LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASE TIKA PERCOBA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
PERCOBAAN II dan III
PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, PEMILIHAN DOSIS
DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN

Disusun oleh :
1. Mafidatul Khoiriyah

(1041311090)

2. Maharani Inka R.N

(1041311091)

3. Myrna Ayu N.U

(1041311102)

4. Naila N. A.

(1041311103)


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
“YAYASAN PHARMASI SEMARANG”
2015

PERCOBAAN II dan III
PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, PEMILIHAN DOSIS
DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu memperkirakan model kompartemen kinetika obat berdasarkan kurva
semi logaritmik kadar obat dalam darah terhadap waktu.
2. Mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya
sampling untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model
kompartemen yang telah ditetapkan
3. Mampu menggunakan dosis obat yang tepat untuk subyek uji

II.


DASAR TEORI
Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik yang menggambarkan

perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa (Mutschler,1991).
Obat berada dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem
biologik peristiwa – peristiwa yang dialami obat seringterjadi secara serentak. Dalam
menggambarkan sistem biologik yang komplekstersebut, dibuat penyederhanaan anggapan
mengenai pergerakan obat itu.
Suatu hipotesis atau model disusun dengan menggunakn istilah matematik, yang
memberi arti singkat dari pernyataan hubungan kuantitatif. Berbagai model matematik
dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi dan eliminasi obat. Model
matematik ini memungkinkan pengembangan persamaan untuk menggambarkan
konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Model farmakokinetik berguna untuk:
a.

Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada
berbagaipengaturan dosis

b.


Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual

c.

Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas farmakologi
atau metabolit – metabolit

d.

Menghibungakan

kemungkinan

konsentrasi

obat

dengan


aktivitas

farmakologik atau toksikologik
e.

Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi

f.

Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi,
distribusi dan eliminasi

g.

Menjelaskan interaksi obat
(Shargel dan Yu, 1988).
Lama pengambilan cuplikan perlu diperhatikan. Jika darah digunakan sebagai

cuplikan, pencuplikan dilakukan sampai 3-5 x t½ eliminasi obat. Jika digunakan urine,
sampai 7-10x t½ eliminasi. Macam model kompartemen,yakni :

1. Model Mammillary
Model terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke suatu
kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili plasma dan jaringan-jaringan
yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat. Model
mamillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena
jumlah obat dalam setiap kompartemen dalam setiap sistem tersebut dapat diperkirakan
setelah obat dimasukkan ke dalam suatu kompartemen tertentu. Menurut Mammillary
model kompartemen dibagi menjadi :
a)

Kompartemen satu terbuka iv
Perfusi terjadi sangat cepat seperti tanpa proses distribusi sebab distribusi tidak
diamati karena terlalu cepatnya. (Hanya ada satu fase yaitu eliminasi).

b)

Kompartemen satu terbuka ev
Sebelum memasuki kompartemen sentral, obat harus mengalami absorbsi. (Terdiri
dari 2 fase yaitu absorbsi dan eliminasi)


c)

Kompartemen 2 terbuka iv

Kompartemen dianggap hanya satu dan ada proses distribusi dari sentral ke perifer
atau sebaliknya. Tidak ada proses absorbsi tetapi ada proses eliminasi.

d)

Kompartemen 2 terbuka ev
Obat mengalami proses absorpsi, distribusi dan eliminasi.

2.

Model Caternary
Dalam farmakokinetika model mammilary harus dibedakan dengan macam
model kompartemen yang lain yang disebut model caternary. Model caternary terdiri
atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu
deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammilary terdiri atas satu atau lebih
kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral.


3. Model Fisiologik (Model Aliran)
Model fisiologik juga dikenal sebagai model aliran darah atau model perfusi,
merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan fisiologik
yang diketahui. Makna yang nyata dari model fisiologik adalah dapat digunakannya
model ini dalam memprakirakan farmakokinetika pada manusia dari data hewan. Jadi,

parameter-parameter fisiologik dan anatomik dapat digunakan untuk memprakirakan
efek obat pada manusia berdasar efek obat pada hewan (Shargel dan Yu, 1988).
Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam rangka
penelitian farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain:
a.

Tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi

b.

Volume distribusi menghubungkan jumlah obat di dalam tubuh dengan konsentrasi
obat (C) di dalam darah atau plasma


c.

Ikatan protein

d.

Tetapan (laju) eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t1/2)

e.

Klirens renal, eksternal dan total

f.

Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC)

g.

Ketersediaan hayati (Mutshler ; 1997).
Metode-metode tradisional untuk mendeteksi dan mengukur obat pada sampel


pasien umumnya memerlukan banyak tenaga, peralatan yang khusus, dan berlangsung
relative lambat, bahkan di institusi-institusi yang memiliki fasilitas analisis di tempat.
Untungnya telah muncul immunoassay yang dapat diterapkan untuk mmengukur
berbagai obat dengan indeks terapi yang rendah dengan pengukuran kadarnya sangat
penting untuk merencanakan terapi.
(Ronald A. Sacher, 2004, hal. 599)
Spektrofotometri adalah salah satu metode tradisional yang masih digunakan
untuk banyak obat yang memiliki spectrum absorbs khas. Banyak obat baru yang
kompleks dengan sifat dan ikatan-ikatan kimiawi tidak lazim yang sering dapat diukur
dengan spektrofotometri setelah ekstraksi dari serum atau cairan biologis lain. Obat
kemudian dimasukkan ke dalam suatu pelarut atau diderivatkan atau diturunkan
sedemikian rupa sehingga puncak absorbs menjadi maksimum.
(Ronald A. Sacher, 2004, hal. 600)
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisa diuraikan dan didefinisikan sebagaimana
cara penentuannya.

1. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajad kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.
2. Keseksamaan
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajad kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyetaraan hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran
yang homogeny.
3. Selektifitas (spesifisitas)
Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya
mengukur zat tertentu saja seara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang mungkin ada dalam matriks sampel.
4. Linieritas dan rentang
Linieritas adalah kemmapuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atua dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
(Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I no. 3, 2004, hal. 117-135)

Acetaminophen (BM:151,16)


OH
O

N
H

acetaminophen

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian

: serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan

: larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut

dalametanol
(Depkes RI.1995).
Resorpsinya, dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. PPnya 25%, plasma t 1/2nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada
hubungan. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metaboli-metabolit toksis yang
diekskresi dengan kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat.
Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan
kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4g sehari dapat terjadi kerusakan hati
dan pada dosis diatas 6g mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversible.
(TjayTanHoan.2007.hal:318)

III.

ALAT DAN BAHAN

A. ALAT
 Labu takar
 Mikropipet
 Tabung reaksi
 Tabung penampang darah
 Vortex-mixer
 Sentrifuge
 Spektrofotometer

B. BAHAN
 Na.salisilat
 Paracetamol
 Asam trikloroasetat (TCA) 5%
 Asam trikloroasetat (TCA) 20%
 Natrium nitrit 0,1%
 Natrium nitrit 10%
 Asam sulfamat 0,5%
 Asam sulfamat 15%
 N(1-naftil)etilendiamin 0,1%
 HCl 6N
 Heparin
 NaOH 0,1%
 NaOH 10%

IV.

SKEMA KERJA

PARACETAMOL
a.

Pembuatan larutan Baku
indukParacetamol
Ditimbang 100,0 mg Paracetamol

Dimasukkan dalam labu takar 100,0ml

Dilarutkan dengan aquadest,dihomogenkan

Larutan stok Paracetamol 1000 ml

b. Pembuatan Kurva Baku Internal Parasetamol

Dihitung volume stok Paracetamol dan volume darah yang digunakan untuk
membuat deret konsentrasi 0 ; 100 ; 200 ; 300; 400 ;500; 600 ; 700μg/ml
sebanyak 250 μl

Darah + heparin

Baku Induk Paracetamol

Divortex
Ditambah 2,0 ml TCA 20%
dengan vortexing
Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm)

Diambil 1.5 ml plasma bening
Dimasukkan labu takar 10,0 ml
Di dalam tiap-tiap labu takar
Ditambah 0,5ml HCl6 N
1,0 ml NaNO2 10%
Ditambah 1,0 ml NaNO2
10%
Dicampur baik-baik
Didiamkan 15’ (suhu 150C)
Ditambah 1,0 ml Asam
Sulfamat 1% dan 3,5 NaOH
10%
Diad denganaquadest,
homogenkan
Dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 435
nm

c.

Penetapan Dosis Paracetamol
Ditimbang bobot tikus yang digunakan dalam praktek

Dihitung dosis untuk tikus dengan konversi dari dosis lazim untuk
Parasetamol(750 mg/50 kgBB) dan (1000 mg/50 kgBB)

d. Uji Pendahuluan Farmakokinetika Paracetamol
Ditimbang bobot tikus yang digunakan dalam praktek

Dihitung dosis untuk tikus dengan konversi dari dosis lazim untuk
Parasetamol(750 mg/50 kgBB) dan (1000 mg/50 kgBB)

Dibuat larutan stok suspensi untukParasetamol ( bobot tikus terbesar)

Diambil darah tikus sebagai blangko

Diberikan suspensi Parasetamol secara per oral (p.o) kepada tikus sesuai
dengan dosis dan VP

Dilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada waktu ke 0 ; 15 ; 30 ; 60 ;
90 ; 120 ; 150 ; 180 menit sebanyak 250 μg/¿ml

Ditambah 2,0 ml TCA 20% divortexing

Disentrifuge (10 menit, 2500 rpm)

Diambil plasma bening (supernatan)
Dimasukkan labu takar 10,0 ml
Di dalam tiap-tiap labu takar
Ditambah 0,5ml HCl6 N

Ditambah 1,0 ml NaNO2
10%
Dicampur baik-baik
Didiamkan 15’ (suhu 150C)

Ditambah 1,0 ml Asam
Sulfamat 1% dan 3,5 NaOH
10%
Diad dengan
aquadest ,homogenkan
Dibaca intensitas warna pada λ max

Dibuat kurva waktu vs log Cp

Ditentukan model kompartemen dan jadwal, jumlah, serta lamanya sampling
cuplikan berdasarkan model kompartemen

Ditentukan dosis Parasetamol berdasarkan model farmakokinetika yang telah
ditetapkan.

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

● Data Berat Badan Tikus
Tikus ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Berat (gram)
205
182
201,8
196
181,5
209,5
176,5
177,5
229
248,5
130,5
170,7
223,3
193,1
224,5
241,5
201,5
191,6

Paracetamol
 Pembuatan Cstok
a.Dosis PCT = 750 mg
Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 750 mg = 1050 mg
Konversi dosis dari manusia ke tikus = 1050 mg x 0,018 = 18,9mg/200g tikus
Dosis tikus/kgBB = 1000g/200g x 18,9mg = 94,5mg/kgBB
BB tikus terbesar = 248,5g/1000g x 94,5mg = 23,4833 mg
23,4833 mg
Cstok = 1/2 x 5 ml = 9,3933mg/ml
Jumlah serbuk yang ditimbang = 9,3933mg/ml x 100ml = 939,33mg
b.Dosis PCT = 1000mg
Dosis pada manusia 70kg = 70kg/50kg x 1000 mg = 1400 mg
Konversi dosis dari manusia ke tikus = 1400 mg x 0,018 = 25,2mg/200g tikus

Dosis tikus/kgBB = 1000g/200g x 25,2mg = 126mg/kgBB
BB tikus terbesar = 248,5g/1000g x 126mg = 31,311 mg
31,311 mg
Cstok = 1 /2 x 5 ml = 12,5244mg/ml
Jumlah serbuk yang ditimbang = 12,5244mg/ml x 100ml = 1252,44mg
 Volume Pemberian (Vp)
a.Tikus dengan BB 241,5 g

241,5 g

Dosis = 1000 g X 94,5 mg = 22,82 mg
VP =

22,82mg
9,3933/ml = 2,43 ml

b.Tikus dengan BB 201,5 g

201,5 g

Dosis = 1000 g X 94,5 mg = 19,04 mg
VP =

19,04 mg
9,3933 mg/ml = 2,03 ml

c.Tikus dengan BB 191,6 g

191,6 g

Dosis = 1000 g X 94,5 mg = 18,11 mg
VP =

18,11 mg
9,3933 mg/ml = 1,93 ml

 Pembuatan baku PCT
Darah yang diinginkan = 500μL
Larutan Paracetamol = 1mg/L = 1000μg/ml
Penimbangan Paracetamol
Kertas + zat

= 0,3578 g

Kertas + sisa = 0,2533 g Berat Zat

= 0,1045 g ad 100ml

Konsentrasi sebenarnya = 104,5 mg/ 0,1L = 104,5 mg/L = 1045 ppm = 1045 μg/ml

 Deret baku larutan stok Paracetamol
Konsentrasi
Konsentrasi 0μg/ml

Koreksi Kadar

V1.C1 = V2.C2
V1.1000μg/ml = 500μl.0μg/ml
V1 = 0μL
Darah = 500 μL
Konsentrasi 100μg/ml

Konsentrasi 100μg/ml

V1.C1=V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500 μL.100μg/ml

50 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 50μL

C2 = 104,5μg/ml

Darah = 450 μL
Konsentrasi 200 μg/ml

Konsentrasi 200μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL. 200μg/ml

100 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 100 μL

C2 = 209μg/ml

Darah = 400 μL
Konsentrasi 300 μg/ml

Konsentrasi 300μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1.1000 μg/ml = 500μL.300μg/ml

150 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 150μL

C2 = 313,5μg/ml

Darah = 350μL
Konsentrasi 400μg/ml

Konsentrasi 400μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL.400μg/ml

200 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 200μL

C2 = 418μg/ml

Darah = 300 μL
Konsentrasi 500μg/ml

Konsentrasi 500μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1. 1000μg/ml = 500μL.500μg/ml

250 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 250μL

C2 = 522,5μg/ml

Darah = 250 μL
Konsentrasi 600μg/ml

Konsentrasi 600μg/ml

V1.C1 =- V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL.600μg/ml

300 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 300 μL

C2 = 627μg/ml

Darah = 200μL
Konsentrasi 700μg/ml

Konsentrasi 700μg/ml

V1.C1 = V2.C2

V1.C1 = V2.C2

V1.1000μg/ml = 500μL.700μg/ml

350 μL.1045μg/ml = 500μL.C2

V1 = 350μL

C2 = 731,5μg/ml

Darah = 150 μL

 Data Kurva Baku Paracetamol
Konsentrasi

Absorbansi

(μg/ml)
104,5
313,5
418
522,5
731,5

0,014
0,433
0,527
0,547
0,603

a = 0,0486 ; b = 0,0009 ; r = 0,8848
y = bx + a → y = 0,0009x + 0,0486

 Data Absorbansi Cuplikan
a.PCT 1000mg
Waktu (menit)
15
30
60
90
120
150
180

Absorbansi kel 1
0,045
0,022
0,032
0,002
0,017
0,015
-0,009

Absorbansi kel 2
0,011
0,080
0,050
0,060
0,024
0,040
0,087

Absorbansi kel 3
0,040
0,061
0,025
0,037
0,086
0,025
0,083

b.PCT 750mg
Waktu (menit)
15
30
60
90
120
150
180

Absorbansi kel 4
0,043
0,018
0,019
0,030
0,108
0,062
0,048

Absorbansi kel 5
-0,013
0,026
0,006
0,026
0,006
-0,009
0,002

Absorbansi kel 6
0,053
0,057
0,043
0,042
0,023
0,022
0,092

 Perhitungan Cp
PCT 1000mg
Waktu

Absorbans

Cp kel Absorbans

Cp kel Absorbans

Cp kel Rata-

(menit)

i kel 1

1

2

3

rata

(μg/

Cp

ml)
-9,5555

-

i kel 2

(μg/
15

0,045

ml)
-4

i kel 3

(μg/
0,011

ml)
-

0,040

41,7778
30
60

18,444

34,8889 0,061

4
13,7778 6,3704

1,5556

0,025

-

0,060

12,6667 0,037

-

0,024

-

41,5555 -6,9630

0,022

-

0,080

0,032

29,5555
0,050
18,4444

90

0,002

51,7778

120
150

0,017

-

0,015

35,1111
0,040

0,086

27,3333
-9,5556 0,025

37,3333
180

-0,009

-64

0,087

42,6667 0,083

26,2222 14,370
4
12,8889 17,333
3

-

24,370
26,2222
4
38,2222 5,6296

Waktu (menit)
15
30

Cp
-18,4444
6,3704

Ln Cp
1,8517

60
90
120
150
180

-14,3704
-17,3333
-6,9630
-24,3704
5,6296

1,728

Kurva Waktu vs ln Cp PCT 1000 mg
ln Cp PCT 1000 mg

2
1.5
Kurva Waktu vs ln Cp
1000 mg

1
0.5
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Waktu

Dari kurva diatas, dapat disimpulkan model kompartemennya tidak mengikuti model
manapun .Sehingga tidak dapat ditentukan fase absorbsi, distribusi dan eliminasinya
dan tidak dapat dihitung t1/2 eliminasi maupun waktu sampling.

PCT 750mg
Waktu

Absorbans

Cp kel Absorbans

Cp kel Absorbans

Cp kel Rata-

(menit)

i kel 4

4

5

6

rata

(μg/

(μg/

Cp

i kel 5

(μg/

i kel 6

15

0,043

ml)
-6,2222

-0,013

ml)
39,5555 0,053

ml)
4,8889

30

0,018

-34

0,026

-

0,057

9,3333

0,043

-6,2222

25,1111
60

0,019

-

0,006

-

23,259
3
16,592
6
-

32,8889
90

0,030

-

47,3333
0,026

-

20,6667
120

0,108

66

0,042

-7,3333

0,023

-

25,1111
0,006

-

150

0,062

14,8889 -0,009

47,3333
-64
0,022

180

0,048

-0,6667

-

0,002

0,092

28,814
8
17,703
7
-3,2592

28,4444
26,222
29,5555
2
48,2222 -1,4074

51,7778

Waktu (menit)
15
30
60
90
120
150
180

Cp
-23,2593
-16,5926
-28,8148
-17,7037
-3,2592
-26,2222
-1,4074

Ln Cp
-

Kurva Waktu Vs Cp PCT 750 mg
Cp PCT 750 mg

0
-5 0

40

80

0
12

0
16

Dari kurva diatas,

0
20

dapat disimpulkan

-10
Kurva Waktu Vs Cp
PCT 750 mg

-15
-20

model
kompartemennya

-25

tidak mengikuti

-30

model

-35
Waktu

manapun .Sehingga tidak dapat ditentukan fase absorbsi,distribusi dan eliminasinya dan tidak
dapat dihitung t1/2 eliminasi maupun waktu sampling.

VI. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan waktu pengambilan cuplikan, pemilihan
dosis dan asumsi model kompartemen. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan
model farmakokinetika dan menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan serta lamanya
sampling dari Parasetamol berdasarkan model kompartemen yang telah ditetapkan. Darah yang
digunakan dalam percobaan kali ini adalah darah dari hewan uji tikus. Dimana darah diambil dari ekor tikus,
yang banyak terdapat pembuluh darahnya.
Paracetamol atau acetaminophen adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik-analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Sifat antipiretik yang dimiliki
parasetamol disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan
efek sentral. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit
setelah pemberian, dengan t 1/2 eliminasinya yaitu 1-4 jam
Pada percobaan ini, langkah awal pada analisis obat paracetamol yaitu membuat
larutan stok paracetamol. Pembuatan stok paracetamol menggunakan aquadest panas sebagai
pelarutnya. Hal ini dikarenakan paracetamol larut dalam air mendidih. Parasetamol diberikan
secara peroral terhadap hewan uji tikus. Dosis yang diberikan adalah sebesar 750 mg dan
1000 mg yang kemudian dikonversikan pada tikus. Kemudian diambil cuplikan darah pada
menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan 300. Tetapi karena keterbatasan waktu
pencuplikan hanya dilakukan sampai menit ke-180.Cuplikan darah ditampung dalam
evendrop yang telah berisi heparin. Heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang dapat
mencegah penggumpalan pada sampel darah. heparin beraksi dengan mengikat anti trombin III dan
kemudian akan membentuk kompleks yang memiliki afinitas lebih besar daripada anti trombin
III itu sendiri terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif (trombin dan faktor
X atau faktor stuart power).

Kemudian ditambahkan TCA 20 % sebanyak 2,0 ml,

disentrifuge untuk mengendapkan protein berupa sel-sel darah merah dan sel darah putih
serta kandungan protein lainnya. Sebanyak 1,5 ml beningan diambil dan dimasukkan labu
takar 10,0 ml. Kemudian ditambah HCL 6N sebanyak 0,5ml. Penambahan HCl ini dimaksudkan
untuk memberikan suasana asam dalam pembentukan reaksi diazotasi . Ditambahkan juga NaNO2 10%
sebanyak 1,0ml. Pada saat ditambah NaNO2, timbul gelembung gas N2 ketika dikocok.
Setelah ditambahkan NaNO2 10%, diamkan di tempat dingin selama 15 menit. HCL dan
NaNO2 ini akan membentuk asam nitrit yang akan bereaksi membentuk garam diazonium.
Setelah didiamkan ditambah 1,0ml asam sulfamat 15% melalui dinding labu takar.
Penambahan asam sulfamat berfungsi untuk menghilangkan kelebihan gas N2, karena dapat
mengganggu pengukuran pada spektrofotometri. Sebelum diukur ditambahkan 3,5ml NaOH

10%. untuk memetralkan larutan yang sebelumnya bersifat asam akibat penambahan asam
sulfamat, kemudian di-ad dengan aquadest pada labu takar 10 ml.
Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometri uv-vis pada panjang
gelombang () maksimum 441 nm dan operating time 4 menit yang telah ditentukan pada
percobaan sebelumnya. Pengukuran absorbansi ini dilakukan pada panjang gelombang visibel
karena pada panjang gelombang ini absorbansi dapat terbaca pada sinar nampak (visibel).
Sedangkan digunakan operating time karena larutan yang akan diukur berupa larutan
berwarna. Operating time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyempurnakan reaksi
warna agar absorbansinya dapat terbaca dengan optimal. Tujuan operating time adalah untuk
menyeragamkan waktu yang diperlukan hingga absorbansi menjadi stabil pada masingmasing perlakuan baku sampel.
Setelah pengukuran, didapatkan nilai absorbansi (A) pada tiap-tiap waktu (t)
pencuplikan. Nilai absorbansi yang diperoleh, digunakan untuk menentukan konsentrasi obat
(Parasetamol) dalam plasma (Cp) dengan menggunakan persamaan regresi linier dari kurva
baku. Langkah selanjutnya adalah dibuat kurva hubungan waktu (t) dengan ln konsentrasi (ln
Cp). Dari kurva yang telah dibuat baik pada dosis Paracetamol 750 mg maupun 1000 mg
dapat disimpulkan bahwa parasetamol pada percobaan tidak dapat ditentukan model
kompartemennya karena kurva yang terbentuk tidak beraturan, sehingga tidak dapat
ditentukan fase absorbsi,distribusi dan eliminasinya. Hal tersebut bisa terjadi karena pada saat
pengambilan cuplikan menggunakan 3 tikus dengan waktu yang berbeda sehingga data yang
didapatkan tidak akurat karena setiap tikus mempunyai metabolisme tubuh yang berbedabeda. Secara teori Paracetamol bersifat basa, dimana akan mudah terlarut dalam aliran darah
sehingga distribusinya cepat, parasetamol yang nonpolar sehingga mudah menembus sawar
otak. Namun pada praktikum ini fase distribusinya juga tidak dapat terlihat dengan jelas,
begitu pula dengan fase eliminasi yang naik pada menit ke-180 yang dapat dikarenakan obat
belum sepenuhnya tereliminasi karena pada teori waktu paruh dari Paracetamol sampai 4 jam
sedangkan pada praktikum pencuplikan hanya dilakukan sampai menit ke-180 karena
keterbatasan waktu.
Dalam menentukan waktu sampling (pengambilan cuplikan), dapat ditentukan dengan
rumus 3-5 x T1/2 untuk data darah. Alasan digunakan data darah dibandingkan data urin
dalam penentuan model farmakokinetik adalah karena kemudahan dalam pengambilan
cuplikan, darah mengambil obat dari tempat absorbsi, distribusi ke jaringan sasara, serta
menghantarkan ke organ eliminasi, penetapan kadar pada cuplikan darah akan memberikan

suatu indikasi langsung berapa kadarnya yang mencapai sirkulasi.Namun pada praktikum
tidak dapat ditentukan fase eliminasi maka untuk menentukan t1/2 eliminasi dan waktu
sampling tidak bisa dilakukan. Hal ini bisa dikarenakan obat banyak terikat dalam protein
plasma dan obat yang bebas sedikit sehingga sulit untuk menentukan T½ dari Paracetamol
selain itu juga waktu pencuplikan yang kurang.
Setelah waktu pencuplikan dilakukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan dosis
yang diberikan untuk hewan uji. Tujuan dilakukan pemilihan dosis pada prinsipnya adalah
untuk mengetahui dosis terapi yang memberikan profil farmakokinetik yang paling baik yang
menunjukkan data yang jelas pada setiap fasenya (fase absorbsi, sekitar puncak dan fase
eliminasi). Selain itu pemilihan dosis juga bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara
peningkatan dosis dengan waktu, sehingga nantinya dosis terapi yang dipilih dapat
memberikan kadar terapi obat yang optimal dalam tubuh. Pemilihan dosis dapat didasarkan
atas beberapa hal diantaranya mengacu pada LD50 (toksisitas akut) obat yang diuji. Dimana
obat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Paracetamol.Namun pada praktikum ini
pada dosis Paracetamol 750 mg dan 1000 mg yang dikonversikan pada hewan uji didapatkan
data yang tidak dapat dibaca dengan jelas dalam setiap fasenya (absorbs,distribusi dan
eliminasi) sehingga tidak dapat ditentukan dosis terapi untuk memberikan profil
farmakokinetika yang baik.
VII. KESIMPULAN
1.Pada praktikum penentuan waktu pengambilan cuplikan,pemilihan dosis dan asumsi model
kompartemen pada Paracetamol dengan dosis 750 mg dan 1000 mg tidak dapat ditentukan
karena :
a. data yang didapatkan tidak jelas pada setiap fasenya (absorbsi,distribusi dan eliminasi)
b. tidak dapat dihitungnya waktu paruh obat dan waktu pengambilan sampling karena tidak
bisa ditentukan 3 titik eliminasi
c. model kompartemen yang tidak mengikuti model kompartemen manapun
d. tidak dapat ditentukannya pemilihan dosis yang memberikan profil farmakokinetika yang
baik

VIII. DAFTAR PUSTAKA
 Depkes RI.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta:Depkes RI

 Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Bandung : ITB
 Neal,M.J., 2006. Farmakologi Medis.Jakarta:Erlangga
 Shargel, Leon dan B. C. Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Surabaya : Airlangga University Press
 Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
 Wasito, Henri. 2006. Riset dan Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Graha Ilmu

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Endang Diyah I, M.Si.,Apt

Semarang,

28

Praktikan,

Mafidatul Khoiriyah
(1041311090)

Ebta Narasukma A,M.Sc.,Apt

Maharani Inka R.N

September

2015

(1041311091)

Myrna Ayu N.U
(1041311102)

Naila Nurul A.
(1041311103)