keluarga sakinah keluarga tanpa (3)

Zuber safawi

Kamis, 11 September 2008
Penguatan Ketahanan Keluarga
Kita baru saja memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-15 pada 29 Juni lalu di
Jambi. Peringatan Harganas kali ini menjadi penting dan memunculkan pertanyaan di hati kita
tentang bagaimana kondisi keluarga Indonesia kini? Kita sangat menyadari keluarga adalah pilar
bangsa. Ungkapan ini mengandung makna betapa sentralnya peran keluarga dalam pembentukan
karakter bangsa. Semua kepribadian dan karakter anak-anak negeri ini terbangun dari pola
keluarga sebagai unit pendidikan pertama yang memberikan dasar-dasar kepribadian seperti
kejujuran, solidaritas, kecerdasan, dan karakter positif lainya. Keluarga inti yang terdiri dari
ayah,ibu dan anak adalah kumpulan sosial terkecil yang mampu dan menjadi faktor penting
dalam memberikan warna perjalanan bangsa di masa yang akan datang.
Namun hari ini, kita melihat beragam kemuraman yang menyelimuti keluarga Indonesia.
Tengoklah beragam kasus keluarga merebak luas mulai dari fenomena broken home, aksi
pembunuhan antar anggota keluarga, penggunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa,
kekerasan pelajar dan lainnya. Kita patut bertanya apakah masih ada peran keluarga dalam
menanggulangi krisis sosial ini? Apakah keluarga tak lagi seharmonis dulu, sehingga melahirkan
beragam
keprihatinan
ini?

Peran
Pemerintah
Berkurangnya ketahanan keluarga belakangan ini tidak luput dari kurangnya perhatian
pemerintah dalam mengedukasi dan mendorong optimalisasi masyarakat untuk mewujudkan
keluarga sehat. Peran pemerintah, dalam hal ini Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang terlihat belum mampu mewujudkan sebuah tatanan dan model keluarga sehat
dan sejahtera secara aplikatif. Sehingga target BKKBN selama ini juga amat kuantitatif dan
belum menyentuh kepada akar permasalahan yakni bagaimana menciptakan ketahanan keluarga
sehat
dan
sejahtera
secara
utuh.
Sebagai lembaga yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penguatan ketahanan
keluarga, BKKBN seharusnya mampu membuat cetak biru keluarga di Indonesia. Sehingga kita
dapat melihat dan mengukur berapa banyak populasi keluarga yang telah mandiri baik secara
mental maupun materi, yang tentunya tidak hanya sekedar dilihat dari jumlah anak yang
dimilikinya. Ini penting mengingat masalah ketahanan keluarga tidak hanya dikarenakan jumlah
anak yang dimiliki saja, tapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana orang tua berperan dalam
mengasuh,

membina
dan
mendidik
anggota
keluarga
secara
optimal.
BKKBN selama ini juga diakui telah memiliki serangkaian program ketahanan dan
pemberdayaan keluarga. Namun titik tekan dari program ini hanya pada ketahanan dan
pemberdayaan ekonomi, kurang menyentuh pada aspek-aspek yang memfasilitasi dalam
pembentkan keluarga yang berkarakter. Bisa jadi kondisi ini dikarenakan adanya banyak institusi
yang
menangani
keluarga
namun
miskin
koordinasi
dan
berkomunikasi.


Pada saat yang sama, BKKBN mengalami beragam kendala seiring dengan perubahan sosial
politik dalam negeri, diantaranya perubahan dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi dimana
Pemerintah Kabupaten dan Kota kini diberi kewenangan dalam menjalankan program Keluarga
Berencana (KB). Sehingga keberhasilan program ketahanan keluarga sangat bergantung sejauh
mana komitmen Kepala Daerah dan DPRD bersangkutan dalam melaksanakan program ini. Jika
Bupati, Walikota dan legislatif daerah tidak menjalankan program ketahanan keluarga ini sebagai
priorotas,
maka
tugas
BKKBN
boleh
jadi
hanya
tinggal
cerita.
Keluarga
Sehat
Selain itu faktor yang menyebabkan memudarnya ketahanan keluarga adalah melemahnya nilainilai keteladanan dan moralitas.. Faktor ini menyebabkan suasana keluarga tidak memberikan
harapan positif bagi perilaku anggota keluarga. Faktor keteladanan dan moralitas ini menjadi
penting karena faktanya meski sebuah keluarga secara ekonomi cukup mampu namun perilaku

kehidupan anggota keluarganya ada yang mengalami disharmoni sosial yang akut. Begitu pula
perubahan pola hidup, serbuan globalisasi dan efek media massa telah turut andil memperlemah
ketahanan
keluarga
saat
ini.
Berbicara ketahanan keluarga tentu tak luput dari peranan keluarga yang sehat dan produktif.
Sehat tentunya tak hanya dalam hal terpenuhinya kebutuhan ekonomi secara cukup namun lebih
dari sekedar itu. Keluarga sehat adalah gambaran ideal dimana semua anggota unit keluarga
mampu memberikan pengaruh positif baik ke dalam keluarga sendiri maupun lingkungan sekitar.
Dalam ajaran agama kita mengenal slogan ”baiti jannati” sebagai refleksi betapa rumah harus
dijadikan arena positif untuk menumbuhkembangkan dan penyalurkan potensi setiap anggota
keluarga. Interaksi keluarga dikelola sehingga melahirkan manajemen solidaritas yang kokoh
sehingga
mampu
mengikis
benih-benih
keretakan
keluarga.
Tentu tidak mudah membentuk profil keluarga sehat seperti ini ditengah kondisi sosial dan

tekanan ekonomi yang luar biasa. Karakter keluarga sehat setidaknya dapat diwujudkan melalui
interaksi keteladanan, kepercayaaan an komunikasi yang baik didalam maupun diluar lingkungan
keluarga itu. Intinya, keluarga ini mampu eksis dan memberikan pengaruh timbal balik bagi
pembentukan karakter ideal anggota keluarga dan lingkungannya. Agama juga mengajarkan kita
untuk menjadikan profil keluarga sebagai unit sosial yang dapat bermanfaat bagi anggota
keluarga dan orang lain sehingga akan memunculkan wibawa dan peran keluarga dalam tatanan
sosial masyarakat. Jika profil keluarga ideal ini diwujudkan oleh keluarga-keluarga inti maka
fenomena penyakit sosial yang nampak di Indonesia sangat mungkin akan berkurang.
Solusi
Penguatan
Kelurga
Kesadaran akan pentingnya keluarga sehat dan produktif menuntun kita untuk melakukan
langkah-langkah strategis guna mewujudkan cita-cita mulia tersebut. Pertama, pemerintah harus
melakukan reorientasi pembangunan keluarga dengan memperjelas cetak biru profil keluarga
Indonesia sehat dan produktif, yang memperhatikan keseimbangan antara faktor religiusitas,
mental ekonomi dan sosial. Sekali lagi hal ini menjadi penting karena rentannya disharmoni
keluarga Indonesia tidak semata-mata disebabkan faktor ekonomi tetapi akibat dari problemproblem
yang
sangat
kompleks.

Kedua, memperjelas pembagian tugas, wewenang dan fungsi lembaga-lembaga terkait yang

muara programnya pada pembangunan keluarga. Setiap lembaga boleh saja memiliki program,
anggaran dan personal, namun yang tidak kalah penting adalah koordinasi antar lembaga
tersebut, karenanya diperlukan penunjukkan salah satu lembaga sebagai koordinator untuk
mengkoordinasikan program ini agar tidak terjadi tumpang tindih maupun saling lepas tangan
dalam
pelaksanaannyat.
Ketiga, melakukan penguatan otonomi daerah dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya sehingga diharapkan pelaksanaan otonomi daerah semakin
berkualitas yang dilandasi pemahaman yang lebih komprehensif dan substantif tentang makna
otonomi daerah. Pada saat yang sama pemerintah Pusat dituntut untuk bisa meyakinkan pada
pemerintah Daerah bahwa program ketahanan dan pemberdayaan keluarga adalah investasi
jangka panjang yang strategis dan bernilai bagi kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Kita
berharap solusi penguatan ketahanan keluarga ini menjadi isu nasional sehingga semua pihak
mampu terlibat secara dinamis dan konstruktif sebagai upaya mewujudkan keluarga Indonesia
yang lebih berkulitas dan maju. Keluarga yang penuh dengan kasih sayang, solidaritas, produktif
dan religius ini diharapkan mampu menangkal problem akut institusi keluarga sehingga dapat
membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Sumber : Harian Terbit, Kamis 17 Juli 2008

Diposkan oleh Blog-nya Mas Zuber di Kamis, September 11, 2008
← Posting Lebih Baru Posting Lama → Beranda
zubersafawi.blogspot.com/.../penguatan-ketahanan-kel..