Keabsahan praktik wakaf (studi kasus daerah Pebayuran KM 08 Kertasari-Pebayuran KAB.Bekasi-Jawa

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH
PEBAYURAN KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA
BARAT)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Agar Memenuhi
Salahsatu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

oleh :
MOCHAMAD AWALUDIN ROMDONI
108044100034

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH PEBAYURAN
KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA BARAT)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Agar Memenuhi
Salahsatu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)
Oleh
MOCHAMAD AWALUDIN ROMDONI
108044100034

Pembimbing Skripsi

(Dr. Hj. Mesraini, M. Ag)
NIP. 197602132003122001
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A

1435 H/2014 M

ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi berjudul “KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF (STUDI KASUS DAERAH
PEBAYURAN KM 08 KERTASARI-PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA
BARAT)”, telah diujikan dalamSidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 09 Mei
2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Hukum Keluarga.
Jakarta, 09 Mei 2014
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. J.M. Muslimin, M.A.
NIP. 196808121999031014
PANITIA UJIAN
1.


Ketua

Drs. H.A.Basiq Djalil, SH., MA.

(...……………..)

NIP. 195003061976031001

Hj. Rosdiana, MA.
NIP. 196509081995031001

(...……………..)

3. Pembimbing

Dr. Hj. Mesraini, M. Ag
NIP. 197602132003122001

(...……………..)


4.

Penguji I

Dr. H. J.M. Muslimin, M.A.
NIP. 196808121999031014

(...……………..)

5.

Penguji II

Drs. H.A.Basiq Djalil, SH., MA.
NIP. 195003061976031001

(...……………..)

2.


Sekretaris

iii

LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 April 2014

Mochamad Awaludin Romdoni

iv


ABSTRAKSI
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga
dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak hanya beberapa faktor,
baik dalam pengelolaan, masalah administrasi serta pengembangan harta benda wakaf
ditemukan dalam masyarakat Indonesia.
Fakta demikian banyak ditemukan di beberapa daerah, yang pada akhirnya
perwakafan di Indonesia tidak mengalami perkembangan namun sebaliknya.Bahkan
banyak benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak ketiga akibat tidak
adanya bukti tertulis, seperti ikrar wakaf, sertifikat tanah belum jelas dan banyak lagi
yang lainnya.Hal itu seperti yang ditemukan oleh penulis di daerah Kertasari Kec.
Pebayuran Kab. Bekasi.Yang mana ada beberapa kendala praktik wakaf di daerah itu,
hingga kini belum bisa tersertifikasi tanah wakaf.Padahal menurut UU No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf pada pasal 32 dan Pasal 68 diwajibkan untuk didaftarkan
kepada pihak yang berwenang setelah dilakukan ikrar wakaf didepan PPAIW
(Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Masalah lain dari praktik wakaf di daerah
Kertasari yaitu wakif dalam hal ini H. M. Yasin juga turut serta menjadi nadzir
(pengelola wakaf) dalam yayasan Hidayatunnajah. Untuk itu bagaimanakah
kedudukan kedua masalah tersebut jika dilihat dari segi hukum Islam (fiqh) dan

peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Setelah melakukan observasi dan wawancara denganberbagai narasumber,
penulis menemukan beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Keabsahan wakaf tidak terlepas dari segi legalitas (sah atau tidaknya) sebuah
praktik wakaf secara hukum. Dalam hal ini kesahihan praktik wakaf dilihat dari
pandangan hukum Islam (fiqh), hal tersebut juga tidak terlepas dari kebenaran
menurut hukum secara tertulis ataupun pada tataran ijtihad para ulama. Untuk itu
diperlukan penelahaan pada kajian normatif (hukum) maupun segi kesejarahan
praktik wakaf. Ulama klasik dalam menetapkan sebuah keabsahan wakaf dilihat
dari keberadaan syarat dan rukun itu pada praktiknya. Adapun Rukun wakaf
menurut mayoritas ulama selain Hanafi adalah orang yang mewakafkan (wakif),
tujuan diwakafkan (maukuf ‘alahi), barang wakafan (maukuf bih), dan sighat
wakaf. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, rukun wakaf itu hanya ada satu, yaitu
shighat. Shighat di sini adalah lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf
atau pelafalan yang menunjukan makna (substansi) wakaf. Dan tidak
ditemukannya persyaratan keharusan pencatatan ataupun pendaftaran wakaf
seperti dalam perundangan Indonesia.
2. Setelah adanya UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan
PP (Peraturan Pemerintah) No. 28 Tahun 1977 Tentang perwakafan Tanah Milik,
Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang


v

No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Bahwa praktik wakaf bisa dikatakan sah dan
kuat secara hukum bila unsur-unsur rukun-syarat wakaf terpenuhi dan didaftarkan
kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini wakaf yang tidak bergerak kepada
PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) daerah dan Badan Pertanahan
setempat. Jika tidak terpenuhi maka sah saja wakaf jika praktik wakaf dilakukan
sebelum UU. No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf berlaku. Namun terdapat praktik
wakaf setelah lima tahun diberlakukan undang-undang ini maka praktik wakaf
tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan mengikat (sah). Pasal 69
undang-undang ini menegaskan: (1) Dengan berlakunya Undang-Undang
ini,wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah
sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini. (2) Wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
3. Jika dilihat dari segi keabsahannya praktik wakaf di daerah Kertasari Kec.
Pebayuran Kab. Bekasi adalah sah secara fiqh. Karena terkumpulnya syarat dan
rukunya seperti wakifnya adalah H. Muhammad Yasin, tujuan wakaf (mauquf

‘alahi) yaitu sebagai balai pendidikan Islam, barang wakafnya (maukuf bih) yaitu
tanah dengan luas 84.000 M2 (Delapan Puluh Empat Ribu Meter Persegi) dan tiga
buah bangunan di atasnya, ikrar wakaf telah dilakukan oleh wakif baik dengan
lisan maupun dengan tulisan tanpa mengandung kesamaran. Untuk masalah
pendaftaran wakafnya sendiri demi kepentingan pencatatan administratif, jika
dilihat dari perspektif perundangan Indonesia maka belum dikatakan sah sebagai
tanah wakaf, karena belum terselesaikannya pendaftaran wakaf itu sendiri.
Pendaftaran wakaf merupakan hal terpenting dalam peraturan perundangan
Indonesia, karena pencatatan dan pendaftaran menyulitkan sengketa pertanahan
(wakaf) dikemudian hari.
Key Word /Kata Kunci: KeabsahanWakaf, Pandangan Fiqh, dan Pandangan
Perundang-undangan Indonesia

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang merajai alam
semesta yang telah memberikan kenikmatan kepada semua hamba-Nya sehingga
dengan nikmat tersebut kita semua masih dalam lindungan-Nya.Yakni nikmat iman,

Islam dan kesehatan.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw.
yang menjadi teladan bagi semua manusia tak terkecuali penulis sendiri, semoga kita
semua mendapatkan syafa’atnya di hari akhirat.
Akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul
“Keabsahan Peraktik Wakaf (Studi Kasus Daerah Pebayuran Km 08 KertasariPebayuran Kab. Bekasi Jawa Barat)” .Penulisan skripsi ini guna memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah pada Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.Dalam penulisan skripsi
ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan jauh dari
sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata.
Keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas berkat dukungan
doa, moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang
berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
Bapak:

vii

1. Dr. H. J.M Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA, dan Hj. Rosdiana, MA, Selaku Ketua

dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.
3. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag selaku pembimbing yang dengan berbagai
kesibukannya masih sempat untuk berdiskusi dan memeriksa skripsi
penulis dan selalu memberikan motivasi serta arahan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Staff pengajar (dosen) Prodi Ahwal Al-SyakhshiyyahFakultas
Syariah dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan
memberikan motivasi sepanjang penulis berada di sini.
5. Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan hukum yang telah memberikan
fasilitas referensi buku-buku dalam studi kepustakaan.
6. Drs. H. Agus Sujadi. Kepala KUA Pebayuran Kab. Bekasi, dan KH
Mahrus Amin. Mudir Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta yang
telah memberikan informasi kepada penulis.
7. Teristimewa untuk ayahanda H. Jamaludin dan ibunda Hj. Mardiah
Akhmad tercinta, yang telah merawat dan mengasuh serta mendidik
dengan penuh kasih sayang dan memberikan pengorbanan yang tak
terhitung nilainya baik dari segi moril maupun materil. Dan untuk adikadikku Moch. Ihsan R dan Moch. Hafidz Al azka.
viii

8. Teristimewa untuk adinda Resta Dwiva tercinta yang setia menemani dan
memberikan support dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi
ini.
9. Teman-teman senasib dan seperjuangan Konsentrasi Peradilan Agama
angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
menjadi sandaran dalam keseharian penulis serta tidak pernah henti
memberikan support juga bantuannya dalam penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman tercinta Ahmad Fauzi, Faisal hidayatullah, Muhdi Abdul
Aziz, Aufar Ramadano Putra, Ryan Umar, M. Nurul Fachri, M. Subhi
Mahma Soni, dan M Iqbal Perdana yang telah memberikan support,
inspirasi dan motivasi kepada penulis.
Demikian ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan mudah-mudahan
kebaikan-kebaikannya dapat diterima dan dibalas Allah SWT.Dengan kerendahan
hati penulis mengucapkan terimakasih banyak.

Jakarta,11 April 2014
Penulis

Mochamad Awaludin Romdoni

ix

DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL .....................................................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................... iii
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................................ iv
ABSTRAKSI ..................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 14
E. Metodelogi Penelitian ................................................................................ 14
F. Review Terdahulu ...................................................................................... 19
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 22

BAB II

KONSEP HUKUM WAKAF ......................................................................... 24
A. Pengertian Wakaf ........................................................................................ 24
B. Dasar Hukum Wakaf ................................................................................... 28
C. Syarat dan Rukun Wakaf ............................................................................ 30

x

D. Sejarah Hukum Perwakafan Di Indonesia .................................................. 33

BAB III

KRONOLOGIS MASALAH WAKAF DI DAERAH PEBAYURAN
KAB. BEKASI-JAWA BARAT ..................................................................... 44
A. Kronologis Wakaf ....................................................................................... 44
B. Pokok Permasalahan ................................................................................... 49
C. Data data Terkait ......................................................................................... 51

BAB IV

KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF STUDI KASUS DAERAH
PEBAYURAN KM. 8 KAB. BEKASI - JAWA BARAT ............................ 57
A. Keabsahan Wakaf Perspektif Fiqh ............................................................. 57
B. Keabsahan dan Prosedur Wakaf Perspektif
Perundangan-undangan Indonesia ............................................................. 65
C. Analisis Kasus ............................................................................................. 74

BAB V

PENUTUP ........................................................................................................ 83
A. Kesimpulan ................................................................................................ 83
B. Saran-saran ................................................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 87
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... 91
1. Surat Wawancara ........................................................................................ 91
2. Hasil Wawancara I ...................................................................................... 92
3. Hasil Wawancara II ..................................................................................... 96
xi

4. Hasil Wawancara III ................................................................................... 100
5. Foto Wawancara.......................................................................................... 105

xii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan tentang persoalan wakaf adalah merupakan isu yang
menarik.1 Perwakafan atau wakaf merupakan pranata dalam keagamaan Islam
yang sudah mapan. Dalam hukum Islam, wakaf termasuk ke dalam ibadah
kemasyarakatan (ibadah ijtimaiyah). Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan
sarana dan modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan agama2
dan kemajuan Negara bangsa.
Tujuan utama Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang
terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis. Salah satu
langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu meningkatkan
peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan

1

Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 318.
2

Departemen Agama, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Proyek
Peningkatan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji, 2003), hlm. 1

1

2

ekonomi yang berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum,
sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.3
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum
sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta
benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke
tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, tidak
hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir4 dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang
kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya
dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukan wakaf.
Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqof yang artinya al-habs
(menahan).5 Dalam pengertian istilah, wakaf adalah menahan atau menghentikan
harta yang dapat di ambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk
mendekatkan diri kepada Allah.6 Menurut Sayyid Sabiq wakaf berarti menahan
harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.7 Menurut Muhammad Jawad
3

Penjelasan UU. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. hlml. 18

4

Adalah orang yang memegang amanah untuk memelihara dan menyelenggarakan harta
wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Suhrawardi K. Lubis, dkk, wakaf dan Pemberdayaan Umat,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 150.
5

Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunah, (Beriut: Dar al-Fikr, tth), hlm. 307. Lihat juga Syeikh
Zainuddin Ibn Abd Aziz Al-maliabary, Fath al-Mu’min, (Semarang: Toha Pura, tth), hlm. 87.
6

Imam Taqiyuddin Abu Baakar ibn Muhammad al-Hussain, Kifayah al-Akhyar, Juz 1,
(Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t,th), hlm. 319.

3

Mughniah, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaanya dilakukan
dengan jalan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.8
Menurut Amir Syarifuddin, wakaf adalah menghentikan pengalihan hak atas
suatu harta dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai
pendekatan diri kepada Allah.9 Sedangkan menurut As Shan’ani, wakaf adalah
menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau
merusakan bendanya (ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.10
Dari rumusan pengertian di atas terlihat bahwa dalam fiqh Islam, wakaf
sebenarnya dapat meliputi berbagai benda. Walaupun berbagai riwayat atau
hadits yang menceritakan masalah wakaf ini terkait masalah wakaf tanah, tapi
para ulama memahami bahwa wakaf non-tanah pun boleh saja, asalkan bendanya
tidak langsung musnah atau habis ketika diambil manfaatnya.11 Dari beberapa
definisi serta rumusan di atas mengenai pengertian wakaf, penulis menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah suatau usaha menghentikan atau
menahan perpindahan hak milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama,

7

Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunah, (Beriut: Dar al-Fikr, tth), hlm. 307

8

Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ala al-Mazahib al-Khamsah, terj. Masykur Afif
Muhammad, Idrus al-kaff, ”Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2001), hlm. 635.
9

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Peranada Media, 2003), hlm.

223.
10

Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam, Juz 3, (Cairo: Syirkah
Maktabah Mustafa al-babi al-Halabi, tth), hlm. 114.
11

Adijani al-Alabiji, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 26.

4

sehingga manfaat dari harta tersebut dapat di gunakan untuk mencari ridha allah
SWT.
Adapun dasar hukum wakaf dapat dilihat dalam al-Qur’an, di antaranya
dalam surat Ali Imran ayat 92:
               
Artinya: kamu sekali – sekali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya allah mengetahuinya (Q.S. ali- imran: 92).13
Kemudian dasar hukum wakaf dalam hadits dijelaskan pula yaitu:

‫هع‬

‫ص‬

‫أ س‬

‫ع ر أرض خ ر فأت‬

‫ه أص ت أرض خ ر م أص مض ا ط‬

‫ إ شْ ت ح ست‬,‫س م‬
‫ف‬
‫م‬

‫ أص‬:

‫تصد‬

‫هع‬

. ‫ات ر‬

‫ض ف اج ح ع‬

‫سم ف‬

‫ظ‬

12

‫ات ع ات‬
‫س‬

) ‫ع‬
14

‫هص‬

‫م ا(م‬
‫ث ر‬

‫ه‬

‫رس‬

‫هع‬
‫ رس‬:

‫طعم غ ر م‬
‫ا ع ا‬

‫ف‬

‫ف‬.

‫ أ‬,‫ع ر‬
‫ف س‬

‫ع ر رض‬

‫س م س أمر ف‬

‫تأمر‬
‫ف صد‬

‫ر‬
‫عر ف‬
‫أص‬

‫ف‬

‫ع‬

‫ف‬

‫م‬

‫عد‬

‫تصد ت‬
‫ر‬
‫أك م‬

‫أص‬

‫رء ف‬
‫أ‬

‫ تصد‬: ‫ر ة خ ر‬

QS: Ali ‘Imran: 92

Yayasan Penterjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:
DEPAG RI, 1978), hlm. 91
13

14

HR. Muslim

5

Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh
sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk
mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka
apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau
suka, kau tahan tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar
melakukan shodaqah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan.
Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang
bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya
dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta”
(Muttafaq ‘Alaih) susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim. Dalam
riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak dijual dan tidak
dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya. (HR. Muslim)
Untuk memenuhi kriteria di atas para ulama memberikan rukun wakaf itu
sendiri dengan beberapa rincian. Dan mereka berpendapat bahwa Wakaf
dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat. Rukun wakaf ada 4
yaitu: 1 wakif (orang yang mewakafkan); 2. Maukuf Bih (barang/harta yang di
wakafkan); 3. Maukuf alih (peruntukan/tujuan wakaf); 4. Shighat (pernyataan
wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harya bendanya). 15 Pemberian
syarat dan rukun seperti ini merupakan upaya pencegahan (preventif) agar tidak
terjadi sengketa wakaf yang tidak diinginkan. Hal demikian merupakan inti dari
ajaran syariat Islam yang menjunjung nilai-nilai kemaslahatan umat manusia.
Melihat kondisi modern yang sangat kompleks, para ulama fiqh
kontemporer telah menelurkan beberapa konsep tentang upaya pencegahan
konflik dalam beberapa hal. Al-Qur’an telah menjelaskan secara umum dalam

15

Faisal Haq dan Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Pasuruan
Jawa Timur: GBI ,1994), hlm. 17. Lihat juga Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat
dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 84-85.

6

surat al-Baqarah 282 tentang hutang-piutang yang mewajibkan hutang harus
dicatat guna tidak terjadinya sengketa yang berkepanjangan dikemudian hari. Hal
demikian menjadi pintu ijtihad oleh para ulama untuk menelaah lebih dalam
bahwa tradisi pencatatan dalam beberapa hal seperti kasus perdata/pidana
menjadi sangatlah penting. Misalnya saja peraturan tentang pencatatan
perkawinan merupakan penganalogian (qiyas) antara pencatatan hutang-piutang
dengan pencatatan nikah. Dengan demikian meskipun fiqh tidak menjelaskan
secara detail untuk mencatatkan persoalan wakaf, tetapi ada aturan-aturan umum
yang sebetulnya aturan dalam fiqh juga memberikan apresiasi terhadap
pencatatan atau pendaftaran wakaf itu sendiri. Karena fungsi pencatatan amatlah
penting, serta berguna kelak dikemudian hari agar tidak menimbulkan suatu
sengketa. Sebab, masalah perwakafan merupakan hal yang krusial dan sering
menimbulkan sengketa yang berkepanjangan.
Hal itu pula menjadi semangat peraturan perundang-undangan Indonesia
tentang pencatatan serta pendaftaran perwakafan guna mengikis persoalan
sengketa perwakafan yang semakin kompleks. Dimulai dengan kehadiran
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,
menjadi semangat baru dalam peraturan ini mengenai regulasi serta keharusan
pendaftaran wakaf secara tertib administratif yaitu dicatatkan sekaligus
didaftarkan.
Dalam penjelasannya, PP No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik, sebelum lahirnya peraturan ini, pengaturan tentang perwakafan tanah

7

milik ini tidak diatur secara tuntas dalam bentuk suatu peraturan perundangundangan, sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan dari hakekat dan
tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya beraneka ragam
bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum dan lain-lain), dan tidak
adanya keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan, sehingga
banyaklah benda-benda wakaf yang tidak diketahui lagi keadaannya.16
Dengan jelas tata cara mewakafkan dan pendaftarannya telah diatur
dalam Pasal 10 PP. No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakfan Tanah Milik. Yaitu:
(1) Setelah kata Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ayat (4) dan
(5) pasal 9, maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang
bersangkutan,
diharuskan
mengajukan
permohonan
kepada
Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria
setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria
setempat, setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat
perwakafan tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan
sertifikatnya.
(3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka
pencatatan yang dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah untuk tanah
tersebut dibuatkan sertifikatnya.
(4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara pencatatan perwakafan yang
dimaksud dalam ayat (2) dan (3).
(5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan
sertifikatnya seperti dimaksud ayat (2) dan (3), maka Nadzir yang
bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Agama.

Setelah berjalan cukup lama peraturan ini, terdapat beberapa kekurangan,
namun keberadaaan pengaturan wakaf diperkuat dengan sejumlah peraturan yang
16

Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan
Tanah Milik, hlm. 9

8

baru seperti Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum
Islam, kemudian lahir setelah itu juga Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf. Bisa disimpulkan bahwa seluruh peraturan perundangan yang
berkaitan dengan perwakafan mempunyai prinsip semangat pencatatan serta
pendaftaran harta wakaf kepada pihak yang berwenang. Untuk lebih jelasnya
Pasal 34 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjelaskan bahwa Pemerintah
berwenang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada
negara dengan status sebagai harta benda wakaf.17 Kewajiban pendaftaran tanah
wakaf disebutkan pula dalam Pasal 69 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
yaitu
(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini,wakaf yang dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai
wakaf menurut Undang-Undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan
diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Kesimpulan dari pemaparan diatas, yaitu terdapat perbedaan jelas antara
pandangan fiqh dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait sah
tidaknya perbuatan wakaf. Pandangan fiqh jelas lebih mengedepankan
terpenuhinya syarat dan rukun wakaf itu sendiri pada prakteknya, dan tidak ada
ketentuan harta benda wakaf harus dicatatkan ataupun didaftarkan. Sedangkan
dalam perundangan Indonesia selain terkumpulnya syarat dan rukun wakaf,
pemenuhan agar dicatat serta didaftarkan merupakan sebuah kemestian
17

Penjelasan Pasal 34 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

9

(keharusan). Yang mana pencatatan dan pendaftaran merupakan langkah
pencegahan dalam konflik yang melibatkan harta wakaf.
Hal itu seringkali terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti praktik
wakaf bagi sebagian masyarakat masih mempergunakan dengan pendekatan fiqh
klasik,18 dikarenakan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat pada wakaf.
Seiring berjalannya waktu dan kompleksitas masyarakat, mulailah bermunculan
kasus masalah perwakafan.19 baik itu sengketa intern maupun sengketa ekstern.
Banyak kasus yang melibatkan sengketa antara ahli waris si pewakif dengan
nadzir, dengan alasan tertentu, ada juga persoalan mengenai ahli waris dari wakif
ingin menarik kembali tanah yang sudah diwakafkan, sehingga menimbulkan
sengketa pada keduanya. Dan banyak lagi contoh-contoh sengketa wakaf lainnya.
Seperti yang ditemukann oleh penulis tentang pendaftaran tanah wakaf di
Daerah Jl. Raya Pebayuran KM 08 Kertasari, Pebayuran Kab. Bekasi-Jawa Barat
yang melibatkan beberapa permasalahan mulai dari konflik pencatatan hingga
ketidak-jelasan status tanah wakaf tersebut yang sampai saat ini belum
didaftarkan kepada pihak yang berwenang. Di bawah ini merupakan kronologis
kasus di daerah Pebayuran Kab. Bekasi-Jawa Barat.
Pada awal Maret 1989 H. M Yasin memberikan kepercayaan kepada KH.
Makhrus Amin untuk membangun sebuah madrasah yang diberi nama An-Najah,
18

Achmad Djunaidi dan Tbobieb, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz
Publishing, 2008), cet. Ke- 5, hlm. 48
19

Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,
Perwakafan, (Departemen Agama RI, 2006), hlm. 4

Peraturan Perundangan

10

rencana pembangunan madrasah tersebut di Daerah Pebayuran Kab. Bekasi.
Setelah itu, mereka melakukan perundingan antara KH. Makhrus Amin dengan
H. M Yasin sekaligus melakukan survey tanah yang hendak diwakafkan seluas 7
hektar. Setelah itu terjadi kesalahpahaman antara H.M Yasin dengan KH.
Makhrus Amin terkait lokasi tanah yang berada di depan rumah H.M. yasin.
Namun H. M. Yasin membatalkan untuk mewakafkan tanah di depan rumahnya
dan kemudian menyerahkan tanah persawahannya seluas kurang lebih 7 hektar.
Tepat pada tanggal 20 Mei 1989 KH. Makhrus Amin, H.M Yasin,
Kepala KUA, dan kepala Desa Pebayuran mengadakan Rapat di kantor Kec.
Pebayuran dalam hal penetapan pembangunan madrasah. Satu hari setelah
pertemuan itu, mulailah pembangunan gedung pesantren tepat di tanah yang telah
diwakafkan dengan ikrar wakaf secara lisan.
Setelah sekian lama berdiri pondok pesantren tersebut, barulah Ikrar
wakaf tanah pesantren pun dibuatkan secara tertulis yaitu pada tanggal 20 Mei
2003 di Gedung Aula Pesantren dengan dihadiri oleh Petinggi Pondok Pesantren,
dengan disaksikan oleh banyak saksi mulai dari pejabat pemerintah seperti
Bupati, Camat, Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) daerah Pebayuran, guru
dan segenap para Santri.20
Namun setelah berjalannya ikrar wakaf tersebut hingga kini belum
mendapatkan sertifikat tanah wakaf, seperti yang dituturkan dari para

20

Lihat Gambar Akta Ikrar Wakaf Pada Bab III

11

narasumber.21 Ada beberapa alasan mengapa pensertifikatan wakaf ini tidak
terlaksana, yaitu keengganan wakif (H. M. Yasin) mengganti nama sertfikat
wakaf atas nama orang lain, dalam hal ini wakif harus mengganti akta jual beli
(AJB) yang dimilikinya menjadi sertifikat hak milik (SHM). Namun hal itu tidak
bisa berubah statusnya dari akta jual beli (AJB) menjadi sertifikat hak milik
(SHM), karena tanah yang dimiliki H. M. Yasin melebihi kapasitas yang
ditentukan undang-undang.22
Disamping itu pula waakif (orang yang mewakafkan) yaitu H. M. Yasin
telah meninggal dunia pada tahun 2013. Dan dari penuturan para narasumber
hingga kini terlihat ketidakjelasan status tanah wakafnya. Hal ini bukan tidak
mungkin dikemudian hari menimbulkan sebuah permasalahan, untuk itu
bagaimanakah keabsahan praktik wakaf di daerah Pebayuran Kab. Bekasi jika
dilihat dari segi Fiqh dan peraturan perundangan Indonesia.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas lebih komprehensif dalam
sebuah penelitian skripsi yang berjudul: KEABSAHAN PRAKTIK WAKAF
(STUDI

KASUS

DAERAH

PEBAYURAN

KM.

08

KERTASARI-

PEBAYURAN KAB. BEKASI-JAWA BARAT).

21

22

Hasil Wawancara Pada Lampiran Wawancara

Hasil Hasil Wawancara bersama Agus Sujadi selaku KUA / PPAIW Kec. Pebayuran
di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Pebayuran pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 16.05 –
16.35 WIB.

12

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk lebih terarah dan menghindari salah persepsi dari pembaca, maka
penulis membatasi pembahasan ini sesuai dengan latar belakang yaitu terkait
keabsahan praktik wakaf menurut pandangan Fiqh dan peraturan perundangan
Indonesia. Seperti yang kita tahu, membicarakan keabsahan wakaf tidak terlepas
dari pengertian sah tidaknya sebuah wakaf dilihat dari segi hukum, dalam
pemahaman ini yaitu sesuatu hal yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah
praktik wakaf baik dari segi legalitas serta kesahihannya terkumpulnya syarat
dan rukun. Jadi bisa disimpulkan wakaf bisa dikatakan sah jika segala syarat dan
rukun terpenuhi secara hukum, dalam hal ini yaitu menurut pendapat ulama Fiqh
dan perundangan Indonesia. Dalam hal ini keabsahan praktik wakaf di Daerah
Pebayuran KM. 08 Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi.
2. Perumusan Masalah
Agar lebih terfokus pada pembahasan. penulis akan rumuskan sesuai
permasalahan terkait masalah ketimpangan proses sertifikasi tanah wakaf di
Daerah Pebayuran KM. 08 Kertasari Kec. Pebayuran Kab. Bekasi yang tidak
sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada pasal 32 dan Pasal
68. Yang mana dalam pasal tersebut diwajibkan kepada seluruh pihak untuk
mendaftarkan harta benda wakaf kepada pihak berwenang. kenyataannya banyak
yang tidak mendaftarkannya rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:

13

a. Apa saja yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah wakaf perspektif
fiqh?
b. Bagaimanakah keabsahan wakaf perspektif perundangan-undangan di
Indonesia?
c. Bagaimanakah keabsahan praktik wakaf daerah Pebayuran Kab. Bekasi
jika dilihat dari segi fiqh dan perundangan-undangan Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Penulis mengadakan penelitian ini karena adanya hal-hal yang sekiranya
penulis ingin capai sehingga sampai pada beberapa kesimpuan awal dan
selanjutnya akan mendapatkan kesimpulan akhir yang nantinya akan menjadi
karya tulis yang baik dan bermutu, dan akan melahirkan saran dan analisis yang
sesuai. Ada beberapa hal pokok yang ingin segera penulis capai dan ketahui di
antaranya adalah:
1) Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah
wakaf menurut perspektif fiqh.
2) Dapat mengetahui ketentuan sah tidaknya wakaf perspektif perundanganundangan di Indonesia.
3) Mengetahui keabsahan praktik wakaf daerah Pebayuran Kab. Bekasi jika
dilihat dari segi fiqh dan perundangan-undangan Indonesia.

14

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam
terlebih dalam bidang perwakafan, serta peningkatan keterampilan menulis karya
ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan hukum Islam, dan juga
diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dan tambahan referensi untuk
mendalami hukum Islam.
2. Praksis
Penelitian ini bermanfaat bagi akademisi, hakim, mahasiswa, santri serta
para penggiat kajian keilmuan hukum Islam, sebagai acuan dalam mengemban
memahami hukum perwakafan di Indonesia yang berdimensikan hukum Islam,
serta sebagai sebagai sumbangsih pikiran dari peneliti dalam kerangka
pembangunan hukum Islam yang berkarakter Indonesia yang berkembang sesuai
dengan zaman dan tempat.

E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kualitatif, yaitu dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) dan
penelitian kepustakaan (library research). Metode kepustakaan (library
research) didasarkan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan
penelitian melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui kajian undang-

15

undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta bahan-bahan yang
lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.23
a. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum baik hukum islam
(fiqh) maupun hukum positif.24
2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur
dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini
menggunakan: pendekatan konseptual (conseptual approach).25 Pendekatan ini
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam
hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
hukum Islam, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertianpengertian umum terkait keabsahan wakaf, konsep pencatatan ikrar dan
pendaftaran wakaf.

23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006). Lihat pula Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina Offset,
2010), hlm.158.
24

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 294.
25

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, hlm. 137

16

b. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahan hukum
primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni, data-data terkait status tanah tersebut,
seperti akta otentik, gambar-gambar denah tanah wakaf serta pandangan para
petinggi terkait tanah wakaf tersebut. Selain itu data primer juga dapat diperoleh
dari hasil wawancara kepada para pihak seperti nadzir (KH. Makrus), saksi
wakaf (Ust. Mustofa) dan PPAIW Kec. Pebayuran.
Adapun sumber data sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum Islam
(fiqh) serta peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan primer seperti UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,
Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Begitu juga bahan
lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum Islam yang berpengaruh,
maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum Islam, pendapat para sarjana.26
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus, encyclopedia, dan lain-lain.27

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13.
27

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hlm. 296.

17

c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan
metode sebagai berikut:
1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat,
agenda, dan sebagainya.28 Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan
dengan mengumpulkan pemotrentan wilayah tempat wakaf, pemotretan akta
ikrar wakaf, denah wakaf yaitu Kertasari Pebayuran Kab. Bekasi, dan foto
wawancara dengan narasumber.
2. Metode Interview
Wawancara atau interview merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua
orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview ada dua
pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai berfungsi
sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain baerfungsi
sebagai pemberi informasi atau informan (responden).29 Proses wawancara ini
akan diajukan kepada pihak yang terkait dalam skripsi ini, seperti langsung
kepada narasumber pertama yaitu KH. Mahrus Amin sebagai pimpinan
yayasan Hidayatunnajah, Narasumber kedua yaitu Drs. KH. Mustofa Hadi
28

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan
singkat, hlm. 201.
29

hlm. 71.

Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990),

18

Chirzin sebagai saksi ikrar wakaf dan terkakhir kepada Kepala PPAIW Kec.
Pebayuran.
3. Observasi
Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara
mendalam untuk mengetahui proses perubahan status tanah wakaf yang terjadi di
Pebayuran Kab. Bekasi.
d. Teknik Analisis Bahan
Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan bahan-bahan yang telah dikumpulkan untuk menjawab
isu yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.
Pada penelitian ini, pengolahan bahan studi, hakikatnya merupakan
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan yang telah ada.
Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut
untuk memudahkan pekerjaan analisis.
Analisis terkait skripsi ini dengan mempergunakan antara lain:
1) Mengumpulkan hasil wawancara beserta analisis buku-buku mengenai
pandangan
2) Adapun yang terakhir merupakan hasil analisis penulis terkait
Pandangan Status Tanah Wakaf tersebut setelah dilihat dari hukum
Islam (fiqh) dan Hukum Positif.

19

e. Teknik Penulisan
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada
prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014.

E. Review Terdahulu
Untuk melihat keaslian skripsi yang ditelusuri oleh penulis, perlu kiranya
melakukan review terdahulu guna melihat sejauh mana pembahasan terkait judul
skripsi yang penulis telusuri memiliki persamaan (dalam hal yang bukan
substansi) dan perbedaan dalam hal substansi. Oleh sebab itu penulis hadir dalam
dua review terdahulu yang hampir mirip, yaitu:
1.

Rizal Anshor, Fungsi Dan Kewenangan Pejabat Pembuat Aktra Ikrar
Wakaf (PPAIW) Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf studi kasus
PPAIW Kec. Kebayoran Baru, (Jakarta: Fakultas syariah dan hukum,
2011).
Pembahasan: dalam skripsi ini di bahas mengenai fungsi dan
wewenang pejabat pembuat aktra ikrar wakaf (PPAIW) dalam hal
pendaftaran tanah wakaf. Upaya agar tidak terjadinya sengketa tanah wakaf
bahwa UU no. 41/2004 tentang Wakaf dan PP No. 28/1977 tentang tanah
wakaf hak milik menjadi hal penting ketika tanah wakaf itu dicatatkan
kepada PPAIW. Bahkan dalam peraturan menteri agama no. 1 tahun 1978

20

tentang peraturan pelaksana peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 tentang
tanah wakaf hak milik mengenai pejabat yang ditunjuk untuk pembuatan
akta ikrar wakaf yaitu PPAIW dengan lebih khusus KUA (kantor urusan
agama) daerah setempat menjadi pejabat pembuat akta ikrar wakaf. Melihat
kewenangan penyelenggaraan administrasi wakaf yang berada di tingkat
kecamatan menjadi hal yang sangant penting ketika pencatatan wakaf itu
dilangsungkan. Dalam skipsi ini yang menjadi sorotan yaitu tanah wakaf di
wilayah Kec. Kebayoran baru. Yang mana ada sekitar 85 tanah wakaf namun
terdapat kendala-kendala—sehingga memunculkan sengketa tanah wakaf di
daerah setempat. Dalam hal ini, bahwa PPAIW menjadi sangat fundamental
ketika tugas, peran sertan implementasi kewenangan PPAIW terhadap
pendataan maupun pengawasan terhadap tanah wakaf tersebut. Namun
terjadi ketidak sinkronan antara pemahaman masyarakat dengan tujuan
pencatatan wakaf itu sendiri. Pemahaman Masyarakat yang sangat minim
menjadi kendala serta menimbulkan permasalahan besar sehingga timbul
konflik akibat ketidaktahuan pencatatan atau pendaftara akta ikrar wakaf
kepada PPAIW daerah setempat. Adapun metodelogi yang digunakan dalam
sripsi ini adalah metode kuantitatif yaitu mengolah data statistik yang tersaji
dengan ditambah denegan metode wawancara untuk mendapatkan hasil yang
lebih maksimal dalam penelitian ini.

21

2. Naufal Azhar, Peranan Ppaiw (Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf)Dalam Mencegah Terjadinya Sengketa Wakaf di KUA Kec.
Bekasi Barat. (Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum, 2011).
Pembahasan: Adapun pembahasan Dalam skripsi ini yaitu pelaksanaan
ikrar wakaf dilaksanakan oleh para pihak yang berwenang, seperti
pengucapan ikrar wakaf harus dilaksanakan didepan PPAIW (pejabat
pembuat akta ikrar wakaf) sesuai dengan PP No. 1 tahun 1978 bahwa KUA
sebagai tim yang ditunjuk dalam hal itu. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban
untuk meneliti kehendak wakif, mengesahkan nazhir, meneliti saksi ikrar
wakaf, menyampaikan akta ikrar wakaf beserta salinannya dalam waktu 1
bulan sejak dibuatnya. Dalam hal lain, agar tidak terjadinya sengketa tanah
wakaf, dalam pasal 40 UU no. 41/2004 tentang Wakaf bahwa benda wakaf
yang sudah diwakafkan itu dilarang untuk dijadikan jaminan, disita,
dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk
pengalihan hak lainnya. Namun ketika terjadi pelanggaran perjanjian oleh
nazhir dengan seorang wakif maka sengketa tersebut harus diselesaikan
dengan cara musyawarah. Lebih jelasnya dalam pasal 62 UU no. 41/2004
tentang Wakaf manakala terjadi sengketa maka sengketa tersebut ditempuh
lewat jalur musyawarah (untuk mencapai mufakat), apabila tidak terjadi
mufakat maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.
Kaitannya dengan wilayah yang diteliti yaitu sejauh mana peranan PPAIW
dalam mencegah sengketa tanah wakaf. Adapun metode penelitian yang

22

digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis yakni mengkaji UU no. 41/2004 tentang perwakafan, sedangkan
jenis penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif.

F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan studi ini terarah, maka sistematika penulisannya
sebagai berikut:
BAB 1

Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.

BAB II

Konsep Hukum Wakaf
Bab ini terdiri dari Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf,
Syarat dan Rukun Wakaf, dan terakhir Sejarah Hukum
Perwakafan di Indonesia.

BAB III

Kronologis Masalah Wakaf di Daerah Pebayuran Kab. BekasiJawa Barat
Bab ini menjelaskan terkait masalah, Kronologis Wakaf, Pokok
Permasalahan dan Data-data Terkait yang menjadi bukti praktik
wakaf.

BAB IV

Keabsahan Praktik Wakaf Daerah Pebayuran Kab. Bekasi
Perspektif Fiqh dan Perundangan Indonesia.

23

Di bab ini penulis menjelaskan tentang Keabsahan Wakaf
Perspektif Fiqh, Ketentuan Sah Wakaf Perspektif Perundangan
di Indonesia dan Analisis Kasus Praktik Wakaf Daerah
Pebayuran Kab. Bekasi Perpektif Fiqh dan Perundangan
Indonesia.
BAB V

Penutup
Meliputi Kesimpulan dan Saran-saran.

BAB II
KONSEP HUKUM WAKAF

Dalam bab II, penulis memberikan pembahasan tentang konsep hukum
wakaf secara umum beserta penjelasannya masing-masing. Menurut penulis hal
itu menjadi relevan untuk disajikan dalam bab ini, guna tidak terjadi
kesalahpahaman. Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis sajikan pengertian
wakaf, konsep wakaf dan sejarah peraturan perwakafan di Indonesia.
A. Pengertian Wakaf
Jika ditelusuri dengan seksama, kata “wakaf” terambil atau diilhami dari
kata “qifuhum” dalam surat al-Shaffat ayat 24, kata “waqifu” dalam surat alAn'am ayat 27 dan 30, serta dalam surat Saba’ayat 31 dengan kata “mauqufun”.
Dari

keempat ayat tersebut, terjemahan al-Qur’an

Departemen Agama RI

memaknai kata “qifuhum” dengan “tahanlah mereka” (di tempat perhentian),
kemudian kata “waqifu” dengan

makna “mereka dihadapkan”, dan kata

“mauqufun” bermakna “dihadapkan”.1
Adapun bentuk jam a‟ (plural) dari kata wakaf yaitu “auqâf” berasal dari
kata benda abstrak (masdar) atau kata kerja (fi‟il) yang dapat berfungsi sebagai
kata kerja transitif (fi‟il muta‟addi) atau kata kerja intransitif (fi‟il lazim), berarti

1

Suhrawardi K. Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hal.8. lihat juga Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1997), hlm. 481.

24

25

menahan atau menghentikan sesuatu dan berdiam di tempat.2 Dengan kata lain,
perkataan waqf yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata
bahasa Arab: waqafa – yaqifu – waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti,
memperhentikan,

memahami,

mencegah,

menahan,

mengatakan,

memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.3 Kata
al-waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari habasa – yahbisu – habsan,
artinya berhenti, berdiri, berdiam di tempat atau menahan.4
Dalam pengertian istilah, wakaf juga bisa berarti menahan atau
menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan
untuk mendekatkan diri kepada Allah.5 Menurut Muhammad Jawad Mughniyah,
wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan
menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.6 Menurut
Amir Syarifuddin, wakaf adalah menghentikan pengalihan hak atas suatu harta
dan menggunakan hasilnya bagi kepentingan umum sebagai pendekatan diri

2

Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif