53624444 Pengertian Bimbingan Dan Konseling

. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan dua rangkaian kata yang mempunyai pengertian yang
berbeda. Namun pada hakikatnya, mempunyai tujuan akhirnya sama, yaitu berusaha membantu
memecahkan masalah yang dihadapi individu maupun kelompok, agar terhindar atau mampu
mengatasi masalahnya.
Menurut Crow and Crow (1960) dalam Djumhur dan Moh. Surya mengemukakan bahwa:
Guidance (bimbingan) merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun
wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seorang individu
dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri, dan memikul
bebannya sendiri.[1]
Lebih lanjut Smith (Mc. Daniel, 1959) dalam Priyatno dan Ermananti mengemukakan bahwa
bimbingan adalah:
Sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu-individu guna membantu mereka
memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat
pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpretasi-interpretasi yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri yang baik.[2]
Definisi lebih lanjut lebih mengarah kepada pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah
sebagaimana dikemukakan oleh Miller (1959) dalam Djumhur dan Moh. Surya sebagai berikut:
Bimbingan adalah proses bantuan kepada individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan
diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah,

keluarga serta masyarakat.[3]
Jika ditelaah dari beberapa rumusan pengertian bimbingan oleh para ahli di atas, berbeda satu
sama lain. Hal ini disebabkan cara pandang dan titik tolak mereka yang berbeda. Walaupun
demikian, perbedaan itu hanyalah perbedaan tekanan atau dari sudut mana melihatnya.
Dari pengertian di atas, maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya bimbingan
itu merupakan pemberian bantuan, namun tidak semua bantuan merupakan bimbingan.
Oleh karena itu, bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada seseorang atau
sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis oleh guru pembimbing, agar individu
menjadi pribadi yang mandiri. Kemandirian yang menjadi tujuan usaha bimbingan ini mencakup
beberapa fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri, yaitu:
-

Mengenal diri sendiri dan lingkungan,

-

Menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis,

-


Mengambil keputusan,

-

Mengarahkan diri sendiri, dan

-

Mewujudkan diri sendiri.

Konseling berasal dari kata “counsel” yang diambil dalam bahasa latin yaitu “counsiliun” artinya
“bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian bicara bersama dalam hal ini adalah pembicaraan
konselor (couselur) dengan seorang atau beberapa klien (counselee).[4]
Rahman Natawidjaja sebagaimana yang dikutip Sukardi mendefinisikan sebagai berikut:
Penyuluhan merupakan suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan.
Penyuluhan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individum di
mana yang seorang (yaitu penyuluh) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai
pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya
pada waktu yang akan datang.[5]
Mac Lean dalam Sherzer dan Stone sebagaimana yang dikutip oleh Priyatno dan Moh. Surya

mengemukakan bahwa:
Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu
yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang
pekerja yang profesional, yaitu orang yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang
lain, mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.[6]
Dari beberapa pengertian tentang konseling yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat
mata atau tatap muka antara konselor dan klien, agar klien menemukan konsep diri dalam
memperbaiki tingkah lakunya, yang berkaitan dengan masalah yang dihadapinya, baik pada saat
ini maupun pada masa yang akan datang.
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Dengan memperhatikan uraian bimbingan dan konseling sebelumnya, sudah jelas bahwa yang
ingin dicapai melalui pelayanan bimbingan dan konseling ialah tingkat perkembangan yang
optimal bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya, agar dapat menyesuaikan dirinya
terhadap lingkungan. Hal tersebut merupakan tujuan utama pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, berkembang pula konsepsi
bimbingan dan konseling sehingga tujuan bimbingan dan konseling pun mengalami perubahan,
dari yang sederhana sampai ke yang lebih komprehensif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
rumusan pada ahli di bawah ini.
Menurut Hamrin dan Clifford dalam Jones (1951) dalam Priyatno mengemukakan bahwa tujuan

bimbingan dan konseling adalah:

Untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan interpretasiinterpretasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu.[7]
Sedangkan menurut Coleman dalam Thompson dan Rudolph (1983) dalam Priyatno
mengemukakan bahwa proses bimbingan dan konseling bertujuan:
Memberikan dukungan, memberikan wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan, dan
alternatif baru untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.[8]
Lebih lanjut, bimbingan dan konseling bertujuan agar klien dapat mengikuti kemauan (saransaran) konselor untuk mengadakan perubahan tingkah laku secara positif, melakukan pemecahan
masalah, mengambil keputusan, pengembangan kesadaran, pengembangan pribadi dan
penerimaan diri sendiri. (Thomson dan Rudolph, 1983).[9]
Dengan memperhatikan butir-butir tujuan bimbingan dan konseling, sebagaimana tercantum
dalam rumusan-rumusan tersebut, tampak bahwa tujuan umum bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu perkembangan kepribadian yang seoptimal mungkin.
Hal tersebut sesuai dengan konsep Islam sebagaimana Nabi saw. Bersabda dalam sebuah hadis
sebagai berikut:
Artinya:
Diceritakan kepadaku dari Malik, sesungguhnya telah disampaikan kepadanya bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “Saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”.
Dalam memberikan bantuan tersebut, sudah tentu dengan mempertimbangkan kemampuan dasar
dan bakat-bakatnya, latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi serta sesuai

dengan tuntutan positif lingkungan.
C. Problem yang dihadapi Siswa di Sekolah
Dalam lingkungan persekolahan, peserta didik tidak semata belajar, dalam artian penumpukan
pengetahuan dari kegiatan instruksional. Dalam proses belajar, peserta didik menghadapi pula
situasi-situasi yang bersangkutan dengan kehidupan pribadinya dan pergaulan sosialnya. Pada
segi lain, peserta didik yang sekolah, disadari atau tidak mereka memasuki suatu sekolah dengan
tujuan-tujuan yang bersangkutan dengan masa depan, yaitu pekerjaan atau karir.
Masalah-masalah individu peserta didik yang timbul dalam lingkup sekolah dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga bidang atau jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Djumhur dan
Moh. Surya sebagai berikut :
1. 1. Masalah Pendidikan (Pengajaran atau Belajar)

Dalam hubungan dengan ini, individu merasakan kesulitan dalam menghadapi kegiatan belajar,
misalnya, cara membagi waktu belajar, cara belajar, mengerjakan tugas-tugas, menyesuaikan
dengan pelajaran baru, lingkungan sekolah, guru-guru, tata tertib sekolah, dan sebagainya.
1. 2. Masalah Pribadi dan Sosial
Masalah-masalah pribadi dalam lingkup sekolah umumnya bercikal bakal dari dalam pribadi
individu yang berhadapan dengan lingkungan-lingkungan sekitarnya. Masalah-masalah
semacam ini banyak dialami oleh pemuda pada waktu
menjelang masa adohosensi yang

ditandai dengan perubahan yang cepat, baik fisik maupun mental. Selain itu, berdampak pula
terhadap sikap dan perilaku. Misalnya, ingin menyendiri, cepat bosan, agresif, emosi yang
meninggi, hilangnya kepercayaan diri, dan lain-lain.
Adapun masalah-masalah sosial yang kerapkali dihadapi oleh peserta didik dalam lingkup
sekolah yang bersangkutan dengan hubungan antara individu dengan individu lainnya atau
dengan lingkungan sosialnya, misalnya kesulitan dalam
mencari teman, merasa terasing
dengan pekerjaan kelompok, dan lain-lain.
1. Masalah Pekerjaan (Karir)
Masalah-masalah ini berhubungan dengan pemilihan pekerjaan. Misalnya dalam memilih jenisjenis pekerjaan yang cocok dengan dirinya, memilih latihan tertentu untuk suatu pekerjaan,
mendapatkan informasi tentang jenis pekerjaan dan kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam
lingkungan pekerjaan.[11]
D. Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya, meskipun setiap individu memiliki keterbatasan.
Manusia di samping
sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Untuk
kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan orang lain untuk menopang keberadaannya dan
memperoleh manfaat dari orang tersebut.
Adapun model layanan bimbingan dan konseling sebagaimana yang dikemukakan oleh Shertzer
dan Stone dalam Fundamentals of Guidance (1981) yaitu :

1. Frank Parson; yang mendirikan Vocational Bureau di kota Boston (1908) dan
menerbitkan buku yang berjudul Choosing a Vocation (1909), menciptakan istilah
Vocattional Guidance yang dewasa ini dipandang sebagai salah satu ragam bimbingan
(jabatan atau kerier). Menurut pandangan Parson, baik individu maupun masyarakat akan
mendapat keuntungan kalau terdapat kecocokan antara ciri-ciri kepribadian seseorang
dan tuntutan-tuntutan dibidang pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga faktor utama
utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan yaitu analisis
terhadap diri sendiri (kemampuan, bakat dan minat serta temperamen), analis kalau
terdapat kecocokan antara ciri-ciri kepribadian seseorang dan tuntunan-tuntunan bidang
pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga faktor utama yang dianggap sangat
menetukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis terhadap diri sendiri

(kemampuan, bakat dan minat serta temperamen), analisis terhadap bidang pekerjaan
(kesempatan, tuntunan dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua
analisis tadi untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data
tentang bidang-bidang pekerjaan.
2. Donald G. Paterson, yang menerbitkan karangan The Genesis of Modern Gaduance
(1938) dan Edmond G. Williams yang menerbitkan buku yang berjudul How to Counsel
Students (1939) dan Counseling Adolescents (1950) dan lain-lain. Mengembangkan
suatu metode dalam konseling yang dikenal dengan nama metode klinis (clinical

method). Metode ini menekankan menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli
lebih baik dan menentukan problem-problem yang dihadapi konseli, misalnya dengan
menggunakan tes-tes psikologis dan studi diagnostic. Dengan demikian, model ini
menekankan bentuk bimbingan individual, yaitu pelayanan kepada siswa satum persatu
dan mengutamakan sifat bimbingan perseveratif, serta memberikan tekanan pada
komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data dan wawancara konseling.
3. Kenneth B. Hoyt yang menerbitkan karangan dengan judul Guidance a Constellation of
Services (1962), mendefenisikan model bimbingan yang mencakup sejumlah kegiatan
bimbingan (Constellation) dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Model ini sebenarnya menampung kegiatan bimbingan
sebagaimana dilaksanakan pada waktu itu. Dalam pola dasar ini ditekankan bahwa semua
tenaga kependidikan disekolah seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan program
bimbingan bukan hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja. Pelayanan
dianggap hanya akan berhasil kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasi pada tujuantujuan institusional, kurikuler dan instruksional.
4. Julius Menacker, yang menerbitkan karangan To Ward a Theory of Activist Guidance
(1976) mengembangkan model bimbingan yang mengusahakan penanggulangan gejalagejala pemberontakan yang tampak dari tingkah laku pada siswa di sekolah-sekolah yang
dalam daerah minus di kota besar. Daerah minus di sini berarti daerah dimana
kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja dan penggunaan obat bisu
merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan
hidup yang menghambat perkembangan yang ptimal bagi siswa.[12]

Namun dalam pelaksanaanya bimbingan dan konseling di sekolah secara umum terdiri dari
beberapa ragam dan teknik yang diberikan.
W.S. Winkel mengemukakan ragam bimbingan sebagai berikut :
Adapun ragam layanan bimbingan dan konseling adalah:
a. Bimbingan Studi (Academic Guidance)
Bimbingan akademik ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam
memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul
berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institut pendidikan. Suatu program
bimbingan di bidang belajar (akademik) akan memuat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Orientasi kepada siswa baru tentang tujuan institusional, isi kurikulum, pengajaran,
struktur organisasi sekolah, cara-cara belajar yang tepat.
2. Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat selama mengikuti
pelajaran di sekolah dan selama belajar di rumah, baik secara individu maupun secara
kelompok.
3. Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, memilih kegiatan-kegiatan nonakademik yang menunjang usaha belajar, dan memilih program studi lanjutan di tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, dan lain-lain.
b. Bimbingan Pribadi dan Sosial (Personal and Social Guidance).
Bimbingan pribadi sukar sekali terpisah dari bimbingan sosial atau sebaliknya, karena masalah
pribadi biasanya tidak terlepas dari masalah sosial.

Dikatakan sebagai bimbingan pribadi, jika penekanan bimbingan lebih pada usaha menangani
masalah-masalah pribadi. Sedangkan bimbingan sosial penekanannya lebih pada penanganan
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh individu.
Masalah-masalah pribadi dalam lingkup sekolah umumnya bercikal bakal dari dalam pribadi
individu yang berhadapan dengan situasi lingkup sekitarnya.
Peserta didik sekolah menengah khususnya kerap kali menghadapi masalah seperti ini. Mereka
dalam masa pubertas ataupun adolescent dengan adanya perubahan-perubahan pesat dalam
aspek-aspek psikis, fisiologis dan sosiologis yang dihadapi mereka.[13]
Masalah-masalah sosial yang juga kerap dihadapi oleh individu dalam hubungannya dengan
individu lain atau dengan lingkungan sosialnya. Masalah itu dapat timbul karena
kekurangmampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya, atau lingkungan
sosial itu sendiri yang kurang sesuai dengan keadaan dirinya.
Bimbingan pribadi dan sosial di lain pihak tidak lain adalah seperangkat usaha bantuan kepada
peserta didik agar dapat menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial, memilih
kelompok sosial dengan memilih jenis-jenis kegiatan sosial yang bernilai guna, serta berdaya
upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.
c. Bimbingan Jabatan (Vocational Guidance) atau Bimbingan Karir.
Bimbingan karir merupakan salah satu jenis bimbingan yang berusaha membantu peserta didik
dalam memecahkan masalah karir untuk memperoleh penyesuaian diri yang sebaik-baiknya, baik
pada waktu itu maupun pada masa yang akan datang.

Bimbingan karir bukan hanya memberikan bimbingan jabatan, tetapi mempunyai arti yang lebih
luas, yaitu bimbingan agar seseorang dapat memasuki kehidupan, tata hidup dan kejadian dalam
kehidupan, dan mempersiapkan diri dari kehidupan sekolah ke dunia kerja (Suryosubroto, 1997:
252).

Di samping itu, bimbingan jabatan memiliki kisaran
usaha bimbingan kepada peserta didik
dalam jasa pertimbangan akan bekerja atau tidak, dan jika perlu segera bekerja, baik
parttime maupun full-time, memiliki lapangan kerja yang cocok dengan ciri-ciri pribadi, individu
menentukan lapangan pekerjaan dan memasukinya serta mengadakan penyesuaian kerja secara
baik.[14]
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bimbingan karir merupakan suatu program yang
disusun untuk membantu perkembangan peserta didik agar mengerti akan dirinya, mempelajari
dunia kerja untuk mendapatkan pengalaman yang akan membantu dalam membuat keputusan
dan mendapatkan pekerjaan.
Sedangkan teknik bimbingan dan konseling pada umumnya menggunakan dua pendekatan
seperti yang dikemukakan oleh Djumhur dan Moh. Surya yaitu :
1. Pendekatan Secara Kelompok atau Bimbingan Kelompok (Group Guidance).
Teknik ini dipergunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid untuk memecahkan
masalah-masalah melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat
kelompok atau individu sebagai anggota kelompok. Dengan demikian penyelenggaraan
bimbingan kelompok mungkin dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama atau
membantuseorang individu yang menghadapi masalah dengan penempatannya dalam suatu
kehidupan kelompok.
1. Penyuluhan Individuil (Individual Counseling)
Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to face
relation ship (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan wawancara antara counselor
dengan kasus (counselee). Masalah yang dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah
masalah-masalah yang sifatnya pribadi.[15]
Dari beberapa model layanan bimbingan di atas, sebagai tenaga bimbingan sudah seharusnya
memiliki pengetahuan dan pemahaman psikologis yang cukup mendalam serta memiliki
fleksibilitas yang tinggi dan kesabaran yang besar, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. AlNahl (16): 125 yang berbunyi:
????? ????? ??????? ??????? ????????????? ??????????????? ??????????? ????????????? ???????
?? ???? ???????? ????? ??????? ???? ???????? ?????? ????? ???? ????????? ?????? ???????? ????
????????????
Terjemahnya:
‘Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.’[16]

Dalam hal ini, bantuan yang dimaksud adalah yang sifatnya profesional, yang diberikan oleh
seorang tenaga profesional. Membantu di sini bukan berarti memberi atau mengambil alih
pekerjaan orang lain. Membantu tetap memberi kepercayaan kepada klien untuk bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalahnya.

[1]Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance and
Counseling) (Cet. XV; Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 25.

[2]Priyatno dan Ermananti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1999), h. 94
[3]Djumhur dan Moh. Surya, op. cit., h. 26.
[4] Latipun, Psikologi Konseling, Edisi, III; Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2001,
h. 4
[5]Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1995), h. 5.
[6]Priyatno dan Ermananti, op. cit., h. 100.
[7]Priyatno dan Ermananti, op. cit., h. 112.

f.p.

4

.
Julius Menacker, yang menerbitkan karangan To Ward a Theory of Activist Guidance(1976)
mengembangkan model bimbingan yang mengusahakan penanggulangangejala-gejala
pemberontakan yang tampak dari tingkah laku pada siswa di sekolah-sekolah yang dalam daerah
minus di kota besar. Daerah minus berarti daerahdimana kemiskinan, kejahatan, pelanggaran
hukum, kenakalan remaja danpenggunaan obat bius merajalela. Model ini menekankan usaha
mengadakanperubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang
optimalbagi siswa. W.S. Winkel mengemukakan ragam bimbingan sebagai berikut :
1.
Bidang Bimbingan Pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dah konseling membantu
siswamenemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan
bertaqwaterhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif dan kreatif, serta sehat jasmani dan
rohani.Bidang bimbingan ini meliputi pokok-pokok materi berikut :

Penanaman sikap dan kebiasaan dalam beriman dan bertaqwa terhadap TuhanYang Maha Esa

Pengenalan dan pemahaman tentang kekuatan diri sendiri dan penyalurannyauntuk kegiatankegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun
perannya di masa depan.

Pengenalan dan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran
danpengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif


Pengenalan dan pemahaman tentang kelemahan diri sendiri dan usaha-usahapenanggulangannya

Pengembangan kemampuan mengambil keputusan sederhana dan mengarahkandiri

Perencanaan serta penyelenggaraan hidup sehat.
2
.
Bidang Bimbingan Sosial
Dalam bidang bimbingan sosial pelayan bimbingan dan konseling membantu siswadalam proses
sosialisasi untuk mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yangdilandasi budi
pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.Bidang bimbingan ini memuat pokok-pokok materi
berikut :

Pengembangan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupuntulisan secara
efektif

Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik di rumah,di sekolah,
maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata karma, sopansantun serta nilai-nilai
agama, adaptasi peraturan dan kebiasaan yang berlaku.

Pengembangan hubungan yang dinamis dan harmonis serta produktif denganteman sebaya.

Pengenalan dan pemahaman peraturan dan tuntutan sekolah, rumah danlingkungan, serta
kesadaran untuk melaksanakannya.
3
.
Bidang Bimbingan Belajar
Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling membantu
siswamengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan
danketerampilan, serta menyiapkannya untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat yang
Iebihtinggi.Bidang bimbingan ini memuat pokok-pokok materi berikut :

Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari informasi dari berbagisumber belajar,
bersikap terhadap guru dan nara sumber Iainnya, mengikutipelajaran sehari-hari, mengajarkan
tugas, mengembangkan keterampilan belajar,menjalani program penilaian.


Pengembangan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.

Pemantapan dan pengembangan penguasaan materi pelajaran

O
rientasi belajar di sekolah
4
.
Bidang Bimbingan Karier
Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswamengenali
dan mulai mengarahkan diri untuk masa depan karier.Bidang bimbingan karier ini memuat
pokok-pokok materi berikut:

Pengenalan awal terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.

Pengenalan, orientasi dan informasi karier pada umumnya secara sederhana

Pengenalan dan pemahaman diri secara awal berkenaan dengan kecenderungankarier yang
hendak dikembangkan

O
rientasi dan informasi sederhana terhadap pendidikan yang Iebih tinggi,khususnya dalam
kaitannya dengan karier yang hendak dikembangkan.
Jenis - Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
a.
Layanan Orientasi,
yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkanpeserta didik (klien) memahami
Iingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasukipeserta didik, untuk mempermudah dan
memperlancar berperannya peserta didik di lingkungannya yang baru itu.
b.
Layanan Informasi,

yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkanpeserta didik (klien) menerima dan
memahami berbagai informasi (sepertiinformasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat
dipergunakan sebagaibahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta
didik (klien).
c.
Layanan Penempatan dan Penyaluran,
yaitu layanan bimbingan dan konseling yangmemungkinkan peserta didik (klien) memperoleh
penempatan dan penyaluranyang tepat (misalnya penempatan/penyaluran di dalam kelas,
kelompok belajar,jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstrakurikuler)sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya.
d.
Layanan Pembelajaran,
yaitu layanan bimbingan dan konseling yangmemungkinkan peserta didik (klien)
mengembangkan diri berkenaan dengan sikapdan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar
yang cocok dengan kecepatan dankesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan
belajar lainnya.

Pola pelayanan BK d sekolah

Pola Pelayanan Bimbingan Konseling
POLA PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan Konseling

oleh
Fitri Olifia (2201409092)
Ayu Rohmatin Diana (1102409010)
Ahmad Anhar (3201409019)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam aktivitas di sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan hanya sekedar pembelajaran.
Rekan siswa untuk menjadi pembimbing yang paling baik dan efektif adalah guru mata
pelajaran. Namun tentu saja untuk mendapatkan hasil siswa yang di bimbing dengan benar. Guru
mata pelajaran harus mempunyai pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah. Ini dimaksudkan untuk dapat membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak
sembarangan.
Dengan adanya bab mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini.
Mahasiswa jadi benar-benar paham cara memposisikan diri dalam bimbingan di sekolah pada

anak didiknya kelak. Matakuliah ini dimaksudkan membekali mahasiswa sebagai calon guru
sekolah menengahuntuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang membimbiing dan
memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenanganya. Sehingga untuk
menunjang pembekalan untuk mahasiswa itu. Pembahasan dilakukan tentang model-model
bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar.
B. TUJUAN
Penulisan makalah ini untuk mengetahui:
a) Mengetahui model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan.
b) Mengetahui pola-pola bimbingan.
c) Mngetahui pendekatan atau strategi dasar.
C. METODE PENELITIAN
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan metode kepustakaan,yaitu dalam mendapatkan
materi untuk penulisan makalah berorientasi pada buku-buku yang berkaitan dengan makalah ini.

BAB 2
PERMASALAHAN
Ada beberapa hal juga mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang masih
dipertanyakan seperti:
1. Model-model bimbingan dan konseling apa yang baik untuk bekal mahasiswa nantinya ?
2. Pola dasar bimbingan apakah yang efektif untuk mahasiswa pelajari ?
3. Apa sajakah pola-pola bimbingan yang baik untuk pelayanan bimbingan di institusi
pendidikan ?
4. Apa saja pendekatan dan strategi dasar guna pembekalan bagi mahasiswa ?

BAB 3
PEMBAHASAN MASALAH
A. Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
Pelayanan bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan yang formal diadakan dalam
program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir dan
terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan dan konseling dapat disusun
dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan berawal dari gerakan
bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang
menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah Model menurut
Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum
memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang
tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan

pendidikan sekolah di Amerika Serikat.
1. Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan
bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta
memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan
pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi
yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada
siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan
memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
3. John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar,
bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
4. Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan
perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes
psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada
semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam
mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta
pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok,
mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan belajar,
jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah
kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan
pelayanan yang bersifat preventif, preserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam
bimbingan belajar dan pribadi.
7. Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling.
Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan
mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
8. Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa
dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas
pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini
juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta
bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan
data serta wawancara.
9. Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada
perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang
diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka
meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di sekolah diberi
pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa
dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup
dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanyadibatasi pada mereka yang menghadap
konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini
merupakan keunggulan modelnya.
11. Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam

lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model
ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara
individu dengan lingkungan hidupnya.
B. Pola-pola Bimbingan dan Konseling
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan
bimbinga di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama sebagai berikut:
1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh
terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai
program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya,
bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahliahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam pelayanan bimbingan tertentu
seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan dusulkan dimasukkan dalam
kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka sustu kursus bimbingan.
Segi positif dari pola iniialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi
negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan
kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang
studi akademik.
4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih bahagia bila dapat
menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif dari
pola ini ialah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi
pendidikan dan integrasi social di antara peserta didik dengan staf pendidik.
C. Pendekatan atau Strategi Dasar
Seorang ahli bernama Robert H. Mathewson (1962), berhasil membedakan tujuh pendekatan
atau strategi dasar yang masing-masing pendekatan meupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh
strategi dasar itu adalah sebagai berikut :
1. Edukatif versus Direktif, yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman
belajar bagin siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilihannya.
2. Komulatif versus Pelayanan, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dilihat sebagai progam
yang kontinyu dan bersambung-sambung.
3. Evaluasi diri versus oleh orang lain, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dirancang untuk
membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri.
4. Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan
menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi.
5. Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan
diarahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan
hidupnya, disisi yang lain menitikberatkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar siswa
sendiri.
6. Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, yaitu di satu sisi
pelayanan bimbingan diprogamkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan
permasalahan di berbagai bidang kehidupan siswa tercakup di dalamnya.
7. Koordinatif versus Spesialistik, yaitu di satu sisi ditangani oleh sejumlah tenaga melakukan

kerjasama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus
bekerjasama erat dalam mendeskripsikan ciri-ciri suatu program bimbingan yang dilaksanakan
pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secara spesifik berdasarkan keahlian.

BAB 4
A. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah pada bab 3
diatas dapat dimpulkan bahwa,:
I. Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan dipakai sebagai pedoman
dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah.
II. Terdapat 4 pola dasar bimbingan yaitu pola generalis, pola spesialis, pola kurikuler, dan pola
relasi-relasi manusia dan kesehatan mental.
III. Pendekatan dan strategi dasar ada 7 yaitu Edukatif versus Direktif, Kumulatif versus
Pelayanan, Evaluasi diri versus oleh orang lain, Kebutuhan Individu versus Kebutuhan
Lingkungan, Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, Komprehensif versus Berfokus pada
satu aspek atau satu bidang saja, Koordinatif versus Spesialistik.
B. SARAN
Mahasiswa sebagai calon pendidik harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan
dengan baik pembahasan tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar
bimbingan, pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan
konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan dapat
menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang juga akan

berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang
kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam berbaga