View of STUDI ANALISIS GENDER TERHADAP MATERI FIQH PEREMPUAN PADA PENGAJIAN MAJELIS TAKLIM SE-KOTA PAREPARE

STUDI ANALISIS GENDER TERHADAP MATERI FIQH

PEREMPUAN PADA PENGAJIAN MAJELIS TAKLIM

SE-KOTA PAREPARE RAHMAWATI RUKIAH HJ. RUSDAYA BASRI

a bstract

Contextualization fiqh women are more dominant on fiqh issues including family muamalah. Therefore, knowledge and experience possessed religious different then the understanding is quite varied and patterned into a semi - contextual, contextual and contextual moderate liberal. When viewed from a gender committee analysis of the understanding of women in the teaching of fiqh in the town of Parepare yet or no impact on the birth manipestasi gender inequality. Eventhoughthere is a difference between the law of men and women in the areas of worship mahdah and can not be understood contextually but it does not potentially give injustice.Implementation of the study fiqh women basically do not lead to the birth of a gender gap. However manipestasi gender inequality is mainly a culture or tradition of women who have been accustomed charged domestic roles. As a result , the role of dual or double burden always looked at relationships between men and women in the family. Such as the role of domestic and child education played a more dominant women/mothers. Keyword: Gender and women fiqh.

a bstrak

Kontekstualisasi wanita fiqh yang lebih dominan pada isu-isu fiqh muamalah termasuk keluarga. Oleh karena itu, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki agama yang berbeda maka pemahaman yang cukup bervariasi dan bermotif ke semi - kontekstual, kontekstual dan kontekstual liberal moderat. Bila dilihat dari analisis komite gender dari pemahaman perempuan dalam ajaran fiqh di kota Parepare belum atau tidak berdampak pada manipestasi kelahiran ketidaksetaraan gender. Meskipun perbedaan antara hukum pria dan wanita di bidang ibadah Mahdah dan tidak dapat dipahami secara kontekstual tetapi tidak berpotensi memberikan injustice. Implementation studi perempuan fiqh pada dasarnya tidak menyebabkan kelahiran kesenjangan gender. Namun manifestasi ketidaksetaraan gender terutama budaya atau tradisi dari perempuan yang telah terbiasa dibebankan peran domestik. Akibatnya, peran beban ganda atau double selalu memandang hubungan antara pria dan wanita dalam keluarga. Seperti peran pendidikan dalam negeri dan anak memainkan wanita lebih dominan ibu. Kata Kunci: Gender dan fiqh wanita.

P enDahuluan

pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara laki-laki dan

Al-Qur’an sebagai rujukan prinsip dasar perempuan maupun antar bangsa, suku dan masyarakat Islam menunjukkan bahwa pada

keturunan (Quraish Shihab,2004) Perbedaan dasarnya mengakui bahwa kedudukan laki-

yang digarisbawahi dan yang meninggikan laki dan perempuan adalah adil. Keduanya

atau merendahkan seseorang hanyalah nilai diciptakan dari satu “nafs” (living entity), di

pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan mana yang satu tidak memiliki keunggulan

Yang Maha Esa.

terhadap lain (Mansour Fakih,1996), bahkan Apa yang dicita-citakan al-Qur’an tidaklah salah satu tema utama sekaligus prinsip

sebagaimana diduga atau dipraktekkan

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

sementara masyarakat. Bahkan pandangan masyarakat terhadap perempuan sebagai makhluk yang memiliki derajat di bawah laki- laki seringkali didasarkan pada ajaran agama. Tafsiran keagamaan yang bias gender disebabkan oleh

faktor kedangkalan

pengetahuan

keagamaan terutama pada pemahaman ajaran- ajaran agama yang bersumber dari hadis-hadis yang dikategorikan oleh kelompok feminis sebagai hadis “misoginis”.

Selain itu, fiqh sebagai salah satu bentuk pemahaman keagamaan yang berkenaan dengan hukum dan menjadi bagian dari tafsir agama dipahami sebagai aturan agama yang baku. Atho Mudzar menilai bahwa pada umumnya masyarakat memandang fikih identik dengan hukum Islam dan hukum Islam identik dengan aturan Tuhan. Dengan cara pandang itu, maka kitab-kitab fiqh klasik dipandang sebagai kumpulan hukum Tuhan, dan karena hukum Tuhan adalah hukum yang paling benar dan tidak bisa dirubah maka kitab-kitab fiqh bukan saja dipandang sebagai produk keagamaan, tapi sebagai buku agama itu sendiri. Padahal fiqh merupakan salah satu produk pemikiran hukum Islam yang tidak pernah terlepas dari pengaruh sosial budaya yang mengitarinya. Dan bahkan bentuk pemikiran hukum Islam apapun pada hakekatnya merupakan hasil dari adanya interaksi antara si pemikir hukum Islam baik berupa individu maupun institusi formal dengan lingkungan sosial kultural maupun sosial politik di mana pemikiran itu dihasilkan (Cipto Sembodo)

Oleh karena itu, mengkaji ulang fiqh perempuan penting dilakukan karena selain materi fiqh ini disinyalir memuat pemahaman yang bias jender juga sering dijadikan rujukan dalam materi ceramah dalam pengajian keagamaan terutama pada majelis taklim.

Ada beberapa alasan persoalan ini penting diteliti. Pertama, pemahaman terhadap ajaran Islam terutama hadis yang berkenaan dengan eksistensi perempuan dan pemaknaannya secara tekstual melahirkan pemahaman yang

bias gender. Di antara contoh hadis yang dimaksud adalah :

Artinya: Rasulullah bersabda: “tidak akan jaya suatu kaum apabila urusannya diserahkan kepada perempuan”.

Hadis diatas diriwayatkan oleh 4 penyusun kitab hadis, yaitu al-Bukhari, al-Turmidzi, an- Nasa’i, dan Ahmad bin Hanbal.lihat Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Bab Kitab an-Nabi Ila Kisra, Juz 14, h. 365. Dan Bab Kitab an- Nabi Saw, juz 4 h. 1610. Bab al-Fitnah an- Nabi al-latiy tamuju al-Bahri, Juz 6, h. 2600, Bab Haddasana Usman bin Haitsam, Juz 23,

h. 300. Imam at-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,

Bablan yuflihu wa lau amrahu, Juz 9, h. 9. Imam an-Nasai, Sunan an-Nasai, Bab an- Nahyu an Istikmal an-Nisa’ fi al-Hukmi Juz 8, h.227. Juz 16, h. 341. Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad Bin Hanbal, Bab Hadis Abu BakrahNafi’ bin al-Haris bin Kildah, Juz 5, h.

38, 47, dan 51. CD Maktabah Syamilah.

Kedua,

pemahaman

yang kurang proporsional

dalam memahami fiqh perempuan akan berdampak pada lahirnya ketidakadilan gender. Pada dasarnya hadis- hadis tersebut tidak menjadi persoalan ketika disampaikan dalam ceramah keagamaan/ pengajian dan bahkan dapat dijadikan sebagai sumber apabila hadis tersebut dikategorikan sahih karena ditransmisikan oleh sanad yang sahih. Permasalahannya adalah ketika hadis yang menyinggung pola relasi laki- laki dan perempuan dan disampaikan oleh ustadz dengan pemahaman tekstual dan tidak imbang tentu akan berimplikasi pada perilaku keagamaan yang bias jender dalam masyarakat. Ketakutan ibu-ibu akan dosa, dan pemahaman tentang peran domestik merupakan bagian dari kewajiban perempuan dan doktrin agama menunjukkan bahwa ada keterpengaruhan pemahaman keagamaan

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

terhadap lahirnya ketidakadilan gender. Sebuah pembedaan secara gender (gender differences) penelitian menyebutkan bahwa pemahaman

sangat potensial melahirkan ketidakadilan tekstual terhadap hadis yang menyinggung

gender (gender inequalities). Oleh karena itu, eksistensi perempuan dan disampaikan

langkah selanjutnya yang dilakukan analisis dalam dakwah/ceramah keagamaan akan

gender adalah menggugat pembedaan gender, berpotensi melahirkan fiqh yang bias jender

khususnya yang melahirkan ketidakadilan. (Rahmawati,2011).

Menurut analisis gender, ketidakadilan gender bisa diidentifikasi melalui berbagai

Rumusan Masalah Penelitian

manifestasi ketidakadilan, yakni: marginalisasi Berdasarkan latar belakang di atas, maka

(proses pemiskinan ekonomi), subordinasi fokus permasalahan dalam penelitian ini

(anggapan tidak penting), pelabelan negatif adalah di antaranya bagaimana gambaran

(stereptype), kekerasan (violence), dan beban materi fiqh perempuan pada pengajian majelis

kerja ganda (double burden) (Mansour Fakih, taklim di kota Parepare, selanjutnya bagaimana

pemahaman fiqhnya ditinjau dari analisis

2) Fiqh Perempuan

gender dan apakah pemahaman tersebut Istilah fiqh itu menunjuk kepada berdampak lahirnya ketidakadilan gender pengetahuan tentang hukum agama, hukum- dan yang terakhir bagaimana implementasi pemahaman fiqh perempuan pada kehidupan hukum syariat (knowledge of the law). Abdul

Wahhab Khallaf mendefinisikan bahwa fikih beragama dan bermasyarakat dan apakah adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat berimplikasi pada lahirnya manifestasi yang bersifat amaliyah, yang diambil dari ketidakadilan gender? dalil-dalilnya yang terperinci (Abdul Wahhab

Signifikansi Penelitian

Khallaf,,1968). Dalam terminologi ushuluyyin Penelitian

(pakar Ushul Fiqh), Menurut Muhammad Abu mengungkapkan gambaran mengenai materi

Zahrah, fiqh didefinisikan : fiqh perempuan pada pengajian majelis taklim

di kota Parepare, menganalisis tidak hanya

pada pemahaman terhadap fiqh perempuan dari perspektif gender tetapi mengungkapkan

dampak negatif dari pemahaman yang bias (Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang gender, dan mengetahui

bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil pemahaman fiqh perempuan pada pengajian

implementasi

yang terperinci).

majelis taklimserta implikasinya pada lahirnya Dengan demikian, batasan yang dimaksud manifestasi ketidakadilan gender.

tentang fikih perempuan adalah hukum- hukum amaliyah yang berkaitan dengan

Tinjauan Pustaka

perempuan dalam melaksanakan syariat, 1). Analisis gender

yang diambil dari dalil-dalil yang bersifat Analisis gender adalah serangkaian

universal maupun partikular untuk merespon kriteria yang digunakan gerakan feminisme

yang berkembang. untuk mempertanyakan ketidakadilan sosial

persoalan-persoalan

Karena fikih perempuan berkaitan dengan dari aspek hubungan antar jenis kelamin

hukum syara’ dan dalil naqli maupun aqli, (Acep Sugiri,2009). Pada prinsipnya, analisis

maka secara esensial fikih perempuan dalam gender tidak mempermasalahkan pembedaan-

arti pemahaman tentang eksistensi kaum pembedaan itu selama tidak melahirkan

perempuan merupakan hasil ijtihad yang ketidakadilan. Akan tetapi, analisis ini melihat

disebut dengan fikih ijtihādiy. Oleh karena itu,

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

tidak mengherankan jika dalam memahami Dalam kaitan ini H.M. Arifin mengatakan: suatu obyek hukum, hasil pemahaman (fikih)

“.Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim yang dihasilkan oleh seorang mujtahid

adalah mengokohkan landasan hidup manusia terkadang bertentangan atau berbeda dengan

muslim Indonesia pada khususnya di bidang pemahaman (fikih) yang diperoleh mujtahid

mental spiritual keagamaan Islam dalam lainnya (Aisyah,2012).

upaya meningkatkan kualitas hidupnya secara Dalam beberapa karya, ada beberapa

integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi materi fiqh yang mengkaji mengenai eksistensi

dan ukhrawiah bersamaan (simultan), sesuai perempuan, yaitu; fiqh ibadah, fiqh kehidupan

tuntunan ajaran agama Islam yaitu iman dan bermasyarakat (muamalah), dan fiqh keluarga,

taqwa yang melandasi kehidupan duniawi Ketiga fiqh ini menjadi dasar dalam memetakan

dalam segala bidang kegiatannya. Fungsi materi fiqh perempuan dalam pengajian

demikian sejalan dengan pembangunan majelis taklim.

nasional kita (Siti Muthia) 3). Majelis Taklim dan Peranannya

Metode Penelitian

Majelis taklim (Al-Munawir Kamus Lokasi penelitian adalah kota Parepare Bahasa Indonesia,1997) adalah salah satu dengan obyek atau sasaran pada majelis taklim lembaga pendidikan diniyah non formal

yang ada di kota Parepare

yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia

Jenis dan Sumber Data

bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat Jenis penelitian ini adalah field researh bagi alam semesta. Berdasarkan pengertian

karena data diperoleh dari lapangan. Sedangkan terminology, majelis adalah “tempat duduk

sumber data diperoleh dari data primer, melaksanakan pengajaran atau pengajian

yakni data empiris yang bersumber atau yang agama Islam” dari pengertian ini dapat

didapatkan secara langsung dari pengurus disimpulkan bahwa majelis taklim adalah

majelis taklim, para muballigh (penceramah) tempat perkumpulan orang banyak untuk

atau pemateri fiqh perempuan dan peserta mempelajari agama Islam melalui pengajian

yang aktif mengikuti pengajian majelis taklim yang diberikan oleh guru-guru dan ahli agama

sedangkan data sekunder, yaitu data pendukung Islam.

yang bersumber dari dokumen-dokumen/ Secara strategis majelis-majelis ta’lim

arsip organisasi. Data kepustakaan digunakan menjadi sarana dakwah dan tabligh yang

untuk menelusuri kerangka konseptual yang berperan sentral pada pembinaan dan

terkait dengan permasalahan. Pentingnya data peningkatan kualitas hidup umat agama Islam

kepustakaan agar diketahui kesesuaian antara sesuai tuntunan ajaran agama. Majelis ini

harapan dalam teori dan kenyataan yang ada menyadarkan umat Islam untuk memahami

di lapangan. Selain data ini dipakai juga untuk dan mengamalkan agamanya yang kontekstual

memonitor posisi penelitian dalam rangka di lingkungan hidup sosial budaya dan alam

menguatkan validitas penelitian ini belum sekitar masing-masing, menjadikan umat

pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya juga Islam sebagai ummatan wasathan yang

digunakan sebagai landasan berpikir dalam meneladani kelompok umat lain. Untuk

mengembangkan teori yang sudah dibangun tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan

oleh peneliti sebelumnya.

sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan

Tehnik Pengumpulan Data

sikap hidup Islami yang membawa kepada kesehatan mental rohaniah dan kesadaran

Tehnik pengumpulan data yang digunakan fungsional selaku khalifah dibuminya sendiri.

adalah metode

trianggulasi: observasi,

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

wawancara mendalam (dept interview), dan partisipan, dengan menggunakan teknik dokumentasi.

purposive sampling dan system acak. 1). Observasi

3). Sampel pada ustadz/ustadzah Penelitian ini menggunakan observasi

Tehnik purposive sampling diaplikasikan partisifatif. Observasi ini terdiri atas empat

pada pemilihan sampel beberapa ustadz/ macam (Sugiyono,2008) akan tetapi peneliti

ustadzah yang banyak mengisi ceramah pada telah menggunakan observasi yang moderat;

pengajian Majelis Taklim. Pada umumnya, yaitu, peneliti ikut observasi partisipatif dalam

materi yang disampaikan penceramah pada beberapa kegiatan tapi tidak semuanya. Hal

pengajian majelis taklim memuat materi ini dilakukan karena waktu penelitian yang

keagamaan yang bersifat umum. Oleh karena digunakan sangat terbatas.

itu, dipilih sampel beberapa muballigh Setidaknya, observasi yang telah dilakukan

yang banyak menyinggung persoalan fiqh tidak hanya dalam masa penelitian tetapi jauh

perempuan.

sebelum penelitian telah dimulai. Hal ini Untuk menghindarkan hasil penelitian disebabkan karena tim peneliti merupakan

yang bias jender dan menjaga obyektifitas bahagian dari peserta/anggota Majelis Taklim

penelitian maka prinsip keseimbangan antara di Parepare yang berpartisipasi aktif dalam

laki-laki dan perempuan menjadi penekanan pengajian yang dilakukan setiap bulan.

dalam pemilihan sampel. Oleh karena itu, Sedangkan observasi selama penelitian

sampel yang telah dipilih terdiri dari laki-laki berlangsung

dan perempuan dengan perincian: penceramah pengajian majelis taklim tertentu yaitu BKMT

laki-laki (ustadz) sebanyak 5 orang dan Kota Parepare (Badan Kontak Majelis Taklim

penceramah perempuan (ustadzah) sebanyak se-kota Parepare). Pengajian ini dilaksanakan

5 orang. Pengambilan data yang bersumber pada tanggal 5 setiap bulan. Pentingnya

dari narasumber/informan diperoleh melalui observasi pada lembaga tersebut karena pada

depth interview (wawancara mendalam) kegiatan pengajian ini mengcover dan dihadiri

dengan mendatangi mereka ke rumah masing- oleh peserta perwakilan dari masing-masing

masing. Akan tetapi, dalam prosesnya, ada majelis taklim yang ada di kota Parepare.

beberapa informan yang ditemui di tempat Di antaranya wawancara mendalam (dept

tugas. Misalnya, Iriani Ambar dan Muh. Amin interview) digunakan untuk mendapatkan data

ditemui dan wawancara di Kantor Kemenag primer langsung dari pemateri/penceramah

Parepare. Sedangkan wawancara dengan ust. yang menyampaikan materi fiqh perempuan.

Munir Kadir di STAIN Parepare. Tehnik ini digunakan untuk mendapatkan

Tehnik wawancara yang digunakan informasi/data tentang pemahaman dan

bersifat semi struktural dan nonstruktural. pendekatan yang mereka gunakan dalam

Menurut Esterberg, Pemilihan terhadap jenis memahami materi tersebut.

wawancara ini karena model ini lebih bebas 2). Populasi dan Sampel

dan tidak terlalu terikat oleh instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan

tertulis sehingga Populasi dalam penelitian ini cukup besar

tujuan menemukan permasalahan lebih meliputi seluruh masyarakat yang terlibat

terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara langsung dalam kegiatan pengajian majelis

diminta pendapat, dan ide-idenya. Oleh taklim, mulai dari pengurus, penceramah,

karena sifatnya semi struktural maka dalam peserta dan anggota Majelis Taklim. Oleh

proses pengumpulan data, kadang-kadang karena itu, populasi tersebut ditarik beberapa

masih menggunakan list pertanyaan sebagai sampel sebagai informan, narasumber dan

pedoman.

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

nonstruktural dilakukan secara lebih bebas karena peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis sehingga pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan. Tehnik ini lebih bebas dan terbuka dibandingkan dengan dua jenis wawancara yang lain karena antara peneliti dengan informan seperti melakukan discuss dan prosesnya secara nonformal, tidak kaku sehingga tehnik ini tidak terkesan menggurui. Di antara informan yang diwawancarai menggunakan tehnik ini adalah ustadz Maskun, Hj. Andi Fatimah, Iriani Ambar, ustadz KH. Muh. Arif Fasih, dan ustadz Muh. Amin. Sedangkan wawancara nonstruktural dilakukan pada informan yang lain seperti Ustadz Munir Kadir, Hj. Hamdanah Said, Ustadz Iskandar dan lain-lain.

Penggunaan kedua tehnik ini lebih disebabkan pada kondisi obyektif pada informan yang dihadapi. Selain karena respon informan yang menghendaki demikian juga karena karakter informan yang berbeda menentukan tehnik yang menurut peneliti lebih cocok digunakan.

4). Populasi dan sampel Pengurus Pengambilan sampel pada pengurus Majelis

Taklim dilakukan melalui tehnik gabungan antara purposive sampling dengan system acak. Hal ini dilakukan karena selain jumlah populasi pengurus majelis taklim yang besar dan tidak seluruhnya memiliki keaktifan yang sama dalam kegiatan pengajian juga kesibukan masing-masing pengurus menyebabkan sulit untuk ditemui. Dalam hal ini, pengurus yang telah diwawancarai sebanyak 6 orang. Jumlah ini jauh lebih sedikit dari jumlah 10 yang direncanakan pada awal pra riset.

Pada pelaksanaannya, tim

peneliti

menganggap informan dari pihak pengurus dengan jumlah tersebut sudah memadai dalam memberikan data karena pada dasarnya data yang diberikan memiliki persamaan antara satu informan dengan informan yang lain.

Dalam proses pengambilan data, sebagian besar pengurus ditemui di rumah seperti Ibu Hj. Suwaeta, Ibu Hj. Hamdanah, Ibu Nimas dan Ibu Hj. Bulan di rumah. Sebagiannya ditemui di tempat lain seperti Ibu Iriani Ambar di tempat tugas dan Ibu Hj. Suwaeta, Hj St. Zaenab pada saat kegiatan pengajian BKMT berlangsung. Sebagaimana pada penceramah, tehnik wawancara yang digunakan juga bersifat gabungan antara semi struktural dan nonstructural. Tehnik semi structural digunakan pada beberapa informan seperti Ibu Nimas, Hj. Suwaeta dan Hj. Bulan. Sedangkan nonstruktural digunakan pada Ibu Hj. St. Zaenab, dan Hj. Hamdanah Said, dan Iriani Ambar.

5). Populasi dan Sampel pada Peserta Pengajian

Sampel pada peserta/anggota majelis taklim dipilih melalui sistem acak. Pemilihan sistem ini disebabkan karena metode yang digunakan adalah metode kuesioner/angket. Penggunaan angket dalam pengumpulan data disebabkan karena populasi peserta pengajian sangat besar. Agar keterwakilan seluruh peserta majelis taklim se-kota Parepare terpenuhi maka peneliti menyebarkan angket pada 8 majelis taklim yang memiliki kegiatan paling aktif dan mewakili setiap kecamatan dari 4 kecamatan yang ada di Parepare. Di antara majelis taklim yang dimaksud adalah Majelis Taklim al-Barkah, Mt. al-Irsyad, Mt. al-Ihsan, Mt. al-Washilah, Mt. ar-Rafiq, Mt. Qiblatain, Mt. Mutaqaddimin, dan Mt. Nurussamawati.

Sebagian angket disebarkan pada saat pengajian berlangsung seperti yang dilakukan pada Mt. al-Barkah, al-Irsyad, al-Ihsan dan terkadang diantarkan ke rumah masing- masing peserta seperti sebagian anggota Mt. al-Barkah, ar-Rafiq, al-Washilah, dll. Secara umum, sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada hasil rekapitulasi yaitu pengurus Majelis Taklim 6 (enam) orang, ustadz / ustadzah

10 (sepuluh) orang, anggota/peserta pengajian

50 (lima puluh) orang. Jumlahnya: 66 (Enam puluh enam) orang.

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

Tehnik dokumentasi digunakan untuk materi fiqh dibahas tidak secara sistematis. Hal mendapatkan data berupa dokumen/arsip

ini disebabkan materi ini tidak dijadwalkan mengenai materi fiqh serta gambar dan foto

dalam jangka waktu tertentu selama satu kegiatan selama pengajian berlangsung. Selain

tahun. Penjadwalan materi pengajian tidak itu, tehnik ini dipakai juga pada saat proses

dilakukan karena selain materi tersebut dapat wawancara dilakukan melalui video camera.

dikembangkan secara lebih fleksibel mengikuti Data informan telah terdokumentasi pada

perkembangan zaman juga memberikan saat melakukan wawancara dengan beberapa

kebebasan bagi ustadz/ah menyampaikan muballigh seperti Hj. Andi Fatimah, Iriani

materi sesuai keilmuan yang mereka miliki. Ambar, Ustadz Maskun, Iskandar dll. Data

materi pengajian ini inilah yang digunakan untuk menganalisis lebih

Fleksibilitas

berdampak positif bagi peserta pengajian jauh tentang materi fiqh yang disampaikan

terakomodasinya persoalan/ serta pemahaman mereka yang memungkinkan

misalnya

permasalahan yang dihadapi peserta. Selain berpotensi melahirkan ketidakadilan jender.

itu, permasalahan yang dihadapi antar satu majelis taklim dengan yang lain juga

Analisis Data

berbeda sehingga setiap majelis taklim bebas Penelitian ini menggunakan analisis data

menentukan materi apa yang saat itu penting deskriptif kualitatif, yaitu melukiskan secara

diangkat. Sebagaimana yang disampaikan oleh sistematis, faktual dan akurat mengenai

ibu Nimas:

fakta-fakta yang diperoleh. Proses analisis “materi pengajian itu tidak ditentukan dimulai dengan menelaah seluruh data

berdasarkan jadwal karena disesuaikan yang tersedia dari berbagai sumber. Atas

dengan kebutuhan. Bahkan dalam moment data yang diperoleh dari hasil wawancara

tertentu seperti menjelang Ramadhan, topik yang diangkat berkaitan dengan

digunakan untuk menguraikan secara naratif puasa baik itu dikaji dari aspek hukum/ temuan penelitian. Sedangkan memahami

fiqhnya, keutamaannya, hikmahnya dan dasar epistemologi yang dibangun dalam

lain-lain. Dan pada masa dan suasana memahami fiqh diperlukan analisis yang lebih

lebaran Idul Fitri, topiknya tentang pentingnya bersilaturrahim, serta masa

mendalam sesuai kerangka teori yang sudah idul Adha banyak menyinggung tentang ada agar diketahui pemahaman fiqh yang bias

keutamaan berkurban”( Pengurus Bidang gender.

Dakwah Majelis Taklim al-Barkah,2012). Hal senada juga disampaikan oleh Hj.

P embahasan

Zaenab dan Hj.Suwetha (Pengurus BKMT, Pada umumnya materi pengajian Majelis

2013) yang menyebutkan bahwa materi yang Taklim di kota Parepare muatannya lebih

disampaikan tergantung kebutuhan dan bersifat keagamaan. Apabila

majelis taklimnya. Pada hari AIDS misalnya beberapa arsip pengajian majelis taklim dan

ditelusuri

kadang-kadang menyinggung tentang anak hasil wawancara pada beberapa informan

dan bahaya Aids. Berbeda dengan majelis pengurus Majelis Taklim maka materi tersebut

Taklim al-Ihsan, Iriani ambar menyebutkan dapat diklasifikasikan menjadi 3 bidang yaitu

bahwa materi yang diangkat pada pengajian al- aqidah, syariah, dan akhlak. Sedangkan materi

Ihsan disesuaikan dengan silabus yang sudah fiqh masuk dalam klasifikasi bidang syariah.

disusun dan kebanyakan materinya bermuatan Materi fiqh yang diangkat dalam pengajian

fiqh yang berhubungan dengan ibadah seperti Majelis Taklim pada dasarnya berkisar pada 5

shalat, wudhu dan lain-lain (Pengurus Mt. al- rukun Islam seperti shalat, puasa, zakat dan

Ihsan,2013) yang bersumber dari Ensiklopedi haji. Sebagaimana dengan materi lain yang

Fiqh Wanita (Abu Malik Kamal bin as-Sayyid berhubungan dengan aqidah dan akhlak,

Salim,2011) Buku ini menjadi rujukan karena

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

kandungannnya mencakup seluruh aspek Dokumentasi/arsip pengajian Majelis Taklim kehidupan perempuan.

al-Barkah Kec. Soreang).

Pada umumnya, Fiqh perempuan tidak Dari berbagai topik ini, dapat dipahami dibahas secara khusus pada pengajian majelis

bahwa pada dasarnya fiqh perempuan taklim di Kota Parepare. Akan tetapi materi ini

selalu dikaji dalam setiap pengajian di dapat disorot dengan menelaah muatan dan

majelis taklim. Kajian ini tidak hanya dalam substansi materi pengajian majelis taklim yang

wilayah fiqh ibadah, fiqh keluarga bahkan menyinggung keperempuanan.

fiqh yang berhubungan dengan kehidupan Berdasarkan data yang diperoleh, hampir

bermasyarakat. Hal ini sejalan konsepnya, 100% dari 50 peserta aktif pada majelis taklim

fiqh perempuan merupakan hukum-hukum mengakui bahwa masalah fiqh perempuan

amaliyah yang berkaitan dengan perempuan pernah disinggung dalam pengajian majelis

dalam melaksanakan syariat, yang diambil taklim baik yang berkaitan dengan fiqh ibadah,

dari dalil-dalil yang bersifat universal maupun fiqh keluarga dll. Ke-50 peserta dipilih secara

merespon persoalan- acak pada 8 majelis taklim di empat kecamatan

partikular

untuk

persoalan yang berkembang. se-Kota Parepare dengan perincian: 10

1) Fiqh Ibadah

responden masing-masing di Kec. Bacukiki, Di antara materi yang berkaitan dengan Kec. Ujung, Kec. Bacukiki Barat dan 20 persoalan perempuan dan mempengaruhi responden di Kec. Soreang. terhadap pembedaan syariat dengan laki- Berdasarkan data di atas, ditemukan laki adalah kepemimpinan perempuan dalam bahwa 30 responden terpilih pada 3 Kecamatan

shalat.

(Bacukiki, Ujung dan Bacukiki Barat) Dalam berbagai literature fiqh banyak menyetujui bahwa materi fiqh perempuan ulama yang menentukan bahwa salah satu sering disinggung dalam pengajian majelis

persyaratan menjadi imam dalam shalat adalah taklim sementara 1 dari 20 responden terpilih laki-laki. Tidak syah salatnya jika perempuan di Kecamatan Soreang tidak menyetujui. mengimami laki-laki atau banci. Sebaliknya, Dengan demikian, 98% dari 50 responden perempuan hanya bisa menjadi imam bagi menyetujui bahwa materi fiqh perempuan teman-temannya sesama perempuan saja. disinggung dalam pengajian majelis taklim. Kriteria ini, berlaku pada salat wajib maupun Data ini didukung oleh beberapa informan sunnah (Hamim Ilyas,2005) Berbeda dengan pihak muballigh dan dokumentasi materi pandangan di atas, Abu Saur, Mazini dan Tabari pengajian majelis taklim. Ustadz Maskun, membolehkan imam perempuan atas pria Ustadz Amin dan Ustadz Munir kadir sering berdasarkan hadis Nabi :dari Ummu Waraqah: menyampaikan materi fiqh munakahat dan Berdasarkan penelitian yang dilakukan al- konsep keluarga sakinah (Hasil wawancara Fatih Suryadilaga, disebutkan bahwa hadis ini Tanggal 8 dan 22 Oktober, 15 November sahih dari ummu waraqah 2012), Iriani Ambar menyajikan persoalan

etika perempuan (Hasil wawancara Tanggal

08 Oktober 2012), Hj. Rusdaya Basri dengan

materi fiqh ibadah dan Hj. Andi Fatimah dengan materi peran publik dan domestik serta

keluarga sakinah (Hasil wawancara Tanggal

22 Oktober 2012) serta Sri Muliana dengan

materi Gender dalam Pespektif Islam (Hasil “..Rasulullah saw. biasa berkunjung wawancara Tanggal 14 Pebruari 2013 dan

ke rumahnya Ummu Waraqah. Beliau mengangkat muadzdzin untuk dia dan

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

menyuruhnyauntuk

tidak ditentukan secara khusus bahkan keluarga rumahnya. Abdurrahman berkata

menjadi

imam

materi yang disampaikan oleh muballigh muazzinnya adalah seorang laki-laki yang

lebih senior…” tidak berkaitan sama sekali, akan tetapi fiqh

keluarga seringkali disentil dan ditanyakan Pendapat yang terakhir ini jarang sekali

oleh peserta dalam sesi dialog. Misalnya didengar oleh masyarakat. Demikianpula

poligami dan persoalan peran dan relasi laki- dengan pandangan para tokoh agama yang

laki dan perempuan dalam keluarga. berprofesi sebagai muballigh pada pengajian

Pada dasarnya, Islam membolehkan majelis taklim di kota Parepare. Hampir

poligami. Akan tetapi, Pemahaman terhadap semua informan berpandangan bahwa tidak

dasar kebolehan jenis perkawinan ini dibolehkan perempuan menjadi imam shalat

seringkali menimbulkan pro dan kontra, sepanjang ada laki-laki muslim yang sudah

apakah perkawinan dalam Islam berazaskan baligh. Menurut ustadz Maskun:

monogamy ataukah poligami? Berdasarkan “perempuan hanya boleh jadi imam dalam

dengan beberapa kondisi tertentu dan dalam keadaan

hasil

perbincangan

informan mengarahkan pada pemhaman darurat, misalnya tidak ada laki-laki yang

mampu baik dari segi umur maupun bahwa perkawinan Islam menganut prinsip bacaan dan pengetahuan. Artinya, pada

monogamy. Dasar yang dikemukakan adalah dasarnya, hanya laki-lakilah yang dapat

QS. An-Nisa’:3.

dijadikan Imam” (Wawancara tanggal 22 Oktober 2013).

Hal yang sama juga disampaikan oleh yang

seperti Ustadz Munir Kadir, Ustadz Iskandar,

dan Hj. Andi Fatimah. Dengan demikian,

permasalahan Imam dalam shalat berdasarkan

syariat dibedakan secara gender. Pembedaan

ini, pada dasarnya lebih didasarkan pada

pengetahuan yang diperoleh secara kultural

Terjemahnya:

dan pendidikan yang dimiliki. Secara kultural, pandangan informan tentang kebolehan

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan

perempuan menjadi imam dalam shalat hanya yang yatim (bilamana kamu mengawininya),

dalam keadaan tertentu seejalan dengan maka kawinilah wanita-wanita (lain) pendapat Imam Syafii. Pandangan inilah

yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. yang diikuti oleh mayoritas Muslim sebagai

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,

penganut mazhab terbesar di Indonesia atau budak-budak yang kamu miliki. Yang

termasuk di Parepare. Dari segi pendidikan, demikian itu adalah lebih dekat kepada semua informan yang dijadikan sampel,

tidak berbuat aniaya.

memiliki tingkat pendidikan yang berbeda dan Menurut Ustadz Munir Kadir, ayat ini

memiliki keahlian tertentu serta pengetahuan hanya menunjukkan tentang kebolehan

terbatas yang menyebabkan informasi lain berpoligami sepanjang memenuhi syarat adil.

tentang pentingnya meneliti dan memahami Akan tetapi pada prinsipnya perkawinan yang

hadis tentang perempuan mengimami laki-laki dikehendaki al-Qur’an adalah monogami

dalam shalat terabaikan. (Hasil wawancara Tanggal 15 November

2) Fiqh Keluarga 2012). Hal yang sama disampaikan oleh ust. Kajian fiqh keluarga banyak dibahas pada

Maskun, Hj. Andi Fatimah, dll. Bahkan begitu pengajian majelis taklim. Meskipun topiknya

pentingnya persyaratan tersebut, ust. Maskun

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

berpandangan bahwa boleh melakukan suami isteri tetap seimbang. Ustadz Munir poligami meskipun tanpa seizin isteri pertama

Kadir mengemukakan bahwa dalam keluarga, asalkan mampu berlaku adil (Hasil wawancara

antara hak dan kewajiban suami isteri harus Tanggal 15 November 2012).

seimbang bahkan dalam pembagian peran Apa yang disampaikan oleh beberapa

diperlukan kesepakatan dengan berdasarkan informan tersebut sejalan dengan Undang-

prinsip “al-Muasyarah bil Ma’ruf” (saling undang perkawinan yang berlaku di Indonesia.

bergaul dengan baik) (Hasil Wawancara Kesesuaian tersebut dapat dilihat pada pasal

Tanggal 15 November 2012) Bahkan menurut

5 yang menyebutkan bahwa pengadilan ustadz Maskun, kewajiban mengurus rumah dapat memberikan izin bagi laki-laki untuk

tangga harus kedua-duanya terutama jika berpoligami dengan salah satu jaminannya

isterinya juga punya kesibukan di luar adalah suami akan berlaku adil terhadap

(Wawancara Tanggal 22 Oktober 2012) isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan

3) Fiqh kehidupan bermasyarakat pernyataan atau janji dari suami yang dibuat

Dirkursus Fiqh perempuan yang berkaitan dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu dengan persoalan kehidupan bermasyarakat (Lihat PP RI No. 9/1975 tentang pelaksanaan kebanyakan berkaitan dengan masalah UU. Perkawinan no 1 tahun 1974, pasal 41d. kepemimpinan perempuan dalam dunia Sedangkan persoalan pembagian peran antara politik. Berdasarkan data dilapangan, hampir laki-laki dan perempuan dalam keluarga semua muballigh yang menjadi narasumber lebih mengarah pada sistem sosial yang dalam pengajian tidak mempersoalkan membedakan peran publik dan domestik. kepemimpinan perempuan dalam politik. Bahkan pembedaan peran ini telah terbakukan Menurut Ust. Munir Kadir, kepemimpinan dalam peraturan perundangan-undangan.

politik dibolehkan. Misalnya UU Perkawinan No. 1 1974 Bab Megawati menjadi presiden karena merupakan

perempuan

dalam

VI tentang Hak dan Kewajiban Suami Isteri amanat rakyat yang dipilih sesuai mekanisme terutama pada pasal 31 (3) menyebutkan yang berlaku di Indonesia (Hasil Wawancara bahwa suami adalah kepala keluarga dan Tanggal 15 November 2012). isteri ibu rumah tangga. Konsekwensi aturan Demikian pula Ust Maskun yang ini berimplikasi pada kewajiban suami adalah menyetujui kepemimpinan perempuan dengan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan syarat memiliki kemampuan. Kepemimpinan rumah tangga sedangkan isteri berkewajiban yang dimaksud di sini hanya dibatasi dalam mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya lingkup publik bukan dalam keluarga. (Lihat pasal 34 UU Perkawinan no. 1/1974) Hal

Menurutnya:

inilah yang terdogma dalam sistem kehidupan “bagaimanapun tingginya kemampuan

keluarga. seorang perempuan tetapi laki-laki/

suami tetap menjadi kepala dalam rumah diperoleh 35 orang atau 70% beranggapan

Berdasarkan data

melalui

angket

tangga. Contohnya: Hj. Andi Rasydianah bahwa pekerjaan rumah tangga itu adalah

menjadi pemimpin/rektor dalam suatu lembaga pendidikan sedangkan suaminya

pekerjaan perempuan. Data ini merupakan menjadi bawahannya sebagai dekan. Akan

hasil akumulasi dari 50 responden dengan tetapi dalam rumah tangganya, suaminya perincian: 10 responden masing-masing di

tetap menjadi kepala” (Hasil Wawancara Kec. Bacukiki, Kec. Ujung, Kec. Bacukiki Barat

Tanggal 22 Oktober 2012). dan 20 responden di Kec. Soreang.

Berbeda dengan pandangan ust. Amin. Meskipun data di atas mengarah pada

kepemimpinan perempuan peran domestik dibebankan kepada isteri atau

Menurutnya

dimungkinkan dapat diwujudkan pada perempuan, akan tetapi hak dan kewajiban

semua lini dan tidak tetutup kemungkinan

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

bisa juga terjadi dalam rumah tangga. Hal siapapun yang memiliki kemampuan baik laki- ini disebabkan karena dominasi perempuan

laki maupun perempuan (Hasil Wawancara sudah semakin kuat. Terlebih lagi ketika

Tanggal 13 februari 2013). kondisi suaminya memiliki penyakit menahun

Pandangan ini relatif berbeda dengan yang tidak memungkinkan menjalankan

Ust. Iskandar. Menurutnya, pada dasarnya fungsinya sebagai pencari nafkah maka

kepemimpinan perempuan hanya bersifat dalam hal ini, perempuanlah atau isteri yang

daruriy (mendesak). Dalam konteks politik, mengambil alih fungsinya sebagai kepala

laki-laki tetap memiliki kewenangan yang rumah tangga. Adapun hadis yang menyatakan

lebih dominan. Bahkan dalam rumah tangga, bahwa “tidak akan jaya suatu kaum apabila

perempuan tidak diperkenankan menjadi urusan (kepemimpinan) itu diserahkan

kepala dalam keluarga (Hasil Wawancara kepada perempuan” itu harus dipahami

Tanggal 22 Oktober 2012). Dengan demikian, secara kontekstual dimana perempuan saat

menunjukkan bahwa itu tidak memiliki kekuatan atau “power”

pandangan

ini

perempuan masih memiliki keterbatasan yang mampu memikul tanggung jawab

dalam berkarya.

kepemimpinan. Dengan demikian, hadis ini Secara umum, pandangan para muballigh sangat dipengaruhi oleh sistem sosial pada saat

mengenai fiqh perempuan relatif beragam hadis ini disabdakan di mana laki-laki sangat

namun dari aspek lain memiliki persamaan. dominan sehingga kepemimpinan perempuan

Untuk memahami aspek adanya manipestasi tidak dapat diterima oleh masyarakat. Secara

ketidakadilan gender dalam materi fiqh sosiologis, perempuan pada saat itu tidak

perempuan yang disampaikan pada pengajian memiliki kewibawaan. Bahkan tidak tertutup

majelis taklim di kota Parepare maka sisi kemungkinan, perempuan bisa saja menjadi

keberagaman dan persamaan tersebut akan pemimpin dalam rumah tangganya bilamana

dianalisis lebih jauh dalam pembahasan perempuan itu memiliki peran yang lebih

selanjutnya.

dominan dalam keluarga (Hasil Wawancara Tanggal 08 Oktober 2012)

Tinjauan Analisis Gender terhadap

Pemahaman Fiqh Perempuan pada

Meskipun relatif sama, pandangan Ibu Sri

Majelis Taklim.

Muliana lebih bersifat moderat. Menurutnya,

kepemimpinan dapat saja dimiliki oleh siapapun Pada dasarnya, pemahaman materi fiqh tanpa memandang jenis kelamin. Adapun ayat

perempuan yang disampaikan oleh Muballigh yang ,membicarakan kepemimpinan laki-laki

pada pengajian Majelis Taklim di kota Parepare seperti dalam QS: an-Nisa’: 34 tidak harus

cukup beragam. Keberagamaan tersebut dipahami dengan arti laki-laki secara biologis

tidak serta merta melahirkan atau berpotensi karena kata ar-rijal pada ayat :

menimbulkan ketidakadilan gender. Alasannya, analisis gender tidak mempertanyakan dan

مهضعب للها لضف امب ءاسنلا على نوماوق لاجرلا mempersoalkan perbedaan relasi laki-laki dan

perempuan. Karena perbedaan itu, baik secara

ملهاوما نماوقفنا امبو ضعب على kodrati dan biologis maupun gender selalu

ada bahkan sudah menjadi sunnatullah yang lebih dipahami laki-laki dalam arti

tidak dapat diganggu gugat. Apalagi adanya realitas jender bukan pada biologisnya. Itulah

perbedaan peran laki-laki dan perempuan baik sebabnya Allah tidak menggunakan kata az-

dalam lingkup keluarga maupun masyarakat zakar dan al-unsa yang berkonotasi pada arti

justru melahirkan harmonisasi dalam menjalin laki-laki dan perempuan secara biologis. Oleh

hubungan sesama manusia. Oleh karena karena itu, kepemimpinan dapat dimiliki oleh

itu, peran analisis gender bukan menggugat

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

pembedaan itu tetapi menganalisis pembedaan tersebut

ketidakadilan gender. Apabila ditelusuri pandangan beberapa muballigh yang banyak mengkaji fiqh berkaitan keperempuanan maka pemahaman materi tersebut pada umumnya dapat dikategorikan pada pemahaman kontekstual. Akan tetapi tingkat kontekstualisasi pemahaman mereka cenderung berbeda. Berdasarkan olahan data dari para informan mengarahkan pada perbedaan pemahaman yang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu: pemahaman kontekstual dan semi kontekstual.

1. Pemahaman Kontekstual Pemahaman ini cenderung menerima

perubahan secara

Perbedaan peran gender lebih disebabkan oleh konstruksi sosial budaya bukan dari agama. Apabila ada pembedaan peran relasi laki-laki dan perempuan disebabkan oleh ajaran agama maka perbedaan itu timbul bukan berdasarkan ajaran agama akan tetapi lebih banyak disebabkan atas tafsiran atas ajaran agama yang sangat dipengaruhi oleh sosial-kultur yang berjalan pada masyarakat setempat. Oleh karena itu, pemahaman yang masuk kategori ini sangat fleksibel menerima perubahan. Bahkan fleksibilitas pemahaman ini mampu mendekonstruksi dogma-dogma agama yang selama ini disakralkan. Misalnya kepemimpinan perempuan dalam shalat dibolehkan meskipun ada laki-laki yang lebih senior. Bahkan perbedaan secara kodrati pun memungkinkan dapat digugat.

Ust. Muh. Amin menegaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan, suatu saat ada laki- laki yang melahirkan bila kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi semakin canggih. Karena kecanggihan dan kepintaran manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, apa yang tidak terpikirkan saat ini dan mustahil ada, suatu saat semuanya bisa saja terjadi. Sehingga dengan demikian tidak ada lagi perbedaan

laki-laki dan perempuan (Hasil Wawancara Tanggal 08 Oktober 2012 ).

Pandangan ini cukup liberal bahkan sangat liberal sehingga pemahaman ini jarang disampaikan pada pengajian Majelis taklim karena menurut Amin, tidak cocok diangkat pada forum non akademik dan itu hanya sebatas wacana.

Pemahaman lain yang cenderung moderat adalah berasal dari beberapa informan yang mayoritas dari kalangan perempuan yang aktif dalam kegiatan dan gerakan perempuan seperti Hj. Hamdanah Said, Sri Muliana, Iriani Ambar, Hj. Andi Fatimah, Hj. Zaenab, Hj. Suwaeta. Hampir semuanya menyetujui bahwa perbedaan peran dan relasi laki-laki dan perempuan lebih disebabkan konstruksi sosial budaya sehingga perbedaan tersebut bukan sesuatu yang kodrati dan senantiasa mengalami perubahan sesuai sikon, situasi dan kondisi. Apabila perempuan yang memiliki kesibukan di dunia publik, maka tidak ada salahnya laki-laki yang menyelesaikan urusan domestik. Apabila kedua-duanya punya kesibukan atau karir di luar rumah maka kedua-duanya juga punya tanggung jawab yang sama mengurus rumah tangga berdasarkan kesepakatan berdasarkan prinsip al-Muasyarah bil Ma’ruf.Dengan demikian, relasi laki-laki dan perempuan dalam rumah maupun di luar rumah merupakan makhluk Allah yang memiliki potensi yang sama dalam mengembangkan kualitas dirinya. Selain itu, laki-laki dan perempuan juga merupakan dua jenis makhluk Allah yang memiliki ketergantungan satu sama lain dalam membangun peradaban. .

2. Pemahaman Semi-kontekstual Pemahaman semi kontekstual merupakan

pemahaman yang sudah berusaha beranjak dari pemahaman tekstual mengikuti perubahan untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Dapat dikatakan bahwa pemahaman ini berada antara pemahaman tekstual dan kontekstual. Dikatakan demikian karena para muballigh kadang-kadang masih mempertahankan tradisi

Rahmawati, Rukiah, dan Hj. Rusdaya Basri – Studi Analisis Gender Terhadap Materi Fiqh Perempuan...

atau kultur sebelumnya dan keberanjakannya ketidakadilan jender. Kecenderungan ini pada pendapat para ulama dulu. Contohnya,

tampak pada pemahaman tekstual telah ustadz Iskandar yang masih cenderung

beranjak kepada pemahaman kontekstual. mempertahankan kepemimpinan laki-laki atas

Pemahaman tersebut mampu mengakomodir perempuan dan peran domestik tetap dominan

setiap perubahan yang ada karena sifatnya pada perempuan.(hasil Wawancara Tanggal 22

yang terbuka.

Oktober 2012) Dalam sebuah penelitian disebutkan Hal sama disampaikan oleh Ust. KH.

bahwa lahirnya ketidakadilan jender dalam Muh. Arief Fasih meskipun pemahamannya

masyarakat ditentukan oleh corak pemahaman cenderung lebih terbuka. Misalnya ketika

keagamaan seseorang. Ketika seseorang membicarakan

mengikuti pemahaman kontekstual maka perempuan yang menunaikan ibadah haji

ia akan berpandangan bahwa ketidakadilan tidak mesti dipahami berasal laki-laki yang

jender lahir bukan karena faktor agama tetapi memiliki hubungan darah atau keluarga

konstruksi sosial budaya. Beberapa informan tetapi dapat diambil dari orang lain yang

yang berpikiran moderat membahasakan memiliki integritas, dapat dipercaya sebagai

dengan faktor kebiasaan, gengsi, adat yang pendamping haji sebagaimana pendapat atau

sudah turun temurun, didikan dalam keluarga fatwa ulama di Indonesia. Pandangan ini telah

yang mempengaruhi lahirnya ketidakadilan melampaui pendapat para ulama terdahulu

jender. Sedangkan pemahaman fiqh tekstual yang memaknai mahram perempuan yang

justru berimplikasi pada lahirnya persepsi dapat mendampinginya selama pelaksanaan

bahwa ketidakadilan jender muncul karena haji harus laki-laki dari pihak keluarga.

faktor agama bukan konstruksi sosial Keterbukaan

Dengan demikian, menunjukkan fleksibilitas hukum menghadapi

pemahaman materi fiqh perempuan pada perubahan zaman (Wawancara Tanggal 22

pengajian Majelis Taklim di kota Parepare Oktober 2012).

belum atau tidak berimplikasi pada lahirnya Selain itu, ustadz Maskun dapat juga

manifestasi ketidakadilan bahkan materi dikategorikan muballigh dalam kelompok ini.

dan pemahaman yang disampaikan oleh Hal ini ditunjukkan pada pandangannya yang

muballigh/muballighah sangat mendukung masih mengarah pada dominasi laki-laki atas

dalam mensosialisasikan pengarusutamaan perempuan. Misalnya, kebolehan poligami

gender dan pelaksanaan program Education dengan persyaratan adil meskipun tanpa seizin

For All (EFA) dan Millenium Development isteri. Dominasi ini kuat juga pada relasi laki-

Goals (MDGs).

laki dan perempuan dalam rumah tangga Implementasinya dalam Kehidupan dimana posisi laki-laki sebagai kepala rumah

Rumah Tangga

tangga, dalam keadaan apapun, harus mampu Kehidupan rumah tangga sangat rentan dijalankan meskipun isteri memiliki kelebihan

terjadi manifestasi ktidakadilan jender. Pada secara ekonomi daripada laki-laki. Sedangkan

institusi ini terbangun relasi laki-laki dan keterbukaan pemahaman ustadz Maskun

perempuan. Hak dan kewajiban pasangan dapat dilihat pada keberpihakannya pada

suami isteri seringkali dipahami keliru sehingga perempuan yang memosisikan sebagai partner

manispestasi ketidakadilan jender muncul atau mitra bagi suami.

seperti double burden, subordinat dan violence. Apabila ditinjau dari analisis jender maka

Oleh karena itu, perlu pengkajian mendalam pemahaman terhadap materi fiqh perempuan

implementasinya sebagaimana pada pengajian majelis taklim di kota Parepare

tentang

pemahamannya terhadap materi fiqh tersebut. cenderung tidak berpotensi melahirkan

Kuriositas, Edisi VI, Vol. 2, Desember 2013

Pada umumnya, penerapan materi fiqh Insya Allah hal itu saya jalankan (Wawancara yang berkaitan dengan ibadah mahdah seperti

Tanggal 22 Oktober 2012). shalat, puasa, haji dan zakat tidak menimbulkan

Hal yang sama juga ditegaskan ustadz persoalan karena perbedaan syariat antara

Iskandar, salah satu informan yang tekstual laki-laki dan perempuan dalam bidang ibadah

cenderung kontekstual. Bahkan kecenderungan merupakan hal yang qat’i. Sedangkan dalam

pihak laki-laki menjalankan urusan domestik bidang muamalah sering dipersoalkan karena

berdasarkan pengalaman peserta majelis sifat dzanni, selalu mengalami perubahan

taklim memperlihatkan tingkat persentasi termasuk di dalam fiqh munakahat.