Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai Propinsi Riau Radith Mahatma, Khairijon, Dyah Iriani, Sufiana Nasution, Elfi Nery, Nurmalisyah

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Semirata 2013 FMIPA Unila

  |225

Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai

Propinsi Riau

  

Radith Mahatma, Khairijon, Dyah Iriani, Sufiana Nasution, Elfi Nery,

Nurmalisyah

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau

Correspondence author :

  Abstrak.

  Komunitas meiofauna sangat dipengaruhi oleh substrat tempat hidupnya. Ukuran

partikel sedimen dan pori-pori sedimen akan menentukan milieu sedimen baik secara fisik

maupun kimia. Pada ekosistem mangrove kadar tannin yang ada di sedimen berpengaruh

terhadap kelimpahan meiofauna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur

komunitas meiofauna pada tipe vegetasi yang berbeda di beberapa kawasan mangrove Kota

Dumai. Sampel dikoleksi dari sedimen yang didominasi oleh empat vegetasi mangrove yang

berbeda (Sonneratia alba, Avicennia alba, Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum)

di tiga lokasi kawasan mangrove Kota Dumai, Prop. Riau (Marine Station Universitas Riau,

muara Sungai Dumai dan Desa Basilam Baru). Similaritas diantara komunitas meiofauna

dianalisis dengan Bray Curtis Similarity dan hasilnya disajikan dengan non metrik MDS-2D.

Beda nyata antara komunitas meiofauna diuji dengan ANOSIM. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Nematoda adalah taksa yang paling dominan, komposisi taksa pada

ketiga lokasi relatif sama demikian pula pada 4 tipe vegetasi mangrove. MDS-2D

menunjukkan bahwa similaritas sampel di lokasi yang sama lebih besar daripada lokasi yang

berbeda. Hasil MDS-2D didukung oleh ANOSIM dengan nilai R= 0,495.

  Kata kunci: meiofauna, mangrove, Dumai, Propinsi Riau

  PENDAHULUAN

  Mangrove merupakan komunitas vegetasi halophytic yang hidup di zona intertidal baik didaerah tropis maupun subtropis.

  Produktivitasnya yang tinggi menyebabkan mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam menyokong rantai makanan di daerah pesisir dan muara. Selain itu mangrove juga mempunyai banyak fungsi, antara lain: merupakan habitat bagi beraneka ragam species hewan, sumber mata pencaharian bagi penduduk disekitarnya dan juga sebagai pelindung pantai dari ancaman abrasi oleh gelombang laut. Perairan yang ada dikawasan mangrove merupakan tempat pemijahan dan nursery bagi organisme perairan seperti ikan, kepiting, udang serta berbagai jenis hewan lainnya seperti amfibia, reptil, burung dan beberapa mammalia yang hidup di air.

  Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk tekanan yang dihadapi oleh ekosistem mangrove juga semakin meningkat, demikian pula halnya dengan ekosistem mangrove yang ada di Indonesia. Semakin tingginya degradasi dan kerusakan mangrove mengakibatkan ekosistem ini termasuk salah satu ekosistem yang paling terancam didunia sehingga keragaman hayati dari kawasan mangrove semakin banyak mendapat perhatian. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan informasi mengenai keragaman hayati mangrove cukup banyak diketahui, tetapi informasi mengenai keragaman hayati mangrove tersebut lebih didominasi oleh species- species hewan maupun tumbuhan yang berukuran besar sedangkan keragaman hewan avertebrata yang berukuran mikroskopis seringkali terlewatkan.

  Salah satu dari berbagai macam fauna avertebrata yang hidup dikawasan mangrove adalah meiofauna. Meiofauna

  

Radith Mahatma, dkk: Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai Propinsi

Riau

  merupakan kelompok hewan avertebrata yang berukuran 42- 1000 μm. Meiofauna hidup pada berbagai tipe habitat, mulai dari perairan air tawar, mangrove, sampai ke perairan laut dalam dan secara kuantitas merupakan kelompok hewan metazoa yang paling penting di ekosistem perairan.

  Kelimpahan rata-ratanya adalah 10

  5

  • 10

  6

  /m

  2

  permukaan sedimen dan tentu saja kelimpahannya berbeda menurut kedalaman, latitude dan jenis substrat.

  Meiofauna memiliki peranan yang sangat penting didalam ekosistem, pada rantai makanan mereka memakan bakteri dan diatom serta merupakan makanan bagi larva ikan dan hewan-hewan benthos lainnya seperti kepiting, udang serta gastropod. Selain itu, aktivitas bioturbasi- nya.

  Gambar 4. Lokasi sampling

METODE PENELITIAN

  Meningkatkan laju difusi oksigen dari sedimen ke perairan dan sebaliknya, sedangkan kemampuannya dalam memecah partikel detritus akan membantu proses dekomposisi oleh bakteri.

  Lokasi Penelitian

  Sampel dikoleksi dari empat vegetasi mangrove yang berbeda (Sonneratia alba,

  Avicennia alba

  , Rhizophora apiculata dan

  Xylocarpus granatum ) di tiga lokasi

  kawasan mangrove Kota Dumai, Prop. Riau (Muara Sungai Dumai, Marine Station Universitas Riau dan Desa Basilam Baru) (Gambar 1). Ketiga lokasi merupakan kawasan mangrove dengan karakteristik yang berbeda, kawasan Marine Station Universitas Riau berada didekat muara Sungai Mesjid dengan kondisi vegetasi mangrove yang masih baik dengan kerapatan yang relatif tinggi. Kawasan mangrove di muara Sungai Dumai memiliki vegetasi mangrove dengan kerapatan yang rendah dibanding lokasi Marine Station.

  Desa Basilam Baru memiliki kawasan mangrove yang berada di zona littoral dan berhadapan langsung dengan Selat Rupat.

  Sampling sedimen

  Pada masing-masing vegetasi sampling dilakukan sebanyak 4 ulangan menggunakan corer yang terbuat dari pipa paralon dengan diameter 4,4 cm. Segera setelah disampel, sedimen difiksasi menggunakan formalin dengan konsentrasi akhir 10%.

  Tingginya keragaman, densitas dan rendahnya kemampuan dispersal serta singkatnya masa hidup meiofauna membuatnya sering digunakan sebagai indikator dalam memonitor pencemaran atau kesehatan lingkungan perairan. Berdasarkan studi literatur, kajian mengenai keragaman meiofauna yang pernah dipublikasikan sebagian besar dilakukan di daerah bermusim empat dan subtropis sedangkan kajian meiofauna di Indonesia terutama yang berasal dari ekosistem mangrove masih sangat jarang termasuk di Propinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas meiofauna di beberapa kawasan mangrove Kota Dumai Propinsi Riau.

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  Sejumlah 10 taksa meiofauna berhasil dikoleksi dalam penelitian ini dengan total individu 12.161. Taksa yang ditemui terdiri dari Nematoda, Copepoda, Polychaeta, Oligochaeta, Kinorhyncha, Insekta, Ostracoda, Isopoda, Tardigrada dan Tanaidacea. (Tabel 1)

  dikawasan mangrove Desa Basilam Baru. Pada ketiga kawasan mangrove tersebut secara umum komposisinya didominasi oleh taksa yang relatif sama, yaitu Nematoda, Copepoda, Oligochaeta dan Polychaeta. Taksa meiofauna lainnya yang ditemui, yaitu Ostracoda, Isopoda, Tanaidacea, Kinorhynca, Tardigrada, dan Insekta, kelimpahannya sangat rendah sehingga bila diakumulasikan hanya berkontribusi 1% dari total meiofauna yang ditemukan Nematoda merupakan taksa yang paling tinggi kelimpahannya, kontribusinya mencapai 75% dari total meiofauna yang ditemukan dalam penelitian ini. (Gambar 2)

  Di laboratorium, sedimen sampel disaring menggunakan mesh sieve bertingkat dengan ukuran 1 mm, 500 μm, 300 μm, 150 μm dan 62 μm untuk untuk

  memisahkan partikel berukuran besar dan meiofauna yang berada di sedimen. Meiofauna yang berhasil diisolasi selanjutnya di kelompokkan kedalam major taxa.

  Analisis Data

  Data kelimpahan meiofauna dianalisis secara deskriptif untuk menentukan kelimpahan dan komposisi meiofauna. Analisis similaritas dilakukan dengan menyusun matriks (dis-) similaritas (menggunakan koefisien Bray-Curtis) untuk mengetahui perbedaan kelimpahan antara komunitas meiofauna. Matriks similaritas selanjutnya ditampilkan dalam bentuk ordinansi, yaitu Multidimensional Scaling (MDS) untuk menunjukkan similaritas sampel yang berasal dari lokasi yang berbeda. Semakin sama 2 sampel maka letaknya pada grafik akan semakin berdekatan.

  Uji ANOSIM dilakukan untuk menunjukkan perbedaan antara kelompok sampel. MDS dan ANOSIM dilakukan menggunakan program statistik ekologi Primer 6.

  2

  di kawasan mangrove muara Sungai Dumai dan 168,5 ind./10cm

  2

  Station , 204,19 ind./10cm

  di kawasan mangrove Marine

  2

  Kelimpahan meiofauna yang ditemukan dalam penelitian ini berkisar antara 131,04 ind./10 cm

HASIL DAN PEMBAHASAN

  2 Jumlah 12161

  Semirata 2013 FMIPA Unila

  4 Isopoda

  6 Kinorhyncha

  12 Tardigrada

  98 Insekta

  Oligochaeta 787 Polychaeta 403 Ostracoda

  Taksa Jumlah individu Nematoda 9100 Copepoda 1746

  Kelimpahan dan komposisi meiofauna Tabel 1. Taksa meiofauna di kawasan mangrove Kota Dumai

  |227

  Gambar 5. Persentase total meiofauna Gambar 3. Komposisi meiofauna di tiga kawasan mangrove Kota Dumai.

  a.

  Marine station , b.

  MuaraSungai Dumai dan c. Basilam Baru.

  3 Tanaidacea

  

Radith Mahatma, dkk: Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai Propinsi

Riau

  Keterangan : Taksa lainnya meliputi a) Insekta, Analisis similaritas terhadap kelimpahan

  Ostracoda, Kinorhynca, meiofauna di kawasan mangrove Kota Tardigrada dan Tanaidacea. b.

  Dumai Polychaeta,Tardigrada, Isopoda,

  Grafik MDS-2D (stres = 0,11) untuk Kinorhynca dan Tanaidacea. komunitas meiofauna menunjukkan bahwa c.Polychaeta dan Ostracoda. komunitas meiofauna di kawasan mangrove Kota Dumai terpisah berdasarkan lokasi

  Demikianpula bila diamati pada masing- (Gambar 5a). masing lokasi (Marine Station, Muara

  Uji ANOSIM yang didasarkan pada Sungai Dumai dan Basilam Baru) terlihat matriks (dis)-similaritas Bray-Curtis bahwa komposisi taksa meiofauna yang menunjukkan kesesuaian dengan hasil yang mendominasi relatif sama dan Nematoda ditunjukkan oleh grafik MDS-2D dengan merupakan taksa yang paling dominan, nilai R global = 0,495 dan level signifikansi berkisar antara 67% - 90%. (Gambar 3) 0,3% (Gambar 5b).

  Secara umum, komposisi meiofauna yang ditemukan dalam penelitian ini relatif sama dengan yang dilaporkan oleh peneliti lain. Dari kawasan mangrove yang berbeda. Demikianpula halnya bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang dilakukan di kawasan selain mangrove komposisi dan dominansi taksa meiofauna yang ditemukan menunjukkan adanya kemiripan.

  Hasil pengamatan pada masing-masing vegetasi di tiga lokasi yang berbeda juga menunjukkan hasil yang serupa. Komposisi meiofauna yang ditemukan relatif serupa dan Nematoda merupakan taksa yang paling dominan diikuti oleh Copepoda. (Gambar 4)

  Gambar 5. a. Grafik MDS-2D untuk Gambar 6. Komposisi meiofauna pada masing- kelimpahan meiofauna pada masing vegetasi di kawasan masing-masing vegetasi di mangrove Kota Dumai. Keterangan : kawasan mangrove Kota Dumai. Taksa lainnya meliputi Insekta,

  b. Uji ANOSIM untuk Ostracoda, Kinorhynca, Tardigrada, kelimpahan meiofauna di Isopoda, dan Tanaidacea kawasan mangrove Kota Dumai.

  (2002). Human

  2

  

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

  MacIntosh D.J. and E.J. Ashton. (2002). A review of mangrove biodiversity conservation and management, Center for Tropical Ecosystem Research Aarhus, University of Aarhus Denmark. Upadhyay V.P, R. Ranjan and J.S. Singh.

  Kelimpahan meiofauna yang ditemukan dalam penelitian ini berkisar antara 131,04 ind./10 cm

  2

  di kawasan mangrove Marine

  Station , 204,19 ind./10cm

  2

  di kawasan mangrove muara Sungai Dumai dan 168,5 ind./10cm

  • – mangrove conflicts: the way out, Current Science, Vol. 83 No.11: 1328-1336.

  dikawasan mangrove Desa Basilam Baru. Nematoda merupakan taksa yang paling dominan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi meiofauna yang diemukan dalam penelitian ini sama dengan komposisi meiofauna yang dilaporkan oleh peneliti lain dari tempat yang berbeda. Analisis dengan 2D-MDS dan ANOSIM menunjukkan bahwa perbedaan komunitas meiofauna yang berasal dari lokasi yang berbeda lebih besar daripada yang berasal dari lokasi yang sama.

UCAPAN TERIMA KASIH

  study of meiofauna

  . 46: 171-180

  Mar. Ecol. Prog Ser

  Herman, R. Huys, N. Smol and Van Holsbeke. (1988). Analysis of community attributes of the benthic meiofaunaof Frierfjor/Langesund fjord.

  Heip C., R.M. Warwick, M.R. Carr, P.M.J.

  Hydrobiologia 312:47-57.

  Press. Ólafsson E. (1995). Meiobenthos in mangrove areas in eastern Africa with emphasis on assemblage structure of free-living marine nematodes.

  Marine Sediment. From Science to Management . 2nd ed. Oxford University

  . 2nd edition, Springer- Verlag. Gray J.S. and M. Eliott. (2009). Ecology of

  Microscopic Motile Fauna of Aquatic Sediment

  . (Eds.) RP Higgins and H Thiel. Smithsonian Institution. pp 13-38. Giere O. (2008). Meiobenthology. The

  Smithsonian Institution. Coull B.C. (1988). Ecology of the marine meiofauna. dalam An Introduction to the

  Penelitian ini didanai dengan dana dari Hibah Fundamental Tahun Anggaran 2012. Kami berterimakasih pada Syahrial Spi atas bantuan yang kami terima selama melakukan sampling pada beberapa kawasan mangrove di Dumai. Bapak Darwis dari Pencinta Alam Bahari Dumai yang telah membantu dalam sampling di muara Sungai Dumai.

  Introduction to the study of meiofauna .

  . (Ed.) Marta Vannucci. pp 8-15. Chong J. (2005). Protective values of mangrove and coral ecosystems, A review of methods and evidence. IUCN The World Conservation Union. Higgins R.P. and H. Thiel. (1988). An

  Mangrove Management and Conservation: Present and Future

  Baba S. (2001). Keynote presentation: What we can do for mangroves, dalam

DAFTAR PUSTAKA

  Semirata 2013 FMIPA Unila

  |229 KESIMPULAN

  Environmental Conservation 29 (3): 331-349.

  Alongi D.M. (2002). Present state and future of the world‘s mangrove forests.

  (Eds.) I.C. Feller & M. Sitnik. Smithsonian Institution. Washington DC. pp 1-6.

  Ecology: A Manual for a Field Course .

  McKee K.L. (1996). Mangrove ecosystem: definitions, distribution, zonation, forest structure, trophic structure and ecological significance, dalam Mangrove

  

Radith Mahatma, dkk: Analisis Meiofauna Di Kawasan Mangrove Kota Dumai Propinsi

Riau

Kennedy, A.D. and C.A. Jacoby. (1999).

  Pertanika 13 (3): 349-355.

  (2003). Abundance and diversity of the sublittoral meiofauna on two sand beaches under different hydrodynamic conditions at Ilha do Mel (PR, Brazil),

  Corgosinho, P. H. C., R. Metri, C. Baptista, P. Calil, and P. M. Martinez Arbizu.

  Sci., 49, pp 23-44.

  Huys, R, P.M.J. Herman, C. H. R. Heip, and K. Soetaert, (1992), The meiobenthos of the North Sea: density, biomass trends and distribution of copepod communities, ICES J. Mar.

  . 247 : pp. 99-108 Alongi D.M. (1987). Intertidal zonation and seasonality of meiobenthos in tropical mangrove estuaries. Marine Biology 95: 447-458.

  Hydrobiologia

  The meiobenthos of five mangrove vegetation in Gazi Bay, Kenya.

  Vanhove S., M Vincx, D. Van Gansbeke, W. Gijselinck and D. Schram. (1992).

  Long S.M. dan R. Karim. (1990). Kajian awal kepadatan meiofauna dalam paya bakau Teluk Mengkabung, Sabah.

  Biological indicators of marine environmental health: meiofauna a neglected benthic component?

  Primer v6: user manual/tutorial. PRIMER E Ltd. Plymouth Marine Laboratory.

  Download dari [April 30, 2010]. Clarke K.R. and R.N. Gorley. (2006).

  Exploration of the Sea . pp.1428-1435.

  Laconi, G. Albertelli and M. Fabiano.(2008). The use of meiofauna diversity as an indicator of pollution in harbours. International Council for the

  Moreno M.P., L. Vezulli, V. Marin, P.

  Research II 48:3779-3794.

  Response of abyssal Copepod Harpacticoida (Crustacea) and other meiobenthos to an artificial disturbance and its bearing in future mining for polymetallic nodules. Deep-Sea

  Ahnert A. and G. Schriever. (2001).

  Environmental Monitoring and Assessment 54: 47-68.

  Lundiana 4(2), pp 89-94