BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Manajemen Ekstrakurikuler Untuk Meningkatkan Prestasi Non Akademik Siswa Pada SMP Negeri Sub Rayon Boja Kabupaten Kendal
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Grand Theory Manajemen
Manajemen merupakan komponen yang selalu
ditemukan
dalam
suatu
organisasi.
Manajemen
memiliki berbagai padanan kata dan definisi. Sudjana
(2004: 16) dan Usman (2008: 4) misalnya, cenderung
menyamakan
manajemen
dengan
pengelolaan.
Sementara itu, secara etimologi, manajemen berasal
dari bahasa latin, yaitu ‘manus’ (tangan), dan ‘agere’
(melakukan). Kedua kata ini kemudian bergabung
menjadi ‘managere’ yang merupakan bentuk kata kerja.
Kata ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris
to
manage
Indonesia
yang
kata
berarti
tersebut
controll.
Dalam
dapat
bahasa
diterjemahkan
mengendalikan, menangani, atau mengelola (Herujito,
2001: 1).
Dilain
pihak,
Peter
Drucker
menyatakan
management is function, a discipline, a task to be done
and managers practice this discipline, carry out the
functions and discharge these tasks (Karmakar, 2012:
5). Pengertian menurut Drucker tersebut menekankan
pada fungsi-fungsi manajerial yang kemudian nampak
cocok bila dijelaskan lebih lanjut dalan pengertian yang
dikemukakan oleh George R. Terry yang menyatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda
terdiri
dari
planning,
organizing,
actuating,
dan
controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
10
ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber
daya lainnya (Herujito, 2001: 3). Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan atau pendelegasian (actuating/directing),
serta pengawasan atau supervisi (controlling). Fungsifungsi manajemen tersebut sedikit berbeda dengan
yang dipaparkan oleh Stoner, di mana Management is
the
process
of
planning,
organizing,
leading,
and
controlling the efforts of organizing members and of using
all other organizational resources to achieve stated
organizational goals (Sudjana, 2004: 17). Fungsi-fungsi
yang dinyatakan Stoner nampak berbeda pada fungsi
leading,
di
mana
Terry
lebih
menekankan
pada
Actuating. Fungsi-fungsi ini secara lebih lanjut akan
dibahas pada sub bab berikutnya.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan salah satu
cabang dari manajemen yang secara khusus mengkaji
organisasi
dalam
dunia
pendidikan.
Organisasi
pendidikan yang dimaksud dapat berupa sekolah
(satuan pendidikan), maupun organisasi lain dalam
aras yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Terdapat
berbagai
pengertian
manajemen
pendidikan
yang
dikemukakan oleh para ahli.
Menurut Suhardan, Suharto & Irianto (2009: 87)
manajemen pendidikan merupakan proses pengelolaan
pelaksanaan
tugas
pendidikan
dengan
mendayagunakan semua sumber secara efisien untuk
mencapai tujuan secara efektif. Pengertian tersebut
11
merujuk pada konsep pengelolaan, di mana manajemen
pendidikan berfokus untuk mengelola pelaksanaan
tugas pendidikan. Adanya sumber daya yang dimiliki
harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai
dengan prinsip manajemen secara umum. Penggunaan
sumber daya dalam pengertian tersebut sejalan dengan
pengertian manajemen pendidikan yang dikemukakan
oleh Pidarta (2004: 4) yaitu kegiatan memadukan
sumber-sumber
pendidikan
agar
dapat
digunakan
secara terfokus untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian,
penggunaan
sumber
daya
dimaksudkan
untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
manajemen pendidikan: (1) merupakan kegiatan (yang
terdiri
dari
pengarahan,
dan
perencanaan,
pengawasan),
pengorganisasian,
(2)
memanfaatkan
berbagai sumber daya (baik SDM maupun SDA), dan (3)
berupaya
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
dalam
lingkup pendidikan. Berangkat dari konsep tersebut,
dapat dikaji lebih lanjut fungsi-fungsi manajemen
pendidikan, serta ruang lingkupnya.
2.1.3 Teori Model Manajemen
Model pada hakekatnya merupakan visualisasi
atau kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai
pedoman
dalam
melaksanakan
sebuah
kegiatan.
Menurut Komarudin (1994), model dapat dipahami
sebagai: 1. Suatu tip atau desain, 2. Suatu deskripsi
atau analogi yang dipergunakan untuk membantu
suatu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat
12
secara langsung diamati, 3. Suatu sistem asumsiasumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek
atau peristiwa, 4. Suatu desain yang disederhanakan
dari suatu sistem kerja. Suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan, 5. Suatu deskripsi dari suatu sistem
yang
mungkin
atau
imajiner,
6.
Penyajian
yang
diperkecil agar dapat menunjukan dan menjelaskan
sifat bentuk aslinya. Law and Kelton (Anwar 2003:37)
mendefinisikan model sebagai representasi dari suatu
sistem, di mana model tersebut dipandang mewakili
sistem yang sesungguhnya.
2.1.4 Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
secara jelas membagi komponen-komponen pendidikan
menjadi 8 standar, yaitu: (1) standar isi, (2) standar
proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar
pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana
dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar
pembiayaan,
(8)
standar
penilaian
pendidikan.
Kedelapan standar tersebut memerlukan manajemen
yang baik supaya dapat mencapai kriteria minimal
sesuai
standar
masing-masing
komponen
yang
disyaratkan dalam permendiknas. Dengan demikian,
manajemen
tersebut.
pendidikan
Dilain
pihak,
mencakup
Burhanuddin,
8
komponen
Imron,
dan
Maisyaroh (2003) menguraikan secara lebih ringkas
tentang ruang lingkup manajemen pendidikan, yang
mencakup:
(1)
manajemen
kurikulum
dan
13
pembelajaran,
(2)
manajemen
manajemen
sarana
dan
manajemen
personalia,
peserta
prasarana
(5)
didik,
(3)
sekolah,
(4)
manajemen
hubungan
sekolah dan masyarakat. Dari kelima ruang lingkup
tersebut, manajemen peserta didik atau manajemen
kesiswaan akan kami bahas secara singkat sebagai
berikut.
2.1.4.1 Manajemen
Peserta
Didik
dan
Ekstrakurikuler
Imron
Maisyaroh
dalam
Burhanuddin,
(2003:53)
dilaksanakannya
Imron,
menyatakan
manajemen
peserta
dan
tujuan
didik
adalah
untuk mengatur kegiatan peserta didik agar kegiatan
tersebut dapat menunjang proses belajar mengajar
lebih lanjut sehingga dapat berjalan dengan lancar,
tertib dan teratur yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam pencapaian tujuan sekolah yang
bermuara
pada
tercapainya
tujuan
pendidikan.
Selanjutnya, Imron menyatakan fungsi manajemen
peserta didik adalah sebagai wahana pengembangan
diri bagi peserta didik seoptimal mungkin, baik secara
individualitasnya, segi sosialnya, segi kebutuhannya,
dan potensi peserta didik yang lainnya.
Ruang
lingkup
manajemen
peserta
didik
meliputi kegiatan mulai dari peserta didik masuk
sekolah hingga lulus. Secara lebih rinci, ruang lingkup
manajemen peserta didik menurut Imron (1994:18)
yaitu:
a) Perencanaan peserta didik di sekolah. Perencanaan
peserta didik di sekolah meliputi school census,
14
school size, class size, dan efective class.
b) Penerimaan peserta didik yang meliputi penentuan
kebijakan peserta didik, sistem yang digunakan,
kriteria yang telah ditetapkan sekolah, prosedur
penerimaan, dan pemecahan problema yang terjadi
dalam kegiatan penerimaan peserta didik. Orientasi
peserta
didik
baru.
Menurut
Imron
(1994:53)
orientasi peserta didik baru meliputi pengaturan
hari-hari pertama peserta didik di sekolah, masa
orientasi peserta didik, dan pendekatan dan teknikteknik
yang
digunakan
dalam
masa
orientasi
peserta didik.
c) Mengatur kehadiran dan ketidakhadiran peserta
didik. Menurut Imron (1994:59) kehadiran peserta
didik adalah "kehadiran peserta didik secara fisik
dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jamjam
efektif
sekolah.
Sedangkan
ketidakhadiran
adalah ketiadaan partisipasi secara fisik terhadap
kegiatan sekolah." Menurut Good (dalam Imron,
1994:60)
kehadiran
memiliki
batasan,
yaitu
kehadiran di sekolah tidak hanya sekedar hadir saja
(jasmaninya saja yang hadir) tapi keikutsertaannya
dalam berpartisipasi di kelas juga penting.
d) Mengatur
pengelompokan
Pengelompokan
peserta
peserta
didik
didasarkan
didik.
pada
adanya kesamaan dan perbedaan yang dimiliki
peserta
didik
serta
pertumbuhan
dan
perkembangan peserta didik berbeda satu sama
lain. Menurut Mitchun (dalam Imron, 1994:74)
Pengelompokan peserta didik ada dua yaitu ability
grouping dan sub grouping with in the class.
15
Pengelompokan tersebut akan dapat membentuk
kelompok-kelompok
kecil
yang
kemudian
akan
dapat membentuk interest grouping, special need
grouping, team grouping, tutorial grouping, research
grouping, full class grouping, dan combined class
groupinng.
e) Mengatur evaluasi peserta didik. Raka Joni (dalam
Imron,
1994:95)
mengartikan
evaluasi
sebagai
"suatu proses di mana kita mempertimbangkan
sesuatu
barang
atau
gejala
dengan
mempertimbangkan patokan-patokan tertentu yang
mengandung pengertian baik-tidak baik, memadaitidak memadai, memenuhi syarat-tidak memenuhi
syarat, atau dengan kata lain menggunakan value
judgement". Tujuan dan fungsi evaluasi adalah
untuk mengetahui performansi yang telah dicapai
peserta
didik
sebagaimana
tujuan
yang
telah
ditetapkan. Menurut Imron (1994:97) secara global
teknik evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu tes
dan non tes. Tes adalah sejumlah tugas yang
diberikan
kepada
seseorang
untuk
dikerjakan.
Adapun jenis-jenis tes masih menurut Imron antara
lain dilihat dari segi pelaksanaannya (formatif dan
sumatif), dilihat dari segi bentuknya (subjektif dan
objektif), dari segi apa yang diukur dari diri testee
(pre-test dan post-test), dari segi kebakuan tes (tes
buatan
guru
dan
tes
terstandar),
dari
cara
penyampaiannya (tes tulis, tes lisan, dan tes
perbuatan), dari segi kemampuan yang hendak
diukur (tes intelegensi, tes bakat, tes minas, tes
prestasi belajar, dan tes kepribadian). Sedangkan
16
teknik non tes dapat berupa observasi, wawancara,
angket, sosiometri, anecdotal record, dan skala
penilaian.
f)
Mengatur kenaikan tingkat peserta didik. Sistem
tingkat dan sistem tanpa tingkat dilandasi oleh
pemikiran
mengenai
pengajaran
klasikal
dan
pengajaran invidual. Sistem tingkat mengarah ke
pengajaran
klasikal,
sedangkan
sistem
tanpa
tingkat mengarah ke pengajaran individual (Imron,
1994:
119).
Sistem
tingkat
diterapkan
karena
adanya asumsi efisiensi pendidikan di sekolah
tersebut. Jika para peserta didik berada dalam
keadaan yang sama dan dapat dilayani bersamasama maka akan lebih baik dan lebih efisien jika
layanan menggunakan sistem tingkat. Sehingga
dapat menekan biaya dan tenaga.
g) Mengatur peserta didik yang mutasi dan drop out.
Imron (1994: 128) berpendapat bahwa "mutasi
adalah perpindahan peserta didik dari satu kelas ke
kelas yang lain, dan atau perpindahan peserta didik
dari sekolah satu ke sekolah yang lain pada tingkat
yang
sejajar".
peserta
didik
Mutasi
dapat
dapat
dilakukan
memperoleh
karena
layanan
dan
fasilitas pendidikan yang ia butuhkan dan ia minati,
namun
dengan
persyaratan
tertentu
sehingga
peserta didik tersebut dapat diterima. Ada dua
macam mutasi, yaitu mutasi intern dan mutasi
ekstern. Mutasi intern yaitu mutasi yang dilakukan
di dalam sekolah, jadi perpindahan antar kelas di
suatu sekolah. Sedangkan mutasi ekstern adalah
perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke
17
sekolah yang lain (Imron, 1994:129).
h) Mengatur layanan peserta didik. Layanan peserta
didik
yang
perlu
diatur
meliputi
layanan
kepenasehatan akademik, layanan bimbingan dan
konseling,
kesehatan
fisik
maupun
mental,
kafetaria, koperasi, perpustakaan, laboratorium,
asrama, dan transportasi.
Selain
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan
dengan peserta didik yang telah kami sajikan di atas,
manajemen peserta didik juga mencakup kegiatan
pengembangan potensi diri yang biasanya disebut
dengan
kegiatan
ekstrakurikuler.
Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan pengayaan dan
perbaikan yang berkaitan dengan program kokurikuler
dan intrakurikuler. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai
wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti
kegiatan tersebut. Melalui bimbingan dan pelatihan
guru, kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap
positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh para siswa.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan (2008: 4), kegiatan
ekstrakurikuler merupakan salah satu jalur pembinaan
kesiswaan. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan
dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di
luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat memperkaya
dan memperluas diri.
Memperluas diri ini dapat
dilakukan dengan memperluas wawasan pengetahuan
dan
mendorong
Pengertian
pembinaan
ekstrakurikuler
sikap
menurut
dan
nilai-nilai.
Kamus
Besar
Bahasa Indonesia (2002: 291) yaitu suatu kegiatan
18
yang berada di luar program yang tertulis didalam
kurikulum
seperti
latihan
kepemimpinan
dan
pembinaan siswa.
Di dalam Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler yang
terdapat pada Permendikbud RI No. 62 Tahun 2014
didefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di
luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan
kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan
satuan pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan
potensi,
bakat,
minat,
kemampuan,
kepribadian,
kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara
optimal
untuk
mendukung
pencapaian
tujuan
pendidikan, terdiri dari kegiatan ekstrakurikuler wajib
dan pilihan.
Kegiatan ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan
ekstrakurikuler yang wajib diselenggarakan oleh satuan
pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik,
sedangkan ekstrakurikuler pilihan adalah kegiatan
ekstrakurikuler
yang
dapat
dikembangkan
dan
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan dapat
diikuti oleh peserta didik sesuai bakat dan minatnya
masing-masing.
Dari
pengertian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa kegiatan ekstrakurikuler ini dilaksanakan di
luar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberikan
keleluasaan kepada siswa untuk menentukan kegiatan
sesuai dengan bakat dan minat mereka. Berdasarkan
penjelasan tentang ekstrakurikuler tersebut, maka
dapat
disimpulkan
bahwa
ekstrakurikuler
adalah
kegiatan di luar jam pelajaran yang dilakukan, baik di
19
sekolah ataupun di luar sekolah yang bertujuan untuk
memperdalam dan memperkaya pengatahuan siswa,
mengenal hubungan antar berbagai pelajaran, serta
menyalurkan bakat dan minat. Dewasa ini, sesuai
dengan
kebijakan
kementerian
pendidikan
ekstrakurikuler wajib adalah berupa kegiatan Pramuka,
sedangkan ekstrakurikuler pilihan dapat terdiri dari
kegiatan krida yang lain (Paskibra, UKS), kegiatan
karya ilmiah (KIR), kegiatan latihan olah bakat latihan
olah
minat
(olahraga,
jurnalistik),
dan
kegiatan
keagamaan (pesantren kilat), juga bentuk kegiatan
lainnya.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang terkait dengan peran manajemen
kesiswaan dalam meningkatkan prestasi akademik
siswa telah dilakukan sebelumnya, salah satunya oleh
Ava
Swastika
Fahriana
(Universitas
Islam
Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010). Penelitian ini
berjudul
Studi
tentang
Implementasi
Manajemen
Kesiswaan dalam Meningkatkan Spiritual Quotient
Siswa di SMP N 2 Turen Malang .
Penelitian ini mengungkap bahwa pendidikan
pada hakekatnya tidak sekedar mengarahkan anak
didik pada aspek kognitif saja, akan tetapi aspek-aspek
lain juga perlu dikembangkan termasuk kemampuan
anak
didik
Berkenaan
dalam
dengan
hal
afektif
dan
pengembangan
psikomotorik.
potensi
siswa,
melalui program-program kesiswaan diantaranya yaitu
kegiatan
ekstrakulikuler,
OSIS,
serta
kegiatan
ubudiyah praktik ibadah serta peringatan hari-hari
20
besar Islam yang mana kegiatan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan spiritual quotient siswa.
SMPN 2 Turen Malang merupakan salah satu
sekolah umum, akan tetapi tetap menjaga nilai- nilai
spiritual
bahkan
meningkatkan
melalui
program-
program kesiswaan. Dalam proses manajemen terlibat
fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang
manajer/pimpinan,
yaitu:
perencanaan
(Planning),
pengorganisasian (Organizing), pengarahan (Actuating),
dan
pengawasan
manajemen
(Controling).
diartikan
mengorganisasi,
Oleh
sebagai
karena
proses
memimpin,
dan
itu,
merencana,
mengendalikan
supaya organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen kesiswaan meliputi hal hal yang lebih luas
yang
secara
operasional
dapat
membantu
upaya
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui
proses pendidikan sekolah. Anak mempunyai dasardasar spiritual quotient yang dibawa sejak lahir. Untuk
mengembangkan dan meningkatkan spiritual quotient,
pendidikan mempunyai peran yang sangat penting.
Dalam ilmu psikologi anak usia sekolah sekitar 6-18
tahun, suatu tingkat perkembangan usia anak dimana
secara
psikis
dan
fisik
anak
sedang
mengalami
pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan
kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agretivitas yang
tinggi yang mudah dipengaruhi oleh orang lain. Oleh
karena itu, untuk melahirkan manusia yang memiliki
SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya
mengembangkan
Penelitian
sebagai
aspek
tersebut
acuan
IQ,
nampak
untuk
EQ,
akan
cukup
tetapi
SQ.
komprehensif
mengembangkan
model
21
manajemen
kesiswaan
yang
efektif
dalam
meningkatkan prestasi non akademik siswa.
Penelitian lain dilakukan oleh Ario Wiratmoko
(Program Studi Pendidikan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, 2012) yang
berjudul Pengaruh Kagiatan Ekstrakurikuler Robotika
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa di SMK 3
Yogyakarta. Penelitian ini secara singkat menyatakan
bahwa
kegiatan
ekstrakurikuler
robotika,
sebagai
bagian dari manajemen kesiswaan, secara signifikan
berpengaruh
pada
kecerdasan
emosional
siswa
khususnya di SMK 3 Yogyakarta.
Oscar Gare Fufindo (Program Studi Administrasi
Pendidikan FIP Universitas Negeri Padang ) dengan
judul Pembinaan Kesiswaan di SMP Negeri Sungayang
Kabupaten
Tanah
Datar.
menyimpulkan
bahwa
optimal
terwujud
dapat
Hasil
Penelitian
perkembangan
dengan
siswa
berbagai
ini
yang
macam
kegiatan siswa melalui program kesiswaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Firdaus
(2009) yang berjudul Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan
Ekstrakurikuler Terhadap Pengembangan Potensi Siswa
SMK Negeri 5 Bandung. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari
pelaksanaan ekstrakurikuler terhadap pengembangan
potensi siswa SMK Negeri 5 Bandung.
Penelitian
lain
tentang
ekstrakurikuler
juga
dilakukan oleh Utami Retno Hapsari (Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro, 2010) yang mengambil judul
Hubungan
Antara
Minat
Mengikuti
Kegiatan
Ekstrakurikuler dengan Intensi Delinkuensi Remaja
22
Pada Siswa Menengah Kejuruan (SMK) Kota Semarang.
Hasil
penelitian
kecenderungan
di
atas
remaja
menyimpulkan
bertingkah
laku
bahwa
melanggar
norma yang berlaku dalam masyarakat, melakukan
pelanggaran
hukum,
bertindak
antisosial
serta
melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan
umum (intensi delinkuensi) akan menurun dengan
semakin aktifnya remaja tersebut dalam kegiatan
ekstrakurikuler dan sebaliknya intensi delinkuensi
akan meningkat ketika remaja tersebut kurang aktif
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Penelitian
yang
hampir
sama
namun
mendapatkan hasil yang berbeda dilakukan oleh Jevrie
Randy
Giovani
Ekonomi
Nusantara
Fakultas
(Jurusan
Ekonomi
Pendidikan
Universitas
Negeri
Semarang, 2013) yang berjudul Pengaruh Kegiatan
Ekstrakurikuler dan Perilaku Belajar Terhadap Prestasi
Akademik Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI IS Di
SMA
Negeri
menemukan
7
Semarang.
bahwa
Hasil
kegiatan
penelitiannya
ekstrakurikuler
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap prestasi
akademik pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IS di
SMA Negeri 7 Semarang, dapat disimpulkan bahwa
prestasi akademik pada mata pelajaran ekonomi kelas
XI IS SMA Negeri 7 Semarang akan mengalami
penurunan apabila kegiatan ekstrakurukuler siswa
tersebut meningkat. Sebaliknya prestasi akademik
akan meningkat jika terjadi penurunan pada kegiatan
ekstrakurikuler. Tentu saja masih banyak variabel lain
yang
dapat
akademik
mempengaruhi
siswa,
tidak
hanya
penurunan
disebabkan
prestasi
karena
23
kesibukan mereka pada kegiatan ekstrakurikuler.
2.3 Kerangka Berpikir
Berangkat dari teori-teori dan hasil penelitian
terdahulu
yang
telah
dikemukakan,
maka
dapat
digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini
sebagai berikut.
Studi Pendahuluan
Perancangan
Uji Coba
Model manajemen
Analisis kelemahan-
Validasi praktisi dan validasi
esktrakurikuler yang
kelemahan dengan
ahli melalui FGD
selama ini diterapkan di
membandingkan
SMP-SMP Negeri se sub
kenyataan dan teori,
Rayon Boja
untuk membuat
model pengembangan
Penilaian efektivtas
Uji coba terbatas
erancangan: Model
model manajemen
manajemen esktrakurikuler
esktrakurikuler yang
yang partisipatif yang
partisipatif yang
berdasarkan peran serta
berdasarkan peran serta
orang tua/masyarakat dan
orang tua/masyarakat
peserta/siswa
dan peserta/siswa
Model manajemen
esktrakurikuler yang
partisipatif yang
berdasarkan peran serta
orang tua/masyarakat
dan peserta/siswa
2.4 Hipotesis Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah dan landasan
teoritik yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
dugaan sementara (hipotesis) dari penelitian ini, yaitu
model manajemen eskstrakurikuler yang berasal dari
model faktual yang dikembangkan menjadi model
24
pengembangan, dan menjadi model final efektif untuk
digunakan untuk memberdayakan fungsi manajemen
ekstrakurikuler. Dengan kata lain, model final akan
lebih
efektif
daripada
model
faktual
dalam
hal
memberdayakan fungsi manajemen ekstrakurikuler.
25
KAJIAN TEORITIS DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Grand Theory Manajemen
Manajemen merupakan komponen yang selalu
ditemukan
dalam
suatu
organisasi.
Manajemen
memiliki berbagai padanan kata dan definisi. Sudjana
(2004: 16) dan Usman (2008: 4) misalnya, cenderung
menyamakan
manajemen
dengan
pengelolaan.
Sementara itu, secara etimologi, manajemen berasal
dari bahasa latin, yaitu ‘manus’ (tangan), dan ‘agere’
(melakukan). Kedua kata ini kemudian bergabung
menjadi ‘managere’ yang merupakan bentuk kata kerja.
Kata ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris
to
manage
Indonesia
yang
kata
berarti
tersebut
controll.
Dalam
dapat
bahasa
diterjemahkan
mengendalikan, menangani, atau mengelola (Herujito,
2001: 1).
Dilain
pihak,
Peter
Drucker
menyatakan
management is function, a discipline, a task to be done
and managers practice this discipline, carry out the
functions and discharge these tasks (Karmakar, 2012:
5). Pengertian menurut Drucker tersebut menekankan
pada fungsi-fungsi manajerial yang kemudian nampak
cocok bila dijelaskan lebih lanjut dalan pengertian yang
dikemukakan oleh George R. Terry yang menyatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda
terdiri
dari
planning,
organizing,
actuating,
dan
controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
10
ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber
daya lainnya (Herujito, 2001: 3). Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan atau pendelegasian (actuating/directing),
serta pengawasan atau supervisi (controlling). Fungsifungsi manajemen tersebut sedikit berbeda dengan
yang dipaparkan oleh Stoner, di mana Management is
the
process
of
planning,
organizing,
leading,
and
controlling the efforts of organizing members and of using
all other organizational resources to achieve stated
organizational goals (Sudjana, 2004: 17). Fungsi-fungsi
yang dinyatakan Stoner nampak berbeda pada fungsi
leading,
di
mana
Terry
lebih
menekankan
pada
Actuating. Fungsi-fungsi ini secara lebih lanjut akan
dibahas pada sub bab berikutnya.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan salah satu
cabang dari manajemen yang secara khusus mengkaji
organisasi
dalam
dunia
pendidikan.
Organisasi
pendidikan yang dimaksud dapat berupa sekolah
(satuan pendidikan), maupun organisasi lain dalam
aras yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Terdapat
berbagai
pengertian
manajemen
pendidikan
yang
dikemukakan oleh para ahli.
Menurut Suhardan, Suharto & Irianto (2009: 87)
manajemen pendidikan merupakan proses pengelolaan
pelaksanaan
tugas
pendidikan
dengan
mendayagunakan semua sumber secara efisien untuk
mencapai tujuan secara efektif. Pengertian tersebut
11
merujuk pada konsep pengelolaan, di mana manajemen
pendidikan berfokus untuk mengelola pelaksanaan
tugas pendidikan. Adanya sumber daya yang dimiliki
harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai
dengan prinsip manajemen secara umum. Penggunaan
sumber daya dalam pengertian tersebut sejalan dengan
pengertian manajemen pendidikan yang dikemukakan
oleh Pidarta (2004: 4) yaitu kegiatan memadukan
sumber-sumber
pendidikan
agar
dapat
digunakan
secara terfokus untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian,
penggunaan
sumber
daya
dimaksudkan
untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
manajemen pendidikan: (1) merupakan kegiatan (yang
terdiri
dari
pengarahan,
dan
perencanaan,
pengawasan),
pengorganisasian,
(2)
memanfaatkan
berbagai sumber daya (baik SDM maupun SDA), dan (3)
berupaya
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
dalam
lingkup pendidikan. Berangkat dari konsep tersebut,
dapat dikaji lebih lanjut fungsi-fungsi manajemen
pendidikan, serta ruang lingkupnya.
2.1.3 Teori Model Manajemen
Model pada hakekatnya merupakan visualisasi
atau kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai
pedoman
dalam
melaksanakan
sebuah
kegiatan.
Menurut Komarudin (1994), model dapat dipahami
sebagai: 1. Suatu tip atau desain, 2. Suatu deskripsi
atau analogi yang dipergunakan untuk membantu
suatu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat
12
secara langsung diamati, 3. Suatu sistem asumsiasumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek
atau peristiwa, 4. Suatu desain yang disederhanakan
dari suatu sistem kerja. Suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan, 5. Suatu deskripsi dari suatu sistem
yang
mungkin
atau
imajiner,
6.
Penyajian
yang
diperkecil agar dapat menunjukan dan menjelaskan
sifat bentuk aslinya. Law and Kelton (Anwar 2003:37)
mendefinisikan model sebagai representasi dari suatu
sistem, di mana model tersebut dipandang mewakili
sistem yang sesungguhnya.
2.1.4 Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
secara jelas membagi komponen-komponen pendidikan
menjadi 8 standar, yaitu: (1) standar isi, (2) standar
proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar
pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana
dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar
pembiayaan,
(8)
standar
penilaian
pendidikan.
Kedelapan standar tersebut memerlukan manajemen
yang baik supaya dapat mencapai kriteria minimal
sesuai
standar
masing-masing
komponen
yang
disyaratkan dalam permendiknas. Dengan demikian,
manajemen
tersebut.
pendidikan
Dilain
pihak,
mencakup
Burhanuddin,
8
komponen
Imron,
dan
Maisyaroh (2003) menguraikan secara lebih ringkas
tentang ruang lingkup manajemen pendidikan, yang
mencakup:
(1)
manajemen
kurikulum
dan
13
pembelajaran,
(2)
manajemen
manajemen
sarana
dan
manajemen
personalia,
peserta
prasarana
(5)
didik,
(3)
sekolah,
(4)
manajemen
hubungan
sekolah dan masyarakat. Dari kelima ruang lingkup
tersebut, manajemen peserta didik atau manajemen
kesiswaan akan kami bahas secara singkat sebagai
berikut.
2.1.4.1 Manajemen
Peserta
Didik
dan
Ekstrakurikuler
Imron
Maisyaroh
dalam
Burhanuddin,
(2003:53)
dilaksanakannya
Imron,
menyatakan
manajemen
peserta
dan
tujuan
didik
adalah
untuk mengatur kegiatan peserta didik agar kegiatan
tersebut dapat menunjang proses belajar mengajar
lebih lanjut sehingga dapat berjalan dengan lancar,
tertib dan teratur yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam pencapaian tujuan sekolah yang
bermuara
pada
tercapainya
tujuan
pendidikan.
Selanjutnya, Imron menyatakan fungsi manajemen
peserta didik adalah sebagai wahana pengembangan
diri bagi peserta didik seoptimal mungkin, baik secara
individualitasnya, segi sosialnya, segi kebutuhannya,
dan potensi peserta didik yang lainnya.
Ruang
lingkup
manajemen
peserta
didik
meliputi kegiatan mulai dari peserta didik masuk
sekolah hingga lulus. Secara lebih rinci, ruang lingkup
manajemen peserta didik menurut Imron (1994:18)
yaitu:
a) Perencanaan peserta didik di sekolah. Perencanaan
peserta didik di sekolah meliputi school census,
14
school size, class size, dan efective class.
b) Penerimaan peserta didik yang meliputi penentuan
kebijakan peserta didik, sistem yang digunakan,
kriteria yang telah ditetapkan sekolah, prosedur
penerimaan, dan pemecahan problema yang terjadi
dalam kegiatan penerimaan peserta didik. Orientasi
peserta
didik
baru.
Menurut
Imron
(1994:53)
orientasi peserta didik baru meliputi pengaturan
hari-hari pertama peserta didik di sekolah, masa
orientasi peserta didik, dan pendekatan dan teknikteknik
yang
digunakan
dalam
masa
orientasi
peserta didik.
c) Mengatur kehadiran dan ketidakhadiran peserta
didik. Menurut Imron (1994:59) kehadiran peserta
didik adalah "kehadiran peserta didik secara fisik
dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jamjam
efektif
sekolah.
Sedangkan
ketidakhadiran
adalah ketiadaan partisipasi secara fisik terhadap
kegiatan sekolah." Menurut Good (dalam Imron,
1994:60)
kehadiran
memiliki
batasan,
yaitu
kehadiran di sekolah tidak hanya sekedar hadir saja
(jasmaninya saja yang hadir) tapi keikutsertaannya
dalam berpartisipasi di kelas juga penting.
d) Mengatur
pengelompokan
Pengelompokan
peserta
peserta
didik
didasarkan
didik.
pada
adanya kesamaan dan perbedaan yang dimiliki
peserta
didik
serta
pertumbuhan
dan
perkembangan peserta didik berbeda satu sama
lain. Menurut Mitchun (dalam Imron, 1994:74)
Pengelompokan peserta didik ada dua yaitu ability
grouping dan sub grouping with in the class.
15
Pengelompokan tersebut akan dapat membentuk
kelompok-kelompok
kecil
yang
kemudian
akan
dapat membentuk interest grouping, special need
grouping, team grouping, tutorial grouping, research
grouping, full class grouping, dan combined class
groupinng.
e) Mengatur evaluasi peserta didik. Raka Joni (dalam
Imron,
1994:95)
mengartikan
evaluasi
sebagai
"suatu proses di mana kita mempertimbangkan
sesuatu
barang
atau
gejala
dengan
mempertimbangkan patokan-patokan tertentu yang
mengandung pengertian baik-tidak baik, memadaitidak memadai, memenuhi syarat-tidak memenuhi
syarat, atau dengan kata lain menggunakan value
judgement". Tujuan dan fungsi evaluasi adalah
untuk mengetahui performansi yang telah dicapai
peserta
didik
sebagaimana
tujuan
yang
telah
ditetapkan. Menurut Imron (1994:97) secara global
teknik evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu tes
dan non tes. Tes adalah sejumlah tugas yang
diberikan
kepada
seseorang
untuk
dikerjakan.
Adapun jenis-jenis tes masih menurut Imron antara
lain dilihat dari segi pelaksanaannya (formatif dan
sumatif), dilihat dari segi bentuknya (subjektif dan
objektif), dari segi apa yang diukur dari diri testee
(pre-test dan post-test), dari segi kebakuan tes (tes
buatan
guru
dan
tes
terstandar),
dari
cara
penyampaiannya (tes tulis, tes lisan, dan tes
perbuatan), dari segi kemampuan yang hendak
diukur (tes intelegensi, tes bakat, tes minas, tes
prestasi belajar, dan tes kepribadian). Sedangkan
16
teknik non tes dapat berupa observasi, wawancara,
angket, sosiometri, anecdotal record, dan skala
penilaian.
f)
Mengatur kenaikan tingkat peserta didik. Sistem
tingkat dan sistem tanpa tingkat dilandasi oleh
pemikiran
mengenai
pengajaran
klasikal
dan
pengajaran invidual. Sistem tingkat mengarah ke
pengajaran
klasikal,
sedangkan
sistem
tanpa
tingkat mengarah ke pengajaran individual (Imron,
1994:
119).
Sistem
tingkat
diterapkan
karena
adanya asumsi efisiensi pendidikan di sekolah
tersebut. Jika para peserta didik berada dalam
keadaan yang sama dan dapat dilayani bersamasama maka akan lebih baik dan lebih efisien jika
layanan menggunakan sistem tingkat. Sehingga
dapat menekan biaya dan tenaga.
g) Mengatur peserta didik yang mutasi dan drop out.
Imron (1994: 128) berpendapat bahwa "mutasi
adalah perpindahan peserta didik dari satu kelas ke
kelas yang lain, dan atau perpindahan peserta didik
dari sekolah satu ke sekolah yang lain pada tingkat
yang
sejajar".
peserta
didik
Mutasi
dapat
dapat
dilakukan
memperoleh
karena
layanan
dan
fasilitas pendidikan yang ia butuhkan dan ia minati,
namun
dengan
persyaratan
tertentu
sehingga
peserta didik tersebut dapat diterima. Ada dua
macam mutasi, yaitu mutasi intern dan mutasi
ekstern. Mutasi intern yaitu mutasi yang dilakukan
di dalam sekolah, jadi perpindahan antar kelas di
suatu sekolah. Sedangkan mutasi ekstern adalah
perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke
17
sekolah yang lain (Imron, 1994:129).
h) Mengatur layanan peserta didik. Layanan peserta
didik
yang
perlu
diatur
meliputi
layanan
kepenasehatan akademik, layanan bimbingan dan
konseling,
kesehatan
fisik
maupun
mental,
kafetaria, koperasi, perpustakaan, laboratorium,
asrama, dan transportasi.
Selain
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan
dengan peserta didik yang telah kami sajikan di atas,
manajemen peserta didik juga mencakup kegiatan
pengembangan potensi diri yang biasanya disebut
dengan
kegiatan
ekstrakurikuler.
Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan pengayaan dan
perbaikan yang berkaitan dengan program kokurikuler
dan intrakurikuler. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai
wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti
kegiatan tersebut. Melalui bimbingan dan pelatihan
guru, kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap
positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh para siswa.
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan (2008: 4), kegiatan
ekstrakurikuler merupakan salah satu jalur pembinaan
kesiswaan. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan
dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di
luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat memperkaya
dan memperluas diri.
Memperluas diri ini dapat
dilakukan dengan memperluas wawasan pengetahuan
dan
mendorong
Pengertian
pembinaan
ekstrakurikuler
sikap
menurut
dan
nilai-nilai.
Kamus
Besar
Bahasa Indonesia (2002: 291) yaitu suatu kegiatan
18
yang berada di luar program yang tertulis didalam
kurikulum
seperti
latihan
kepemimpinan
dan
pembinaan siswa.
Di dalam Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler yang
terdapat pada Permendikbud RI No. 62 Tahun 2014
didefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di
luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan
kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan
satuan pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan
potensi,
bakat,
minat,
kemampuan,
kepribadian,
kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara
optimal
untuk
mendukung
pencapaian
tujuan
pendidikan, terdiri dari kegiatan ekstrakurikuler wajib
dan pilihan.
Kegiatan ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan
ekstrakurikuler yang wajib diselenggarakan oleh satuan
pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik,
sedangkan ekstrakurikuler pilihan adalah kegiatan
ekstrakurikuler
yang
dapat
dikembangkan
dan
diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan dapat
diikuti oleh peserta didik sesuai bakat dan minatnya
masing-masing.
Dari
pengertian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa kegiatan ekstrakurikuler ini dilaksanakan di
luar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberikan
keleluasaan kepada siswa untuk menentukan kegiatan
sesuai dengan bakat dan minat mereka. Berdasarkan
penjelasan tentang ekstrakurikuler tersebut, maka
dapat
disimpulkan
bahwa
ekstrakurikuler
adalah
kegiatan di luar jam pelajaran yang dilakukan, baik di
19
sekolah ataupun di luar sekolah yang bertujuan untuk
memperdalam dan memperkaya pengatahuan siswa,
mengenal hubungan antar berbagai pelajaran, serta
menyalurkan bakat dan minat. Dewasa ini, sesuai
dengan
kebijakan
kementerian
pendidikan
ekstrakurikuler wajib adalah berupa kegiatan Pramuka,
sedangkan ekstrakurikuler pilihan dapat terdiri dari
kegiatan krida yang lain (Paskibra, UKS), kegiatan
karya ilmiah (KIR), kegiatan latihan olah bakat latihan
olah
minat
(olahraga,
jurnalistik),
dan
kegiatan
keagamaan (pesantren kilat), juga bentuk kegiatan
lainnya.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang terkait dengan peran manajemen
kesiswaan dalam meningkatkan prestasi akademik
siswa telah dilakukan sebelumnya, salah satunya oleh
Ava
Swastika
Fahriana
(Universitas
Islam
Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010). Penelitian ini
berjudul
Studi
tentang
Implementasi
Manajemen
Kesiswaan dalam Meningkatkan Spiritual Quotient
Siswa di SMP N 2 Turen Malang .
Penelitian ini mengungkap bahwa pendidikan
pada hakekatnya tidak sekedar mengarahkan anak
didik pada aspek kognitif saja, akan tetapi aspek-aspek
lain juga perlu dikembangkan termasuk kemampuan
anak
didik
Berkenaan
dalam
dengan
hal
afektif
dan
pengembangan
psikomotorik.
potensi
siswa,
melalui program-program kesiswaan diantaranya yaitu
kegiatan
ekstrakulikuler,
OSIS,
serta
kegiatan
ubudiyah praktik ibadah serta peringatan hari-hari
20
besar Islam yang mana kegiatan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan spiritual quotient siswa.
SMPN 2 Turen Malang merupakan salah satu
sekolah umum, akan tetapi tetap menjaga nilai- nilai
spiritual
bahkan
meningkatkan
melalui
program-
program kesiswaan. Dalam proses manajemen terlibat
fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang
manajer/pimpinan,
yaitu:
perencanaan
(Planning),
pengorganisasian (Organizing), pengarahan (Actuating),
dan
pengawasan
manajemen
(Controling).
diartikan
mengorganisasi,
Oleh
sebagai
karena
proses
memimpin,
dan
itu,
merencana,
mengendalikan
supaya organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen kesiswaan meliputi hal hal yang lebih luas
yang
secara
operasional
dapat
membantu
upaya
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui
proses pendidikan sekolah. Anak mempunyai dasardasar spiritual quotient yang dibawa sejak lahir. Untuk
mengembangkan dan meningkatkan spiritual quotient,
pendidikan mempunyai peran yang sangat penting.
Dalam ilmu psikologi anak usia sekolah sekitar 6-18
tahun, suatu tingkat perkembangan usia anak dimana
secara
psikis
dan
fisik
anak
sedang
mengalami
pertumbuhan, suatu periode usia yang ditandai dengan
kondisi kejiwaan yang tidak stabil, agretivitas yang
tinggi yang mudah dipengaruhi oleh orang lain. Oleh
karena itu, untuk melahirkan manusia yang memiliki
SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya
mengembangkan
Penelitian
sebagai
aspek
tersebut
acuan
IQ,
nampak
untuk
EQ,
akan
cukup
tetapi
SQ.
komprehensif
mengembangkan
model
21
manajemen
kesiswaan
yang
efektif
dalam
meningkatkan prestasi non akademik siswa.
Penelitian lain dilakukan oleh Ario Wiratmoko
(Program Studi Pendidikan Teknik Elektro Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, 2012) yang
berjudul Pengaruh Kagiatan Ekstrakurikuler Robotika
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa di SMK 3
Yogyakarta. Penelitian ini secara singkat menyatakan
bahwa
kegiatan
ekstrakurikuler
robotika,
sebagai
bagian dari manajemen kesiswaan, secara signifikan
berpengaruh
pada
kecerdasan
emosional
siswa
khususnya di SMK 3 Yogyakarta.
Oscar Gare Fufindo (Program Studi Administrasi
Pendidikan FIP Universitas Negeri Padang ) dengan
judul Pembinaan Kesiswaan di SMP Negeri Sungayang
Kabupaten
Tanah
Datar.
menyimpulkan
bahwa
optimal
terwujud
dapat
Hasil
Penelitian
perkembangan
dengan
siswa
berbagai
ini
yang
macam
kegiatan siswa melalui program kesiswaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Firdaus
(2009) yang berjudul Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan
Ekstrakurikuler Terhadap Pengembangan Potensi Siswa
SMK Negeri 5 Bandung. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari
pelaksanaan ekstrakurikuler terhadap pengembangan
potensi siswa SMK Negeri 5 Bandung.
Penelitian
lain
tentang
ekstrakurikuler
juga
dilakukan oleh Utami Retno Hapsari (Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro, 2010) yang mengambil judul
Hubungan
Antara
Minat
Mengikuti
Kegiatan
Ekstrakurikuler dengan Intensi Delinkuensi Remaja
22
Pada Siswa Menengah Kejuruan (SMK) Kota Semarang.
Hasil
penelitian
kecenderungan
di
atas
remaja
menyimpulkan
bertingkah
laku
bahwa
melanggar
norma yang berlaku dalam masyarakat, melakukan
pelanggaran
hukum,
bertindak
antisosial
serta
melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan
umum (intensi delinkuensi) akan menurun dengan
semakin aktifnya remaja tersebut dalam kegiatan
ekstrakurikuler dan sebaliknya intensi delinkuensi
akan meningkat ketika remaja tersebut kurang aktif
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Penelitian
yang
hampir
sama
namun
mendapatkan hasil yang berbeda dilakukan oleh Jevrie
Randy
Giovani
Ekonomi
Nusantara
Fakultas
(Jurusan
Ekonomi
Pendidikan
Universitas
Negeri
Semarang, 2013) yang berjudul Pengaruh Kegiatan
Ekstrakurikuler dan Perilaku Belajar Terhadap Prestasi
Akademik Pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI IS Di
SMA
Negeri
menemukan
7
Semarang.
bahwa
Hasil
kegiatan
penelitiannya
ekstrakurikuler
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap prestasi
akademik pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IS di
SMA Negeri 7 Semarang, dapat disimpulkan bahwa
prestasi akademik pada mata pelajaran ekonomi kelas
XI IS SMA Negeri 7 Semarang akan mengalami
penurunan apabila kegiatan ekstrakurukuler siswa
tersebut meningkat. Sebaliknya prestasi akademik
akan meningkat jika terjadi penurunan pada kegiatan
ekstrakurikuler. Tentu saja masih banyak variabel lain
yang
dapat
akademik
mempengaruhi
siswa,
tidak
hanya
penurunan
disebabkan
prestasi
karena
23
kesibukan mereka pada kegiatan ekstrakurikuler.
2.3 Kerangka Berpikir
Berangkat dari teori-teori dan hasil penelitian
terdahulu
yang
telah
dikemukakan,
maka
dapat
digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini
sebagai berikut.
Studi Pendahuluan
Perancangan
Uji Coba
Model manajemen
Analisis kelemahan-
Validasi praktisi dan validasi
esktrakurikuler yang
kelemahan dengan
ahli melalui FGD
selama ini diterapkan di
membandingkan
SMP-SMP Negeri se sub
kenyataan dan teori,
Rayon Boja
untuk membuat
model pengembangan
Penilaian efektivtas
Uji coba terbatas
erancangan: Model
model manajemen
manajemen esktrakurikuler
esktrakurikuler yang
yang partisipatif yang
partisipatif yang
berdasarkan peran serta
berdasarkan peran serta
orang tua/masyarakat dan
orang tua/masyarakat
peserta/siswa
dan peserta/siswa
Model manajemen
esktrakurikuler yang
partisipatif yang
berdasarkan peran serta
orang tua/masyarakat
dan peserta/siswa
2.4 Hipotesis Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah dan landasan
teoritik yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
dugaan sementara (hipotesis) dari penelitian ini, yaitu
model manajemen eskstrakurikuler yang berasal dari
model faktual yang dikembangkan menjadi model
24
pengembangan, dan menjadi model final efektif untuk
digunakan untuk memberdayakan fungsi manajemen
ekstrakurikuler. Dengan kata lain, model final akan
lebih
efektif
daripada
model
faktual
dalam
hal
memberdayakan fungsi manajemen ekstrakurikuler.
25