Annisa Salsabila 1206218070 Tugas Kimia (1)

Annisa Salsabila
1206218070
Tugas Kimia Lanjut

Pengertian Nanoteknologi
Nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau
sepermilyar meter. Nano teknologi merupakan suatau teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan
sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila molekul atau
struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan dihasilakan sifat-sifat baru yang luar
biasa. Sifat-sifat baru inilah yang dimanfaatkan untuk keperluan teknologi, sehingga teknologi ini
disebut nano teknologi. Sebelum membahas lebih jauh tentang nano teknologi perlu dibahas
tentang apa yang dimaksud dengan atom, molekul dan elektron dan bidang ilmu yang berkaitan
dengan nano teknologi.
Istilah “nanoteknologi” dikenalkan pertama kali oleh Norio Taniguchi dalam presentasi konferensi
tahun 1974 yang berjudul “Konsep Dasar NanoTeknologi”. Nanoteknologi berdampak di bidang ilmu
pengetahuan dan kerekayasaan serta setiap sisi kehidupan manusia sebagaimana yang kita ketahui
dalam dekade pertama abad ke-21 ini.
Nanoteknologi mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya 0,1 sampai 100
nm (satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter). Istilah ini
kadangkala diterapkan ke teknologi sangat kecil. Artikel ini membahas nanoteknologi, ilmu nano, dan
nanoteknologi molekular ”conjecture”.

Produk Nanoteknologi dalam Material Konstruksi Sipil yang Ada di Pasaran
Teknologi Nano Gandakan Kekuatan Beton

Nanoteknologi menjadikan beton konstruksi bangunan dua kali lebih kokoh, tahan gempa, kedap air
laut dengan ditemukannya bahan konstruksi nanosilika, suatu jenis mineral yang melimpah ruah di
Indonesia dan diolah melalui teknologi nano. “Dengan mencampur beton dengan 10 persen bahan
nano-silica, kekuatan bertambah menjadi dua kali lipatnya”, kata penemu dan pemilik paten
nanosilika Dr. Nurul Taufiqu Rochman di sela Konferensi Internasional Advanced Material and
Practical Nanotechnology.

Menurut Peneliti dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indonesia
memiliki potensi silika hingga miliaran ton. Bahan tersebut dapat ditemukan di berbagai tempat
seperti pantai, pegunungan, dan lain-lain sehingga dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Untuk
mengolah silika telah dipatenkan alat pengolah khusus ball mill. Alat ini yang menghancurkan
mineral tersebut hingga berukuran nanometer (sepermiliar meter).
Nanosilika harganya hanya 30 persen lebih mahal daripada semen, namun kualitasnya mencapai dua
kali lipat. Produksi nanosilika dalam negeri menjadi alternatif untuk menggantikan mikrosilika yang
saat ini masih diimpor dan dengan harga relatif jauh lebih mahal. Mikrosilika adalah silika yang
digiling dengan peralatan penggilingan biasa sebagai bahan konstruksi beton. Namun nanosilika
diproses dengan ball mill yang hasilnya menjadi lebih halus lagi sehingga menjadi lebih kuat.

Di masa depan harapannya konstruksi sipil seperti bangunan, jembatan, terowongan, bahkan
bangunan di dalam laut menjadi lebih murah dan sederhana dengan nanosilika.
Penerapan Nanoteknologi pada Baja
Riset dan pengembangan teknologi nano untuk material baja yang dilakukan oleh negara Jepang
merupakan riset pertama kali di dunia. Riset ini dikenal dengan nama STX-21 yang dilakukan oleh
National Institute for Materials Science (NIMS), dan Supermetal Project dikoordinir oleh New Energy
and Industrial Technology Development Organization (NEDO). Untuk STX-21, proyek besar yang telah
memasuki tahapan ke dua ini dimulai sejak tahun 1997 dan mempunyai target utama yaitu
meningkatkan kekuatan bahan dan umur pakai dua kali lipat. Salah satu keberhasilannya adalah
meningkatkan kekuatan baja level 400MPa menjadi 800MPa tanpa menambah unsur campuran
logam selain elemen dasarnya. Kelebihan lain dari baja ini selain kekuatannya adalah mudahnya
proses daur ulang dari material ini, karena tidak perlu mereduksi/menghilangkan unsur lain dari baja
tersebut. Teknologi nano yang diaplikasikan pada material baja ini adalah proses pengecilan butir
kristal baja sampai level submikro. Percobaan di laboratorium berhasil memperkecil butir baja
sampai 0.2 mikrometer (1/10 pangkat minus 6 meter) dan inilah butir terkecil yang ada di dunia.
Tetapi, proses produksi di industri hanya mampu mengecilkan butir sampai 1 mikrometer dan ini
merupakan terobosan besar, karena teknologi dan proses yang ada sekarang ini (dikenal dengan
Thermomechanical Process (TMCP)) tidak mampu memperkecil butir dibawah 3~5mikrometer. Di
bidang baja yang banyak digunakan sebagai material struktur, bangunan dan konstruksi, besar butir
kristal mempunyai pengaruh sangat besar untuk sifat mekanika, baik kekuatan dan ketangguhannya.


Pada umumnya, ketangguhan dan duktilitas logam akan menurun bila kekuatannya meningkat, tapi
hal ini tidak berlaku untuk pengecilan butir kristal. Kekuatan dan ketangguhan akan meningkat
bersamaan bila butir diperkecil.
Pengaplikasian baja hasil teknologi nano ini untuk material struktur dan konstruksi merupakan hal
yang terpenting setelah keberhasilan memproduksinya. Ini adalah target pada riset dan
pengembangan baja hasil teknologi nano yang dikenal dengan baja ultra (ultra steel). Percobaan
untuk mengaplikasikan baja ini dilakukan bekerjasama dengan Japanese Society of Steel Construction
(JSSC). Baja yang direncanakan akan digunakan untuk bahan konstruksi dan bangunan memasuki
tahap uji coba. Untuk bahan konstruksi, baja ini digunakan sebagai mur (bolt) dan bahan jembatan
konstruksi baja serta untuk meningkatkan sisi ekonomis dan ketahanan.
Cara Kerja dari Bahan-Bahan Kimia pada Penerapan Nanoteknologi pada Baja
Proses konvensional TMCP yang banyak diaplikasikan di industri baja mampu memperkecil butir
kristal sampai 3 mikrometer tapi besar butir ini adalah ukuran terkecil yang mampu diproduksi oleh
proses ini. Prinsip proses pengecilan butir adalah (1) memperbanyak tempat nukleasi, (2)
meningkatkan daya dorong (driving force) nukleasi dan (3) menurunkan kecepatan pertumbuhan
butir. Penyediaan tempat nukleasi sangat ditentukan oleh besar reduksi dan suhu proses rolling.
Semakin besar reduksi dan semakin rendah suhu rolling maka semakin besar kecepatan nukleasi.
Tetapi, reduksi dan suhu rolling pada proses TMCP hanya 20% dan 700~800 derajat celcius, dan hal
ini yang menyebabkan limit butir kristal yang dihasilkan hanya sampai 3 mikrometer.

Teknologi nano yang mampu mengecilkan butir sampai 1mikrometer dikenal dengan Proses suhu
rendah dan deformasi besar. Proses ini dilakukan pada suhu di bawah 700 derajat dan 50% reduksi
setiap pass. Sekarang ini ada 3 tipe dalam proses ini, yaitu (a) pengecilan butir austenit pada suhu
rendah (daerah austenit yang metastabil), (b) rekristalisasi ferit dan (c) reversi austenit oleh panas
hasil deformasi. Meskipun mekanisme pengecilan butir pada setiap tipe berbeda tapi ketiganya
mempunyai kesamaan yaitu reduksi yang sangat besar sehingga membuat defek yang akan menjadi
tempat nukleasi, dan juga suhu rendah yang menyebabkan pemulihan defek itu terhambat.
Literatur
http://alumni-ut.com/nano-technologi/
http://www.engineeringtown.com/kids/index.php/kamu-harus-tahu/252-apa-itu-nanoteknologi

http://operator-it.blogspot.com/2013/11/mengenal-apa-itu-nano-teknologi.html