sejarah kerajaan Dan samudra pasai

ejarah : Kerajaan Samudra Pasai| Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai utara Aceh
yang merupakan gabungan dan dua kota, yaitu Samudra (agak di pedalaman) dan Pasai (kota
pesisir). Kedua kota tersebut kemudian disatukan oleh Marah Silu yang kemudian dinobatkan
menjadi raja dengan gelar Sultan Malik al Saleh. Setelah menjadi kerajaan Islam, Samudra
Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Para
pedagang India, Benggala, Gujarat, Arab, dan Cina banyak berdagang di Samudra Pasai.
Selanjutnya, Samudra Pasai memperluas wilayahnya ke daerah sekitar Aceh, seperti
Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Samudra, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi,
Tukas, Pekan, dan Pasai.

a. Kehidupan Politik
Menurut Marco Polo, raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Marah Silu atau Sultan
Malik al Saleh (1285—1297). Raja berikutnya berturut-turut adalah Sultan Muhammad yang
bergelar Sultan Malik al Thahir 1(1297-1326), Sultan Ahmad yang bergelar Sultan Malik al
Thahir 1I(1346-1383), Sultan Zain al Abidin Malik az Zahir (1383-1405), Sultanah
Nahrisyah (1405—1412), Abu Zaid Malik az Zahir (1412), dan Mahmud Malik az Zahir
(1513-1524). Catatan mengenai Kerajaan Samudra Pasai banyak berasal dari Ibnu Batutah
yang pernah datang berkunjung pada tahun 1345. Ia memberitakan bahwa Samudra Pasai
telah menjalin komunikasi dan hubungan diplomasi dengan Kerajaan Delhi. Rajanya sangat
dihormati rakyat dan menjadi pemimpin agama dengan dibantu seorang patih yang bergelar
Amir.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik al Saleh, Samudra Pasai telah mempunyai
hubungan diplomatik dengan Cina. Hal itu diberitakan dalam sejarah Dinasi Yuan dan Cina.
Berita itu menyatakan bahwa pada tahun 1282 seorang utusan Cina bertemu dengan salah
seorang menteri dari kerajaan Sumatra. Mereka sepakat agar raja Samudra mengirimkan
dutanya ke Cina. Hubungan luar negeri lainnya adalah dengan negara di Timur Tengah.
Menurut berita Ibnu Batutah yang berkunjung ke Samudra Pasai pada masa Sultan Malik al
Thahir II (1346-1383), menyatakan bahwa terdapat beberapa ahli agama datang ke Samudra
Pasai, di antaranya Qadi Sharif Amir Sayyid dari Persi (Iran) dan Taj al Din dari Istahan.
Adapun hubungan perdagangan dilakukan dengan banyak negara, antara lain Turki, Iran,
Gujarat, Arab, Melayu, Jawa, dan Siam.
b. Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Kehidupan ekonomi Kerajaan Samudra Pasai banyak dipengaruhi oleh, aktivitas perdagangan
karena letaknya yang strategis. Posisi geografis Samudra Pasai sangat strategis karena
berbatasan dengan Selat Malaka dan berada pada jalur perdagangan internasional melalui
Samudra Hindia antara Jazirah Arab, India, dan Cina. Komoditas dari Kerajaan Samudra

Pasai yang diperdagangkan, antara lain lada, kapur barus, dan emas. Untuk kepentingan
perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar berupa mata uang elnas yang disebut
deureuham atau dirham. Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas
pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan daerah di ujung Pulau Sumatra.

Perdagangan di Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al
Thahir II. Menurut Ibnu Batutah, perdagangan di Samudra Pasai semakin ramai dan maju
karena didukung oleh armada laut yang kuat sehingga para pedagang merasa aman dan
nyaman berdagang di Samudra Pasai. Kemajuan dalam bidang ekonomi membawa dampak
pada kehidupan masyarakat Samudra Pasai yang makmur. Kehidupan masyarakatnya
diwarnai dengan semangat kebersamaan dan hidup saling menghormati sesuai dengan ajaran
Islam. Hubungan antara sultan dengan rakyat terjalin baik. Sultan biasa melakukan
musyawarah dan bertukar pikiran dengan para ulama. Selain itu, sultan juga sangat hormat
pada para tamu yang datang. Bahkan, beliau sering memberikan cenderamata kepada para
tamu kerajaan.
Pada abad ke- 14, Samudra Pasai menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Malaka
berkembang menjadi kerajaan yang bercorak Islam setelah berhubungan baik dengan
Samudra Pasai, apalagi setelah terjadi pernikahan antara putra sultan dari Pasai dengan
Malaka. Dalam hikayat Patani diceritakan mengenal pengislaman Raja Patani yang bernama
Paya Tu Naqpa. Pengislaman itu dilakukan oleh seorang dari Pasai bernama Syaikh Sa’id
setelah berhasil menyembuhkan penyakit Raja Patani. Setelah masuk Islam, Raja Patani
berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zilullah Fil Alam. Putra-putra raja tersebut
akhirnya mengikuti ayahnya masuk Islam.
c. Berakhirnya Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai dapat dikatakan sebagai awal bangkitnya kekuasaan Islam di

Indonesia sebab Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang penting di Indonesia. Secara
ekonomi, raja-raja Samudra Pasai berusaha mengembangkan terus kerajaannya sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Samudra Pasai berkembang sampai abad ke-16.
Munculnya Kerajaan Malaka menyebabkan Samudra Pasai kehilangan peranannya dalam
perdagangan dan penyebaran agama Islam. Selain itu, munculnya Kerajaan Aceh
menyebabkan makin mundurnya Kerajaan Samudra Pasai. Karena semakin lemah, maka pada
tahun 1522 Kerajaan Samudra Pasai diduduki Portugis.

Kesultanan Samudera Pasai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kesultanan Pasai
Samudera Darussalam


1267–1521

Ibu kota
Bahasa

Agama
Pemerintahan
Sejarah
- Didirikan
- Invasi Portugis
Mata uang



Pasai
Melayu
Islam
Monarki
1267
1521
Koin emas dan perak

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai,
adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar
Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.

Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai
bahan kajian sejarah.[1] Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan
kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai,[2] dan ini dikaitkan dengan beberapa
makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.[3]
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun
1267. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq
(Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko
yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah
serangan Portugal pada tahun 1521.

Daftar isi
 1 Pembentukan awal
 2 Relasi dan persaingan
 3 Pemerintahan











4 Perekonomian
5 Agama dan budaya
6 Akhir pemerintahan
7 Daftar penguasa Pasai
8 Warisan sejarah
9 Rujukan
10 Kepustakaan
11 Pranala luar

Pembentukan awal
Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu,
setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.[2]
Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga
kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau
1297 M.[4] Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan
Samudera telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan

Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam
lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera
waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara
(Samudera).
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad
Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai,
seiring dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus
tempat pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal
dunia dan digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai
tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian
menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh
keramahan, dan penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.[5]
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud
Malik az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan
menyebabkan Sultan Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
"Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa
ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala
Pasai kalah oleh Majapahit itu".
— Gambaran penaklukan Pasai oleh Majapahit, kutipan dari Hikayat Raja-raja Pasai[2].


Relasi dan persaingan
Kesultanan Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir
tahun 1383, dan memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan
nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya
pemerintahan Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.

Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi Pasai berturut turut dalam
tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para
pembantunya seperti Ma Huan dan Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan
memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika
terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat
berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah barat
berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu berjarak 3 hari 3
malam dari Pasai. Dalam kunjungan tersebut Cheng Ho juga menyampaikan hadiah dari
Kaisar Cina, Lonceng Cakra Donya.[6]
Sekitar tahun 1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han
namun wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke Pasai
untuk menyampaikan berita tersebut.[6]


Pemerintahan

Lonceng Cakra Donya
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu
Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang
menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak
memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang
berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat
masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan
menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah
mengakibatkan kapal terbalik.[6] Sehingga penamaan Lhokseumawe yang dapat bermaksud
teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anakanak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa
petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya
juga bergelar sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu
Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan
Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di


Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir)
disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan
memiliki hubungan yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan
mengakibatkan Sultan Pasai terbunuh.

Perekonomian
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam
catatan Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam
perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni
dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sementara masyarakat Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yang dipanen 2 kali
setahun, serta memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan lantai terbuat
dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun dengan rotan, dan di atasnya
dihamparkan tikar rotan atau pandan.[6]

Agama dan budaya
Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu dan
Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires,[7] telah

membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan
Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian.
Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang
akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka
sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di
Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin[8] menceritakan Sultan Pasai
meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun
Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang
sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai
sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.

Daftar penguasa Pasai
Berikut adalah daftar para sultan yang memerintah Kesultana Samudera Pasai[9]:
No Periode
Nama Sultan atau Gelar
1267 1
Sultan Malikussaleh (Meurah Silu)
1297
1297 Sultan Al-Malik azh-Zhahir I /
2
1326
Muhammad I

Catatan dan peristiwa penting
Pendiri Samudra Pasai
Koin emas mulai diperkenalkan

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

1326 133?
133? 1349
1349 1406
1406 1428
1428 1438
1438 1462
1462 1464
1464 1466
1466 1466
1466 1468
1468 1474
1474 1495
1495 1495
1495 1506
1506 1507
1507 1509
1509 1514
1514 1517

Sultan Ahmad I

Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru,
Tamiang

Sultan Al-Malik azh-Zhahir II

Dikunjungi Ibnu Batutah

Sultan Zainal Abidin I

Diserang Majapahit

Ratu Nahrasyiyah

Masa kejayaan Samudra Pasai

Sultan Zainal Abidin II
Sultan Shalahuddin
Sultan Ahmad II
Sultan Abu Zaid Ahmad III
Sultan Ahmad IV
Sultan Mahmud
Sultan Zainal Abidin III

Digulingkan oleh saudaranya

Sultan Muhammad Syah II
Sultan Al-Kamil
Sultan Adlullah
Sultan Muhammad Syah III

Memiliki 2 makam

Sultan Abdullah
Sultan Ahmad V

Malaka jatuh ke tangan Portugis

Sultan Zainal Abidin IV

Warisan sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696 H atau 1297 M, dirujuk oleh
sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13.
Walau ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat
Raja-raja Pasai memang penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah
membantu dalam mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan
masa lalu kerajaan ini telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan
nama pendiri kerajaan ini untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.

Rujukan
1.
2.
3.

4.
5.

6.
7.
8.
9.

^ Ricklefs, M.C., (1991), A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd
Edition, Stanford: Stanford University Press, hlm. 15, ISBN 0-333-57690-X.
^ a b c Hill, A. H., (1960), Hikayat Raja-raja Pasai, Royal Asiatic Society of
Great Britain and Ireland, London. Library, MBRAS.
^ Wicks, R. S., (1992), Money, markets, and trade in early Southeast Asia:
the development of indigenous monetary systems to AD 1400, SEAP Publications,
ISBN 0877277109.
^ Moquette, Jean Pierre, (1913), De Oudste Vorsten van Samudra-Pase,
Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst, Batavia, hlm. 1-12.
^ Ferrand, Gabriel, (1914), Relations de voyages et textes geographiques :
Arabes, Persan et Turks relatifs a l'Extreme-Orient du VIIIe au XVIIIe siecles,
traduits, II, hlm. 440-450.
^ a b c d Yuanzhi Kong, (2000), Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri
perjalanan muhibah di Nusantara, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 9794613614.
^ Cortesão, Armando, (1944), The Suma Oriental of Tomé Pires, London:
Hakluyt Society, 2 vols
^ Ahmad Rizal Rahim, (2000), Sulalatus Salatin, Jade Green Publications,
ISBN 983929377X.
^ Muhammad, Taqiyuddin: "Daulah Shalihiyyah di Sumatera", hal. 115-186.
CISAH, 2011.

Kepustakaan
 T. Ibrahim Alfian, (1979), Mata Uang Emas Kerajaan-kerajaan di Aceh, Proyek
Rehabilitasi dan Perluasan Museum, Aceh.

Pranala luar

Sejarah Kerajaan Samudera Pasai:
Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosialbudaya
Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai
Pasangan (Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu Samudera (agak
jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang masyarakatnya sudah
masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Silu atau Merah Selu yang masuk Islam
berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah
Selu kemudian dinobatkan menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.
Berikut di bawah ini adalah penjelasan mengenai sejarah Kerajaan Samudera Pasai
baik dari segi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Semoga bermanfaat.
Check this out!!!
A. Kehidupan Politik

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam (kerajaan bercorak Islam pertama di
Indonesia), Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan
pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina
serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.
Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah
pedalaman, meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh
Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan
Pasai. Dalam rangka islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan putri Raja
Perlak.
Sultan Malik al Saleh mangkat pada tahun 1297 dan dimakamkan di Kampung
Samudera Mukim Blang Me dengan nisan makam berciri Islam. Jabatan Sultan
Pasai kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Sultan ini
memiliki dua orang putra, yaitu Malik al Mahmud dan Malik al Mansur. Ketika
masih kecil, keduanya diasuh oleh Sayid Ali Ghiatuddin dan Sayid Asmayuddin.
Kedua orang putranya itulah yang kemudian mewarisi takhta kerajaan. Sementara
itu, kedua pengasuhnya itu diangkat menjadi perdana menteri. Ibu kota kerajaan
pernah dipindahkan ke Lhok seumawe.
Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Malik al-Zahir I
(1297 – 1302). Ia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad. Pada masa
pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh
Ahmad yang bergelar Al Malik az-Zahir II. Pada masanya, Samudra Pasai dikunjungi
oleh Ibnu Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan
ke Cina dan singgah di sana. Menurut Ibnu Batutah, Samudra Pasai memiliki
armada dagang yang sangat kuat. Baginda raja yang bermazhab Syafi'i sangat kuat
imannya sehingga berusaha menjadikan Samudra Pasai sebagai pusat agama Islam
yang bermazhab Syafi'i.
Pada abad ke-16, bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil
menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541. Selanjutnya wilayah
Samudera Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh
Darussalam. Waktu itu yang menjadi raja di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat.
Berikut ini adalah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai, yakni:
Sultan Malik as Saleh (Malikul Saleh).
Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
Sultan Muhammad, wafat tahun 1354.
Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin, meninggal tahun
1383.
5. Sultan Zainal Abidin, meninggal tahun 1405.
6. Sultanah Bahiah (puteri Zainal Abidin), sultan ini meninggal pada tahun
1428.
1.
2.
3.
4.

Makam Raja Malikul Saleh
B. Kehidupan Eknomi
Kehidupan Eknomi masyakarat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan dengan
perdagangan dan pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan Samudera
Pasai yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran dunia saat itu.
Samudra Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Pasai –
Arab – India – Cina. Samudra Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang
digunakan untuk menambah perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus
masalah perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar
negeri, dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di
Indonesia.

Wilayah Kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai
C. Kehidupan Sosial-Budaya
Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara menetap beberapa
lama untuk mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian, para pedagang dari
berbagai bangsa itu bergaul selama beberapa lama dengan penduduk setempat.
Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam dari Gujarat, Persia, dan Arab untuk
menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, kehidupan sosial masyarakat dapat
lebih maju, bidang perdagangan dan pelayaran juga bertambah maju.
Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti terjadinya
perubahan aliran Syiah menjadi aliran Syafi’i di Samudera Pasai ternyata mengikuti
perubahan di Mesir. Pada saat itu di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari
Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran syafi’i dalam perkembangannya di Pasai menyesuaikan dengan adatistiadat
setempat sehingga kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam
dengan adat istiadat setempat.
Terima kasih sudah berkenan berkunjung dan membaca artikel di atas tentang
sejarah Kerajaan Samudera Pasai, semoga dapat menambah wawasan sobat
sekalian. Apabila ada kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan, mohon
kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa
like dan share juga ya sobat. ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^

dinanurfadhilah
The greatest WordPress.com site in all the land!

Main Menu
Skip to content
 About

KERAJAAN SAMUDRA PASAI
June 26, 2014 · by dinanurfadhilah · Bookmark the permalink. ·

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setelah kedatangan Islam, terjadi proses penyebaran yang begitu luas. Akibatnya tumbuh dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan Islam tersebut
tumbuh dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan
Kalimantan.
Kerajaan islam di Sumatra yang dimulai dari berita awal abad ke-16 dari Tome Pires dalam
Sume Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama disepanjang pesisir selat
Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam baik yang besar maupun yang
kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru,
Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongakal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman,
Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus.[1]Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah
mengalami perkembangan bahkan ada yang sedang mengalami keruntuhan karena pergeseran
politik satu dengan lainnya. Berdasarkan sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada
kerajaan Islam yang sudah tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu
Kerajaan Islam Samudra Pasai. Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat
dipisahkan dari letak geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan
internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi. Sejak
abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim dari Arabia, Persi (Iran), dan dari negerinegeri Tmur Tengah mulai memegang peranan penting. Dari latar belakang inilah akan
dibahas lebih jauh mengenai kerajaan islam kedua di Indonesia yang sangat memiliki
pengaruh terhadap kerajaan islam lainnya di Nusantara.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Awal masuk Islam di Kerajaan Samudra Pasai?
2. Seperti apa Proses berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai di segala
bidang?
3. Siapa saja Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai?
4. Bagaiamana keadaan Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai?

Factor apa yang mempengaruhi Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai?
5. Apa saja Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai?

3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum penulisan ini adalah untuk menyelesaikan tugas Sejarah
Indonesia Madya 1 Mengenai Kerajaan Islam di Nusantara yaitu Kerajaan
Samudra Pasai.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Awal
masuk Islam di Kerajaan Samudra Pasai, Proses berkembangnya Kerajaan
Samudra Pasai di segala bidang, Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan
Samudra Pasai, Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai, Kemunduran
Kerajaan Samudra Pasai, Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Awal masuk islam di Kerajaan Samudra Pasai

Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Sekitar abad ke-7 dan 8,
Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang Muslim dalam pelayarannya ke
negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada
abad-abad tersebut diduga masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanton maupun di daerah
Sumatera.
Di Sumatera, daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir
Samudera. Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari
Arab, Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di
Sumatera yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur
Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu sekitar tahun 674 Masehi.
Kehadiran agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan
masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan
atau pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan. Dalam
perkembangan selanjutnya, berdirilah kerajaan Samudera Pasai.
Samudera Pasai didirikan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin Al-Kamil
adalah seorang laksmana angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia
ditugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia

mendirikan kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan Lada. Dinasti Fatimiyah merupakan
dinasti yang beraliran paham Syiah, maka bisa dianggap bahwa pada waktu itu Kerajaan
Pasai juga berpaham Syiah. Akan tetapi, pada saat ada ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan
Sampar Kiri sang laksamana Nizamudin Al-Kamil gugur.
Setelah keruntuhan dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah pada tahun 1284, dinasti Mamuluk
yang bermadzhab Syafi’I berinisiatif mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain untuk
menghilangkan pengaruh Syiah, penaklukan ini juga bertujuan untuk menguasai pasar
rempah-rempah dan lada dan pelabuhan Pasai. Maka, Syekh Ismail bersama Fakir
Muhammad menunaikan tugas tersebut. Mereka akhirnya dapat merebut Pasai. Selanjutnya
dinobatkanlah Marah Silu sebagai raja Samudera Pasai yang pertama oleh Syekh Ismail.
Setelah Marah Silu memeluk Islam dan dinobatkan menjadi raja, dia diberi gelar “Malikus
Saleh” pada tahun 1285. Nama ini adalah gelar yang dipakai oleh pembangunan kerajaan
Mamuluk yang pertama di Mesir yaitu “Al Malikus Shaleh Ayub”.
Ada kisah-kisah menarik yang diterangkan dalam Hikayat Raja Pasai seputar Marah Silu.
Kisah-kisah ini nyaris di luar nalar dan beraroma mistis. Seperti adanya sabda Rasulullah
yang menaubatkan berdirinya kerajaan Samudera Pasai ataupun kisah Merah Silu yang tanpa
diajari siapapun mampu membaca Al Quran 30 juz dengan sempurna. Terlepas dari itu,
Malik As Saleh kemudian berpindah paham, dari Syiah menjadi paham Syafi’i. Maka aliran
paham di Kerajaan Samudera Pasai yang semula Syiah berubah menjadi paham Syafi’I yang
sunni.
2. Proses berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai di segala bidang
Dengan timbulnya Kerajaan Samudra Pasai maka Kesultanan Perlak mengalami kemunduran.
Samudra Pasai tampil sebagai bandar dagang utama di pantai timur Sumatra Utara. Samudra
Pasai tidak hanya menjadi pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga sebagai pusat
pengembangan agama Islam bermazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al Saleh berkembanglah agama Islam mazhab Syafi’i.
Awalnya Sultan Malik Al Saleh merupakan pemeluk Syi’ah yang di bawa dari pedagangpedagang Gujarat yang datang ke Indonesia pada abad 12. Pedagang-pedagang Gujarat
bersama-sama pedagang Arab dan Persia menetap di situ dan mendirikan kerajaan-kerajaan
Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak di muara Sungai Perlak dan Kerajaan
Samudra Pasai di muara Sungai Pasai. Namun kemudian Sultan Malik Al Saleh berpindah
menjadi memeluk Islam bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail yang merupakan
utusan Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i. Pada masa pemerintahan
Sultan Malik Al Saleh juga Samudra Pasai mendapat kunjungan dari Marco Polo.
1. Kehidupan Politik

Raja pertama samudra pasai sekaligus pendiri kerajaan adalah Marah silu bergelar sultan
Malik al Saleh, dan memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan
Malik Al Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga Negara yang teratur dengan
angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara politik kerajaan
Samudra Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit. Pada tahun 1295, Sulthan malik
al saleh menunjuk anaknya sebagai raja, yang kemudian dikenal dengan Sultan Malik Al
Zahir I (1297-1326), Pada masa pemerintahannya samudra pasai berhasail menaklukkan
kerajaan islam Perlak.

Setelah sultan Malik Al Zahir I mangkat, Pimpinan kerajaan diserahkan kepada Sultan ahmad
laikudzahir yang bergelar Sulthan Malik Al Zahir II (1326-1348)
2. Kehidupan Ekonomi
Karena letak geografisnya yang strategis, ini mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun
langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar yang
digunakan untuk :
 Menambah perbekalan untuk pelayaran selanjutnya
 Mengurus soal – soal atau masalah – masalah perkapalan
 Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar

negeri
 Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa

daerah di Indonesia

Tahun 1350 M merupakan masa puncak kebesaran kerajaan Majapahit, masa itu juga
merupakan masa kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Samudera Pasai juga
berhubungan langsung dengan Kerajaan Cina sebagai siasat untuk mengamankan diri dari
ancaman Kerajaan Siam yang daerahnya meliputi Jazirah Malaka.
Perkembangan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai bertambah pesat, sehingga
selalu menjadi perhatian sekaligus incaran dari kerajaan – kerajaan di sekitarnya. Setelah
Samudera Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka maka pusat perdagangan dipindahkan ke
Bandar Malaka.
3. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan – aturan dan
okum – okum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan
sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah
Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
3.Raja- raja yang berpengaruh di Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai ini merupakan kerajaan islam kedua sesudah Perlak. Sumber-sumber
sejarah mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan pertama.
Disamping Hikayat, berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga meninggalkan peninggalan
arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi utama mengenai telah berdirinya
kerajaan ini.
Menurut buku Daliman, Pendiri kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Shaleh. Hal
ini diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dari batu nisan makamnya yang
menyatakan bahwa sultan Malik Al Shaleh ini meninggal pada bulan Ramadhan 676 tahun
sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marcopolo ke negeri ini
dalam perjalanannya pulang dari Cina.
Tradisi dari hikayat raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik Al-Saleh. Sebelum
menjadi raja dan bergelar Sultan, raja ini semula adalah seorang marah dan bernama
Marahsilu. Ayah Marahsilu bernama Marah Gajah dan ibunya adalah Putri Betung. Putri

Betung mempunyai rambut pirang di kepalanya. Ketika rambut pirang itu dibantun oleh
Marah Gajah keluarlah darah putih. Setelah darah putih itu berhenti mengalir, maka
menghilanglah Putri Betung. Peristiwa itu didengar oleh ayah angkat Putri Betung ialah Raja
Muhammad. Raja Muhammad karena marah segera mengerahkan orang-orangnya untuk
mencari dan menangkap Marah Gajah. Marah Gajah yang takut karena kehilangan Putri
Betung menyingkir dan meminta perlindungan dari ayah angkatnya pula yang bernama Raja
Ahmad. Ternyata Raja Muhammad dan Raja Ahmad adalah dua orang bersaudara. Tetapi
karena peristiwa Putri Betung d atas, maka kedua orang bersaudara itu akhirnya berperang.
Keduanya tewas dan Marah Gajah sendiri juga tewas terbunuh dalam peperangan. Putri
Betung meninggalkan dua orang putra yaitu Marah Sum dan Marah Silu, mereka berdua
meninggalkan tempat kediamannya dan mulai hidup mengembara. Marah Sum kemudian
menjadi raja Biruen. Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut rimba Jirun dan menjadi raja
di situ. Marah Slu mendirikan istana kerajaannya di atas bukit yang banyak didiami oleh
semut besar yang oleh rakyat di sekitarnya disebut Semut Dara (Samudra). Itulah sebabnya
maka negara itu kemudian dinamakan negara Samudra.
Semula Marah Silu adalah penganut agama Islam aliran Syi’ah. Seperti kita ketahui bahwa
agama Islam yang berpengaruh di pantai timur Sumatra Utara pada waktu itu adalah agama
Islam aliran Syi’ah.
Untuk melenyapkan pengaruh Syi’ah dan untuk kemudian mengembangkan Islam mahzab
Syafi’i di pantai timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir yang beraliranmahzab
Syafi’i pada 1254 mengirimkan Syekh Ismail ke pantai timur Sumatra Utara bersama Fakir
Muhammad, bekas ulama di pantai barat India. Di Samudra Pasai, Syekh Ismail berhasil
menemui Marah Silu dan berhasil pula membujukknya untk memeluk agama Islam mahzab
Syafi’i kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai Sultan pertama di kerajaan
Samudra Pasai dan bergelar Sultan Malik Al-Saleh. Pengikut Marah Silu yang bernama Sri
Kaya dan Bawa Kaya ikut juga masuk mahzab Syafi’i dan berganti nama pula menjadi Sidi
Ali Khiauddin dan Sidi Ali Hassanuddin.
Penobatan Marah Silu sebagai Sultan pertama di Samudra Pasai oleh Syekh Ismail ini
didasarkan atas beberapa pertimbangan. Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297
ia digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan Malik Al
Tahir yang memerintah sampai tahun 1326. Kemudian ia digantikan oleh Sultan Ahmad
Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau Samudra Pasai juga
mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang
bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah
ketika melakukan perjalanannya ke Cina sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan
Ibnu Batutah kita dapat mengetahui bagaimana peranan Samudra Pasai ketika
perkembangannya. Sebagai bandar utama perdagangan di pantai timur Sumatra Utara,
Samudra Pasai banyak didatangi oleh kapal-kapal dari India, Cina, dan dari daerah-daerah
lain di Indonesia. Di bandar tersebut kapal-kapal saling bertemu, transit, membongkar serta
memuat barang-barang dagangannya.
Dalam sistem pemerintahanannya, Samudra Pasai mengadopsi dari India dan Persia. Keraton
dan Istana Kerajaan Samudra Pasai dibangun bergaya arsitektur India. Pengaruh Persia dapat
terlihat dari gelar-gelar yang digunakan oleh pemerintahan kerajaan. Raja sendiri
menggunakan gelar syah, sedang patihnya yang mendampingi raja bergelar amir, bahkan di
antara pembesar-pembesar kerajaan terdapat pula orang Persia.

4. Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai
Puncak Kejayaan Samudra Pasai Puncak kejayaan kerajaan samudra pasai ini ditandai
dengan adanya perkembangan dibidang-bidang kehidupan kerajaan Samudra pasai, seperti ;
1. Di bidang perekonomian dan perdagangan

Dalam segi ekonomi perkembangan kerajaan Samudra Pasai ini ditandai dengan sudah
adanya mata uang yang diciptakan sendiri untuk alat pembayaran yang terbuat dari emas,
uang ini dinamakan Dirham. Selain itu, ditandai juga dengan berkembangnya Kerajaan
Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan internasional pada masa pemerintahan Sultan
Malikul Dhahir, dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Saat itu Pasai
diperkirakan mengekspor lada sekitar 8.000- 10.000 bahara setiap tahunnya, selain komoditas
lain seperti sutra, kapur barus, dan emas yang didatangkan dari daerah pedalaman. Bukan
hanya perdagangan ekspor-impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju. Hubungan
dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari Jawa
ditukar dengan lada. Pedagang -pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di
pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
2. Di bidang sosial dan budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan–aturan dan
hukum – hukum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan
sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah
Aceh mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah. Kerajaan Samudera Pasai berkembang
sebagai penghasil karya tulis yang baik. Beberapa orang berhasil memanfaatkan huruf Arab
yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu, yang
kemudian disebut dengan bahasa Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis
tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar
tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi
nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf alSingkili untuk menuliskan buku-bukunya. Selain itu juga berkembang ilmu tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
3. Di bidang agama
Sesuai dengan berita dari Ibn Battutah tentang kehadiran ahli-ahli agama dari Timur Tengah,
telah berperan penting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara. Berdasarkan hal itu
pula, diceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai begitu taat dalam menjalankan agama Islam
sesuai dengan Mahzab Syafi’I dan ia selalu di kelilingi oleh ahli-ahli teologi Islam. Dengan
raja yang telah beragama Islam, maka rakyat pun memeluk Islam untuk menunjukan
kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang raja. Karena wilayah kekuasaan Samudra Pasai
yang cukup luas, sehingga penyebaran agama Islam di wilayah Asia Tenggara menjadi luas.
4. Di bidang politik
Pada masa pemerintahan Sultan Malik as-Shalih telah terjalin hubungan baik dengan Cina.
Diberitakan bahwa Cina telah meminta agar Raja Pasai untuk mengirimkan dua orang untuk
dijadikan duta untuk Cina yang bernama Sulaeman dan Snams-ad-Din. Selain dengan Cina,
Kerajaan Samudra Pasai juga menjalin hubungan baik dengan negeri-negeri Timur Tengah.

Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir, ahli agama mulai dari berbagai
negeri di Timur Tengah salah satunya dari Persi (Iran) yang bernama Qadi Sharif Amir
Sayyid dan Taj-al-Din dari Isfahan. Hubungan persahatan Kerajaan Samudra Pasai juga
terjalin dengan Malaka bahkan mengikat hubungan perkawinan.
Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai
1. Faktor Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai

a. Tidak Ada Pengganti yang Cakap dan Terkenal Setelah Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Malik
At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi
pusat perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, China, dan Eropa
berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa
juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar dengan lada.
Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam meminmpin
kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama Islam diambil alih
oleh kerajaan Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan yang mulai
merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru tersebut yakni
Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh
Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Aceh
pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra
Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan Samudera Pasai. Akibatnya, pamor
kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak
saat itu, Kesultanan Samudera Pasai berada di bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh
Darussalam.
b. Terjadi Perebutan kekuasaan
Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal dunia dan digantikan
putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir. Bagaimana
pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini tidak banyak diketahui. Rupanya menjelang akhir
abad ke-14 Samudra Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karenaa terjadinya perebutan
kekuasaan, sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa faktor yang
menyebabkan runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan
sekelompok orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan kerajaan Samudra Pasai.
Karena pemberontakan ini, menyebabkan beberapa pertikaian di Kerajaan Samudra Pasai.
Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat pertumpahan darah yang sia-sia. Untuk
mengatasi hal ini, Sultan Kerajaan Samudra Pasai waktu itu melakukan sesuatu hal yang
bijak, yaitu meminta bantuan kepada Sultan Malaka untuk segera menengahi dan meredam
pemberontakan. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan
oleh Portugal tahun1521 yang sebelumnya telah menaklukan Malaka tahun 1511, dan
kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
2. Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra Pasai

a. Serangan dari Majapahit Tahun 1339
Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami ancaman dari Kerajaan Majapahit
dengan Gajah Mada sebagai mahapatih. Gajah Mada diangkat sebagai patih di Kahuripan
pada periode 1319-1321 Masehi oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat oleh Jayanegara.
Pada 1331, Gajah Mada naik pangkat menjadi Mahapatih ketika Majapahit dipimpin oleh
Ratu Tribuana Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi Mahapatih Majapahit
inilah keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa Gajah Mada tidak
akan menikmati buah palapa sebelum seluruh Nusantara berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Majapahit.
Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang kebesaran Kerajaan
Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit khawatir akan pesatnya kemajuan
Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena itu kemudian Gajah Mada mempersiapkan rencana
penyerangan Majapahit untuk menaklukkan Samudera Pasai. Desas-desus tentang serangan
tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera
Pasai santer terdengar di kalangan rakyat di Aceh. Ekspedisi Pamalayu armada perang
Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih Gajah Mada memulai aksinya pada 1350
dengan beberapa tahapan.
Serangan awal yang dilakukan Majapahit di perbatasan Perlak mengalami kegagalan karena
lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Namun, Gajah Mada tidak
membatalkan serangannya. Ia mundur ke laut dan mencari tempat lapang di pantai timur yang
tidak terjaga. Di Sungai Gajah, Gajah Mada mendaratkan pasukannya dan mendirikan
benteng di atas bukit, yang hingga sekarang dikenal dengan nama Bukit Meutan atau Bukit
Gajah Mada.
Gajah Mada menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan jurusan
darat. Serangan lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di Lhokseumawe dan Jambu Air.
Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara
Perlak dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata mengalami kegagalan karena
dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan yang dilakukan lewat
jalur laut justru dapat mencapai istana.
Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga karena faktor
kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat Kerajaaan Samudera
Pasai telah membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat menguasai kejayaan itu. Ekspansi
Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera Pasai telah dilakukan berulangkali dan
Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan
mulai surut seiring semakin menguatnya pengaruh Majapahit di Selat Malaka.
Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan
peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan dengan luar negeri. Para
ahli sejarah yang menumpahkan minatnya pada perkembangan ekonomi mencatat bahwa
Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan sebagai sentrum kegiatan dagang
internasional di nusantara semenjak peranan Kedah berhasil dipatahkan.
Namun, kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yang sebelumnya sangat penting dalam
arus perdagangan di kawasan Asia Tenggara dan dunia mengalami kemerosotan dengan
munculnya bandar perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu Bandar Malaka segera

menjadi primadona dalam bidang perdagangan dan mulai menggeser kedudukan Pasai. Tidak
lama setelah Malaka dibangun, kota itu dalam waktu yang singkat segera dibanjiri perantauperantau dari Jawa.
Akibat kemajuan pesat yang diperoleh Malaka tersebut, posisi dan peranan Kerajaan
Samudera Pasai kian lama semakin tersudut, nyaris seluruh kegiatan perniagaannya menjadi
kendor dan akhirnya benar-benar patah di tangan Malaka sejak tahun 1450. Apalagi ditambah
kedatangan Portugis yang berambisi menguasai perdagangan di Semenanjung Melayu.
Orang-orang Portugis yang pada 1521 berhasil menduduki Kesultanan Samudera Pasai.
b. Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu
kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Pasai menjadi
pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama.
Letak geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera bagian
utara berdekatan dengan jalur pelayaran internasional (Selat Malaka). Letak Kerajaan
Samudera Pasai yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke
dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar – bandar yang digunakan untuk:
1)

Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya

2)

Mengurus masalah – masalah perkapalan

3)

Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri

4)
Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di
Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat perdagangan
dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya pusat perdagangan ke Bandar Malaka
maka perekonomian di Bandar Malaka menjadi ramai karena letaknya yang lebih strategis
dibanding bandar-bandar di Samudra Pasai.
c. Serangan Portugis
Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang sedang lemah ini
karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik / kekuasaan) dengan
menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan Samudra Pasai runtuh.
Sebelumnya memang orang-orang Portugis telah menaklukan kerajaan Malaka, yang
merupakan kerajaan yang sering membantu kerajaan Samudra Pasai dan menjalin hubungan
dengan kerajaan Samudra Pasai.
Orang-orang Portugis datang ke Malaka, karena telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka
merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin.
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu diberikan mengingat
peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing yang hendak masuk dan
keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir abad ke-15 dikunjungi oleh para

saudagar yang datang dari Arab, India, Asia Tenggara dan saudagar-saudagar Indonesia. Hal
ini sangat menarik perhatian orang-orang Portugis.
Maksud Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan melalui
selat Malaka.Kedatangan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squeira
ke Malaka atas perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan
penguasa-penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk memperoleh
suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jadi semboyan orang-orang
Portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak hanya bermotif penyebaran agama akan
tetapi terutama motif ekonomi.
5. Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai
1. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai

Kerajaan Samudera Pasai diyakini pernah berjaya dibuktikan dengan beberapa
peninggalan dari kerajaan tersebut. Sayangnya, kerajaan Samudra Pasai tidak banyak
meninggalkan batu prasasti sebagai peninggalan bersejarah. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah setempat terhadap bukti- bukti peninggalan
sejarah. Peneliti independen dari pusat informasi Samudra Pasai Heritage Lhouksemawe,
Taqiyuddin mengungkapkan benda peninggalan bersejarah Kerajaan Samudera Pasai tersebar
di hampir seluruh wilayah Aceh, khususnya Aceh Utara. Namun, sampai saat ini belum ada
upaya untuk menggali dan meneliti peninggalan bersejarah tersebut. Umumnya peninggalan
bersejarah Samudera Pasai berupa nisan bertuliskan kaligrafi arab gundul yang khas.
(Mohamad Burhanuddin,2011).
Sekelompok minoritas kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh
agama Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian
disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut