MENGUNGKAP PEMIKIRAN SOE HOEK GIE TENTAN

MENGUNGKAP PEMIKIRAN SOE HOEK GIE TENTANG KEKUASAAN DAN
POLITIK INDONESIA DI ERA AKHIR ORDE LAMA DALAM BUKU CATATAN
SEORANG DEMONSTRAN KARYA SOE HOEK GIE
(Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)

Tutiek *) Drs. Hendarto Supatra S.U., M.Th. dan Drs. Suharyo, M.Hum.
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

ABSTRACT
This study analyzes a driary owned by Soe Hoek Gie which is published entitling
Catatan Seorang Demonsran. Discourse in Gie’s book is a type of critical discourse
developed in the society and is made to criticize Indonesian authorities and politics in the end
of Old Order. Soe Hoek Gie is one of the key figures of student activists class ’66. He is a
“pioneer” opponent with humanist, idealist, and moralist characteristics. Analysis of this
study focuses on the critical and daring thoughts of Gie especially in fighting against
injustice. The aim of the study is to uncover the thoughts and opponents of Soe Hoek Gie and
his background.
To be able to understand the discourse, the writer uses theory of discourse analysis
model Teun A. van Dijk. Analytical dimensions of the study are divided into three, (1) Text
consisting of: topic, subtopic, scheme, semantic strategy, syntactic strategy, stylistic strategy,

and rhetorical strategy, (2) Social cognition includes idology contained in the discourse, and
(3) Social context, regarding the situation and condition of the society. The study is a
qualitative study using basis of descriptive study, which is a study presenting charts, tables,
and text, meanwhile methods of the study are divided into three stages, (1) Data collecting
using simak bebas libat cakap technique or “SBLC technique”, (2) Data analysis, and (3)
Report of the result analysis.
The result of the study shows that Gie uses long term memory in Catatan Seorang
Demonstran, it is because the writing in the book is a true story about his experience as the
suspect and witness of history of the nation. Unlike other thinkers, Gie shows his daring
(frontal), honest, and “resistance” sides in his every works, thoughts, and attitudes. Overall,
the study emphasizes on Gie’s personal thoughts about the phenomena and problems of the
nation.
Keywords: Discourse, Critical, Soe Hoek Gie, Catatan Seorang Demonstran, van Dijk.

INTISARI
Skripsi ini menganalisis sebuah buku catatan harian milik Soe Hoek Gie yang
diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonsran. Wacana dalam buku Gie merupakan
jenis wacana kritis yang berkembang di masyarakat dan dibuatnya untuk mengkritisi
kekuasaan dan politik Indonesia pada Era Akhir Orde Lama. Soe Hoek Gie merupakan salah
satu tokoh kunci aktivis mahasiswa angkatan ’66. Ia adalah seorang “pionir” penentang

dengan karakter humanis, idealis, dan moralis. Analisis skripsi ini terfokus pada pemikiran
Gie yang kritis dan berani terutama dalam melawan ketidakadilan.Tujuan dari penelitian ini
ialah untuk mengungkap pemikiran dan karakter penentang Soe Hoek Gie dengan latar
belakang kehidupannya.
Untuk memahami wacana ini peneliti menggunakan teori analisis wacana kritis model
Teun A. van Dijk. Dimensi analisis dalam teori ini terbagi menjadi tiga, yaitu: (1) Teks yang
terdiri atas: topik, subtopik, skema, strategi semantik, strategi sintaksis, strategi stilistik, dan
strategi retoris, (2) Kognisi sosial melingkupi ideologi yang terkandung dalam wacana, dan
(3) Konteks sosial, terkait situasi dan kondisi yang terdapat di masyarakat. Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, sedangkan tipe penelitiannya didasarkan pada
penelitian deskriptif, yakni penelitian yang menyajikan data berupa bagan, tabel, maupun
tulisan, sedangkan metode penelitian yang digunakan peneliti terbagi menjadi tiga tahap,
yaitu: (1) Pengumpulan data, dengan teknik simak bebas libat cakap atau “teknik SBLC”, (2)
Analisis data, dan (3) Laporan hasil analisis.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Gie menggunakan memori jangka
panjang dalam wacana Catatan Seorang Demonstran, sebab tulisan dalam buku tersebut
merupakan kisah nyata yang dialaminya sendiri sebagai pelaku dan saksi atas bagian dari
perjalanan sejarah bangsa yag terjadi. Berbeda dengan pemikir lainnya, Gie menampilkan sisi
berani (frontal), jujur, dan bermakna “perlawanan” dalam setiap karya, pemikiran, maupun
sikapnya. Secara keseluruhan, penelitian ini menonjolkan sisi pemikiran pribadi Gie tentang

fenomena dan problematika bangsa.
Kata kunci: Wacana, Kritis, Soe Hoek Gie, Catatan Seorang Demonstran, van Dijk.
*)

Penulis Korespondensi

Email: tutiekaprianti@gmail.com

1. Pendahuluan
Soe Hoek Gie lahir di Jakarta, 17 Desember
1942. Salah satu mahasiswa jurusan Sejarah,
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia tahun 19621969. Salah seorang putra dari pasangan Soe Lie
Pit atau Salam Sutrawan dengan Nio Hoe An. Soe
Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara,
Gie merupakan adik dari Soe Hok Djin yang juga
dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih
sekolah kedua kakak-beradik ini sudah terkenal
gemar membaca. Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin
sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan
beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di

Jakarta. Hal ini mungkin juga dikarenakan latar
belakang keluarga mereka yang merupakan
keluarga penulis Ayah Gie seorang novelis,
sehingga tak heran jika ia begitu dekat dengan
sastra (Gie, 1983:20).
Gie adalah sosok pemberani, penentang,
penggerak, dan pembawa perubahan pada Era Orde
Lama. Dalam dirinya tercermin contoh segelintir
anak muda yang mampu merepresentasikan rasa
cinta terhadap bangsanya dengan berani berkata
“tidak” dan “membenarkan apa yang dianggap
orang salah” untuk suatu perubahan yang lebih
baik. Gie, sang aktivis, pemuda penggerak
perubahan,
dan
jurnalis
Indonesia
yang
merepresentasikan apa yang disebutnya dengan
kebenaran yang diutarakannya, nilai keadilan yang

dijunjungnya, dan tindakan perlawanan yang
diajukannya terhadap pemerintah. Pemuda yang
lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian ini
sangat senang mencatat beragam permasalahan dan
problematika kehidupan yang terjadi, baik yang
dialami olehnya, maupun yang dialami orang-orang
di sekitar. Laki-laki peranakan Tionghoa ini
terkenal “sangat berani” menantang maut, hal ini
dikarenakan sikap antusias yang ditunjukkannya
dalam mengkritik pemerintah melalui tulisannya di
media massa, ia seringkali menyebutkan nama
orang-orang atau oknum-oknum tertentu yang
dianggapnya “bertanggungjawab” atas persoalan
bangsa yang terjadi. Contoh keberanian Gie
terungkap dalam kutipan, “Sebagian dari
pemimpin-pemimpin KAMI adalah maling juga.
Mereka korupsi, mereka berebut kursi, ribut-ribut
pesan mobil dan tukang kecap pula. Tapi sebagian
mereka jujur.” (Gie, 1983:35).
Tidak jarang ia sering mendapat teror dan

ancaman “kematian” melalui surat kaleng. Pada
akhirnya ia adalah pecinta kalangan yang
terkalahkan, manusia kesepian yang banyak
berbicara tentang perubahan, kebenaran, dan
sesuatu yang disebutnya sebagai “keadilan”. Gie,
sang pahlawan yang ingin tetap bertahan menjadi
pahlawan yang “terkalahkan”, sebab ia menutup
usia dan perjuangan yang diusungnya dalam usia
yang terbilang masih sangat muda meskipun, Soe
Hoek Gie sekali lagi akan terus hidup dalam hati

mahasiswa
yang
berusaha
menari
dan
memperjuangckan kebenaran. Pejuang yang
berbicara melalui penanya itu akan selalu dikenang
sebagai aktivis mahasiwa, jurnalis hebat Indonesia
yang bertalenta, idealis, faktualis, berpendirian, dan

peduli tehadap orang lain dan lingkungan sekitar.
Fase kehidupan masa mudanya berlatar pada
kehidupan di Era Orde Lama, sebuah awal baru
bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pemikiran yang
dituliskan Gie dalam buku catatan harian miliknya
merupakan kisah tentang perlawanan terhadap
kekuasaan
dan
politik
Indonesia
yang
dikemukakannya sebagai “sosok penentang” yang
dinilai berbahaya kala itu. Ia berasumsi bahwa
praktik kekuasaan dan politik di Indonesia telah
menyimpang dari apa yang dicita-citakan sebelum
kemerdekaan. Dalam buku harian inilah Gie
berkeluh
kesah
tentang
perjuangan

dan
pemikirannya terutama berkaitan dengan masalah
krusial bangsa yang banyak mengulas tentang
ketertarikan dan kepedulian Gie sebagai generasi
penerus yang peduli terhadap persoalan bangsa,
mulai dari politik Indonesia modern yang kacau
hingga masalah pribadi yang dialami olehnya
sebagai pemuda kala itu. Semua dipikirkan dan
dikisahkannya jujur dalam buku harian miliknya.
Salah satu kegelisahan yang dialami Gie tercermin
dalam, “Minggu-minggu ini adalah hari-hari yang
berat untuk saya, karena saya memutuskan bahwa
saya akan bertahan dengan pinsip-prinsip saya.
Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada
kemunafikan.” (Gie, 1983:19).
Kiprah Gie dalam dunia jurnalis di
antaranya dengan berkarya di beberapa media
massa seperti: Kompas, Harian Kami, Sinar
Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia
Raya. Ditemukan sekitar tiga puluh lima karya

artikel miliknya (kira-kira sepertiga dari seluruh
karyanya). Selama Orde Baru, beberapa karya hasil
tulisan Gie yang dibukukan dan diterbitkan oleh
Yayasan Bentang Budaya di antaranya Zaman
Peralihan (1995), Orang-orang di Persimpangan
Kiri Jalan (1997), dan Di Bawah Lentera Merah
(1999).
(http://erismanaire.com/book21/book101705.pdf diakses 12 Agustus 2016.).
Untuk mengetahui lebih lanjut peneliti
berusaha menggali sosok Soe Hoek Gie melalui
ilmu kebahasaan. Salah satu kajian dalam ilmu
kebahasaan adalah analisis wacana. Analisis
wacana bukan hanya bicara bagaimana teks isi
berita, tetapi bagaimana dan mengapa pesan itu
dihadirkan. Bahkan, wacana bisa membongkar
penyalahgunaan
kekuasaan,
dominasi,
dan
ketidakadilan yang diproduksi samar melalui

sebuah wacana (Eriyanto, 2012:7). Hal ini
selanjutnya menjadi fokus kajian dari Analisis
Wacana Kritis atau Critical Discorse Analysis.

Saida (2015) tekait analisis wacana kritis
model Teun A. van Dijk dalam skripsiya yang
berjudul, “Wacana Satir Republik Jancukers”
(Analisis Wacana Kritis Model Teun A. Van Dijk
pada Buku Republik Jancukers Karya Sujiwo
Tejo). Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Lana
dalam penelitian ini menemukan bahwa “Republik
Jancukers” merupakan suatu karya yang dibuat
dengan gaya satir sebagai bentuk sindiran terhadap
problematika bangsa. Sebagai wacana satir yang
berkembang di masyarakat, ciri khas gaya satir
Sujiwo Tejo ini tidak jarang menggunakan istilah
umpatan-umpatan yang kasar untuk menyindir.
Penelitian lain yang terkait yaitu skripsi Hidayat
(2013) yang berjudul “Mengungkap Insiden Dili
dalam novel “Jazz, Parfume, & Inside” karya

Gumira Ajidarma (Menggunakan Analisis Wacana
Kritis Model Teun A. van Dijk)”. Hasil dari
penelitian ini mengungkapkan bahwa sang penulis
menghadirkan
unsur-unsur
implisit
yang
sebenarnya digunakan untuk menyimpan faktafakta yang tidak dapat diungkap pada masa Orde
Baru.

Penelitian ini sangat menarik untuk diteliti
karena dapat mengungkap kisah yang terjadi dan
erat kaitannya dengan perjalanan pemikiran bangsa
pada Era tertentu. Disisi lain, gaya bahasa dan
pemikiran Soe Hoek Gie yang dipandang berbeda
inilah, kemudian dinilai sebagai bentuk kritik
terhadap rezim yang sedang berjalan, dan dianggap
mewakili kekecewaan rakyat akibat beragam
permasalahan bangsa yang terjadi di Era Akhir
Orde Lama. Untuk memahami makna implisit yang
terkandung di dalamnya diperlukan pengetahuan
yang mendalam antara peneliti dengan pembaca.
Apakah kemudian gaya bahasa Soe Hoek Gie ini
akan sama dengan pemikiran lainnya seperti
Pramoedya Ananta Toer, Sujiwo Tejo, Seno
Gumira Ajidarma, dan lainnya? Untuk mengetahui
penjelasan selanjutnya, peneliti memaparkannya
dalam sebuah skripsi yang berjudul, “Mengungkap
Pemikiran Soe Hoek Gie tentang Kekuasaan dan
Politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama dalam
Buku Catatan Seorang Demonstran Karya Soe
Hoek Gie (Analisis Wacana Kritis Model Teun A.
van Dijk).”

2. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian
kualitatif, sebab data yang disajikan berupa katakata bukan angka-angka yang didapatkan melalui
proses pemahaman fenomena atas realitas sosial
yang ada. Adapun tipe penelitian ini adalah
deskriptif, yakni dengan cara menggambarkan
bagaimana sebuah wacana sebagaimana adanya
terkait perihal (tema, skema, semantik, sintaksis,
stilistika, dan retoris) yang dibentuk dari sudut
kebahasaannya dan dianalisis dengan sebuah kajian
analisis wacana kritis model Teun A. van Dijk.
Penelitian ini mengikuti tiga tahapan, yaitu sebagai
berikut:
1)
Pengumpulan Data
Sumber data penelitian ini adalah buku
berjudul Catatan Seorang Demonstran karya Soe
Hoek Gie, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian,
Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES), cetakan pertama diterbitkan pada 1983.
Data yang didapat merupakan keseluruhan isi dari
buku tersebut. G (egenstand) dalam penelitian ini
berupa kata-kata ataupun unsur kebahasaan (kata,
kalimat, stilistika, dan retoris) yang menandai sikap
politik atau memuat ideologi Soe Hoek Gie yang
tersembunyi di dalam buku tersebut. Untuk
memperoleh data yang relevan dengan penelitian
ini, peneliti menggunakan metode simak. Langkah
pertama yang dilakukan oleh peneliti yaitu terlebih
dahulu membaca buku harian tersebut. Dengan
membaca, peneliti dapat mengkasifikasi dan
mendapatkan data yang diinginkan terkait masalah
wacana kritis. Metode ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik data berupa wacana
berdasar kategori politik dan kekuasaan, sosial,
ekonomi, pendidikan, bahkan pelanggaran Hak

Asasi Manusia (HAM) akibat kasus Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang meledak di Era
Akhir Orde Lama. Setelah membaca dan
memperoleh
data,
selanjutkan
dilakukan
pencatatan. Peneliti menggunakan teknik simak
bebas libat cakap atau “teknik SBLC”, peneliti
hanya menjadi pemerhati terhadap calon data tanpa
terlibat dalam pembentukannya (Sudaryanto,
2001:135). Teknik ini dipilih karena data dalam
penelitian ini berupa teks tuturan yang terdapat di
dalam teks buku Catatan Seorang Demonstran
yang berpotensi untuk dipilih sebagai data yang
selanjutnya dicatat dan diklasifikasikan.
2)

Analisis Data
Analisis data mengunakan metode analisis
wacana kritis model Teun A. van Dijk. Dalam
analisis ini wacana tidak hanya dilihat dari segi
struktur kebahasaannya saja, tetapi juga dianalisis
komunikasi verbal yang terjadi di dalamnya terkait
konteks dan kognisi sosial. Konteks sosial
merupakan gambaran latar, situasi, peristiwa, dan
kondisi. Konteks dianggap berperan sangat penting
karena dapat menjembatani antara sebuah teks
realitas dengan praktek sosial yang terjadi,
sedangkan kognisi sosial berkaitan dengan
kesadaran mental seorang penulis dalam hal ini Soe
Hoek Gie. Konteks dan kognisi dapat ditelusuri
melalui teks buku yang dituliskannya dalam buku
Catatan Seorang Demonstran. Kognisi sosial
dilakukan dengan menelaah proses-proses produksi
dan reproduksi makna dari teks tersebut dengan
melihat konteks yang ada serta ideologi yang
melatarbelakangi tuturan Gie dalam buku catatan
hariannya. Selain itu, dalam menganalisis data
digunakan pola metode interpretatif, dengan

mengandalkan interpretasi dan penafsiran penulis
dalam menganalisis makna dari suatu teks. Metode
ini digunakan untuk mengungkap wacana
berdasarkan praduga yang dikaitkan dengan realitas
atau fakta.
3)

Laporan Hasil Analisis

3. Analisis dan Hasil Penelitian
Analisis
dan
hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa dalam analisis wacana kritis
bukan hanya menelaah teks saja, tetapi juga
mengenai kognisi dan konteks yang terdapat dalam
teks buku Catatan Seorang Demonstran.
Pembahasan mengenai teks dalam wacana kritis
model Teun A. van Dijk terbagi menjadi tiga
Struktur makro dalam analisis wacana kritis
dibedakan menjadi dua hal yaitu, topik dan
subtopik. Topik dalam wacana ini menekankan
pada bagaimana perspektif Gie tentang kekuasaan
dan politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama,
sedangkan tujuh subtopik yaitu: (1) Permasalahan
Sosial pada Era pemerintahan Orde Lama, (2)
Kehidupan Perekonomian di Era Orde Lama, (3)
Peran
Mahasiswa
dalam
Menggulingkan
Pemerintahan Orde Lama, (4) Konflik Internal
dalam Universitas Indonesia, (5) Persamaan Hak
Asasi Manusia (HAM) dihadapan Hukum, (6)
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Akibat
Kasus Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
meledak di Era Akhir pemerintahan Orde Lama,
serta (7) Kegelisahan Pribadi yang dialami Gie
dalam hidup.
B.

Skematik (Superstruktur)
Analisis
superstruktur
menyajikan
bagaimana Gie menceritakan kisah yang dialami
olehnya sesuai kenyataan. Skematik memberikan
“penekanan” mana yang kemudian didahulukan
dan bagian mana yang kemudian menjadi strategi
untuk menyembunyikan informasi penting.
Berdasarkan bentuk skemanya, wacana dalam buku
Catatan Seorang Demonstran
menampilkan
keterkaitan antara judul dengan kedelapan subjudul
yang terdapat dalam buku tersebut. Peristiwa
puncak yang dibawakan Gie dalam wacana ini
merujuk pada kasus demonstrasi besar-besaran
yang dilakukan oleh Soe Hoek Gie dan temanteman mahasiswa “Angkatan ‘66” dalam
menggulingkan pemerintahan Orde Lama dan
memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi
rakyat. Dapat dikatakan jika dalam wacana ini,
terjadi korelasi antara judul dengan subjudul, sebab
cerita tersebut membentuk satu kesatuan cerita
yang utuh.

C.

Struktur Mikro

Laporan hasil analisis akan menggunakan
model penyajian data informal. Data yang telah
dianalisis kemudian dipaparkan secara deskriptif
baik berupa tulisan, tabel, maupun bagan dengan
uraian data sesuai fenomena kebahasaan terkait
wacana kritis Soe Hoek Gie dalam buku Catatan
Seorang Demonstran pada kajian analisis wacana
kritis model Teun A van Dijk.
elemen yaitu struktur makro berupa aspek tematik;
superstruktur yang berupa aspek skematik; dan
struktur mikro yang terdiri atas semantik, sintaksis,
stilistik, dan retoris. Penjelasan mengenai hal
tersebut adalah sebagai berikut:
A.

Struktrur Makro

1.

Semantik

Dibahas mengenai latar, detail, dan
praanggapan. Pada bagian semantik pembaca
digiring ke opini bagaimana kekacauan yang terjadi
pada bangsa ini dan bagaimana perjuangan
mahasiswa
“Angkatan
‘66”
dalam
memperjuangkan
keadilan
dan
kebenaran.
Diantaranya dalam data berikut:
(Data 11)
“Di sini suara mahasiswa Indonesia. Di sini
adalah demonstran-demonstran mahasiswa
dari Jakarta yang tergabung dalam KAMI.
Kami datang untuk menuntut tiga hal.
Pertama pembubaran PKI. Kedua agar
peraturan-peraturan gila yang menaikkan
harga-harga dicabut dan ketiga agar
Menteri-Menteri korup, gestapu, dan plintatplintut diritual dari Kabinet. Atau aku
katakan bahwa perjuangan mahasiswa
adalah identik dengan perjuangan rakyat.
Bila ada massa ABRI, aku katakan bahwa
ABRI sebagai anak revolusi adalah saudara
dari
mahasiswa-mahasiswa
karena
mahasiswa-mahasiswa adalah juga anak
revolusi.” (hal. 148).
Gie
menentang
sikap
pemerintahan
Soekarno dengan melakukan demonstrasi yang
menuntut tiga hal, yang disebut “Tritura”. Selain
menuntut keadilan dari pemerintahan ia juga
menyinggung soal sikap ABRI. Kekecewaan itu
disampaikan
Gie
dengan
berani
dan
diungkapkannya dengan lantang yakni, tentang
sikap menteri-menteri yang “sama” tidak
bermoralnya dengan sang pemimpin, harga-harga
yang melambung naik sebagai bentuk pengalihan
isu politik, dan tindakan penyelesaian kasus
pembubaran PKI.
Gie secara rinci menampilkan informasi
tentang kejadian masa lalu yang dialaminya secara
langsung. Detail dalam buku ini menampilkan

kontrol informasi secara apa adanya atau tidak
berlebihan,
untuk
menyembunyikan
suatu
kebenaran. Keuntungan yang akan kita peroleh dari
detail yang ditulis Gie tersebut yaitu: kita dapat
mengetahui secara lengkap bagian dari perjalanan
pemikiran Gie dan suatu peristiwa tertentu yang
tercatat dalam sejarah. Pemikiran Gie ini dapat
membuka perspektif kita tentang kebenaran,
khususnya sejarah tentang perjalanan bangsa
Indonesia. Dapat dipastikan jika informasi yang
diperoleh merupakan suatu kebenaran yang sesuai
dengan realita, sebab detail yang diungkapkan Gie
merupakan fakta atau kesaksiannya sebagai pelaku
sekaligus saksi atas peristiwa yang terjadi di masa
lalu.

2.

Pada dasarnya elemen ini menandakan
bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata
atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
Pilihan kata-kata yang dipakai menujukkan sikap
dan ideologi tertentu (Eriyanto, 2012:255). Gie
mengemukakan problematika dan peristiwa yang
terjadi tersebut secara eksplisit atau dikemukakan
langsung dengan gaya frontal (berani), lugas (apa
adanya), dan jujur. Gaya bahasa yang cenderung
ceplas-ceplos bahkan kasar inilah yang tidak jarang
menyinggung orang lain, pihak, atau oknum
tertentu. Gie memang tidak membuat “filterasi”
khusus terhadap tulisannya, semua yang ditulis
bersumber dari fakta yang terjadi, diamati, dan
dialaminya saat itu.

(Data 28)
“Dalam keadaan seperti inilah seharusnya
mereka bicara terhadap tugu-tugu Soekarno
dan terhadap pelacur-pelacur/istri-istri
Soekarno. Kita sekarang memerlukan
pabrik, jalan pendidikan, dan moral.
Dan Soekarno memberikan istana,
imoral, tugu-tugu yang tidak bisa
dinikmati rakyat. Kita semua kelaparan.
Dan dalam keadaan seperti ini intelektual
bicara jujur dan benar. Bahwa mereka takut,
mungkin, tetapi tentang ....? harus mengatasi
ketakutan.” (hal. 112).

Sintaksis
a. Kata ganti digunakan untuk memanipulasi
bahasa
dengan
menciptakan
suatu
komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan
alat yang dipakai oleh komunikator untuk
menunjukkan di mana posisi seseorang
dalam wacana (Eriyanto, 2012:253).
b. Koherensi adalah pertalian atau jalinan
antarkata atau kalimat dalam teks (Eriyanto,
2012:242). Aspek sintaksis dalam wacana
ini ditunjukan dalam data:
(Data 27)
“Kerja saya hanya menulis skripsi dari pagi
sampai malam. Saya menyelesaikan 21
halaman tik ditambah 5 halaman daftar
buku. Dalam hati saya agak kagum melihat
hasil sebanyak itu. Akhirnya saya dapat
menyelesaikannya. Pukul 22.00 saya tidur.
Rasanya otak sudah jenuh dan saya melihat
skripsi sebagai tahi di tas meja. Saya merasa
lelah sekali, terutama mental, walaupun
kerja saya cuma makan.” (hal. 219).
Kata hubung atau konjungsi yang digunakan
ditandai dengan kata-kata yag dicetak tebal
dalam data. Koherensi memberi kesan
kepada khalayak bagaimana dua fakta
diabstraksikan dan dihubungkan, sedangkan
elemen kata ganti dalam wacana ini
cenderung lengkap yang ditandai dengan
adanya kata ganti orang pertama hingga
ketiga, baik dalam bentuk tunggal maupun
jamak.

3.

Stilistik

a.

Leksikon

Gie menulis dengan berani, menantang
kekuasaan yang salah, dan menjunjung nilai
kejujuran. Dalam data tersebut Gie menggunakan
istilah kasar dan diungkapkannya secara eksplisit
dalam tulisannya di atas. Kata-kata “pelacur”
ditujukan Gie pada istri-istri sang presiden
merupakan suatu ungkapan bentuk kekecewaan
pada
sang
proklamator.
Kata
“imoral”
menggambarkan
perilaku
Soekarno
yang
menurutya “bejat”. Di tengah kondisi dan situasi
bangsa yang masih baru merdeka Soekarno
mengambil langkah kontroversial dengan kebijakan
“Politik
Mercusuar”,
melakukan
aksi-aksi
pembangunan dalam negeri yang menyita perhatian
dunia. Kebijakan politik tersebut adalah upaya
pembangunan “karya-karya monumental” yang saat
itu dianggap berlebihan, mengingat kondisi
perekonomian nasional yang buruk. Ironisnya,
rakyat menderita sedangkan pemimpin serta kaum
feodal berfoya-foya atas pembangunan fisik yang
mereka dirikan di tengah situasi yang kacau tak
sedikit yang kelaparan. “Kita semua kelaparan.”
(Gie, 1983:112).

4.

Retoris

a.

Grafis

Elemen ini merupakan bagian untuk
memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan
(yang berarti dianggap penting) oleh seseorang
yang dapat diamati dari teks. Pemakaian huruf
tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf
yang dibuat dengan ukuran lebih besar (Eriyanto,
2012:257). Gie memberikan banyak variasi grafis
yaitu huruf miring, kutipan ahli, tanda kutip,
ukuran tulisan yang lebih kecil, bahasa asing, katakata bahasa gaul, kapital untuk singkatan, kapital
semua untuk menegaskan, dan puisi.
b.

E.

Analisis/Konteks Sosial

Analisis/Konteks sosial:
Konteks dianggap memiliki peran yang sangat
penting karena dapat menjembatani antara sebuah
teks realitas dengan praktek sosial yang terjadi.
1.

Praktik Kekuasaan
Kekuasaan oleh suatu kelompok (atau
anggotanya) untuk mengontrol untuk
mengontrol kelompok (anggota) kelompok
lain. Konteks di dalam wacana dibedakan
menjadi:
1. Konteks Sosial Masyarakat:
Permasalahan Sosial Masyarakat pada
pemerintahan Era Orde Lama.
2. Konteks
Kekuasaan
dan
Pemerintahan:
Sistem Kekuasaan dan Politik
Indonesia.
3. Konteks Ekonomi:
Kehidupan Perekonomian Indonesia.
4. Konteks Pendidikan:
a. Peran
mahasiswa
dalam
menggulingkan
pemerintahan
Orde Lama;
b. Konflik Internal Universitas
Indonesia.
5. Konteks Hukum:
Hukum di Indonesia.
6. Konteks Pelanggaran HAM:
Diskriminasi
7. Konteks Pribadi Soe Hoek Gie:
Pemikiran Gie tentang Indonesia

2.

Akses Mempengaruhi Wacana
Akses berperan untuk mengontrol
kesadaran bagi khalayak, tetapi juga
menentukan topik dan isi wacana apa yang
dapat disebarkan dan didiskusikan kepada
khalayak. Dalam penelitian ini, Gie
memiliki akses untuk mempengaruhi
kesadaran masyarakat dengan ideologi dan
topik yang hadir dalam buku ini sebagai
salah satu karyanya. Hal ini dibuktikan
bahwa melalui pemikiran-pemikirannya
inilah ia dapat mempengaruhi teman-teman
mahasiswa
untuk
bergerak
dan
menggulingkan kekuasaan Soekarno di Era
Orde Lama. Selain itu, setelah buku ini
berhasil terbit, maka masyarakat dapat
mengetahui pemikiran-pemikiran Gie serta
mengetahui fakta-fakta yang merupakan
bagian dari perjalanan sejarah bangsa pada
era tertentu. Dengan demikian, Gie dapat
menyampaikan aspirasi serta pemikirannya
terutama
tentang
permasalahanpermasalahan yang terjadi pada bangsa

Metafora

Metafora yang dimaksudkan sebagai
ornamen atau bumbu dari suatu berita (Eriyanto,
2012:259). Ornamen yang ditampilkan Gie dalam
wacana Catatan Seorang Demonstran berupa
wacana kritis yang mengandung unsur perlawanan
terhadap ketidakadilan. Gaya bahasa yang
ditampilkan oleh Gie menggunakan beragam
majas,
diantaranya:
majas
perbandingan,
pertentangan, penegasan, dan sindiran.

D.

Kognisi Sosial
Kognisi sangat berhubungan erat dengan
kesadaran mental penulis dari segi pengalaman,
memori, interpretasi, dan pengetahuan penulis
dalam membentuk dan memproduksi suatu teks.
Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa penulis
merupakan bagian dari masyarakat yang
menyaksikan
dan
merekam
kejadian
di
lingkungannya (Eriyanto:260). Dalam kognisi
sosial Catatan Seorang Demonstran dibagi menjadi
sub yaitu:
1. Profile Soe Hoek Gie:
Aktivis mahasiswa angkatan ’66, dosen
muda, dan penulis tajam pena yang
mengkritisi persoalan bangsa.
2. Pengaruh Kognisi Sosial Soe Hoek Gie
terhadap Karya-kayanya:
Karakter penentang ketidakadilan dari
kecil, penulis produktif yang sangat
kritis dan idealis, menjadikan ayahnya
sebagai inspirator dalam menulis, serta
semakin
bersemangat
menjadi
penggerak keadilan terutama setelah
sahabatnya
menjadi
korban
penumpasan anggota PKI.
3. Ideologi Politik Soe Hoek Gie dalam
Catatan Seorang Demonstran:
a. Kekuasaan dan Ideologi Politik
dalam
Catatan
Seorang
Demonstran karya Soe Hoek Gie
b. Ideologi Karakter Penentang yang
Humanis, Idealis, dan Moralis
dalam
Catatan
Seorang
Demonstran Karya Soe Hok Gie

Indonesia. Salah satu peristiwa yang
mengingatkan kita pada perjuangan Gie
terjadi pada Mei 1998, mahasiswa sebagai
agen
transformasi
rakyat
berhasil
menggulingkan pemerintahan Orde Baru
yang berkuasa selama 32 tahun.
5.

Simpulan
Dari hasil penelitian Analisis Wacana Kritis
(AWK) pada wacana satir Catatan Seorang
Demonstran karya Soe Hoek Gie (Gie), maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Catatan Seorang Demonstran sebagai
Wacana Kritis
Catatan Seorang Demonstran merupakan
karya yang dibuat dengan gaya sarkasme sebagai
bentuk kritik terhadap problematika bangsa. Pada
bagian topik, membahas mengenai problematika
bangsa dan kritik yang menentang pemerintah.
Topik dalam wacana ini menekankan pada
bagaimana perspektif Gie tentang kekuasaan dan
politik Indonesia di Era Akhir Orde Lama,
sedangkan tujuh subtopik lain yang mendukung
topik, yaitu: (1) Permasalahan Sosial pada Era
pemerintahan Orde Lama, (2) Kehidupan
Perekonomian di Era Orde Lama, (3) Peran
Mahasiswa dalam Menggulingkan Pemerintahan
Orde Lama, (4) Konflik Internal dalam Universitas
Indonesia, (5) Persamaan Hak Asasi Manusia
(HAM) dihadapan Hukum, (6) Pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM) Akibat Kasus Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang meledak di Era
Akhir pemerintahan Orde Lama, serta (7)
Kegelisahan Pribadi yang dialami Gie dalam hidup.

kognisi sosial yang dibawakannya dengan gaya
bahasa yang terkesan berani (frontal), apa adanya
(jujur), dan bermakna perlawanan. Wacana yang
dituliskan oleh Gie ini ditulis berdasarkan fakta
yang terjadi pada saat itu. Ia menampakan
fenomena dan problematika yang terjadi secara
eksplisit, tanpa adanya kontrol informasi yang
berlebihan. Ia menampilkan oknum, pribadi,
maupun pihak-pihak yang dianggapnya terlibat
dalam permasalah yang terjadi dan “dianggap”
bertanggungjawab terhadap peristiwa-peristiwa
tersebut yang kini menjadi bagian dari perjalanan
pemikiran dan sejarah bangsa.

1.

Sebagai wacana kritis yang berkembang di
masyarakat,
Catatan
Seorang
Demonstran
merupakan suatu karya yang hadir untuk
mengkritisi fenomena dan problematika bangsa
yang terjadi di Era Akhir Orde Lama dan beberapa
tahun setelahnya. Secara keseluruhan gaya bahasa
kritis yang digunakan Gie dalam wacana ini banyak
menggunakan umpatan-umpatan yang kasar untuk
menyindir dan mengkitisi fenomena dan
problematika bangsa yang terjadi pada saat itu,
sekaligus “menyinggung” oknum, pribadi, maupun
pihak-pihak yang “merasa” terlibat dan menjadi
bagian atas problematika yang terjadi tersebut.
Wacana dalam buku Catatan Seorang Demonstran
merupakan salah satu bentuk wacana kritis dengan
menggunakan umpatan-umpatan kasar untuk
mengkritisi dan menyinggung pemerintah yang
berkuasa kala itu, seperti kata anjing, goblok,
gundik, pelacur istana, dan lainnya sebagai contoh
cara pandang Gie terhadap beragam permasalahan
yang terjadi.
Hasil
temuan
dalam
wacana
ini
mengungkapkan bahwa wacana kritis yang
ditampilkan Gie menampilkan struktur teks dengan

2.

Pengaruh Kognisi Sosial terhadap
Wacana
Kristis
Catatan
Seorang
Demonstran
Gie tumbuh dengan karakter penentang
dalam dirinya, semangat perlawan terhadap
ketidakadilan dan ketidakbenaran telah timbul
sejak muda. Memasuki bangku kuliah, semangat
perlawanannya semakin “berkobar” terutama
setelah melihat kondisi negeri yang semakin kacau.
Ia adalah pionir “aktivis mahasiswa angkatan ‘66”
yang berjuang untuk melawan pemerintahan Orde
Lama. Setiap karya yang dihasilkannya baik berupa
tulisan di media massa, sikap, maupun ideologi
yang ditunjukkannya, merupakan bentuk “ideologi”
dan “aksi” yang penuh dengan simbol-simbol
perlawanan di dalamnya. Latar belakang Gie
sebagai aktivis, wartawan, dosen, dan berasal dari
keluarga penulis (anak penulis) membuat Gie
tumbuh dengan karakter penentang yang humanis,
idealis, dan moralis. Sikap pemberani dan kritis
tersebut tercermin dalam aksi dan karya yang
dihasilkannya.
Secara keseluruhan hasil temuan segi
kognisi sosial tersebut mendapati wacana Catatan
Seorang Demonstran karya Gie menggunakan
memori jangka panjang (long term memory), sebab
Gie mengingat dan menulis kembali peristiwa,
issue-issue, objek, atau kasus yang telah terjadi di
masa lalu, dalam kurun waktu yang lama, sekitar
Era Orde Lama dan peralihan (beberapa tahun di
awal pemerintahan Era Orde Baru). Informasi yang
didapatkan dalam wacana ini merupakan bentuk
kritik tajam yang berperan mengkritisi fenomena
persoalan krusial pada bangsa, sedangkan elemen
memori yang digunakan Gie dalam analisis kognisi
sosial dalam wacana ini menggunakan elemen
memori episodik (episodic memory). Memori ini
berhubungan dengan dirinya sendiri, hal ini
dikarenakan objek yang dipilih berupa rangkain
kejadian dengan latar peristiwa yang dialaminya
sehingga kisah yang ditulis tersebut merupakan
suatu kenyataan yang telah terjadi di masa lalu,
melalui buku ini pembaca dapat mengetahui
karakter dan pemikiran Gie, serta mengungkap

kebenaran yang terjadi. Salah satu pengaruh dan
peranan Gie dan teman-teman mahasiswa pada Era
Orde Lama diantara peranan Gie dan teman-teman
sebagai pionir dalam mengumandangkan tiga
tuntutan rakyat dalam “Tritura”. Tidak hanya itu,
setelah kekuasaan Orde Lama jatuh perlawanan
menegakan kebenaran dan keadilan tersebut belum
berhenti. Gie kembali menjadi pionir penentang
pemerintahan “zamam peralihan” atau masa awal
Orde Baru sekitar tahun 1965-1966 yang
mewacanakan usaha “pembasmian” terhadap
anggota PKI dan orang-orang yang “dianggap”
terlibat dalam usaha pembantaian massal tahun
1965 yang keji dan melanggar Hak Asasi Manusia
(HAM).

Konteks Sosial pada Catatan Seorang
Demonstran
Penelitian
ini
mengungkap
adanya
kepentingan sosial terhadap individu maupun
kelompok tertentu yang mengembangkan wacana

3.

di lingkungan masyarakat. Ia adalah sosok yang
menarik dan dianggap memiliki peranan serta
“praktik kekuasaan” atas kelompok tertentu
berdasar tindakannya dalam mempengaruhi kondisi
mental dan pengetahuan pembaca. Melalui Analisis
Wacana Kritis ini, sebagai pembaca kita diajak
untuk dapat mengetahui fakta dan fenomena yang
terjadi dan merupakan bagian dari perjalanan
sejarah bangsa. Persoalan yang diangkat Gie dalam
wacana ini berasal dari beragam fenomena sosial
berupa permasalahan di bidang, sistem kekuasaan
dan politik Indonesia, perekonomian Indonesia,
pendidikan dari segi peran mahasiswa dalam
menggulingkan pemerintahan Orde Lama dan
konflik
Internal
Universitas
Indonesia,
permasalahan hukum, pelanggaran HAM, serta
pemikiran Gie tentang Indonesia. Buku ini
“seakan” menjadi pedoman bagi kita dalam melihat
beragam fenomena dan permasalahan sosial yang
hadir di masyarakat serta bagaimana cara bagi kita
sebagai pembaca untuk menyikapi, bahkan
menyelesaikan
permasalahan
tersebut.
Eriyanto. 2012. Analisis Wacana (Pengantar
Analisis Teks Media). Yogyakarta: PT LkIS
Printing Cemerlang.
______ . 2012. Analisis Framing. Yogyakarta: PT
LkIS Printing Cemerlang.

Daftar Pustaka
Adisutrisno, D. Wagiman. 2008. Semantics An
Introduction to the Basic Concepts.
Yogyakarta: ANDI.
Alfian,

M. Alfan. 2009. Menjadi Politik
Perbincangan
Kepemimpinan
dan
Kekuasaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Arifin, E. Zainal dan Junaiyah H.M. 2010.
Keutuhan Wacana. Jakarta: Grasindo.
Bachtiar, Harsya W. 1979. Pengamatan Sebagai
Suatu
Metode
Penelitian,
dalam
Koentjaraningrat (ed.): Metode-metode
Penelitian Masyatakat cetakan 2. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Badil, Rudy dkk (ed). 2010. Soe-Hok-Gie…Sekali
Lagi, Buku, Pesta dan Cinta di Alam
Bangsanya. Jakarta: Keputusan Populer
Gramedia.

Gie,

Soe Hoek. 1983. Catatan Seorang
Demonstran. Jakarta: Lembaga Penelitian,
Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES).

_____________ . 1995. Zaman Peralihan.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Halliday, M.A.K dan Rugaiya Hasan. 1994.
Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik dan
Sosial, (Terj.) Asrudin Barori Tou.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hidayat, Qur’anul. 2013. “Mengungkap Insiden
Dili dalam novel “Jazz, Parfume, & Inside”
karya Gumira Ajidarma (Menggunakan
Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van
Dijk)”. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang. Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

H. Sugeng dan Zachrudin Suryadinata. 2003.
Translation Bahasan Teori Penuntun
Praktis
Menerjemahkan.
Yogyakarta:
Kanisius.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.

Huijbers, Theo. 1990. Filsafat Hukum dalam
Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.

Mahendrati, Prameswari. 2014. “Wacana Humor
Stand Up Comedy: Kajian Analisis Wacana
Kritis”. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang. Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.
Mas’oed, Mochtar. 1989. Ekonomi dan Struktur
Politik: Orde Baru 1966-1971. Jakarta:
Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari
Kolonialisme
Sampai
Kemerdekaan.
Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.
Pamungkas, Agus. 2011. Amandemen UUD 1945.
Yogyakarta: Buku Pintar.
Rahardjo, Satjipto. 2012. Ilmu Hukum. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
Saida, Lana Fitria. 2015. “Wacana Satir Republik
Jancukers” (Analisis Wacana Kritis Model
Teun A. Van Dijk pada Buku Republik
Jancukers Karya Sujiwo Tejo). Jurusan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Semarang. Skripsi. undip.ac.id, 15/12/2015.
Setiono, Benny G. 2007. Tionghoa Dalam Pusaran
Politik.Jakarta: Transmedia Pustaka.
Soesastro,
Hadi.
2005.
Pemikiran
dan
Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam
Setengah
Abad
Terakhir
Jilid
2.
Yogyakarta: Kanisius.
Sudaryanto. 2001. Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi
Pendidikan Nasional Dalam Perspektif
Abab 21. Magelang: Tera Indoensia.
Udhma, Noor Syafaatul. 2015. “Penindasan Jender
dalam Novel Perempuan Jogja Karya
Achmad Munif (Pendekatan Analisis
Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)”.
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Diponegoro Semarang.
Skripsi. Undip.ac.id, 18/2/2016.
Vlitchek, Andre dan Rossie Indira. 2006. Saya
Terbakar
Amarah
Sendirian!
(Pramoedya
Ananta
Toer
dalam
Perbincangan dengan Andre Vltchek &

Rossie Indira). Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia).
Vredenbregt, J. 1978. Metode dan Teknik
Penelitian
Masyarakat.
Jakarta:
PT
Gramedia Pustaka Utama.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami
Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung:
PT. Setia Purna Inves.
Wijaya, Laksmi. 2012. EYD: Ejaan Yang
Disempurnakan. Depok: Pustaka Makmur.
Website:
Affan, Heyder. 2015. Saya dituduh anggota
Gerwani yang Mencukil Mata Jenderal.
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khu
sus/2015/09/150918_indonesia_lapsus_kesa
ksianekstapol diakses 12 Agustus 2016.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1985.
Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1985.
http://dapp.bappenas.go.id/upload/pdf/KEPP
RES_1985_063.pdf
diakses pada 11
Agustus 2016. Bappenas. Jakarta.
Fathurrahman, Izza. 2015. Wajah Mahasiswa UI
yang
Bopeng
Sebelah.
http://suaramahasiswa.com/wajahmahasiswa-ui-yang-bopeng-sebelah/ diakses
pada 10 Agustus 2016.
Gunawan, Ciptoutomo. 2015. Mengelompokan
Kisah Pilu HAM di Tanah Airku.
http://www.kompasiana.com/ciptoutomo_gu
nawan/mengelompokan-kisah-pilu-ham-ditanah-airku_551fa3d7a33311792bb67092
diakses 13 September 2016.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 1999.
Tentang
HAM.
http://www.komnasham.go.id/instrumenham-nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentangham diakses 10 Agustus 2016. Komnas
HAM. Jakarta.
Kurniawan, Hasan. 2015. Kebohongan Tari Harum
Bungan Gerwani di Lubang Buaya.
http://daerah.sindonews.com/read/1047786/
29/kebohongan-tari-harum-bunga-gerwanidi-lubangbuaya-1443094028/5 diakses 12
Agustus 2016.
http://erismanaire.com/book21/book-101705.pdf
diakses 12 Agustus 2016.
Nurdin, Endang. 2015. Menunggu Puluhan Tahun
Untuk
Tetap
Menjadi
WNI.

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indon
esia/2015/10/150928_indonesia_lapsus_eksi
l_praha diakses 12 Agustus 2016.
Ramadhan, Reza. 2015. Peran dan Fungsi
Mahasiswa.
http://www.kompasiana.com/rezaramadhanu
nj/peran-dan-fungsimahasiswa_55dadb8a54977303099134c5
diakses 18 Agustus 2016.
Salamony, Rooy. 2011. Gus Dur dan Rekonstruksi
TAP
MPRSXXV/1966.
http://www.kompasiana.com/rooysalamony
2011/gus-dur-dan-rekonstruksi-tap-mprsxxv-1966_551812ada333118007b662ca
diakses 20 Agustus 2016.

Sekertaris Kabinet Republik Indonesia. 1975.
Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1975.
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/14850/KE
PPRES0281975.htm diakses pada 10
Agustus 2016. Setkab. Jakarta.
http://www.biografiku.com/2009/02/biografi-soehok-gie-1942-1969.html diakses 13 Agustus 2016.
http://www.kamusinternasional.com/definitions/?in
donesian_word=phallocracy
diakses
16Agustus 2016.
http://www.kabar-maya.com/2016/02/anda-wargajakarta-jika-iaketahuilah.html diakses 16
Agustus 2016.