analisis kasus percobaan pogging Penyert
isamiclawmoslemstuden
isamiclawmoslemstudentsisamic
ts
lawmoslemstudentsisamiclawm
oslemstudentsisamiclawmoslem
HUKUM PIDANA
studentsisamiclawmoslemstude
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
ntsisamiclawmoslemstudentsisa
2015
miclawmoslemstudentsisamicla
wmoslemstudentsisamiclawmosl
emstudentsisamiclawmoslemstu
dentsisamiclawmoslemstudentsi
samiclawmoslemstudents
isamiclawmoslemstudentsisamic
lawmoslemstudentsisamiclawm
oslemstudentsisamiclawmoslem
Daftar Isi
1. Percobaan ( pogging )
3
2. Penyertaan
5
3. Perbarengan (Concurcus)
6
1.
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
6
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
7
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP)
7
PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY)
8
a. Pembuat/Dader (Pasal 55)
8
b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56)
8
1. Pelaku (Pleger)
8
2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)
9
3. Orang yang turut serta (Medepleger)
9
4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk
9
5. Pembantuan (Medeplichtige)
9
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary
Complicity)
10
CONTOH KASUS PENYERTAAN
10
A. PENGERTIAN HUKUM
11
B. MACAM-MACAM SANKSI
11
C. ARTI PIDANA
11
D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
11
E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL
12
F. DELIK
12
G. AZAS LEGALITAS
13
H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI
13
I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD
13
J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA
13
K. FUNGSI HUKUM PIDANA
13
š Fungsi Umum
13
š Fungsi Khusus
13
A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
13
Delik kejahatan
14
Delik pelanggaran
14
I a. Delik formil
14
2
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
b. Delik materil
B. SIFAT MELAWAN HUKUM
14
14
Sifat melawan hukum
14
Sifat melawan hukum formil
15
Sifat melawan hukum materil
15
Sifat melawan hukum materil fungsi negatif
15
Sifat melawan hukum materil fungsi positif
15
C. PELAKU TINDAK PIDANA (DADER)
15
SAMENLOOP/PERBARENGAN
16
A. SAMENLOOP AAN STRAFBAAR FEIT (CONCURSUS)
16
B. JENIS-JENIS SAMENLOOP
16
a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis)
16
b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut)
16
c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis)
16
C. STELSEL PEMIDANAAN DALAM SAMENLOOP
16
A. Stelsel Pokok
16
Absorptie Stelsel
16
Commulatie Stelsel
16
B. Stelsel Tambahan
16
Absorptie yang di pertajam
16
Commulatie sedang
17
RECIDIVE
17
A. TEORI-TEORI RECIDIVE
17
1) Recidive Umum
17
2) Recidive Tengah
17
3) Recidive Khusus
17
B. PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE
17
C. AJARAN UMUM
17
ANALISIS KASUS PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGAN
24 April 2013
3
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
1. Percobaan ( pogging )
Contoh Kasus 1 :
Andik adalah seorang pegawai suatu kantor pos. Andik memiliki niatan untuk mencuri paket
kiriman dikantor poss. Ketika jam kerja selesai dan teman – teman sekerjanya pulang Andik
menyelinap dan bersembunyi dikamar mandi. Saat suasana sepi dia mencoba memilih paketan
untuk di curi. Akan tetapi ternyata kepala kantor Andik masih belum pulang dan sesaat ketika
mau pulang dengan tidak sengaja melihat andik berada didalam gudang. Karena curiga, kepala
kantor pos menanyakan apa yang sedang dilakukan Andik. Berhubung ketahuan maka Andik
tidak jadi mencuri. Karena kebingungan andik membuat alasan kalau sedang mengecek barang.
Namun, kepala kantor tida percaya begitu saja. Dan memperkarakan ke meja hijau.
Analisis :
Kasus ini termasuk poging ( percobaan ), hal ini sesuai dengan dasar hukum yakni diatur
didalam KUHP pasal 53 :
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Hasil identifikasi dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Andik berencana untuk mencuri pos paket
2. Andik masuk ke kamar mandi
Hal sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena
dengan masuknya andik ke kamar mandi adalah awal dari pencurian itu.
3. Masuk ke Gudang
Saat masuk ke gudang dan memilih barang sudah merupakan kelanjutan dari permulaan.
4. Andik ketahuan saat mau melakukan kejahatan
Aksi Andi untuk mencuri pos paket, tapi kajahatan yang dilakukan oleh andik belum bisa
dikatakan sukses atau mencapai sasaran, karena ditengah aksinya andik udah ketahuan duluan
sama kepala kantornya dan kemudian diproses dimeja hijau.
4
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Dari contoh kasus fiktif trsebut, termasuk serangkaian perbuatan yang telah dilakukan Andik
untuk melaksanakan kehendaknya dengan misi mencuri pos paket.sehingga andik dapat
dikenakan pidana sesuai pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap
percobaan ini adalah dikurangi 1/3 dari pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Jika hakim
menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, maka hukuman yang harus dijalani andik adalah 6 tahun
hukuman penjara.
Contoh Kasus 2 :
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi
lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot.
Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan
Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang
tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Imron Ermawan di Cibinong,
Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di
depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri. Di
dalam angkot masih ada tujuh penumpang.
Namun, satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku
meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga.
Setelah korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat
sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku kemudian
memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.
Dia menggunakan jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat orang
lewat dan berupaya mendekatinya, MD berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan
meninggalkan korban di jalan.
5
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka
melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar
Imron.
Analisis :
Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa supir angkot telah melanggar kasus
pidana pada pasal 53 ayat (1) :
“Mencoba melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan
dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri”
Pelaku yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa karena
ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat dianalisis dari kejadian di
atas adalah :
Sopir angkutan berencana untuk memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba
memperkosa siswi tersebut, tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya
selesai, karena ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk
mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan
korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam hukum pidana.
Dari kejadian diatas maka pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini dikarenakan hukuman yang
dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu 5 tahun.
Kesimpulan :
Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tergolong Percobaan yang terhenti. Hal ini
dikarenakan bahwa dalam aksi kejahatannya belum selesaii sampai akhir dan terhenti saat
melakukan aksinya.
Jadi yang dimaksud dengan Percobaan (Poging) adalah Bentuk kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang yang berupaya jahat kepada orang lain atau hal lain dan
belum selesai dalam menjalankan aksinya / sudah selesai aksinya, namun tidak
sesuai dengan rencana awal (niat) maka akan dipidana.
2. Penyertaan (Deelneming)
Contoh Kasus 1 :
25 September lalu, Ihsan merampok ATM di Universitas Bung Hatta dengan membawa senjata
api. Dan berupaya mengancam petugas yang sedang berjaga. Aksi pencurian ini berhasil.
6
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kemudian ihsan lari kerumah rekannya untuk bersembunyi. Setelah itu Ihsan menghitung uang
hasil rampokan, dan memberikan uang kepada rekannya yang bernama Rahmad Syamsurizal dan
istrinya Eni Erawati senilai 10 juta sebagai uang tutup mulut dan ucapan terima kasih telah
disediakan tempat untuk bersembunyi. Naas selang beberapa hari mereka bertiga tertangkap dan
di sidangkan di pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut Ihsan dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan
Rahmad Syamsurizal bersama istrinya, Eni Erawati ,hany a dituntut tiga tahun, karena tidak
terlibat langsung .
Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat
2 KUHP, dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1
KUHP. Terdakwa melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman
12 tahun, setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak
dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya hanya
menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk
berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10 juta,
yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.
Setelah membacakan tuntutan, ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad
dan Era, diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan
dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan uda dipenjara.
Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.
Analisis :
Terdakwa Ihsan dikenai pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam
kasus penyertaan yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal
tersebut yang berbunyi :
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
7
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni, meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang
dilakukan terdakwa Ihsan, tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan
serta menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah
medeplegen (turut melakukan) dari pasal 56 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja
sama ini terjadi sejak mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan.
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan
kejahatan.
Untuk hukumannya dujelaskan pada pasal 57 :
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang
sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Contoh Kasus 2 :
Suatu ketika Rohim berjalan-jalan di mall bersama temannya Rina. Saat jalan2 dia tertarik pada
sepatu New Era keluaran terbaru dan melihatnya, sepatu itu Rp. 300 ribu. Disaat bersamaan ada
pembeli lain yang akan membeli sepatu tersebut. Karena sakit perut, Pembeli pergi ke toilet dan
menitipkan barang tersebut di toko. Karena uang yang dimilki Rohim tidak ckup, maka dia ingin
mengambil sepatu yang sudah dibayar pembeli lain itu dengan menyuruh Rina temannya. Dia
menyuruh mengambil sepatu yang sudah dibelinya, padahal yang membeli adalah orang lain.
Karena Rina tidak tahu dia langsung mengambil saja sepatu itu dikasir. Karena
pengamanan yang tidak begitu ketat, kasir begitu percaya saja dan memberikan sepatunya
kepada Rina. Tidak lama kemudian pembeli yang sudah membayar datang dan mengambil
sepatu. Seketika itu Rina sudah sampai di depan toko dan kasir berusaha mengejar dan
memberhentikan Rina. Rina ditangkap dan dimintai keterangan oleh satpam mall. Dan
tidak lama kemudian Rohim juga ditangkap saat mau keluar mall.
Analisis :
8
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Dari contoh kasus diatas, maka Kejahatan tersebut dapat dikenakan kasus pidana penyertaan
yang diatur KUHP pasal 55 dan pasal 56 yaitu hanya pada Rohim saja. Untuk Rina tidak
dihukum berdasarkan pasal 66 KUHP :
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan
kejahatan.
Hal di atas karena Rina hanya orang yang disuruh dan tidak tahu kalau dibohongi jika sepatu
tersebut adalah milik Rohim.
Rohim dikenai hukuman sebagaimana pelanggaran yang dilakukan Rina. Hal ini dikarenakan
pelaku atau otak kejahatan adalah Rohim, sehingga Rohim dihukum sesuai pasal 55 :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan,
beserta akibat-akibatnya.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan lebih dari satu orang pelaku disebut penyertaan, dan
biasanya terdapat dalam kasus perampokan.
Perampokan adalah pencurian yang diketahui oleh orang lain dan mengancam orang tersebut
dengan kekerasan. Pada kasus di atas, pelaku terdiri lebih dari satu orang, dan si pelaku utama
mencuri dengan menggunakan kekerasan.
Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP, sedangkan pembantuan diatur dalam pasal
56,57 dan 60 KUHP . Menurut pasal 55 KUHP terdapat 4 yang dapat dikategorikan sebagai
pelaku dalam tindakan penyertaan yaitu:
1. Orang yang melakukan (dader)
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
3. Orang yang turut melakukan (mededader)
9
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
Untuk setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan sengaja
membujuk memperoleh hukuman yang sama. Turut serta memiliki hal yang berbeda dengan
pembantuan. Dalam perbuatan turut serta mengikat siapapun yang terlibat dalam tindak pidana
tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan Penyertaan adalah seseorang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kejahatan yang
telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku kejahatan.
3. Perbarengan (Concurcus)
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Karena nafsu yang tidak tertahan karena habis melihat film Porno tadi malam, sebut saja RD
telah meluapkan nafsunya pada anak dibawah umur, sebut saja bunga. Peristiwa ini terjadi saat
bunga dan teman-temanya bernain dilapangan. RD sedang jalan2 meihat pemandangan, karena
keadaan sepi, RD mendekati Bunga, karena hanya dia yang dianggap cantik dan memiliki tubuh
yang agak besar dari teman lainnya, RD langsung melucuti pakaiannya terus memperkosa gadis
10 tahun itu di depan teman-temannya. Teman-temannya tidak bisa apa-apa karena sudah
diancam RD sebelumnya.
Analisis :
RD telah melanggar tindak pidana, disamping memperkosa dimuka umum (pasal 281) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan
kehendaknya, melanggar kesusilaan
dia juga telah melanggar pasal 290 tentang perbuatan cabul yaitu :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang
itu pingsan atau tidak berdaya;
10
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin
3. - Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa RD telah melanggar KUHP
pasal 63 mengenai Perbarengan yang berbunyi :
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan
pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang dijatukan kepada RD adalah hukuman yang
terberat yaitu pada pasal 290, hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara.
Contoh kasus 2
DM ingin merampok rumah majikannya sebut saja namanya ED. Niatnya dilakukan pada hari
jumat pukul 12.00 tepatnya saat ED sedang lengah menyelesaikan arsip / berkas kantor
hariannya. Kemudian DM mulai memasuki rumah ED dan mulai menjalankan aksinya tersebut.
Saat DM melihat-lihat sekelilig rumah majikannya, keadaan rumah majikannya begitu sepi dan
mendorong niat untuk mencuri semakin kuat. Alhasil perbuatannya dilihat oleh majikannya. Dan
majikannya berteriak keras. Tapi untuk menghentikan teriakannya itu maka DM membungkam
mulut majikannya, tapi majikannya semakin meronta keras. tanpa piker panjang DM
menghabisi sang korban dengan tusukan tepat diperutnya menggunakan pisau di atas
meja. Seketika itu korban mati dan DM menguras habis harta benda seluruh isi rumah.
Analisis :
Berdasarkan peristiwa di atas maka dapat dianalisis bahwa Pelaku dapat dijerat dengan pasal
tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara :
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
11
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Berdasarkan ancaman hukuman diatas maka hukuman terberat adalah ancaman hukuman
pembunuhan yaitu 15 tahun. Sehingga Pelaku dihukum menggunakan asas sistem absorpsi.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Idealis adalah seseorang yang melakukan
satu perbuatan tetapi melanggar lebih dari satu pasal dalam KUHP atau UU
lainnya, dengan hukuman yang dijatuhkan adalah yang terberat dari pasal-pasal
yang mengaturnya (sistem absorpsi).
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Argo adalah pelaku pencurian dirumah mewah perumahan di Royal Regency. Mereka tidak
hanya mencuri, tetapi memperkosa anak Pemilik rumah yang berumur 17 tahun dengan
menampar terlebih dulu sampai pinsan. Dan juga membunuh satpam dengan tembakan
karena mencoba melawan. Keesokan harinya pelaku dapat dibekuk oleh polisi setempat. Dan
akhirnya pelaku di sidang di pengadilan Surabaya. Para keluarga korban meminta agar pelaku di
hukum berat dengan hukuman mati.
Analisis :
Berdasarkan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaku Argo telah melakukan tindak
pidana berupa :
1. Pencurian
2. Pemerkosaan
3. Pembunuhan
Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dengan hukuman 5 tahun penjara. Ke-2 yaitu tentang pemerkosaan (pasal 290) dengan
hukuman 7 tahun penjara dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15
tahun penjara.
Berdasarkan ancaman ketiga pidana di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang
diberikan tidak boleh melebihi hukuman terberat (15 tahun) di tambah 1/3 hukuman
12
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
terberat (5 tahun ) yaitu 20 tahun. Oleh karena itu, maksimal hukuman yang diberikan
Argo maksimal 20 tahun penjara.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Realis adalah seseorang yang melakukan
tindak pidana lebih dari 1 kejahatan yang berbeda dan dapat disidangkan
sekaligus dalam 1 waktu bersamaan dengan system hukuman pidana tidak boleh
lebih dari hukuman terberat yang ditambah 1/3 dari hukuman terbarat (sistem
absorpsi terberat).
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP)
Contoh Kasus 1
Andik memegang uang kasnya budi, karena tergiur jumlahnya yang banyak yaitu Rp.
600.000.000, 00. Maka andik berniat untuk bisa menguasai kesemua uang tersebut. sehingga
dengan niat yang kuat dan menggebu – gebu, Andik berniat untuk mencuri uang kas tersebut.
maka untuk mewujudkan niatnya, andik mulai melaksanakan kehendaknya untuk mencuri uang
kas tersebut. agar budi tidak curiga dan perbuatannya tercapai, maka ia mengambil uang kas
tersebut, secara bertahap / beberapa kali namun dalam interval waktu yang tak lama yakni
selama 3 hari. Dengan cara hari pertama mengambil 200.000.000,00 hari ke 2 mengambil
200.000.000,00 dan hari ke – 3 mengambil 200.000,00,00. Sehingga jumlah uangnya genap Rp.
600.000.000. 00.
Analisis :
Contoh diatas termasuk perbuatan lanjutan karena :
1. Andik melakukan perbuatannya untuk mencuri uang tersebut dengan cara berulang
2. Perbuatan berupa kejahatan / pelanggaran yang berdri sendiri
3. Ada kaitannya / hubungan antara satu keputusan kehendak yang dilarang, perbuatannya
sejenis yakni ingim mencuri uang kas, dan interwaktunya juga tidak terlalu lama yakni dalam
kurun waktu 3 hari dengan tujuan mencuri / menguasai uang sebesar Rp. 600.000.000,00.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang
rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun
13
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya
berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Contoh Kasus 2 :
Dio ingin mencuri suatu tumpukan batu bata, akan tetapi Dio tidak sanggup mengangkut batu itu
sekali jalan. Jadi, Dio terpaksa beberapa kali mondar mandir dengan gerobaknya untuk
mengangkut batu bata itu semuanya. Perbuatan mencuri batu bata itu dapat dia selesaikan dalam
interval waktu yang tidah terlalu lama.
Analisis :
Dari hal-hal tersebut maka point yang menjadi pegangan untuk menyebut adanya
suatu perbuatan berlanjut adalah :
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) yang
sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak dan dilakukan dalam tenggang
waktu yang tidak terlalu lama.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang
rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun
masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya
berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Kesimpulan :
Berdasarkan ke-2 contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya perbuatan lanjutan
adalah suatu bentuk perbutan yang berupa kejahatan / pelanggaran yang dilakukan secara
berulang – ulang serta dilakukan oleh seseorang dalam waktu interval yang tidak terlalu
lama.
Follow “Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)”
Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)
Berbuat Baik Di Manapun Kaki ini Melangkah
Buat situs dengan WordPress.com
http://muhammadsyaifudin99.wordpress.com/2013/04/24/analisis-kasus-percobaan-penyertaandan-perbarengan/
14
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
RINGKASAN HUKUM PIDANA TENTANG PERCOBAAN, PENYERTAAN GABUNGAN
TINDAK PIDANA ( 2P2G )
1. PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY)
Penyertaan Menurut KUHP
Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu :
a. Pembuat/Dader (Pasal 55)
yang terdiri dari :
1) pelaku (pleger);
2) yang menyuruhlakukan (doenpleger);
3) yang turut serta (medepleger);
4) penganjur (uitlokker).
b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56)
yang terdiri dari :
1) pembantu pada saat kejahatan dilakukan;
2) pembantu sebelum kejahatan dilakukan.
1. Pelaku (Pleger)
Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan
dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.
1. Orang yang bertanggungjawab (peradilan Indonesia);
2. Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang,
tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung. (peradilan belanda);
3. Orang yang berkewajiban mengakhiri keadaan terlarang (pompe);
Pengertian pembuat menurut pakar :
a. Tiap orang yang melakukan/menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan delik ((MvT),
Pompe, Hazewinkel Suringa, van Hattum, Mulyatno);
b. Orang yang melakukan sesuai dengan rumusan delik (pembuat materiil), mereka yang tersebut
dalam pasal 55 KUHP hanya disamakan saja dengan pembuat (HR, Simons, van Hamel,
Jonkers).
15
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kedudukan pleger dalam pasal 55 KUHP : Janggal karena pelaku bertanggungjawab atas
perbuatannya (pelaku tunggal) dapat dipahami :
• pasal 55 menyebut siapa-siapa yang yang disebut sebagai pembuat, jadi pleger masuk
didalamnya) (Hazewinkel Suringa);
• Mereka yang bertanggungjawab adalah yang berkedudukan sebagai pembuat (Pompe)
2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang
perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat
langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor
intellectualis).
Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
a. alat yang dipakai adalah manusia;
b. alat yang dipakai berbuat;
c. alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan
hal-hal
yang
menyebabkan
alat
(pembuat
materiel)
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan, adalah:
a. bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44);
b. bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48);
c. bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 (2));
d. bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik;
e. bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan ybs.
Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur maka tetap mengacu pada
Pasal 45 dan Pasal 47 Jo. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
3. Orang yang turut serta (Medepleger)
Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut
mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana
adalah sama.
Turut mengerjakan sesuatu, yaitu :
1. mereka memenuhi semua rumusan delik;
2. Salah satu memenuhi semua rumusan delik;
16
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
3. Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.
Syarat adanya medepleger, antara lain :
a. ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan
ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.
b. ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik ybs.
Kerjasama secara sadar :
1. Adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan;
2. Untuk bekerjasama;
3. Ditujukan kepada hal yang dilarang oleh undang-undang.
Kerjasama/pelaksanaan bersama secara fisik : Kerjasama yang erat dan langsung atas suatu
perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.
4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk
Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana
dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu
memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan,
ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55 (1)
angka 2 KUHP).
Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruhlakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan
orang lain sebagai perantara.
Namun perbedaannya terletak pada :
a. Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut
dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruhlakukan menggerakkannya dengan sarana
yang tidak ditentukan;
b. Pada penganjuran, pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan, sedang dalam
menyuruhkan pembuat materiel tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pergerakan menurut doktrin, antara lain :
a. ¬Penggerakan yang sampai taraf percobaan (Uitlokking bij poging);
b. Penggerakan dimana perbuatan pelaku hanya sampai pada taraf percobaan saja;
c. ¬Penggerakan yang gagal (mislucke uitlokking);
d. Pelaku tadinya tergerak untuk melakukan delik namun kemudian mengurungkan niat tersebut;
e. ¬Penggerakan tanpa akibat (zonder gevold gebleiben uitlokking);
17
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
f. Pelaku sama sekali tidak tergerak untuk melakukan delik.
Syarat penganjuran yang dapat dipidana, antara lain :
a. ada kesengajaan menggerakkan orang lain;
b. menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP;
c. putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut;
d. pembuat materiel melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan;
e. pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan Penganjuran yang gagal tetap dipidana
berdasarkan Pasal 163 KUHP.
5. Pembantuan (Medeplichtige)
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis :
a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan
dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen (turutserta), namun perbedaannya terletak pada:
1) pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang pada turut serta
merupakan perbuatan pelaksanaan;
2) pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja
sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turutserta, orang yang turut
serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri;
3) pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta
dalam pelanggaran tetap dipidana;
4) Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi
sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.
b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan,
sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).
Perbedaannya pada niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada
sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak
melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.
Pertanggungjawaban Pembantu
Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku,
pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari
ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1)). Jika kejahatan diancam
dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun.
18
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Namun ada beberapa catatan pengecualian :
a. pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana:
- membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 (4)) dengan cara member tempat untuk
perampasan kemerdekaan,
- membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (Pasal 415),
- meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).
b. pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu tindak pidana:
- membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 (3)),
- dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349).
Sedangkan pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan pembuatnya (Pasal 57
ayat (3)) dan pertanggungjawaban pembantu adalah berdiri sendiri, tidak digantungkan pada
pertanggungjawaban pembuat.
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary
Complicity)
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan terjadi apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat
terjadi tanpa adanya penyertaan dengan orang lain. Jadi tindak pidana itu terjadi kalau ada orang
lain sebagai penyerta.
Delik-delik yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. menyuap/membujuk orang lain untuk tidak menjalankan hak pilih (Pasal 149);
b. membujuk orang lain untuk masuk dinas militer negara asing (Pasal 238);
c. bigami (Pasal 279);
d. perzinahan (284);
e. melakukan hubungan kelamin dengan anak perempuan di bawah 15 tahun (Pasal 287);
f. menolong orang lain untuk bunuh diri (Pasal 345).
CONTOH KASUS PENYERTAAN
Sidang Korupsi : Vonis Ketua KPU Dibacakan Hari Ini
(Jakarta, 14 Desember 2005 09:46)
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi perkara korupsi Komisi Pemilihan Umum
(KPU) akan membacakan vonis bagi terdakwa Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, Rabu di
19
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Jakarta. Majelis Hakim yang diketuai oleh Kresna Menon direncanakan membuka persidangan
pada pukul 09.00 WIB.
Pada persidangan yang berlangsung Rabu 16 November 2005, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)
pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Nazaruddin Syamsuddin delapan tahun enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi di KPU
terkait pelaksanaan Pemilu 2004.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melakukan perbuatan yang diatur
dalam dakwaan kesatu primer, JPU menggunakan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b,
ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor
20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana dengan melakukan tindakan memperkaya diri
sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara," kata Tumpak Simanjuntak
salah satu anggota tim JPU saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, minggu
lalu.
Selain melanggar pasal tersebut, kata JPU, terdakwa juga dianggap telah melanggar pasal 11
UU No31/1999 jo UU 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana Jo pasal 64 KUH
Pidana sebagai dakwaan kedua primer.
"Kami juga menuntut agar Majelis Hakim menghukum terdakwa membayar denda sebesar
Rp450 juta subsider enam bulan penjara, dan membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp14,1
miliar yang ditanggung renteng dengan terdakwa dalam kasus yang sama yaitu Kepala Biro
Keuangan KPU Hamdani Amin," ujar Tumpak.
Bila Nazaruddin tidak dapat membayar uang ganti rugi itu maka pidana penjara akan ditambah
selama empat tahun. Pada dakwaan pertama primer unsurnya adalah setiap orang secara
melawan hukum melakukan unsur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi yang merugikan keuangan negara dan perekonomian. Sedangkan unsur dalam
dakwaan kedua primer adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah
yang maka hadiah itu berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangannya yang berhubungan
dengan jabatan. Sementara pasal 55 ayat (1) ke 1 mengenai penyertaan dalam tindak pidana
dan pasal 64 KUHP mengenai perbuatan berlanjut.
Pada sidang yang berlangsung Jumat 25 November 2005 Nazaruddin Sjamsuddin dalam nota
pembelaan yang dibacakannya mempertanyakan dasar dakwaan dan tuntutan kepada dirinya.
20
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
"Saya kaget bahwa dakwaan yang ditujukan kepada saya berhubungan dengan pengadaan
asuransi. Apa yang terjadi sebenarnya adalah bahwa pleno KPU telah menyetujui anggaran
untuk asuransi," kata Nazaruddin Sjamsuddin.
Sementara mengenai dakwaan perihal pengumpulan dana dari rekanan, dosen ilmu politik
Universitas Indonesia itu menyatakan bahwa KPU tidak pernah mengadakan rapat pleno untuk
mengatur cara-cara di luar aturan perundangan-undangan agar dana anggaran KPU dapat turun
dengan mudah atau lancar.
"Pleno tidak pernah mempengaruhi rekanan pemenang tender. Pleno berbicara tentang
spesifikasi kebutuhan yang diinginkan dan harga yang wajar," tambahnya.
Dalam bagian lain dari pledoinya, Nazaruddin mengaku merasa sedih karena semua kerja keras
yang dilakukannya bersama anggota KPU untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu,-- yang
dinilai pihak luar negeri berhasil-- justru berujung musibah bagi institusi yang dipimpinnya.
[TMA, Ant]
Label: Hukum Pidana
Aslan
Corp
Copyright
2010©
Ilmu
Kuliah.
All
rights
reserved.
http://aslanilmukuliah.blogspot.com/2010/01/ringkasan-hukum-pidana-tentang.html
"Yakinkan Diri Dengan Doa, Maksimalkan Karya Dengan Usaha, Pastikan Sampai Pada CitaCita - Yakin Usaha Sampai-."
Jumat, 04 Juni 2010
RINGKASAN MATERI HUKUM PIDANA
A. PENGERTIAN HUKUM
Menurut S.K.Amien, SH.
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi
yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara.
Contoh: Pasal 338 KUHP "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain "
(norma), dipidana setinggi-tingginya 15 tahun karena pembunuhan" (sanksi).
B. MACAM-MACAM SANKSI
Macam-macam sanksi ada 3:
1) Perdata (bayar hutang, ganti rugi, perebutan hak)
21
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
2) Administrasi (turun pangkat atau jabatan)
3) Pidana (penderitaan atau nestapa)
· Pidana merupakan sanksi yang terberat
· Pidana merupakan "Ultimum Remedium", yaitu hukuman pidana merupakan obat terakhir, jadi
apabila suatu masalah masih bisa diselesaikan dengan hukuman yang ringan seperti dalam
perdata dan administrasi, maka janganlah dulu diselesaikan dengan hukuman pidana.
C. ARTI PIDANA
Pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dilimpahkan oleh instansi yang
berwenang kepada seseorang yang telah melanggar hukum pidana
D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Pengertian hukum pidana menurut para ahli hukum:
Menurut Prof. Muljatno, SH.
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yamg
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu (pidana mati, penjara, dan
kurungan) bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Ridwan Syahroni, SH.
Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
merupakan tindak pidana atau delik dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan bagi yang
melakukannya.
Ø Hukum Pidana
1) Dalam Arti Obyektif (Ius Poenale, Hukum Positif)
Sejumlah peraturan yang mengandung larangan–larangan keharusan dimana terhadap
pelanggarnya diancam dengan hukuman serta ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang
dapat dipergunakan apabila norma itu dilanggar.
22
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
- Terbagi menjadi 2:
Hukum Pidana Materil
Berisi tentang ketentuan perbuatan apa yang dilarang, siapa yang dapat dihukum dan berapa
hukuman bagi pelanggarnya. Pada umumnya, terdapat dalam KUHP, UU diluar KUHP, dan
mengandung ketentuan-ketentuan pidana
Contoh: Pasal 338 KUHP
§ Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain
§ Orang yang melakukan tindak pidana tersebut
§ Setinggi-tingginya 15 tahun
Hukum Pidana Materil terbagi 2 :
o Hukum Pidana Umum
o Hukum Pidana Khusus
Cara mempertahankan hukum pidana materil :
· Penyidik: 20 hari + 40 hari = 60 hari
· Jaksa: 20 hari + 50 hari = 70 hari
· Hakim: 30 hari + 60 hari = 90 hari
Hukum Pidana Formil
Berisi bagaimana cara negara atau pemerintah dengan alat-alat kekuasaannya dapat membawa
pelaku ke pengadilan
2) Dalam Arti Subyektif (Ius Poenandi)
Hukum Pidana adalah Himpunan peraturan-peraturan yang memberi hak kepada negara untuk
mengancam dengan pidana bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana kemudian memberi
hak kepada negara untuk menghukum orang tersebut
E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL
Hubungan hukum pidana materi dengan hukum pidana formil sangat erat sekali, karena tanpa
hukum acara pidana (hukum formil), hukum pidana materil tidak berlaku atau tidak ada artinya
F. DELIK
è Delik merupakan tindak pidana
è Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dinamakan "Delik /
tindak pidana"
23
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
è Dalam sistem hukum pidana sekarang, delik dibagi menjadi 2:
§ Tindak pidana kejahatan ( Buku II )
§ Tindak pidana Pelanggaran ( Buku III )
è Bagaimana untuk menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana?
Jawab: Untuk menentukan perbuatan mana yang dipandang sebagai delik atau tindak pidana, kita
menganut "Principle Of Legality" (azas legalitas) yang tertulis dan yang diatur dalam pasal 1
ayat 1 KUHP. Undang-undang menyebutkan sedemikian rupa dengan tegas ( Principle of
legality" nollum delictum nulla poena praevia lege poenale")
è Isi pasal 1 ayat 1 KUHP:
" Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan UU yang telah ada
terlebih dahulu sebelumnya atau dari perbuatan tersebut "
è Ini berarti bahwa tiap-tiap perbuatan pidana atau tindak pidana harus ditentukan sebagai
demikian oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang
telah ada dan berlaku bagi terdakwa
è Pasal 1 ayat 1 ini mengandung 3 makna:
Æ Undang-undang hukum pidana harus tertulis
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi (kias)
è Maksud hukum pidana tidak berlaku surut itu adalah berarti Undang-undang berlaku ke muka
atau ke depan bukan ke belakang
Contoh: Kumpul kebo
- Kala terjadi perubahan UU diberlakukan bagi yang diberuntungkan olehnya (tersangka)
è Ketiga makna diatas dapat diketahui dari kalimat pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk mengetahui
bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana, UU harus menyebutnya sedemikian rupa
sehingga dilarang dan diancam dengan pidana
è Darimana kita mengetahui bahwa subyek hukum pidana adalah manusia? Dapat diketahui dari:
1) Rumusan pasal-pasal KUHP sendiri yang selalu memulai dengan kata barang siapa
2)Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis hukuman pokok, terdiri dari:
A. Hukuman mati
B. Hukuman penjara (hukuman tidak terbatas, boleh dipindahkan)
C. Hukuman kurungan (tidak boleh lebih sari 2 th)
24
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
D. Hukuman denda
Æ Hukuman tambahan terdiri dari:
§ Pencabutan hak-hak tertentu. Contoh: hak untuk dipilih
§ Perampasan barang-barang tertentu (alat kejahatan dan barang hasil kejahatan)
§ Pengumuman putusan hakim
G. AZAS LEGALITAS
Æ Azas legalitas berasal dari bahasa latin " Nullum Delictum Nulla Poena Praevia Lege Poenale
" oleh Van Feverbach
Æ Azas Nullum Delictum terdiri dari:
§ Nulla Poena Sine Lege ( tanpa uu pidana pun tidak ada )
§ Nulla Poena Sine Crimine ( tanpa kejahatan pidana pun tidak ada )
§ Nulla Crimine Sine Poena Legale ( jika pidana tidak ditetapkan dalam uu )
H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI
Æ Azas let temporis delicti: Apabila Undang-undang yang berlaku baru itu menguntungkan bagi
terdakwa yang berarti UU yang diberlakukan adalah UU yang ada pada saat tindak pidana itu
diberlakukan, maka pasal 1 ayat 2 KUHP boleh berlaku surut.
Æ Isi pasal 1 ayat 2 KUHP adalah:
" Jika ada perubahan dalam Undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan "
Æ Pasal 1 ayat 2 KUHP oleh para sarjana disarankan agar dihapuskan saja karena memberikan
pendidikan yang tidak baik (tidak ada kepastian) mereka menghendaki agar diberlakukan azas
legalitas.
I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD
"Azas been strap zonder schuld" adalah tidak dipidana tanpa kesalahan
Æ Azas ini tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana
Æ Apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana harus dihukum?
Jawab : "Tidak"
Alasannya : Dalam hukum pidana dianut azas yang tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum
pidana tersebut yaitu "azas been strap zonder schuld"
Contoh : Eksekusi Amrozi
25
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
- mengapa regu penembak mati amrozi tidak dihukum?
Jawab: karena ia melaksanakan UU dan membela diri
J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Dasar-dasar / alasan-alasan penghapus pidana adalah hal-hal atau keadaan yang menyebabkan
seseorang yang telah jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum.
Contoh: orang gila dan regu penembak hukum pidana mati
Yang dimaksud tanpa kesalahan itu bagaimana?
Jawab: ialah orang yang jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum karena adanya
alasan-alasan/ dasar-dasar penghapus pidana
Dasar-dasar/ alasan-alasan penghapus pidana terbagi 2:
a) Dasar pemaaf
§ Pasal 44 KUHP
§ Dasar-dasar yang menghapuskan kesalahan tersangka / terdakwa karena dia tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut UU dengan kata lain (gila), jadi kesalahannya dimaafkan,
sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Artinya, jika orang yang sehat yang
melakukannya, maka akan dihukum
§ Contoh: orang gila
b) Dasar pembenar
§ Pasal 48,49,50,51 KUHP
§ Dasar / alasan yang menghapuskan atau menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan,
sehingga perbuatan tersebut dianggap patut dan benar
§ Contoh: regu penembak hukum pidana mati
K. FUNGSI HUKUM PIDANA
š Fungsi Umum
Sama dengan fungsi hukum yang lain ialah mengatur hidup kemasyarakatan / menyelenggarakan
tata dalam masyarakat
26
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
š Fungsi Khusus
Ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan
sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan sanksi yang terdapat pada
cabang hukum lainnya
A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
Didalam KUHP ada 3 buku:
o Buku I tentang Ketentuan Umum
o Buku II tentang Kejahatan
o Buku III tentang Pelanggaran
Menurut KUHP ada 2 jenis tindak pidana:
1 Tindak pidana kejahatan (buku II KUHP) = Delik Hukum (Recht Delictum)
2 Tindak pidana pelanggaran (buku III KUHP) = Delik UU (Wets Delictum)
Perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran adalah:
Delik kejahatan
adalah suatu perbuatan yang meskipun tidak tertulis dalam Undang-Undang sebagai perbuatan
pidana, tetapi ada perasaan hukum (adil tidak adilnya dapat dirasa) / telah dirasakan sebagai
onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Dan ancamannya lebih berat
daripada pelanggaran.
Delik pelanggaran
adalah perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumya dapat diketahui setelah ada UU yang
menentukan demikian. Dan ancamannya ringan sehingga tidak dapat dirasakan oleh si pelanggar.
Menurut Doktrin, delik terbagi :
I a. Delik formil
suatu delik atau tindak pidana yeng telah dianggap selesai terlaksana dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun.
27
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
b. Delik materil
suatu delik yang telah dianggap selesai apabila telah dianggap selesai terlaksana dengan
timbulnya akibat dari perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: pasal 338 KUHP (tentang pembunuhanan)
II a. Delik laporan (biasa) / delik bukan aduan: suatu delik yang penuntutannya tidak
disyaratkan / diperlukan adanya pengaduan dari pihak korban / cukup laporan.
Contoh: pencurian.
b. Delik aduan (klacht delict): suatu delik yang penuntutannya disyaratkan adanya pengaduan
dari pihak korban
Contoh: pasal 284 KUHP tentang zina (overspel)
· Delik aduan ini
isamiclawmoslemstudentsisamic
ts
lawmoslemstudentsisamiclawm
oslemstudentsisamiclawmoslem
HUKUM PIDANA
studentsisamiclawmoslemstude
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
ntsisamiclawmoslemstudentsisa
2015
miclawmoslemstudentsisamicla
wmoslemstudentsisamiclawmosl
emstudentsisamiclawmoslemstu
dentsisamiclawmoslemstudentsi
samiclawmoslemstudents
isamiclawmoslemstudentsisamic
lawmoslemstudentsisamiclawm
oslemstudentsisamiclawmoslem
Daftar Isi
1. Percobaan ( pogging )
3
2. Penyertaan
5
3. Perbarengan (Concurcus)
6
1.
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
6
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
7
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP)
7
PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY)
8
a. Pembuat/Dader (Pasal 55)
8
b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56)
8
1. Pelaku (Pleger)
8
2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)
9
3. Orang yang turut serta (Medepleger)
9
4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk
9
5. Pembantuan (Medeplichtige)
9
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary
Complicity)
10
CONTOH KASUS PENYERTAAN
10
A. PENGERTIAN HUKUM
11
B. MACAM-MACAM SANKSI
11
C. ARTI PIDANA
11
D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
11
E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL
12
F. DELIK
12
G. AZAS LEGALITAS
13
H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI
13
I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD
13
J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA
13
K. FUNGSI HUKUM PIDANA
13
š Fungsi Umum
13
š Fungsi Khusus
13
A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
13
Delik kejahatan
14
Delik pelanggaran
14
I a. Delik formil
14
2
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
b. Delik materil
B. SIFAT MELAWAN HUKUM
14
14
Sifat melawan hukum
14
Sifat melawan hukum formil
15
Sifat melawan hukum materil
15
Sifat melawan hukum materil fungsi negatif
15
Sifat melawan hukum materil fungsi positif
15
C. PELAKU TINDAK PIDANA (DADER)
15
SAMENLOOP/PERBARENGAN
16
A. SAMENLOOP AAN STRAFBAAR FEIT (CONCURSUS)
16
B. JENIS-JENIS SAMENLOOP
16
a. Een Daadse Samenloop (Concursus Idealis)
16
b. Voor Gezette Handeling (Perbuatan Berlanjut)
16
c. Meer Daadse Samenloop (Concurcus Realis)
16
C. STELSEL PEMIDANAAN DALAM SAMENLOOP
16
A. Stelsel Pokok
16
Absorptie Stelsel
16
Commulatie Stelsel
16
B. Stelsel Tambahan
16
Absorptie yang di pertajam
16
Commulatie sedang
17
RECIDIVE
17
A. TEORI-TEORI RECIDIVE
17
1) Recidive Umum
17
2) Recidive Tengah
17
3) Recidive Khusus
17
B. PERSAMAAN & PERBEDAAN CONCURSUS DENGAN RECIDIVE
17
C. AJARAN UMUM
17
ANALISIS KASUS PERCOBAAN, PENYERTAAN, DAN PERBARENGAN
24 April 2013
3
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
1. Percobaan ( pogging )
Contoh Kasus 1 :
Andik adalah seorang pegawai suatu kantor pos. Andik memiliki niatan untuk mencuri paket
kiriman dikantor poss. Ketika jam kerja selesai dan teman – teman sekerjanya pulang Andik
menyelinap dan bersembunyi dikamar mandi. Saat suasana sepi dia mencoba memilih paketan
untuk di curi. Akan tetapi ternyata kepala kantor Andik masih belum pulang dan sesaat ketika
mau pulang dengan tidak sengaja melihat andik berada didalam gudang. Karena curiga, kepala
kantor pos menanyakan apa yang sedang dilakukan Andik. Berhubung ketahuan maka Andik
tidak jadi mencuri. Karena kebingungan andik membuat alasan kalau sedang mengecek barang.
Namun, kepala kantor tida percaya begitu saja. Dan memperkarakan ke meja hijau.
Analisis :
Kasus ini termasuk poging ( percobaan ), hal ini sesuai dengan dasar hukum yakni diatur
didalam KUHP pasal 53 :
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Hasil identifikasi dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Andik berencana untuk mencuri pos paket
2. Andik masuk ke kamar mandi
Hal sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena
dengan masuknya andik ke kamar mandi adalah awal dari pencurian itu.
3. Masuk ke Gudang
Saat masuk ke gudang dan memilih barang sudah merupakan kelanjutan dari permulaan.
4. Andik ketahuan saat mau melakukan kejahatan
Aksi Andi untuk mencuri pos paket, tapi kajahatan yang dilakukan oleh andik belum bisa
dikatakan sukses atau mencapai sasaran, karena ditengah aksinya andik udah ketahuan duluan
sama kepala kantornya dan kemudian diproses dimeja hijau.
4
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Dari contoh kasus fiktif trsebut, termasuk serangkaian perbuatan yang telah dilakukan Andik
untuk melaksanakan kehendaknya dengan misi mencuri pos paket.sehingga andik dapat
dikenakan pidana sesuai pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap
percobaan ini adalah dikurangi 1/3 dari pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Jika hakim
menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, maka hukuman yang harus dijalani andik adalah 6 tahun
hukuman penjara.
Contoh Kasus 2 :
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi
lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot.
Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan
Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang
tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Imron Ermawan di Cibinong,
Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di
depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri. Di
dalam angkot masih ada tujuh penumpang.
Namun, satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku
meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga.
Setelah korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat
sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku kemudian
memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.
Dia menggunakan jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat orang
lewat dan berupaya mendekatinya, MD berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan
meninggalkan korban di jalan.
5
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka
melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar
Imron.
Analisis :
Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa supir angkot telah melanggar kasus
pidana pada pasal 53 ayat (1) :
“Mencoba melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan
dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri”
Pelaku yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa karena
ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat dianalisis dari kejadian di
atas adalah :
Sopir angkutan berencana untuk memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba
memperkosa siswi tersebut, tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya
selesai, karena ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk
mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan
korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam hukum pidana.
Dari kejadian diatas maka pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini dikarenakan hukuman yang
dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu 5 tahun.
Kesimpulan :
Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tergolong Percobaan yang terhenti. Hal ini
dikarenakan bahwa dalam aksi kejahatannya belum selesaii sampai akhir dan terhenti saat
melakukan aksinya.
Jadi yang dimaksud dengan Percobaan (Poging) adalah Bentuk kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang yang berupaya jahat kepada orang lain atau hal lain dan
belum selesai dalam menjalankan aksinya / sudah selesai aksinya, namun tidak
sesuai dengan rencana awal (niat) maka akan dipidana.
2. Penyertaan (Deelneming)
Contoh Kasus 1 :
25 September lalu, Ihsan merampok ATM di Universitas Bung Hatta dengan membawa senjata
api. Dan berupaya mengancam petugas yang sedang berjaga. Aksi pencurian ini berhasil.
6
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kemudian ihsan lari kerumah rekannya untuk bersembunyi. Setelah itu Ihsan menghitung uang
hasil rampokan, dan memberikan uang kepada rekannya yang bernama Rahmad Syamsurizal dan
istrinya Eni Erawati senilai 10 juta sebagai uang tutup mulut dan ucapan terima kasih telah
disediakan tempat untuk bersembunyi. Naas selang beberapa hari mereka bertiga tertangkap dan
di sidangkan di pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut Ihsan dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan
Rahmad Syamsurizal bersama istrinya, Eni Erawati ,hany a dituntut tiga tahun, karena tidak
terlibat langsung .
Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat
2 KUHP, dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1
KUHP. Terdakwa melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman
12 tahun, setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak
dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya hanya
menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk
berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10 juta,
yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.
Setelah membacakan tuntutan, ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad
dan Era, diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan
dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan uda dipenjara.
Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.
Analisis :
Terdakwa Ihsan dikenai pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam
kasus penyertaan yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal
tersebut yang berbunyi :
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
7
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni, meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang
dilakukan terdakwa Ihsan, tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan
serta menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah
medeplegen (turut melakukan) dari pasal 56 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja
sama ini terjadi sejak mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan.
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan
kejahatan.
Untuk hukumannya dujelaskan pada pasal 57 :
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang
sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Contoh Kasus 2 :
Suatu ketika Rohim berjalan-jalan di mall bersama temannya Rina. Saat jalan2 dia tertarik pada
sepatu New Era keluaran terbaru dan melihatnya, sepatu itu Rp. 300 ribu. Disaat bersamaan ada
pembeli lain yang akan membeli sepatu tersebut. Karena sakit perut, Pembeli pergi ke toilet dan
menitipkan barang tersebut di toko. Karena uang yang dimilki Rohim tidak ckup, maka dia ingin
mengambil sepatu yang sudah dibayar pembeli lain itu dengan menyuruh Rina temannya. Dia
menyuruh mengambil sepatu yang sudah dibelinya, padahal yang membeli adalah orang lain.
Karena Rina tidak tahu dia langsung mengambil saja sepatu itu dikasir. Karena
pengamanan yang tidak begitu ketat, kasir begitu percaya saja dan memberikan sepatunya
kepada Rina. Tidak lama kemudian pembeli yang sudah membayar datang dan mengambil
sepatu. Seketika itu Rina sudah sampai di depan toko dan kasir berusaha mengejar dan
memberhentikan Rina. Rina ditangkap dan dimintai keterangan oleh satpam mall. Dan
tidak lama kemudian Rohim juga ditangkap saat mau keluar mall.
Analisis :
8
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Dari contoh kasus diatas, maka Kejahatan tersebut dapat dikenakan kasus pidana penyertaan
yang diatur KUHP pasal 55 dan pasal 56 yaitu hanya pada Rohim saja. Untuk Rina tidak
dihukum berdasarkan pasal 66 KUHP :
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan
kejahatan.
Hal di atas karena Rina hanya orang yang disuruh dan tidak tahu kalau dibohongi jika sepatu
tersebut adalah milik Rohim.
Rohim dikenai hukuman sebagaimana pelanggaran yang dilakukan Rina. Hal ini dikarenakan
pelaku atau otak kejahatan adalah Rohim, sehingga Rohim dihukum sesuai pasal 55 :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan,
beserta akibat-akibatnya.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan lebih dari satu orang pelaku disebut penyertaan, dan
biasanya terdapat dalam kasus perampokan.
Perampokan adalah pencurian yang diketahui oleh orang lain dan mengancam orang tersebut
dengan kekerasan. Pada kasus di atas, pelaku terdiri lebih dari satu orang, dan si pelaku utama
mencuri dengan menggunakan kekerasan.
Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP, sedangkan pembantuan diatur dalam pasal
56,57 dan 60 KUHP . Menurut pasal 55 KUHP terdapat 4 yang dapat dikategorikan sebagai
pelaku dalam tindakan penyertaan yaitu:
1. Orang yang melakukan (dader)
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
3. Orang yang turut melakukan (mededader)
9
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
Untuk setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan sengaja
membujuk memperoleh hukuman yang sama. Turut serta memiliki hal yang berbeda dengan
pembantuan. Dalam perbuatan turut serta mengikat siapapun yang terlibat dalam tindak pidana
tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan Penyertaan adalah seseorang yang melakukan, yang
menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kejahatan yang
telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku kejahatan.
3. Perbarengan (Concurcus)
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Karena nafsu yang tidak tertahan karena habis melihat film Porno tadi malam, sebut saja RD
telah meluapkan nafsunya pada anak dibawah umur, sebut saja bunga. Peristiwa ini terjadi saat
bunga dan teman-temanya bernain dilapangan. RD sedang jalan2 meihat pemandangan, karena
keadaan sepi, RD mendekati Bunga, karena hanya dia yang dianggap cantik dan memiliki tubuh
yang agak besar dari teman lainnya, RD langsung melucuti pakaiannya terus memperkosa gadis
10 tahun itu di depan teman-temannya. Teman-temannya tidak bisa apa-apa karena sudah
diancam RD sebelumnya.
Analisis :
RD telah melanggar tindak pidana, disamping memperkosa dimuka umum (pasal 281) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan
kehendaknya, melanggar kesusilaan
dia juga telah melanggar pasal 290 tentang perbuatan cabul yaitu :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang
itu pingsan atau tidak berdaya;
10
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin
3. - Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa RD telah melanggar KUHP
pasal 63 mengenai Perbarengan yang berbunyi :
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan
pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang dijatukan kepada RD adalah hukuman yang
terberat yaitu pada pasal 290, hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara.
Contoh kasus 2
DM ingin merampok rumah majikannya sebut saja namanya ED. Niatnya dilakukan pada hari
jumat pukul 12.00 tepatnya saat ED sedang lengah menyelesaikan arsip / berkas kantor
hariannya. Kemudian DM mulai memasuki rumah ED dan mulai menjalankan aksinya tersebut.
Saat DM melihat-lihat sekelilig rumah majikannya, keadaan rumah majikannya begitu sepi dan
mendorong niat untuk mencuri semakin kuat. Alhasil perbuatannya dilihat oleh majikannya. Dan
majikannya berteriak keras. Tapi untuk menghentikan teriakannya itu maka DM membungkam
mulut majikannya, tapi majikannya semakin meronta keras. tanpa piker panjang DM
menghabisi sang korban dengan tusukan tepat diperutnya menggunakan pisau di atas
meja. Seketika itu korban mati dan DM menguras habis harta benda seluruh isi rumah.
Analisis :
Berdasarkan peristiwa di atas maka dapat dianalisis bahwa Pelaku dapat dijerat dengan pasal
tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara :
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
11
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Berdasarkan ancaman hukuman diatas maka hukuman terberat adalah ancaman hukuman
pembunuhan yaitu 15 tahun. Sehingga Pelaku dihukum menggunakan asas sistem absorpsi.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Idealis adalah seseorang yang melakukan
satu perbuatan tetapi melanggar lebih dari satu pasal dalam KUHP atau UU
lainnya, dengan hukuman yang dijatuhkan adalah yang terberat dari pasal-pasal
yang mengaturnya (sistem absorpsi).
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Argo adalah pelaku pencurian dirumah mewah perumahan di Royal Regency. Mereka tidak
hanya mencuri, tetapi memperkosa anak Pemilik rumah yang berumur 17 tahun dengan
menampar terlebih dulu sampai pinsan. Dan juga membunuh satpam dengan tembakan
karena mencoba melawan. Keesokan harinya pelaku dapat dibekuk oleh polisi setempat. Dan
akhirnya pelaku di sidang di pengadilan Surabaya. Para keluarga korban meminta agar pelaku di
hukum berat dengan hukuman mati.
Analisis :
Berdasarkan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaku Argo telah melakukan tindak
pidana berupa :
1. Pencurian
2. Pemerkosaan
3. Pembunuhan
Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dengan hukuman 5 tahun penjara. Ke-2 yaitu tentang pemerkosaan (pasal 290) dengan
hukuman 7 tahun penjara dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15
tahun penjara.
Berdasarkan ancaman ketiga pidana di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang
diberikan tidak boleh melebihi hukuman terberat (15 tahun) di tambah 1/3 hukuman
12
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
terberat (5 tahun ) yaitu 20 tahun. Oleh karena itu, maksimal hukuman yang diberikan
Argo maksimal 20 tahun penjara.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Realis adalah seseorang yang melakukan
tindak pidana lebih dari 1 kejahatan yang berbeda dan dapat disidangkan
sekaligus dalam 1 waktu bersamaan dengan system hukuman pidana tidak boleh
lebih dari hukuman terberat yang ditambah 1/3 dari hukuman terbarat (sistem
absorpsi terberat).
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 64 KUHP)
Contoh Kasus 1
Andik memegang uang kasnya budi, karena tergiur jumlahnya yang banyak yaitu Rp.
600.000.000, 00. Maka andik berniat untuk bisa menguasai kesemua uang tersebut. sehingga
dengan niat yang kuat dan menggebu – gebu, Andik berniat untuk mencuri uang kas tersebut.
maka untuk mewujudkan niatnya, andik mulai melaksanakan kehendaknya untuk mencuri uang
kas tersebut. agar budi tidak curiga dan perbuatannya tercapai, maka ia mengambil uang kas
tersebut, secara bertahap / beberapa kali namun dalam interval waktu yang tak lama yakni
selama 3 hari. Dengan cara hari pertama mengambil 200.000.000,00 hari ke 2 mengambil
200.000.000,00 dan hari ke – 3 mengambil 200.000,00,00. Sehingga jumlah uangnya genap Rp.
600.000.000. 00.
Analisis :
Contoh diatas termasuk perbuatan lanjutan karena :
1. Andik melakukan perbuatannya untuk mencuri uang tersebut dengan cara berulang
2. Perbuatan berupa kejahatan / pelanggaran yang berdri sendiri
3. Ada kaitannya / hubungan antara satu keputusan kehendak yang dilarang, perbuatannya
sejenis yakni ingim mencuri uang kas, dan interwaktunya juga tidak terlalu lama yakni dalam
kurun waktu 3 hari dengan tujuan mencuri / menguasai uang sebesar Rp. 600.000.000,00.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang
rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun
13
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya
berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Contoh Kasus 2 :
Dio ingin mencuri suatu tumpukan batu bata, akan tetapi Dio tidak sanggup mengangkut batu itu
sekali jalan. Jadi, Dio terpaksa beberapa kali mondar mandir dengan gerobaknya untuk
mengangkut batu bata itu semuanya. Perbuatan mencuri batu bata itu dapat dia selesaikan dalam
interval waktu yang tidah terlalu lama.
Analisis :
Dari hal-hal tersebut maka point yang menjadi pegangan untuk menyebut adanya
suatu perbuatan berlanjut adalah :
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) yang
sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak dan dilakukan dalam tenggang
waktu yang tidak terlalu lama.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang
rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu
perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun
masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya
berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Kesimpulan :
Berdasarkan ke-2 contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya perbuatan lanjutan
adalah suatu bentuk perbutan yang berupa kejahatan / pelanggaran yang dilakukan secara
berulang – ulang serta dilakukan oleh seseorang dalam waktu interval yang tidak terlalu
lama.
Follow “Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)”
Myut Myut Muhammad Syaifudin (Massay)
Berbuat Baik Di Manapun Kaki ini Melangkah
Buat situs dengan WordPress.com
http://muhammadsyaifudin99.wordpress.com/2013/04/24/analisis-kasus-percobaan-penyertaandan-perbarengan/
14
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
RINGKASAN HUKUM PIDANA TENTANG PERCOBAAN, PENYERTAAN GABUNGAN
TINDAK PIDANA ( 2P2G )
1. PENYERTAAN (DEELNEMING/COMPLICITY)
Penyertaan Menurut KUHP
Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Berdasarkan pasal-pasal tersebut,
penyertaan dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu :
a. Pembuat/Dader (Pasal 55)
yang terdiri dari :
1) pelaku (pleger);
2) yang menyuruhlakukan (doenpleger);
3) yang turut serta (medepleger);
4) penganjur (uitlokker).
b. Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56)
yang terdiri dari :
1) pembantu pada saat kejahatan dilakukan;
2) pembantu sebelum kejahatan dilakukan.
1. Pelaku (Pleger)
Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi perumusan delik dan
dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.
1. Orang yang bertanggungjawab (peradilan Indonesia);
2. Orang yang mempunyai kekuasaan/kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang,
tetapi membiarkan keadaan yang dilarang berlangsung. (peradilan belanda);
3. Orang yang berkewajiban mengakhiri keadaan terlarang (pompe);
Pengertian pembuat menurut pakar :
a. Tiap orang yang melakukan/menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan delik ((MvT),
Pompe, Hazewinkel Suringa, van Hattum, Mulyatno);
b. Orang yang melakukan sesuai dengan rumusan delik (pembuat materiil), mereka yang tersebut
dalam pasal 55 KUHP hanya disamakan saja dengan pembuat (HR, Simons, van Hamel,
Jonkers).
15
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Kedudukan pleger dalam pasal 55 KUHP : Janggal karena pelaku bertanggungjawab atas
perbuatannya (pelaku tunggal) dapat dipahami :
• pasal 55 menyebut siapa-siapa yang yang disebut sebagai pembuat, jadi pleger masuk
didalamnya) (Hazewinkel Suringa);
• Mereka yang bertanggungjawab adalah yang berkedudukan sebagai pembuat (Pompe)
2. Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)
Doenpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang
perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat
langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor
intellectualis).
Unsur-unsur pada doenpleger adalah:
a. alat yang dipakai adalah manusia;
b. alat yang dipakai berbuat;
c. alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan
hal-hal
yang
menyebabkan
alat
(pembuat
materiel)
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan, adalah:
a. bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44);
b. bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48);
c. bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 (2));
d. bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik;
e. bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan ybs.
Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur maka tetap mengacu pada
Pasal 45 dan Pasal 47 Jo. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
3. Orang yang turut serta (Medepleger)
Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut
mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana
adalah sama.
Turut mengerjakan sesuatu, yaitu :
1. mereka memenuhi semua rumusan delik;
2. Salah satu memenuhi semua rumusan delik;
16
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
3. Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.
Syarat adanya medepleger, antara lain :
a. ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan
ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.
b. ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik ybs.
Kerjasama secara sadar :
1. Adanya pengertian antara peserta atas suatu perbuatan yang dilakukan;
2. Untuk bekerjasama;
3. Ditujukan kepada hal yang dilarang oleh undang-undang.
Kerjasama/pelaksanaan bersama secara fisik : Kerjasama yang erat dan langsung atas suatu
perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan.
4. Penganjur (Uitlokker)/pembujuk
Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana
dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu
memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan,
ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55 (1)
angka 2 KUHP).
Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruhlakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan
orang lain sebagai perantara.
Namun perbedaannya terletak pada :
a. Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) yang tersebut
dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruhlakukan menggerakkannya dengan sarana
yang tidak ditentukan;
b. Pada penganjuran, pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan, sedang dalam
menyuruhkan pembuat materiel tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pergerakan menurut doktrin, antara lain :
a. ¬Penggerakan yang sampai taraf percobaan (Uitlokking bij poging);
b. Penggerakan dimana perbuatan pelaku hanya sampai pada taraf percobaan saja;
c. ¬Penggerakan yang gagal (mislucke uitlokking);
d. Pelaku tadinya tergerak untuk melakukan delik namun kemudian mengurungkan niat tersebut;
e. ¬Penggerakan tanpa akibat (zonder gevold gebleiben uitlokking);
17
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
f. Pelaku sama sekali tidak tergerak untuk melakukan delik.
Syarat penganjuran yang dapat dipidana, antara lain :
a. ada kesengajaan menggerakkan orang lain;
b. menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP;
c. putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut;
d. pembuat materiel melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yang dianjurkan;
e. pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan Penganjuran yang gagal tetap dipidana
berdasarkan Pasal 163 KUHP.
5. Pembantuan (Medeplichtige)
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis :
a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan
dalam KUHP. Ini mirip dengan medeplegen (turutserta), namun perbedaannya terletak pada:
1) pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang, sedang pada turut serta
merupakan perbuatan pelaksanaan;
2) pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa disyaratkan harus kerja
sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turutserta, orang yang turut
serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri;
3) pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta
dalam pelanggaran tetap dipidana;
4) Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi
sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama.
b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan,
sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran (uitlokking).
Perbedaannya pada niat/kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada
sejak semula/tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak
melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.
Pertanggungjawaban Pembantu
Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku,
pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari
ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1)). Jika kejahatan diancam
dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun.
18
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Namun ada beberapa catatan pengecualian :
a. pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana:
- membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 (4)) dengan cara member tempat untuk
perampasan kemerdekaan,
- membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (Pasal 415),
- meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).
b. pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu tindak pidana:
- membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 (3)),
- dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349).
Sedangkan pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan pembuatnya (Pasal 57
ayat (3)) dan pertanggungjawaban pembantu adalah berdiri sendiri, tidak digantungkan pada
pertanggungjawaban pembuat.
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming / Necessary
Complicity)
Penyertaan yang tak dapat dihindarkan terjadi apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat
terjadi tanpa adanya penyertaan dengan orang lain. Jadi tindak pidana itu terjadi kalau ada orang
lain sebagai penyerta.
Delik-delik yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a. menyuap/membujuk orang lain untuk tidak menjalankan hak pilih (Pasal 149);
b. membujuk orang lain untuk masuk dinas militer negara asing (Pasal 238);
c. bigami (Pasal 279);
d. perzinahan (284);
e. melakukan hubungan kelamin dengan anak perempuan di bawah 15 tahun (Pasal 287);
f. menolong orang lain untuk bunuh diri (Pasal 345).
CONTOH KASUS PENYERTAAN
Sidang Korupsi : Vonis Ketua KPU Dibacakan Hari Ini
(Jakarta, 14 Desember 2005 09:46)
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi perkara korupsi Komisi Pemilihan Umum
(KPU) akan membacakan vonis bagi terdakwa Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, Rabu di
19
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
Jakarta. Majelis Hakim yang diketuai oleh Kresna Menon direncanakan membuka persidangan
pada pukul 09.00 WIB.
Pada persidangan yang berlangsung Rabu 16 November 2005, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)
pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Nazaruddin Syamsuddin delapan tahun enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi di KPU
terkait pelaksanaan Pemilu 2004.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melakukan perbuatan yang diatur
dalam dakwaan kesatu primer, JPU menggunakan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b,
ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor
20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana dengan melakukan tindakan memperkaya diri
sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara," kata Tumpak Simanjuntak
salah satu anggota tim JPU saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, minggu
lalu.
Selain melanggar pasal tersebut, kata JPU, terdakwa juga dianggap telah melanggar pasal 11
UU No31/1999 jo UU 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana Jo pasal 64 KUH
Pidana sebagai dakwaan kedua primer.
"Kami juga menuntut agar Majelis Hakim menghukum terdakwa membayar denda sebesar
Rp450 juta subsider enam bulan penjara, dan membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp14,1
miliar yang ditanggung renteng dengan terdakwa dalam kasus yang sama yaitu Kepala Biro
Keuangan KPU Hamdani Amin," ujar Tumpak.
Bila Nazaruddin tidak dapat membayar uang ganti rugi itu maka pidana penjara akan ditambah
selama empat tahun. Pada dakwaan pertama primer unsurnya adalah setiap orang secara
melawan hukum melakukan unsur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi yang merugikan keuangan negara dan perekonomian. Sedangkan unsur dalam
dakwaan kedua primer adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah
yang maka hadiah itu berkaitan dengan kekuasaan atau kewenangannya yang berhubungan
dengan jabatan. Sementara pasal 55 ayat (1) ke 1 mengenai penyertaan dalam tindak pidana
dan pasal 64 KUHP mengenai perbuatan berlanjut.
Pada sidang yang berlangsung Jumat 25 November 2005 Nazaruddin Sjamsuddin dalam nota
pembelaan yang dibacakannya mempertanyakan dasar dakwaan dan tuntutan kepada dirinya.
20
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
"Saya kaget bahwa dakwaan yang ditujukan kepada saya berhubungan dengan pengadaan
asuransi. Apa yang terjadi sebenarnya adalah bahwa pleno KPU telah menyetujui anggaran
untuk asuransi," kata Nazaruddin Sjamsuddin.
Sementara mengenai dakwaan perihal pengumpulan dana dari rekanan, dosen ilmu politik
Universitas Indonesia itu menyatakan bahwa KPU tidak pernah mengadakan rapat pleno untuk
mengatur cara-cara di luar aturan perundangan-undangan agar dana anggaran KPU dapat turun
dengan mudah atau lancar.
"Pleno tidak pernah mempengaruhi rekanan pemenang tender. Pleno berbicara tentang
spesifikasi kebutuhan yang diinginkan dan harga yang wajar," tambahnya.
Dalam bagian lain dari pledoinya, Nazaruddin mengaku merasa sedih karena semua kerja keras
yang dilakukannya bersama anggota KPU untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu,-- yang
dinilai pihak luar negeri berhasil-- justru berujung musibah bagi institusi yang dipimpinnya.
[TMA, Ant]
Label: Hukum Pidana
Aslan
Corp
Copyright
2010©
Ilmu
Kuliah.
All
rights
reserved.
http://aslanilmukuliah.blogspot.com/2010/01/ringkasan-hukum-pidana-tentang.html
"Yakinkan Diri Dengan Doa, Maksimalkan Karya Dengan Usaha, Pastikan Sampai Pada CitaCita - Yakin Usaha Sampai-."
Jumat, 04 Juni 2010
RINGKASAN MATERI HUKUM PIDANA
A. PENGERTIAN HUKUM
Menurut S.K.Amien, SH.
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi
yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara.
Contoh: Pasal 338 KUHP "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain "
(norma), dipidana setinggi-tingginya 15 tahun karena pembunuhan" (sanksi).
B. MACAM-MACAM SANKSI
Macam-macam sanksi ada 3:
1) Perdata (bayar hutang, ganti rugi, perebutan hak)
21
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
2) Administrasi (turun pangkat atau jabatan)
3) Pidana (penderitaan atau nestapa)
· Pidana merupakan sanksi yang terberat
· Pidana merupakan "Ultimum Remedium", yaitu hukuman pidana merupakan obat terakhir, jadi
apabila suatu masalah masih bisa diselesaikan dengan hukuman yang ringan seperti dalam
perdata dan administrasi, maka janganlah dulu diselesaikan dengan hukuman pidana.
C. ARTI PIDANA
Pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang sengaja dilimpahkan oleh instansi yang
berwenang kepada seseorang yang telah melanggar hukum pidana
D. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Pengertian hukum pidana menurut para ahli hukum:
Menurut Prof. Muljatno, SH.
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yamg
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu (pidana mati, penjara, dan
kurungan) bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Ridwan Syahroni, SH.
Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
merupakan tindak pidana atau delik dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan bagi yang
melakukannya.
Ø Hukum Pidana
1) Dalam Arti Obyektif (Ius Poenale, Hukum Positif)
Sejumlah peraturan yang mengandung larangan–larangan keharusan dimana terhadap
pelanggarnya diancam dengan hukuman serta ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang
dapat dipergunakan apabila norma itu dilanggar.
22
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
- Terbagi menjadi 2:
Hukum Pidana Materil
Berisi tentang ketentuan perbuatan apa yang dilarang, siapa yang dapat dihukum dan berapa
hukuman bagi pelanggarnya. Pada umumnya, terdapat dalam KUHP, UU diluar KUHP, dan
mengandung ketentuan-ketentuan pidana
Contoh: Pasal 338 KUHP
§ Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain
§ Orang yang melakukan tindak pidana tersebut
§ Setinggi-tingginya 15 tahun
Hukum Pidana Materil terbagi 2 :
o Hukum Pidana Umum
o Hukum Pidana Khusus
Cara mempertahankan hukum pidana materil :
· Penyidik: 20 hari + 40 hari = 60 hari
· Jaksa: 20 hari + 50 hari = 70 hari
· Hakim: 30 hari + 60 hari = 90 hari
Hukum Pidana Formil
Berisi bagaimana cara negara atau pemerintah dengan alat-alat kekuasaannya dapat membawa
pelaku ke pengadilan
2) Dalam Arti Subyektif (Ius Poenandi)
Hukum Pidana adalah Himpunan peraturan-peraturan yang memberi hak kepada negara untuk
mengancam dengan pidana bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana kemudian memberi
hak kepada negara untuk menghukum orang tersebut
E. HUBUNGAN HUKUM PIDANA MATERIL DAN FORMIL
Hubungan hukum pidana materi dengan hukum pidana formil sangat erat sekali, karena tanpa
hukum acara pidana (hukum formil), hukum pidana materil tidak berlaku atau tidak ada artinya
F. DELIK
è Delik merupakan tindak pidana
è Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dinamakan "Delik /
tindak pidana"
23
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
è Dalam sistem hukum pidana sekarang, delik dibagi menjadi 2:
§ Tindak pidana kejahatan ( Buku II )
§ Tindak pidana Pelanggaran ( Buku III )
è Bagaimana untuk menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana?
Jawab: Untuk menentukan perbuatan mana yang dipandang sebagai delik atau tindak pidana, kita
menganut "Principle Of Legality" (azas legalitas) yang tertulis dan yang diatur dalam pasal 1
ayat 1 KUHP. Undang-undang menyebutkan sedemikian rupa dengan tegas ( Principle of
legality" nollum delictum nulla poena praevia lege poenale")
è Isi pasal 1 ayat 1 KUHP:
" Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, kecuali atas kekuatan UU yang telah ada
terlebih dahulu sebelumnya atau dari perbuatan tersebut "
è Ini berarti bahwa tiap-tiap perbuatan pidana atau tindak pidana harus ditentukan sebagai
demikian oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang
telah ada dan berlaku bagi terdakwa
è Pasal 1 ayat 1 ini mengandung 3 makna:
Æ Undang-undang hukum pidana harus tertulis
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh berlaku surut
Æ Undang-undang hukum pidana tidak boleh ditafsirkan secara analogi (kias)
è Maksud hukum pidana tidak berlaku surut itu adalah berarti Undang-undang berlaku ke muka
atau ke depan bukan ke belakang
Contoh: Kumpul kebo
- Kala terjadi perubahan UU diberlakukan bagi yang diberuntungkan olehnya (tersangka)
è Ketiga makna diatas dapat diketahui dari kalimat pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk mengetahui
bahwa suatu perbuatan merupakan tindak pidana, UU harus menyebutnya sedemikian rupa
sehingga dilarang dan diancam dengan pidana
è Darimana kita mengetahui bahwa subyek hukum pidana adalah manusia? Dapat diketahui dari:
1) Rumusan pasal-pasal KUHP sendiri yang selalu memulai dengan kata barang siapa
2)Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis hukuman pokok, terdiri dari:
A. Hukuman mati
B. Hukuman penjara (hukuman tidak terbatas, boleh dipindahkan)
C. Hukuman kurungan (tidak boleh lebih sari 2 th)
24
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
D. Hukuman denda
Æ Hukuman tambahan terdiri dari:
§ Pencabutan hak-hak tertentu. Contoh: hak untuk dipilih
§ Perampasan barang-barang tertentu (alat kejahatan dan barang hasil kejahatan)
§ Pengumuman putusan hakim
G. AZAS LEGALITAS
Æ Azas legalitas berasal dari bahasa latin " Nullum Delictum Nulla Poena Praevia Lege Poenale
" oleh Van Feverbach
Æ Azas Nullum Delictum terdiri dari:
§ Nulla Poena Sine Lege ( tanpa uu pidana pun tidak ada )
§ Nulla Poena Sine Crimine ( tanpa kejahatan pidana pun tidak ada )
§ Nulla Crimine Sine Poena Legale ( jika pidana tidak ditetapkan dalam uu )
H. AZAS LET TEMPORIS DELICTI
Æ Azas let temporis delicti: Apabila Undang-undang yang berlaku baru itu menguntungkan bagi
terdakwa yang berarti UU yang diberlakukan adalah UU yang ada pada saat tindak pidana itu
diberlakukan, maka pasal 1 ayat 2 KUHP boleh berlaku surut.
Æ Isi pasal 1 ayat 2 KUHP adalah:
" Jika ada perubahan dalam Undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan "
Æ Pasal 1 ayat 2 KUHP oleh para sarjana disarankan agar dihapuskan saja karena memberikan
pendidikan yang tidak baik (tidak ada kepastian) mereka menghendaki agar diberlakukan azas
legalitas.
I. AZAS BEEN STRAP ZONDER SCHULD
"Azas been strap zonder schuld" adalah tidak dipidana tanpa kesalahan
Æ Azas ini tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum pidana
Æ Apakah seseorang yang telah melakukan tindak pidana harus dihukum?
Jawab : "Tidak"
Alasannya : Dalam hukum pidana dianut azas yang tidak tertulis tetapi berlaku di dalam hukum
pidana tersebut yaitu "azas been strap zonder schuld"
Contoh : Eksekusi Amrozi
25
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
- mengapa regu penembak mati amrozi tidak dihukum?
Jawab: karena ia melaksanakan UU dan membela diri
J. DASAR ATAU ALASAN PENGHAPUS PIDANA
Dasar-dasar / alasan-alasan penghapus pidana adalah hal-hal atau keadaan yang menyebabkan
seseorang yang telah jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum.
Contoh: orang gila dan regu penembak hukum pidana mati
Yang dimaksud tanpa kesalahan itu bagaimana?
Jawab: ialah orang yang jelas-jelas melakukan tindak pidana tetapi tidak dihukum karena adanya
alasan-alasan/ dasar-dasar penghapus pidana
Dasar-dasar/ alasan-alasan penghapus pidana terbagi 2:
a) Dasar pemaaf
§ Pasal 44 KUHP
§ Dasar-dasar yang menghapuskan kesalahan tersangka / terdakwa karena dia tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut UU dengan kata lain (gila), jadi kesalahannya dimaafkan,
sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Artinya, jika orang yang sehat yang
melakukannya, maka akan dihukum
§ Contoh: orang gila
b) Dasar pembenar
§ Pasal 48,49,50,51 KUHP
§ Dasar / alasan yang menghapuskan atau menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan,
sehingga perbuatan tersebut dianggap patut dan benar
§ Contoh: regu penembak hukum pidana mati
K. FUNGSI HUKUM PIDANA
š Fungsi Umum
Sama dengan fungsi hukum yang lain ialah mengatur hidup kemasyarakatan / menyelenggarakan
tata dalam masyarakat
26
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
š Fungsi Khusus
Ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan
sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan sanksi yang terdapat pada
cabang hukum lainnya
A. PEMBAGIAN TINDAK PIDANA
Didalam KUHP ada 3 buku:
o Buku I tentang Ketentuan Umum
o Buku II tentang Kejahatan
o Buku III tentang Pelanggaran
Menurut KUHP ada 2 jenis tindak pidana:
1 Tindak pidana kejahatan (buku II KUHP) = Delik Hukum (Recht Delictum)
2 Tindak pidana pelanggaran (buku III KUHP) = Delik UU (Wets Delictum)
Perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran adalah:
Delik kejahatan
adalah suatu perbuatan yang meskipun tidak tertulis dalam Undang-Undang sebagai perbuatan
pidana, tetapi ada perasaan hukum (adil tidak adilnya dapat dirasa) / telah dirasakan sebagai
onrecht, sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Dan ancamannya lebih berat
daripada pelanggaran.
Delik pelanggaran
adalah perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumya dapat diketahui setelah ada UU yang
menentukan demikian. Dan ancamannya ringan sehingga tidak dapat dirasakan oleh si pelanggar.
Menurut Doktrin, delik terbagi :
I a. Delik formil
suatu delik atau tindak pidana yeng telah dianggap selesai terlaksana dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: delik pencurian pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun.
27
Siti Sadiah
Islamic Law Moslem Students of Bogor Ibn Khaldun University
b. Delik materil
suatu delik yang telah dianggap selesai apabila telah dianggap selesai terlaksana dengan
timbulnya akibat dari perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Contoh: pasal 338 KUHP (tentang pembunuhanan)
II a. Delik laporan (biasa) / delik bukan aduan: suatu delik yang penuntutannya tidak
disyaratkan / diperlukan adanya pengaduan dari pihak korban / cukup laporan.
Contoh: pencurian.
b. Delik aduan (klacht delict): suatu delik yang penuntutannya disyaratkan adanya pengaduan
dari pihak korban
Contoh: pasal 284 KUHP tentang zina (overspel)
· Delik aduan ini