasan lahan masyarakat tidak melalui proses taranya adalah:

ganti rugi yang benar, sementara kini status hak

1. PT. BMS tidak menyampaikan laporan kegiatan tanah tersebut “milik” atau dikuasai oleh negara. atau kinerja dalam pengelolaan perkebunan Ini yang menjadi sumber persoalan, negara telah coklat.

melakukan “negaraisasi tanah masyarakat”. Mesti-

2. Pada pemeriksaan lapangan didapatkan bahwa nya yang menjadi tanah negara hanya yang dibebas- tidak ada aktivitas perkebunan yang dilakukan kan oleh PT. BMS yakni seluas 2.046 Ha dari total oleh PT. BMS sehingga tidak berproduksi.

6.925 Ha, bukan keseluruhan tanah warga. Akan

3. Tanah perkebunan tersebut sudah dikuasai tetapi memang problematis karena negara (BPN) masyarakat hampir 90%.

melakukan kekeliruan yang cukup serius dengan Berdasarkan usulan dari Dinas Perkebunan Pro- tidak melakukan revisi atas HGU yang diterbitkan, vinsi Bengkulu, Gubernur mengusulkan pem- padahal jelas PT. BMS hanya berhasil membebas- batalan hak atas tanah perkebunan PT. BMS kan kurang dari 1/3 hak yang diberikan. berdasarkan Surat Nomor 167/1999/I/B.1 tanggal

Muncul beberapa perdebatan terkait pemba-

24 November 1999. Selanjutnya Direktur Jenderal talan HGU oleh Badan Pertanahan Nasional yang Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perke- dianggap hanya memiliki kewenangan memba- bunan pada tanggal 18 Februari 2000 dengan talkan HGU-nya, namun tidak bisa membatalkan Nomor 88/VII-PKU/2000 juga mengusulkan pem- hak kepunyaan (hak keperdataan), karena ini batalan hak atas pemberian HGU dan pencabutan dianggap ranah pengadilan perdata. Beberapa tanah perkebunan PT. BMS kepada Kepala Badan pihak menilai dengan merujuk pendapat Budi Pertanahan Nasional (Kep. Ka BPN No. 11-VIII- Harsono (2008), bahwa mereka tidak mengakui 2000). Hal yang sama juga dilakukan oleh Kepala adanya hak kepunyaan bagi bekas pemegang HGU Kanwil BPN Bengkulu melalui surat No. 500-081 PT. BMS. Pemegang hak tidak lagi memiliki ke- tanggal 31 Januari 2000 yang mengusulkan kepada wenangan atas tanah yang telah dibatalkan haknya Kepala BPN RI untuk membatalkan 7 (tujuh) HGU atau dengan kata lain hak kepunyaannya hapus

30 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

karena bekas pemegang hak tidak memenuhi kewajibannya dalam memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya (Komunikasi dengan Zulkarnain & Pungadi 2016). Secara legal formal memang sedikit problematis terkait hak keper- dataan di atasnya, penulis melihat ada peluang perdebatan lebih lanjut terkait hak keperdataan PT. BMS, namun seharusnya hanya seluas tanah yang telah dibebaskan, yaitu 2.046 Ha, sampai ada pelepasan hak kepunyaan dari bekas pemegang hak. Sejauh tidak pelepasan, maka masih terdapat peluang gugat menggugat di ranah pengadilan dan terkait sisa tanah yang tidak pernah dibebaskan yaitu 4.879 Ha seharusnya kembali secara otomatis kepada masyarakat yang memiliki dan menguasai tanah tersebut.

Mengenai hak-hak yang sudah terdaftar, dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah maka hapusnya hak atas tanah dicatat dalam buku tanah dan sertipikatnya, kemudian buku tanah dan sertipikat tersebut dimatikan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 52 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, lebih rinci terdapat dalam Pasal 131 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Peme- rintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Apabila sertipikat yang dihapus tidak diserahkan ke kantor pertanahan, maka hal terse- but dicatat pada buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, dalam hal ini Kepala Kantor Perta- nahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang sertipikatnya tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum menge- nai tanah yang sudah tidak ada haknya tersebut.

Faktanya, pembatalan HGU PT. BMS yang menyebabkan hapusnya hak atas tanahnya tidak dicatat dalam buku tanah dan sertipikatnya karena sertipikat tidak diserahkan ke Kantor Pertanahan, sementara di sisi lain, data menunjukkan sertipikat HGU PT. BMS telah dibebankan dengan hipotik No. 594.4/Hip/01/1988 tanggal 28 April 1988 sebesar Rp.14.000.000.000 di Bank Dagang Negara.

Sempat ada kekhawatiran, lahan tersebut masuk dalam agenda lelang BDN, namun setelah dilaku- kan pengecekan, lahan dengan Sertipikat HGU PT. BMS tidak tersedia dan tidak termasuk dalam as- set yang akan di lelang. Persoalan belum selesai karena BDN menyarankan agar dicek ke Bank Mandiri sebagai pihak yang mengakuisi BDN, barangkali catatan terhutang ada di Bank Mandiri. Sejauh ini Bank mandiri tidak pernah memberi konf irmasi resmi walau surat klarif ikasi sudah diajukan (Komunikasi dengan Supriyadi BR 2016).

Secara administrasi, seharusnya lewat SK Kepala BPN No. 11-VIII-2000 tentang Pembatalan HGU cukup untuk dijadikan dasar dalam pencatatan hapusnya HGU PT. BMS pada Buku Tanah dan Daftar Umum lainnya, meskipun sertipikat HGU Nomor 1/RL/1988 tidak diserahkan ke kantor pertanahan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Maria Sumardjono (2010), bahwa terjadi pem- batalan hak maka hak atas tanah yang dibebani HT hapus dan tanahnya menjadi tanah negara. Akibatnya, HT juga hapus dengan hapusnya hak atas tanah, namun demikian hutang tidak menjadi hapus sebelum dilunasi. Jika hal tersebut terjadi, kedudukan pemegang HT berubah dari kreditur

preferent 10 menjadi kreditur konkuren. 11 Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut maka pada Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji bahwa pemberi HT akan mengganti obyek HT apabila obyek tersebut dibatalkan haknya.

10 Kreditur preferen adalah kreditur yang mem- punyai hak pengambilan pelunasan terlebih dahulu

daripada kreditur lain dan kreditur preferen itu tagihan- nya didahulukan atau di istimewakan daripada tagihan- tagihan kreditu lain.

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012) Analysis of Banking Financial Performance Before and After Merger and Acquisition (Studies in Banki

7 55 8

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER DAN AKUISISI (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan Merger dan Akuisisi yang tercatat di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002)

2 35 1

Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

17 93 118

Analisa perancangan sistem informasi surat ijin penunjukkan dan penggunaan tanah (SIPSIPPT) di Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Bandung : laporan kerja praktek

2 31 54

Sistem Informasi Rekapitulasi Absensi dan Penggajian pada Lembaga Keuangan Rakyat BMT Kariman Al Falah

13 105 54

Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Sistem Komputerisasi Kantor Pertahanan (KKP) Terhadap Kualitas Pelayanan Sertifikasi Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Cimahi

24 81 167

DESKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT USAHA RAKYAT KEPADA USAHA MIKRO KECIL dan MENENGAH (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Way Halim)

10 98 46

Pengaruh Pyhsical Aspect, Reliability, Personal Interaction, Problem Solving, dan Policy terhadap Loyalitas Pelanggan Ritel ( Studi pada Chandra Supermarket & Dept. Store Metro )

2 24 113