implementasi program keluarga harapan di

TUGAS METODE PENELITIAN ADMINISTRASI
“IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN DI KABUPATEN
KEBUMEN”

Tugas ini disusun sebagai
Syarat kelulusan mata kuliah Metode Penelitian Administrasi
Rabu, 14 Januari 2015

Disusun oleh
Yulianti

F1B012018

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
2014

1


Daftar Isi
Bab 1 ............................................................................................................................................... 3
Pendahuluan .................................................................................................................................... 3
Latar Belakang ............................................................................................................................ 3
Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 7
Tujuan Penelitian......................................................................................................................... 7
Manfaat Penelitian....................................................................................................................... 7
Bab 2 ............................................................................................................................................... 8
Tinjauan Pustaka ............................................................................................................................. 8
Konsep Kemiskinan .................................................................................................................... 8
Definisi kebijakan Publik .......................................................................................................... 10
Siklus kebijakan public (Nugroho, 2004:73) ............................................................................ 12
Implementasi kebijakan............................................................................................................. 13
Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) .................................................................... 17
Penelitian terdahulu................................................................................................................... 21
Hipotesis.................................................................................................................................... 23
Bab 3 Metode Penelitian ............................................................................................................... 25
Kerangka pemikiran .................................................................................................................. 25
Lokasi penelitian dan waktu penelitian ..................................................................................... 26
Unit analisis............................................................................................................................... 26

Jenis data ................................................................................................................................... 26
Instrument pengumpulan data ................................................................................................... 26
Validitas dan reabilitas alat ukur ............................................................................................... 27
Teknik pengambilan sampel...................................................................................................... 28
Variable penelitian (definisi konsep dan definisi operasional) ................................................. 28
Teknik analisis data ................................................................................................................... 29
Daftar Pustaka............................................................................................................................... 31

2

BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar dikawasan Asia Tenggara dan
menduduki urutan ke-4 di dunia. Jumlah penduduk yang besar menjanjikan penawaran tenaga
kerja yang tinggi. Jumlah tenaga kerja yang banyak dengan tingkat pendidikan tinggi tentu akan
memberikan keuntungan bagi negara. Namun jika jumlah tenaga kerja yang dimiliki tidak
memiliki pendidikan yang layak, maka bonus keuntungan yang telah disebutkan tadi tidak akan
tercapai. Malahan kemungkinan terburuk adalah, banyak tenaga kerja yang produktif namuan

tidak memiiki pekerjaan sehingga mereka mengganggur dan menambah beban anggota keluarga
yang bekerja. Ini tentu menghambat kesejahteraan suatu keluarga. Alih-alih menjadi sebuah
keluarga yang bahagia sejahtera, namun menjadikan keluarga miskin yang tak mampu
mencukupi kebutuhan keluarga.
Jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia per Maret 2014 menurut BPS adalah sebanyak
28.280.010 jiwa tersebar di kota sebanyak 10.507.200 jiwa dan desa 17.772.81 jiwa. Presentase
penduduk miskin sebanyak 11,25 persen dengan persebaran 8,34 persen diperkotaan dan 14,17
di desa. Oleh karena itu perlu upaya yang pasti untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang ada
di Indonesia.
Pemerintah membentuk lembaga yang digunakan sebagai wadah koordinasi lintas sector dan
lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk mempercepat penangguangan kemiskinan
dengan nama Tim Nasional percepatan penanggulangan kemiskinan. Lembaga ini bertugas untuk
menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, melakukan sinergi melalui
sinkronisasi dan integritas program-program penanggulangan kemiskinan di kementrian atau
lembaga, serta melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai pemangku
kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata) dan masyarakat
merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama terhadap penanggulangan
3


kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai
program dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak, meningkatkan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin, penguatan kelembagaan sosial ekonomi
masyarakat serta melaksanakan percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam upaya
mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan.
Pemerintah menyiapkan program pengentasan kemiskinan melalui tiga klaster program. Klaster I
merupakan Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan
sosial bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta
perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk
memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti
pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Karakteristik program pada
kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial adalah
bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi
pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih. Ciri lain dari kelompok
program ini adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat langsung dan manfaatnya
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin. Program dari klaster ini antara lain program
beras miskin (raskin), program jamkesmas, program keluarga harapan, dan program bantuan
siswa miskin.
Klaster II kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.

Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan
sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan. Pada tahap ini, masyarakat
miskin mulai menyadari kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk keluar dari kemiskinan.
Pendekatan pemberdayaan sebagai instrumen dari program ini dimaksudkan tidak hanya
melakukan penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan sumberdaya yang
dimiliki, akan tetapi juga mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam skala yang
lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah. Contoh dari program ini adalah
program pnpm mandiri baik perkotaan maupun pedesaan.
Klaster III kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha
4

mikro dan kecil adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi
bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan
akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas
hidupnya. Program nyatanya adalah kredit usaha rakyat (KUR).
Namun program-program yang ada diatas dirasa masih kurang memberikan dampak yang nyata
dalam pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia. Tim Peneliti Pusat Studi Sosial Asia
Tenggara Universitas Gadjah Mada dan Pusat Studi Perdesaan dan Kawasan Universitas Gadjah
Mada (2013:5) menemukan bahwa Sejak 2004 hingga 2011, anggaran pemerintah untuk

pengurangan angka kemiskinan tidak pernah mengalami penurunan, bahkan diperkirakan
mengalami kenaikan hampir 400 %. Kalau dihitung sejak 2004 sampai 2010, angka kemiskinan
hanya turun 3,37 % (BPS 2004-2011). Hal ini berarti hanya terjadi penurunan angka kemiskinan
0,56 % per tahun. Kalau penurunan angka kemiskinan masih berlangsung sama hingga 2015,
maka perkiraan angka kemiskinan di Indonesia masih 11,08 %. Angka ini masih jauh dari target
pencapaian MDGs sebesar 7,5 % per tahun.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin tahun 2014 di Kebumen
mencapai 265.163 jiwa atau 22,4 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Kebumen. Dengan
angka tersebut saat ini Kebumen berpenduduk miskin terbanyak kedua di Jawa Tengah setelah
Wonosobo.
Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kebumen, Bekti Hidayat SE menjelaskan, masih besarnya
angka kemiskinan di Kebumen yang belum beranjak dari angka 20 persen selama 4 tahun
terakhir ini. Dari data yang ada menunjukan pengurangan angka kemiskinan di Kebumen setiap
tahunnya sangatlah kecil, padahal ditargetkan angka kemiskinan Kebumen di tahun 2015 bisa
ditekan menjadi 15,45 persen.
"Dalam menyikapi besarnya angka kemiskinan di Kebumen kami di Pemkab Kebumen
sebenarnya sudah berupaya keras dengan segala cara untuk menguranginya secara signifikan.
Pak Bupati pun mempertanyakan kenapa angkanya bisa sebesar itu ? Padahal sudah banyak yang
kami perbuat selama ini untuk menekan angka kemiskinan," ujar Bekti di ruang kerjanya, Jumat
(02/05/2014). (www.beritakebumen.info)


5

Pemberantasan kemiskinan dilakukan oleh pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah
kabupaten kebumen melalui program keluarga harapan yang ditujukkan kepada keluarga sangat
miskin. Program keluarga harapan di kabupaten kebumen mulai berjalan pada pertengahan
tahun 2014. Setelah melalui tahapan seleksi yang ketat, sebanyak 113 orang Pendamping dan 5
Operator Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Kebumen dinyatakan lolos seleksi oleh
Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Pengumuman Nomor: 650/LJS.JS.SV/6/2014
Tanggal 19 Juni 2014. Sebelum bertugas, para pendamping dan operator diwajibkan mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Diklat bagi pendamping PKH akan dilaksanakan selama satu
minggu mulai 30 Juni sampai 6 Juli 2014 di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) Yogyakarta. Sedang, diklat untuk operator akan dilaksanakan di Jakarta dalam
waktu dekat ini. Dari 113 pendamping yang lolos seleksi, 3 orang mengundurkan diri. Tugas
pendamping adalah membantu pemerintah mengentaskan atau memutus mata rantai kemiskinan.
Terdapat 35.151 keluarga miskin di Kabupaten Kebumen yang akan mendapatkan
pendampingan.
Tujuan PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan
kesejahteraan dari kelompok paling miskin. Tujuan ini berkaitan langsung dengan upaya

mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Secara khusus, tujuan
PKH adalah:
a. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi Peserta PKH
b. Meningkatkan taraf pendidikan Peserta PKH
c. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil (bumil), ibu nifas, bawah lima tahun
(balita) dan anak prasekolah anggota Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)/Keluarga
Sangat Miskin (KSM).
Menurut. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya berargument bahwa perbedaan-perbedaan
dalam proses implementasi dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Mereka
menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan
dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi
kerja (performance). Kedua ahli ini menegaskan bahwa perubahan, control, dan kepatuhan
bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-prosedur implementasi.
6

Kedua ahli menghubungkan kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variable
bebas yang saling berkaitan. Variable bebas itu ialah:


Ukuran dan tujuan kebijakan




Sumber-sumber kebijakan



Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana



Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan



Sikap para pelaksana, dan



Lingkungan ekonomi, sosial, politik.


Menarik untuk dikaji apakah variable diatas berpengarh terhadap implementasi program keluarga
harapan di kabupaten kebumen.

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat ditarik dari permasalahan diatas adalah:
a. Bagaimana implementasi Program Keluarga Harapan di kabupaten Kebumen?
b. Faktor apa yang mempengaruhi implementasi Program Keluarga Harapan di Kabupaten
Kebumen?

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui bagaimana implementasi program Program Keluarga Harapan Di Kabupaten
Kebumen
b. Mengetahui faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan proses implementasi Program
Keluarga Harapan di Kabupaten Kebumen

MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

perkembangan ilmu pengetahaun di bidang administrasi dan kebijakan public, khususnya
dalam implemetasi Program Keluarga Harapan..
b. Manfaat Praktis
7

Memberikan masukan dan rekomendasi kepada lembaga pelaksana/implementator
Program Keluarga Harapan agar program tersebut mampu mencapai tujuan sebagaimana
yang diharapkan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses
secara ekonomi, sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan juga
memiliki arti yang lebih luas dari sekedar lebih rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi
seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau garis
kemiskinan. Akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena berkaitan juga
dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar pendapatan (non-income factors) seperti
akses kebutuhan minimum seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Lebih lanjut
kompleksitas dari kemiskinan bukan saja berhubungan dengan pengertian dan dimensinya saja
tetapi juga berkaitan dengan metode pengukuran dan intervensi kebijakan yang diperlukan dalam
mengentaskan masalah ini.
Bapennas mendefinisikan Kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan
karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya.
BPS (Kuncoro, 2004, p. 142) menggunakan batas kemiskinan dari besarnya rupiah yang akan
dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan
makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedang
pengeluaran minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta
aneka barang dan jasa. Dengan kata lain, BPS menggunakan dua pendekatan yaitu, pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan count index. Dalam metode BPS,
kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Jumlah
8

penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada dibawah suatu batas yang disebut sebagai
batas garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan
nonmakanan.
Sajogyo (Kuncoro, 2004, p. 144) mendefinisikan garis kemiskinan sebagai tingkat komsumsi
per kapita setahun yang sama dengan beras. Dengan kata lain,garis kemiskinan versi Sajogyo
adalah nilai rupiah yang setara dengan 20 kg beras untuk daerah perdesaan dan 30 kg beras untuk
perkotaan. Karena garis kemiskinan berdasarkan harga berasa adalah lebih rendah dibanding
garis kemiskinan BPS maka presentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan akan
lebih rendah setiap tahunnya.
Astrid Susanto (Soetomo, 2009, p. 112) berpendapat bahwa kondisi kemiskinan yang dialami
oleh suatu masyarakat dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan terbentuknya suatu
budaya kemiskinanan sebagai suatu
Sartono Kartodirjo (Soetomo, 2009, p. 112) mengemukakan adanya dua jenis sindrom sebagai
permasalahan pokok yang perlu dipecahkan dalam usaha pembangunan. Kedua sindrom tersebut
adalah sindrom kemiskinan dan inertia. Sindrom kemiskinan mempunyai kompleks dimensidimensi yang saling berkaitan dan saling memperkuat: produktivitas rendah, pengangguran, tuna
tanah, kurang gizi, mordibitas tinggi, buta huruf, dan sebagainya. Sedangkan sindrom inertia
berakar pada passivisme, fatalism, terarah kedalam, serba patuh, ketergantungan dan seterusnya.
Kemiskinan menurut Kartasasmita terjadi karena:
1. Rendahnya taraf pendidikan.
2. Rendahnya derajat kesehatan.
3. Terbatasnya lapangan kerja.
4. Dan kondisi yang terisolasi.
BPS membuat standar penduduk yang masuk ke dalam kriteria miskin yaitu:
1. Luas lantai bangunan kurang dari 8 meter persegi per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu murahan.
3. Jenis dinding terbuat dari bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/tembok tanpa diplester.
9

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan tidak berasal dari listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan .
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu .
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun .
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD .
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan
seseorang memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan
primernya (makanan, sandang, papan). Kemiskinan berkaitan dengan dimensi-dimensi yang lain
yang ada didalam masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan harus diputuskan karena kemiskinan
merupakan mata rantai yang tidak akan mampu terselesaikan apabila tidak melakukan upaya
yang menyeluruh dalam penganggulangannya.

DEFINISI KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan public oleh Chandler dan Plano (1988: 107 dalam (Pasolong, 2007, p. 38)
didefinisikan sebagai pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah public atau pemerintah. Bahkan mereka beranggapan bahwa hal tersebut
adalah investasi pemerintah yang bersifat kontinum demi kepentingan orang-orang yang tidak
berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
William N. Dunn (Pasolong, 2007, p. 39) mengatakan bahwa kebijakan public adalah suatu
rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat
10

pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas kepemerintahan, seperti pertahanan
keamanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaaan
dan lain-lain.
Carl Friedrick (Winarno, 2007, p. 17)menyatakan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai
suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang –peluang terhadap
kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu
tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Kebijakan tidak hanya
dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun
individu. Kebijakan public juga mencakup perilaku yang mempunyai maksud yang layak
mendapatkan perhatian dan sekaligus dapat dilihat maksud atau tujuan dari tindakan-tindakan
pemerintah.
William N. Dunn (Wibawa , 2011, p. 7) menetapkan proses kebijakan public kedalam delapan
tahapan sebagai berikut:
1) Penetapan agenda (agenda setting) yaitu usaha untuk memasukkan masalah ke dalam
agenda pemerintah.
2) Perumusan kebijakan yaitu masalah yang telah masuk ke dalam agenda pemerintah dicari
alternative pemecahannya dengan pertimbangan-pertimbangan keuntungan dan kerugian
yang telah diketahui.
3) Penerimaan kebijakan yaitu alternative-alternatif yang telah dibahas oleh para perumus
kebijakan dipilih yang terbaik. Terjadi kesepakatan antara para kelompok kepentingan
yang terlibat didalamnya.
4) Pelaksanaan kebijakan yaitu kebijakan yang telah dipilih dilaksanakan oleh actor yang
bertugas melaksanakan kebijakan tersebut (implementator).
5) Pengkajian kebijakan yaitu kebijakan yang telah dilakukan dikaji apakah ada kelemahan
yang membuat kebijakan tidak dapat mencapai tujuan dalam waktu yang telah
ditetapkan.
6) Perbaikan kebijakan yaitu kebijakan yang dianggap mengganggu pencapaian tujuan
dihapuskan atau ditambah dengan kebijakan yang melengkapi kebijakan yang sudah ada.
7) Penerusan kebijakan yaitu kebijakan yang dianggap berhasil maka akan tetap dilanjutkan,
11

8) Pengakhiran kebijakan yaitu kebijakan yan dianggap tidak mampu mencapai tujuan yang
telah ditentukan maka kebijakan tersebut diakhiri/dicabut.
Sedangkan Anderson (Kusumanegara , 2010, p. 11) lebih menyederhanakan proses kebijakan
public menjadi lima tahapan yaitu:
1) Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang membuat hal
tersbut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam
agenda pemerintah?
2) Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau
alternative-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi
dalam formulasi kebijakan?
3) Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternative ditetapkan? Persyaratan atau
kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Bagaimana proses atau strategi untuk
melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?
4) Implementasi kebijakan (implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
5) Evaluasi kebijakan (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan

diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi
kebijakan?

Siklus kebijakan public (Nugroho, 2004:73)
Perumusan
kebijakan publik

Implementasi
kebijakan publik

Isu/masalah public
Output
Outcome

Evaluasi kebijakan
public

12

Implementasi kebijakan
Setelah proses legislasi kebijakan selesai, maka kebijakan public diimplementasian. Dalam tahap
implementasi, isi kebijakan dan akibat-akibatnya mungkin akan mengalami modifikasi dan
elaborasi bahkan mungkin akan dinegasikan. Bernadine R. wijaya dan Susilo Supardo (2006:81
dalam

(Pasolong,

2007,

p.

57)

mengatakan

bahwa

implementasi

adalah

proses

mentransformasikan suatu rencana ke daam praktik.
Orang sering menganggap bahwa implementasi hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang
diputuskan legislative atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahap ini kurang berpengaruh.
Akan tetapi dalam kenyataan dapat dilihat sendiri bahwa baiknya rencana yang telah dibuat tidak
ada gunana apabila tidak dilaksanakan dengan baik dan benar. Ia membutuhkan pelaksana yang
benar-benar

jujur, untuk menghasilkan apa yang menjadi tujuannya, dan benar-benar

memperlihatkan rambu-rambu pemerintah yang berlaku. Sayangnya, implementasi sering
digunakan sebagai ajang melayani kepentingan kelompok, pribadi dan bahkan kepentingan
partai. Implementasi pada dasarnya operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai
tujuan.
Hinggis (1985) mendefinisikan implementasi sebagai rangaian dari berbagai kegiatan yang
didalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran
strategis.Grindel (1980), implementasi sering dilihat sebagai proses yang penuh dengan muatan
politik dimana mereka yang berkepentingan berusaha untuk mempengaruhinya. Gordon (1986),
mengatakan bahwa implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada
realisasi program. Dalam hal ini, administrator mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.mengorganisir berarti
mengatur sumber daya, unit-unit dan metode-metode untuk melaksanakan program. Melakukan
interpretasi berkenaan dengan mendefinisikan istilah-istilah program ke dalam rencana-rencana
dan petunjuk-petunjuk yang dapat diterima dan feasible. Menerapkan berarti menggunakan
instrument-instrumen atau memberikan pelayanan rutin, melakukan pembayaran-pembayaran.
Atau dengan kata lain implementasi merupakan tahap realisasi tujuan-tujuan program. Dalam hal
ini perlu diperhatikan adalah persiapan implementasi, yaitu memikirkan dan menghitung secara
matang berbagai kemungknan keberhasilan dan kegagalan, termasuk hambatan dan peluangpeluang yang ada dan kemampuan organisasi yang diserah tugas melaksanakan program.
13

Ada beberapa model implementasi yang dikemukan oleh beberapa ahli antara lain:
a. Model Kerangka Analisis Implementasi
Pendekatan ini menggunakan logika berfikir dari atas kemudian memetakan ke bawah
untuk melihat keberhasilan atau kegagalan suatu program. Model yang dibangun oleh
Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (Wahab, 2008, p. 81) menggunakan 17 variabel
yang dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
a) Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan, meliputi variable


kesukaran-kesukaran teknis,



keragaman perilaku kelompok sasaran,



prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk,



dan ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.

b) Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi, meliputi variable


kejelasan dan konsistensi tujuan,



digunakannya teori kausal yang memadai,



ketepatan alokasi sumber dana,



keterpaduan hirarkis dalam dan di antara lembaga pelaksana,



aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana,



rekruitmen pejabat pelaksana,



dan akses formal pohak luar

c) variable diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi, meliputi variable


kondisi sosial ekonomi dan teknologi



dukungan public



sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok



dukungan dari pejabat atasan



komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana.

b. Model Pendekatan Top Down
Pendekatan ini dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Menurut
mereka untuk dapat mengimplementasikan kebijaan negara secara sempurna maka
diperlukan beberapa persyaratan, yaitu:

14



Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan/kendala yang serius.



Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai.



Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.



Kebijakan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal



Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya



Hubungan saking ketergantungan harus kecil



Pemahamanan yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan



Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.



Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.



Pihak-pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaam dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

c. Model proses implementasi kebijakan
Model ini dikembangkan oleh van Meter dan van Horn. Van Meter dan Van Horn dalam
teorinya berargument bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi dipengaruhi
oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Mereka menawarkan suatu pendekatan yang
mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model
konseptual yang mempertalikan kebijakan denga prestasi kerja (performance). Kedua ahli ini
menegaskan bahwa perubahan, control, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep
yang pentng dalam prosedur-prosedur implementasi.
Kedua ahli menghubungkan kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variable
bebas yang saling berkaitan. Variable bebas itu ialah:


Ukuran dan tujuan kebijakan



Sumber-sumber kebijakan



Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana



Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
15



Sikap para pelaksana, dan



Lingkungan ekonomi, sosial, politik.

Hubungan kebijakan dengan kinerja yang dihasilkan oleh kebijakan public dapat dalam
Model Implementasi van Meter dan van Horn digambarkan sebagai berikut:

Standar dan
sasaran
kebijakan

Komunikasi

Karakteristik
lembaga pelaksana

Pemahaman
dan kepatuhan
pelaksanan

sumberdaya

k
i
n
e
r
j
a

Kondisi sosekpol

Variable-variabel kebijakan berhubungan dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan
sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik
organisasi formal maupun informal; sedangkan komunikasi antar anggota terkait
berdasarkan kegiatan-kegiatan pelaksanaanya mencakup antar hubungan di dalam
lingkungan sistem politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran.
Dari ketiga model diatas, peneliti akan menggunakan model van Meter dan van Horn untuk
membuktikan apakah implementasi program keluarga harapan di kabupaten kebumen di
pengaruhi oleh variable-variabel ukuran dan tujuan kebijakan (X1); sumber-sumber kebijakan
(X2); ciri-ciri atau sifat instansi pelaksana (X3); komunikasi dengan organisasi terkait dengan
kegiatan-kegiatan pelaksana (X4); sikap para pelaksana (X5); dan lingkungan ekonomi, sosial,
politik (X6); terhadap keberhasilan implementasi program Keluarga Harapan (Y).

16

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)
a. Pengertian Program Keluarga Harapan
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian uang tunai kepada Rumah Tangga
Sangat Miskin (RTSM) berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dengan
melaksanakan kewajibannya. Program semacam ini secara internasional dikenal sebagai
program conditional cash transfers (CCT) atau program Bantuan Tunai Bersyarat. Persyaratan
tersebut dapat berupa kehadiran di fasilitas pendidikan (misalnya bagi anak usia sekolah),
ataupun kehadiran di fasilitas kesehatan (misalnya bagi anak balita, atau bagi ibu hamil).
b. Tujuan Program Keluarga Harapan
Tujuan PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung peningkatan
kesejahteraan dari kelompok paling miskin. Tujuan ini berkaitan langsung dengan upaya
mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Secara khusus, tujuan
PKH adalah:


Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi Peserta PKH



Meningkatkan taraf pendidikan Peserta PKH



Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil (bumil), ibu nifas, bawah lima tahun
(balita) dan anak prasekolah anggota Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)/Keluarga
Sangat Miskin (KSM).

Sejak tahun 2012, untuk memperbaiki sasaran penerima PKH, data awal untuk penerima manfaat
PKH diambil dari Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011, yang dikelola oleh TNP2K. Sampai
dengan tahun 2014, ditargetkan cakupan PKH adalah sebesar 3,2 juta keluarga.Sasaran PKH
yang sebelumnya berbasis Rumah Tangga, terhitung sejak saat tersebut berubah menjadi berbasis
Keluarga.
Perubahan ini untuk mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yaitu orang tua–ayah, ibu–dan
anak) adalah satu orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan dan masa depan anak. Karena itu keluarga adalah unit yang sangat relevan dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam upaya memutus rantai kemiskinan antar

17

generasi. Beberapa keluarga dapat berkumpul dalam satu rumah tangga yang mencerminkan satu
kesatuan pengeluaran konsumsi (yang dioperasionalkan dalam bentuk satu dapur).
c. Syarat penerima Program Keluarga Harapan
PKH diberikan kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). Data keluarga yang dapat menjadi
peserta PKH didapatkan dari Basis Data Terpadu dan memenuhi sedikitnya satu kriteria
kepesertaan program berikut, yaitu:
1. Memiliki ibu hamil/nifas/anak balita
2. Memiliki anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan dasar (anak pra sekolah)
3. Anak usia SD/MI/Paket A/SDLB (usia 7-12 tahun),
4. Anak SLTP/MTs/Paket B/SMLB (Usia 12-15),
5. Anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar termasuk anak dengan
disabilitas.
Seluruh keluarga di dalam suatu rumah tangga berhak menerima bantuan tunai apabila
memenuhi kriteria kepesertaan program dan memenuhi kewajibannya. Agar memperoleh
bantuan tunai, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan komitmen untuk ikut
berperan aktif dalam kegiatan pendidikan anak dan kesehatan keluarga, terutama ibu dan anak.
1. Kesehatan
KSM yang sudah ditetapkan menjadi peserta PKH dan memiliki kartu PKH diwajibkan
memenuhi persyaratan kesehatan yang sudah ditetapkan dalam protokol pelayanan
kesehatan sebagai berikut:
2. Anak usia 0-6 tahun:
a. Bayi baru lahir (BBL) harus mendapat IMD, pemeriksaan segera saat lahir, menjaga
bayi tetap hangat, Vit K, HBO, salep mata, konseling menyusui.
b. Anak usia 0-28 hari (neonatus) harus diperiksa kesehatannya sebanyak 3 kali:
pemeriksaan pertama pada 6-48 jam, kedua: 3-7 hari, ketiga: 8-28 hari. Anak usia 0-6
bulan harus diberikan ASI ekslusif (ASI saja).
c. Anak usia 0–11 bulan harus diimunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak,
Hepatitis B) dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan.

18

d. Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 (dua) kali
dalam setahun, yaitu bulan Februari dan Agustus.
e. Anak usia 12–59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat
badannya secara rutin setiap bulan.
f. Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan untuk
dipantau tumbuh kembangnya dan atau mengikuti program Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD/Early Childhood Education) apabila di lokasi/posyandu terdekat
terdapat fasilitas PAUD.
3. Ibu hamil dan ibu nifas:
a. Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas
kesehatan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu sekali pada usia kehamilan sekali pada usia
0-3 bulan, sekali pada usia kehamilan 4-6 bulan, dua kali pada kehamilan 7-9 bulan,
dan mendapatkan suplemen tablet Fe.
b. Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
c. Ibu nifas harus melakukan pemeriksaan/diperiksa kesehatan dan mendapat pelayanan
KB pasca persalinan setidaknya 3 (tiga) kali pada minggu I, IV dan VI setelah
melahirkan.
4. Anak dengan disabilitas: Anak penyandang disabilitas dapat memeriksa kesehatan di
dokter spesialis atau psikolog sesudai dengan jenis dan derajat kecacatan.
5. Pendidikan
Peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan berkaitan dengan pendidikandan
mengikuti kehadiran di satuan pendidikan/rumah singgah minimal 85% dari hari sekolah
dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung dengan catatan sebagai berikut:
a. Peserta PKH yang memiliki anak usia 7-15 tahun diwajibkan untuk didaftarkan/terdaftar
pada

lembaga

pendidikan

dasar

(SD/MI/SDLB/Salafiyah

Ula/Paket

A

atau

SMP/MTs/SMLB/Salafiyah Wustha/Paket B termasuk SMP/MTs terbuka) dan mengikuti
kehadiran di kelas minimal 85 % dari hari belajar efektif setiap bulan selama tahun ajaran
berlangsung. Apabila ada anak yang berusia 5-6 tahun yang sudah masuk sekolah dasar
dan sejenisnya, maka yang bersangkutan dikenakan persyaratan pendidikan.

19

b. Bagi anak penyandang disabilitas yang masih mampu mengikuti pendidikan regular dapat
mengikuti program SD/MI atau SMP/MTs, sedangkan bagi yang tidak mampu dapat
mengikuti pendidikan non reguler yaitu SDLB atau SMLB.
c. Peserta PKH yang memiliki anak usia 15-18 tahun dan belum menyelesaikan pendidikan
dasar; maka diwajibkan anak tersebut didaftarkan /terdaftar ke satuan pendidikan reguler
atau non-reguler(SD/MI atau SMP/MTs, atau Paket A, atau Paket B).
d. Anak peserta PKH yang bekerja atau menjadi pekerja anak atau telah meninggalkan
sekolah dalam waktu yang cukup lama, maka anak tersebut harus mengikuti
program remedial yakni

mempersiapkannya

kembali

ke

satuan

pendidikan.

Program remedial yakni

mempersiapkannya

kembali

ke

satuan

pendidikan.

Program remedial ini adalah layanan rumah singgah atau shelter yang dilaksanakan
Kementerian Sosial untuk anak jalanan dan Kemenakertrans untuk pekerja anak.
Bila kedua persyaratan di atas, kesehatan dan pendidikan, dapat dilaksanakan secara konsisten
oleh Peserta PKH, maka mereka akan memperoleh bantuan secara teratur.
Meski Program Keluarga Harapan termasuk program jangka panjang, namun kepesertaan PKH
tidak akan bersifat permanen. Kepesertaan penerima bantuan PKH selama enam tahun selama
mereka masih memenuhi persyaratan yang ditentukan, apabila tidak ada lagi persyaratan yang
mengikat maka mereka harus keluar secara alamiah (Natural Exit). Untuk peserta PKH yang
tidak keluar alamiah, setelah enam tahun diharapkan terjadi perubahan perilaku terhadap peserta
PKH dalam bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan status sosial ekonomi. Pada tahun
kelima kepesertaan PKH akan dilakukan Resertifikasi.
Keberhasilan proses implementasi akan menjadikan suatu kebijakan yang telah disusun dengan
maksud tertentu dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Implementasi Program Keluarga
Harapan merupakan upaya untuk merealisasikan upaya pengurangan kemiskinan yang ada di
Indonesia. Program keluarga harapan dimaksud untuk mengurangi tingkat kesehatan dan
pendidikan masyarakat yang masih rendah. Apabila masyarakat menggunakan bantuan tersebut
sesuai dengan kebutuhan yang dianjurkan maka tingkat kemiskinan akan semakin berkurang,
Ukuran dan tujuan kebijakan berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah program.
20



Sumber-sumber kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan.



Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana mencakup birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi program.



Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan untuk
menyukseskan keberhasilan suatu program.



Sikap para pelaksana mencakup tiga hal yang penting yaitu: respon implementator
terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauanya untuk melaksanakan
kebijakan, dan intensitas disposisi implementator yakni preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementator.



Lingkungan ekonomi, sosial, politik mencakup semua sumberdaya ekonomi
lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan program.

PENELITIAN TERDAHULU
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang penulis gunakan sebagai referensi dan bahan
perbandingan bagi topic yang sedang penulis teliti:
No Penulis/Metodologi
1
Khafsoh Munadziroh,
Metodologi yang
digunakan adalah
metode kualitatif
desktiptif.

Judul
Implmentasi peningkatan
kesejahteraan keluarga
dalam program keluarga
berencana pada era
otonomi daerah di
kecamatan Purbalingga

21

Isi
Implementasi program keluarga
berencana diukur dengan pendekatan
sistem terbuka yang meliputi empat
aspek yaitu, input meliputi sumber
daya manusia, waktu, material dan
teknologi. Purbalingga Lor dan
Toyareja kurang memperhatikan
aspek teknologi. Kedua adalah aspek
proses, terkait dengan perncanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian. Aspek kedua belum
sepenuhnya berjalan baik. Output
meliputi layanan, efektivitas, efisiensi
dan inovasi program. Inovasi belum
berjalan. Aspek umpan balik balik
meliputi tanggapan, saran dan
masukan dari masyarakat, organisasi
pelaksana dan pembuat program.
Aspek terakhir adalah lingkungan
yang meliputi keadaan geografis,
kultural dan persepsi masyarkat.

Aspek ini tidak mempengaruhi
implementasi, baik di kelurahan
purbalingga Lor maupun desa
Toyareja.
2

Desi Megasari, 2012
Teknik yang
digunakan adalah
kualitatif deskriptif.
Analisis data
menggunakan metode
analisis interaktif dan
Miles Huberman.

Implementasi Layanan
Reservasi Tiket Online di
Stasiun Besar Purwokerto
Daerah Operasi (DAOP) 5

3

Anisa Nurjanah, 2013 Implementasi Program
Kualitatif deskriptif
Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) di
Puskesmas Wilayah
Kecamatan Baturraden

4

Nur Amanah, 2011
Menggunakan
metode penelitian
kualitatif deskriptif
dan model analisis
interaktif

Implementasi Program
Jamkesda Pada
Masyarakat Miskin Non
Kuota Di Kabupaten
Banyumas

5

Galih Dearisa (2013)
Kualitatif deskriptif

Implementasi Program
Jaminan Persalinan di
22

Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptof kualitatif yang
bertujuan untuk menggambarkan
pelaksanaan layanan reservasi tiket
online. Hasil menunjukkan bahwa dilihat
dari enam aspek yakni standar dan
sasaran kebijakan; sumber daya (manusia
dan non manusia); hubungan antara
organisasi; kondisi sosial, ekonomi dan
politik; karakteristik agen pelaksana; dan
disposisi implementator belum semuanya
berjalan baik. Dua aspek kurang berjalan
dengan baik yaitu aspek standar dan
aspek kebijakan.
Implementasi program Bantuan
Kesehatan (BOK) di Puskesmas

Wilayah Kecamatan Baturraden sudah
baik. Program yang dilaksanakanpun
sesuai dengan kebutuhan puskesmas
dalam pelayanan promotif dan
peventif karena elah disusun agar
mengacu pada SPM bidang kesehatan.
Implementasi jamkesda masih terkendala
beberapa hal, dilihat dari aspek yang
mempengaruhi implementasi
menggunakan model kesesuaian menurut
David D. korten yaitu program, penerima
program, dan organisasi pelaksana.
Penentuan sasaran program belum
memiliki kriteria khusus yang menjadi
ukuran penerima bantuan jamkesda,
penerima bantuan masih terkendala
proses yang panjang selain itu belum ada
partisipasi masyarakat untuk lebih
mandiri dalam mendukung program
jamkesda dan organisasi pelaksana, dan
belum dilengkapi oleh fasilitas tersendiri
masih terbantu oleh program jamkesmas
karena program jamkesda belum memiliki
dana pendamping untuk mendukung
programnya. Berdasarkan hasil,
implementasi program jamkesda belum
berhasil.
Program jaminan persalinan bermanfaat
bagi masyarakat miskin yang menjadi

Kecamatan Karanglewas
Kabupaten Banyumas

sasaran program. Sasaran program
Jaminana bagi masyarakat miskin di
kecamatan karanglewas meliputi sasaran
langsung yakni ibu hamil yang belum
memilii jaminan kesehatan untuk
perawatan kehamilan, persaliinan, dan
perawatan nifas. Sumber daya yang
dimiliki dalam pelaksanaan program
Jaminan Persalinan di Kecamatan
Karanglewas 22 bidan dan 4 perawat
yang melayani 13 desa di wilayah
Karanglewas. Sarana dan prasarana
pendukung yang dimiliki antara lain alatalat kesehatan, ambulan, dan ruang
perawatan yang cukup memadai.
Komunikasi yang terjadi selama
pelaksanaan program terjadi secara
intensif. Kondisi sosial ekonomi dan
budaya mempengaruhi pelaksanaan
program jampersal. Struktur organisasi
mempengaruhi pelaksanaan program
Jampersal . disposisi pelaksana
memahami program yang sedang
dijalankan.

HIPOTESIS
Ada beberapa hipotesis asosiatif dalam penelitian ini yaitu:
a. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sumber-sumber kebijakan dengan
keberhasilan implementasi program keluarga harapan.
b. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sifat badan instansi dengan keberhasilan
implementasi program keluarga harapan.
c. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara komunikasi dengan keberhasilan
implementasi program keluarga harapan.
d. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara sikap para pelaksana dengan
keberhasilan implementasi program keluarga harapan.
e. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara lingkungan ekonomi, sosial, politik
dengan keberhasilan implementasi program keluarga harapan.

23

f. Secara bersama-sama terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sumbersumber kebijakan, sifat badan instansi, komunikasi, sikap para pelaksana, dan lingkungan
ekonomi, sosial, politik terhadap keberhasilan implementasi program keluarga harapan.

24

BAB 3 METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN
Kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan MDG s
Dibentuk TPN2K untuk
menangani program
pengentasan kemiskinan
Program klaster I
Raskin, jamkesmas, program
keluarga harapan
Kluster II
PNPM Mandiri perkotaan dan
pedesaan

Meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan pendidikan dan
kesehatan,
Meningkatkan taraf pendidikan
Meningkatkan status kesehatan
dan gizi ibu hamil (bumil), ibu
nifas, bawah lima tahun (balita)
dan anak prasekolah anggota
Rumah Tangga Sangat Miskin.

Kluster III
Kredit Usaha Rakyat (KUR)

25

LOKASI PENELITIAN DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kabupaten Kebumen. waktu penelitian selama tiga bulan dari tanggal 1
Januari 2015 - 31 Maret 2015.

UNIT ANALISIS
Pendamping Program Keluarga Harapan dari semua kecamatan di Kabupaten Kebumen yang
berjumlah 110 orang.

JENIS DATA
Jenis data yang digunakan adalah gabungan dari data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau nara sumber sebagai
informan yang langsung berhubungan dengan fokus penelitian. Data sekunder, yaitu data yang
diperoleh melalui laporan-laporan, buku-buku/catatan-catatan yang berkaitan erat dengan
permasalahan yang diteliti, diantaranya data dari segala kegiatan yang berkaitan dengan program
keluarga harapan.

INSTRUMENT PENGUMPULAN DATA
Untuk instrument pengumpulan data yang digunakan melalui:
a. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan dalam
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang
fenomena sosial. Dengan skala Likert, variable yang akan diukur dijabarkan menjadi
subvariabel. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai
26

gradasi dari sangat positif sampai sangat negative. Instrument penelitian yang
menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist dan pilihan ganda.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung dengan
mengamati situasi dan kondisi dari berbagai hal terhadap sasaran yang sedang diteliti.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi atas aspek yang dieliti atau ide-ide
yang disusun berdasarkan studi kepustakaan dan kondisi yang dijumpai pada saat
mengadakan observasi di lapangan. Hal ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
terbuka agar dapat menangkap kejujuran informan dalam memberikan informasi yang
dipandang kebenaranya dan informasi yang dipandang semu.
d. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mencari data pendukung yang diperoleh dari foto, menelaah
catatan, arsip, dan dokumen lain yang relevan dengan penelitian ini.

VALIDITAS DAN REABILITAS ALAT UKUR
Hadari Nawawi dan Martini Hadari (2006, p. 178)menyebutkan bahwa validitas atau tingkat
ketepatan adalah tingkat kemampuan instrument penelitian untuk mengungkapkan data sesuai
dengan masalah yang hendak diungkapkan. Dari sudut instrument, pengukuran adalah
kemampuan instrument penelitian untuk mengukur apa yang hendak diukurnya secara tepat dan
benar.
Hadari nawawi dan martini hadari (2006, p. 190) menyebutkan bahwa reliabilitas atau tingkat
ketepatan adalah tingkat kemampuan instrument penelitian untuk mengemukakan data secara
tetap dari tingkat sekelompok individu. Instrument yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi
cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variable atau unsur-unsurnya, jika
diulangi pada waktu berbeda pada sekelompok individu yang sama.
Agar diperoleh instrument yang valid dilakukan dengan validitas isi (content validity) yang
bertujuan untuk menguji: 1) apakah instrument tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur
dan 2) apakah informasi yang dikumpulkan telah sesuai dengan konsep yang digunakan. Untuk
membantu memperoleh kebenaran instrument, maka akan diuji oleh tiga pakar terkait.

27

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampling
yang digunakan adalah nonprobability sampling. Nonprobability sampling (Sugiyono, 2002, p.
61) adalah teknik sampling yang memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Untuk penelitian ini digunakan simple random sampling. Teknik penentuan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
Untuk menentukkan jumlah sampel yang akan diambil menggunakan table Krejcie (Sugiyono,
2002, p. 65). Penghitungan sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel yang diperoleh
mendapat kepercayaan 95%. Table Krejcie menunjukkan bahwa apabila jumlah populasi
sebanya 110 maka sampelnya 80.

VARIABLE PENELITIAN (DEFINISI KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL)
a. Definisi konsep
Keberhasilan implementasi program keluarga harapan dipengaruhi oleh tujuan kebijakan
(X1), sumber-sumber kebijakan