Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organis

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh Suhu
terhadap Aktivitas Organisme”, yang disusun oleh :
nama

: Nur’arizkah

NIM

: 1412040013

kelompok

: 3 (Tiga)

kelas

: A/ Pendidikan Fisika

telah diperiksa oleh asisten atau koordinator asisten sehingga dapat diterima.
Makassar, 26 Januari 2015

Koordinator Asisten,

Asisten,

Muhammad Irwan, S.Pd

Syahriana
NIM: 1214040009
Mengetahui :
Dosen Penanggung Jawab,

Nani Kurnia, S.Si, M.Si
NIP: 197608112008122001

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap spesies memerlukan tingkat kondisi yang optimum sehingga
spesies tersebut dapat menampilkan dirinya paling baik. Aktivitas biologis
akan menurun bila kondisi di bawah atau di atas kondisi optimum.

Penampilan terbaik suatu individu dapat diartikan yaitu bila individu tersebut
dapat meninggalkan keturunan paling banyak. Dengan kata lain bila individu
tersebut paling sesuai dengan kondisi atau paling berhasil meninggalkan
keturunannya, tetapi dalam prakteknya sangat sulit walaupun kita mengukur
pengaruh kondisi terhadap beberapa sifat yang dipilih seperti kecepatan
pertumbuhan, reproduksi, dan kecepatan respirasi. Bagaimanapun juga
pengaruh rentang kondisi pada berbagai sifat tersebut tidak akan sama.
Secara garis besar, suhu mempengaruhi proses metabolism, penyebaran,
dan kelimpahan organisme. Perbedaan suhu lingkungan dipengaruhi oleh
beberapa faktor: sifat siklusnya (harian, jurnal dan musiman, seasonal) seperti
siang dan malam, musim kemarau dan musim penghujan; garis lintang
(latitudinal) seperti daerah ropika, temperata, dan kutub; ketinggian tempat
(altitudinal) seperti daerah pantai dan pegunungan; dan kedalaman (untuk
perairan). Krebs (1978) menyatakan bahwa perbedaan suhu di muka bumi di
sebabkan oleh dua faktor: radiasi (penyinaran) cahaya matahari yang dating
dan distribusi daratan dan perairan. Suhu merupakan salah satu faktor fisik
lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu
tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis
organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena
suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus

menentukan kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi
Bila kita lihat hubungan antara organisme dengan suhu lingkungan,
organisme digolongkan menjadi dua golongan yaitu hewan berdarah panas
dan hewan berdarah dingin, tetapi penggunaan ini adalah tidak tepat dan

subjektif

sehingga

tidak

akan

digunakan.

Pengelompokan

lain

yaitu homeotermi dan poikilotermi. Bilamana suhu lingkungan bervariasi,

hewan homeotermi memelihara suhu tubuhnya tetap konstan, sedangkan
hewan

poikilothermi

ikut

berubah

sesuai

suhu

lingkungan. Hewan

poikilotermi seperti ikan Antartika variasi suhunya hanya sepersepuluh
derajat walaupun suhu lingkungannya sangat bervariasi. Selanjutnya hewan
poikilotermi diduga memiliki system pengaturan, bahkan hal ini hanya
melibatkan tanggapan tingkah laku dengan bergerak menuju arah yang sesuai
atau cocok selama naik turunnya suhu. Sebagai contoh spesies ikan yang

berbeda bila ditempatkan di dalam gradient suhu laboratorium akan
berkumpul di daerah suhu yang disukainya.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktivitas
suatu enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik
meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena
substrat akan bertubrukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu
bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi
enzimatik akan menurun drastik. Setiap enzim memiliki suatu suhu optimal di
mana laju reaksinya berjalan paling cepat. Suhu ini memungkinkan terjadinya
tubrukan molekuler paling banyak tanpa mendenaturasikan enzim itu.
Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35°C sampai
40°C (mendekati suhu tubuh manusia). Bakteri yang hidup dalam sumber air
panas mengandung enzim dengan suhu optimal 70°C atau lebih.
Suhu media yang optimum akan mendorong enzim-enzim pencernaan
dan metabolisme untuk bekerja secara efektif. Konsumsi pakan yang tinggi
yang disertai dengan proses pencernaan san metabolisme yang efektif, akan
menghasilkan energi uang optimal untuk pertumbuhan. Proses metabolisme
ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga di bawah batas yang
mematikan.
Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

aktivitas biologis organisme. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka
kita akan melakukan percobaan untuk menguji pengaruh suhu terhadap

aktivitas organisme. Pada percobaan yang akan kita lakukan maka kita akan
menggunakan sampel dari hewan berupa ikan karena mudah untuk diamati
aktivitas respirasinya melalui gerakan operculum. Selain itu, dengan
menggunakan ikan maka kita dapat lebih mudah mengatur suhu yang kita
inginkan dalam percobaan ini karena ikan hidup di air sehingga kita bisa
mengatur suhu dari air tersebut yang tidak lain adalah lingkungan
hidup/habitat dari ikan dengan memanaskan atau mendinginkan airnya
dibandingkan harus menggunakan hewan darat karena sulit untuk mengatur
suhu lingkungannya dan membutuhkan waktu yang lama. Percobaan ini
dilakukan karena dianggap sangat penting untuk membuktikan pengaruh suhu
terhadap aktivitas organisme dan lebih meyakinkan kita pada teori - teori
yang selama ini mengenai kaitan suhu pada aktivitas organisme khususnya
pada saat respirasi Melalui percobaan ini pula maka kita dapat lebih mudah
dalam memahami konsep mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas
organisme.
B. Tujuan Praktikum
Melalui percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat membandingkan

kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.
C. Manfaat Praktikum
Adapun

manfaat

dari

praktikum

ini

yaitu

mahasiswa

dapat

membandingkan kecepatan penggunaan oksigen oleh organisme pada suhu
yang berbeda.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas,
mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang
penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun
tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi
kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya
dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu
mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini
dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat
yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas
respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan
respirometer sederhana (Tim Penyusun, 2014).
Menurut Praseno (2009), suhu

dan

salinitas


merupakan parameter-

parameter fisika yang penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan
payau. Parameter ini sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas
kisaran toleransi organisme

dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti

pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan
aktifitas ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
Semua organisme laut (kecuali mammalia) adalah bersifat poikilotermik
yaitu tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh organisme poikilotermik
ini sangat tergantung pada suhu air tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya
perubahan suhu air akan berakibat buruk terhadap organisme perairan. Perubahan
suhu air yang lebih tinggi dari suhu ambang batas atas (upper lethal limit) atau
lebih rendah dari ambang batas bawah (lower lethal limit) akan mengakibatkan
kematian massal organisme (Hutagalung, 1998).
Menurut Kelabora (2010), faktor

penting


yang mempengaruhi

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan selain pakan adalah kualitas air
terutama suhu.

Karena suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu

makan

Suhu

ikan.

dapat mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti

pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi
oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan. Ikan mempunyai suhu
optimum tertentu untuk selera makannya. kenaikan suhu perairan diikuti oleh
derajat metabolisme dan kebutuhan oksigen organisme akan naik pula, hal

ini sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan bahwa untuk setiap
perubahan kimiawi, kecepatan reaksinya naik 2–3 kali lipat setiap kenaikan
suhu sebesar 10°C.
Menurut Wardoyo (1975) dalam Kelabora (2010), meskipun ikan
dapat beraklimatisasi pada suhu yang relatif tinggi, tetapi pada suatu derajat
tertentu kenaikan suhu dapat menyebabkan kematian ikan. perubahan drastis
suhu

sampai mencapai

5°C

dapat

menyebabkan stress pada ikan atau

membunuhnya. Tidak stabilnya suhu juga mengakibatkan pertumbuhan larva
ikan menjadi lambat. Hal ini disebabkan suhu sangat berpengaruh terhadap
proses metabolisme dan proses metabolisme akan

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan ikan.
Menurut Kelabora (2010), perbedaan suhu air media dengan tubuh ikan
akan menimbulkan gangguan metabolisme. Kondisi ini dapat mengakibatkan
sebagian besar energi yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk
penyesuian

diri terhadap lingkungan

yang

kurang mendukung

tersebut,

sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau pertukaran zat.

Hal ini

dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena gangguan sistem percernaan.
peningkatan

suhu

lebih

tinggi

dapat menghambat pertumbuhan

dan

menyebabkan tingginya mortalitas ikan.
Selanjutnya menurut Khotimah (2013), suatu faktor atau beberapa faktor
dikatakan penting apabila pada waktu tertentu faktor atau faktor-faktor itu sangat
mempengaruhi hidup dan perkembangan tumbuh-tumbuhan, karena terdapat
dalam batas minimum, maksimum dan optimum menurut batas-batas toleransi
dari tumbuhan tersebut. Konsep ini dikemukakan oleh Shelford (1913). Jadi tidak
hanya terlalu sedikit saja sesuatu itu merupakan faktor pembatas, akan tetapi juga
dalam keadaan terlalu banyak faktor juga merupakan pembatasan misalnya
faktor-faktor panas, sinar, dan air. jadi organisme memiliki maksimum dan

minimum ekologi, dengan kisaran di antaranya merupakan batas-batas toleransi.
Dengan kata lain, besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat
dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau
minimum dan mendekati batas toleransi maka makhluk hidup atau populasi itu
akan berada dalam keadaan tertekan /stres sehingga apabila melampaui batas itu
yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas
tolerensi maksimum maka makhluk itu akan mati dan populasinya akan punah
dari sistem tersebut.
Lebih lanjut menurut Khotimah (2013), diketahi bahwa bila suatu faktor
pembatas dapat diatasi maka akan timbul faktor pembatas lain. Bila salah satu dari
faktor lingkungan kita ubah perubahan ini akan memperngaruhi atau mengubah
komponen-komponen lain. Contohnya, bila suhu udara dalam rumah kaca
dinaikkan 10˚C maka udara di dalam rumah kaca mengandung lebih banyak uap
air. tekanan uap air dari permukaan cairan dalam ruangan akan bertambah,
akibatnya laju transpirasi penguapan akan meningkat. Hal ini juga akan
meningkakan laju transpirasi sehingga absorpsi air akan niak pula. Kadar air tanah
menjadi berkurang, lebih banyak udara masuk ke dalam tanah dan menyebabkan
tanah menjadi semakin kering. Reaksi berantai ini dapat berulang-ulang.
Walaupun pertumbuhan suatu individu atau sekelompok organisme dipengaruhi
oleh faktor pembatas, namun tidak dapat disangkal bahwa lingkungan benar-benar
merupakan suatu kumpulan dari macam-macam faktor yang saling berinteraksi.
Yakni jika satu faktor berubah maka hampir semua faktor lainnya ikut berubah.
Adapun beberapa perinsip Hukum Toleransi Shelford menurut Khotimah
(2013), dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.

Suatu organisme mempunyai toleransi yang besar terhadap satu faktor
dan kecil terhadap faktor lainnya.

2.

Organisme yang mempunyai toleransi yang besar terhadap semua
faktor memiliki daerah penyebaran yang luas.

3.

Bila satu faktor lingkungan tidak optimum untuk suatu jenis
organisme, mak toleransi berkurang terhadap faktor-faktor lingkungan
lainnya. Misalnya Penman (1956) melaporkan bahwa, bila tanah

dengan kandungan Nitrogen yang terbatas maka daya tahan rumput
terhadap kekeringan berkurang.
4.

Dalam banyak hal, interaksi populasi seperti kompetisi, predator,
parasit

dan

lainnya

mencegah

organisme

dari

pengambilan

keuntungan terhadap kondisi lingkungan fisik yang optimum.
5.

Pembiakan merupakan masa yang kritis bila faktor-faktor lingkungan
menjadi terbatas. Keadaan reproduktif seperti: biji, telur, embrio,
kecambah, dan larva pada umumnya mempunyai batas toleransi yang
sempit.

Suatu organisme mempunyai toleransi yang besar terhadap suatu faktor
yang konstan, maka faktor itu tidak merupakan pembatas. Sebaliknya bila
mempunyai toleransi tertentu terhadap suatu faktor yang bervariasi dalam
lingkungan, dapat menjadi faktor yang membatasi. Sebagaicontoh oksigen yang
tersedia cukup banyak dan tetap serta siap untuk digunakan dalam lingkungan
daratan sehingga jarang membatasi organisme daratan. Pada pihak lain, oksigen
jarang dan sangat bervariasi dalam air sehingga merupakan faktor pembatas pada
organisme perairan. Keadaan lingkungan yang ekstrim mengurangi batas toleransi
(Khotimah, 2013).
6.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal

: Kamis/ 22 Januari 2015

Waktu

: Pukul 10:30 – 12.00 WITA

Tempat

: Green House Jurusan Biologi FMIPA UNM

B. Alat dan Bahan
1.

2.

Alat:
a.

Termometer batang

1 buah

b.

Stopwatch/handphone

1 buah

c.

Becker glass 1000 ml

6 buah

d.

Stopwatch/jam tangan

1 buah

Bahan :
a.

Ikan mas koki (Cyprinus carpio)

b.

Es batu

c.

Air panas

d.

Air kran

6 ekor

C. Cara kerja
1. Memasukkan 6 ekor ikan mas koki yang relatif sama besarnya ke dalam
becker glass yang berisi air kran, dan aklimatisasi selama 15 menit.
2. Mengambil 2 ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass
(IA) dan (IIA) yang berisi air panas (38°C) 800 ml. Menghitung dan
mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama
5 menit.
3. Mengambil 2 ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass
(IB) dan (IIB) yang berisi air dingin (16°C) 800 ml. Menghitung dan
mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama
5 menit.
4. Mengambil 2 ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass
(IC) dan (IIC) yang berisi air kran (±27°C) 800 ml. Menghitung dan

mencatat frekuensi getaran (buka-tutup) operculum dalam 1 menit selama
5 menit.
5. Mencatat hasil pengamatan dalam tabel.

BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
A. Hasil Pengamatan
1.

Data frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki pada suhu
air yang berbeda.

Gelas

Suhu

Kimi

Awal

a

Air (°C)
38°
38°
12°
12°
27°
27°

(A)
(B)
(C)
2.

Waktu (menit ke....)

Ikan
ke-

1

2

3

4

5

I
II
I
II
I
II

118
119
59
77
99
80

138
113
17
34
86
78

135
95
17
38
86
88

147
81
15
27
71
72

121
57
16
31
68
60

Rerata

Rerata

131,8
93
24,8
41,4
82
75,6

Total
112,4
33,1
78,8

Analisis data frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki
pada suhu air yang berbeda.
a. Becker glass A
1) Rerata :
118 + 138 + 135 + 147 + 121
659
Δ RI =
=
= 131,8 kali/menit
5
5
119 + 113 + 95 + 81 + 57
465
Δ RII =
=
= 93 kali/menit
5
5
2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :
131,8 + 93
224,8
v =
=
= 112,4 kali/meni t
2
2
b. Becker glass B
1) Rerata :
59 + 17 + 17 + 15 + 16
124
Δ RI =
=
= 24,8 kali/menit
5
5
77 + 34 + 38 + 27 + 31
207
Δ RII =
=
= 41,4 kali/menit
5
5
2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :
24,8 + 41,4
66,2
v =
=
= 33,1 kali/menit
2
2
c. Becker glass C

1) Rerata :
99 + 86 + 86 + 71 + 68
410
Δ RI =
=
= 82 kali/menit
5
5
80 + 78 + 88 + 72 + 60
378
Δ RII =
=
= 75,6 kali/menit
5
5
2) Rerata total/kecepatan rata-rata gerakan operculum :
82 + 75,6
157,6
v =
=
= 78,8 kali/menit
2
2
B. Pembahasan
1.

Becker glass A dengan air panas (38°C)
Laju gerakan operculum ikan pada kondisi ini jika dilihat
berdasarkan hitungan banyaknya gerakan operculum tiap menit terlihat
tidak konsisten, atau dapat dikatakan gerakannya menurun dan kemudin
meningkat dan kembali menurun, namun ketika di tinjau dari hasil
analisis perhitungan untuk kondisi rerata total, ternyata kecepatan
frekuensi gerakan (buka tutup) operculum lebih cepat dari pada laju
gerakan operculum pada saat ikan ditempatkan pada air dingin dan air
keran dengan perbandingan kecepatan/rerata total A : B : C yakni
(112,4 : 33,1 : 78,8) kali per menit. Secara teori, laju operculum yang
lebih cepat ini disebabkan karena pada air dengan suhu yang tinggi,
kandungan oksigen terlarut sangat rendah sehingga untuk mencukupi
kebutuhan oksigen didalam tubuh, ikan mas harus mempercepat gerakan
membuka dan menutup operculum-nya untuk mengambil oksigen dengan
lebih cepat. Hal ini juga menunjukkan bahwa bila suhu meningkat, maka
laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan
menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar.

2.

Becker glass B dengan air dingin (12°C)
Laju operculum pada kondisi ini kondisi ini sama dengan ikan yang
ada di becker glass A yaitu tidak konstan dengan perbandingan
kecepatan/rerata total A : B : C yakni (112,4 : 33,1 : 78,8) kali per menit.
Dapat dilihat bahwa pada kondisi B kecepatannya lebih lambat dari pada

laju gerakan operculum pada suhu panas, hal ini disebabkan karena pada
suhu yang rendah, kandungan oksigen yang terlarut sangat tinggi
sehingga ikan mas tidak perlu mempercepat laju gerakan operculum-nya
untuk mencukupi kebutuhan oksigenya karena jumlah oksigen cukup
berlimpah di lingkungan. Gerakan operculum adalah indikator respirasi
dari ikan sedangkan suhu adalah faktor pembatas kehidupan ikan. Jika
suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta
menutup operculum-nya. Pada peristiwa temperatur dibawah suhu kamar
maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan
semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan
temperatur, maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang
mengakibatkan kebutuhan O₂ menurun, sehingga gerakannya melambat.
Penurun O₂ juga dapat menyebabkan kelarutan O₂ di lingkungannya
meningkat.
3.

Becker glass C dengan air kran (27°C)
Laju operculum pada kondisi ini adalah laju yang asli pada ikan
mas di habitatnya yang asli dengan kandungan oksigen yang sesuai
dengan kebutuhan ikan mas, sehingga ikan tidak perlu mempercepat atau
memperlambat gerakan operculum untuk mencukupi kebutuhan oksigen
didalam tubuhnya. Frekuensi membuka serta menutupnya operculum
pada ikan mas terjadi lebih sering pada setiap kenaikan suhu, serta
penurunan suhu dari suhu kamar hingga suhu dibawah kamar (25°C –
23°C) semakin sering ikan itu membuka serta menutup operculum-nya.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan.
Suhu yang tinggi menurunkan kelarutan gas oksigen dalam air sedangkan
suhu yang rendah menaikkan kelarutan gas oksigen dalam air. Setiap jenis
ikan memiliki kisaran toleransi suhu air yang berbeda. Ikan mas
koki umumnya dapat bertahan hidup secara normal pada suhu 25°C30°C. Gerakan operculum merupakan indikator laju respirasi dan kadar
oksigen terlarut dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar
oksigen dalam air. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut
sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan
terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah
laku ikan.
B. Saran
1.

Saran kepada laboran
Sebagai

laboran,

diharapkan

alat

dan

bahan

yang

disediakan

diperhatikan, sehingga praktikan tidak menggunakan alat ataupun bahan yang
kurang baik, khususnya kualitas baik buruknya termometer atau ikan mas
koki yang akan digunakan dalam praktikum.
2. Saran kepada asisten
Sebagai asisten, diharapkan memberikan arahan dan batasan yang jelas
dalam setiap kegiatan praktikum demi meminimalisir kesalahan-kesalahan
yang dilakukan oleh praktikan selama praktikum berlangsung.
3. Saran kepada praktikan
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya praktikan hati-hati selama
memperlakukan

ikan

yang

akan

diamati,

karena

kesalahan

dapat

menyebabkan gangguan pada fisik ikan yang akan mengganggu pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA
Hutagalung, Horas. P. 1998. PENGARUH SUHU AIR TERHADAP KEHIDUPAN
ORGANISME LAUT. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan
Lingkungan Laut Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI,
Jakarta.
Kelabora,
Dominggas
M.
2010. PENGARUH
SUHU
TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN
MAS. Pekanbaru: Himpunan alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan,
Universitas Riau.
Khotimah, Siti Khusnul. 2013. Faktor Pembatas dan Hukum Minimum Liebig.
https://husnulbiomipa.wordpress.com/2013/07/14/faktor-pembatas-danhukum-minimum-liebig/. Diakses pada tanggal 25 Januari 2015.
Praseno, Ongko. 2009. Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Strain Ikan Mas yang
Dipelihara di Akuarium. Jakarta Selatan : Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Tawar.
Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Jurusan
Biologi FMIPA UNM.

LAMPIRAN
Soal
1.

Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu air
yang berbeda?

2.

Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi?

3.

Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum terendah?

4.

Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan
berdasarkan suhu air?

Jawaban
1.

Karena semakin tinggi suhu, maka frekuensi gerakan operculum juga akan
besar sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan dengan temperatur yang
tinggi, juga pada suhu yang rendah gerakan operculum juga kecil atau sedikit
karena suhu rendah menyebabkan aktivitas ikan mas koki juga rendah
sehingga gerakan operculum-nya juga lambat.

2.

Suhu panas yakni 38°C.

3.

Suhu dingin yakni 16°C.

4.

Karena gerakan operculum merupakan indikator laju respirasi dan kadar
oksigen terlarut dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar
oksigen dalam air. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut
sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan
terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah
laku ikan.