Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas Sistem Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah

Kusuma,
dkk.
Vol..14 No.
4 Desember 2007

urnal
TEKNIK SIPIL

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas
Sistem Pengendalian Banjir Jakarta Wilayah Tengah
M. Syahril B.K1)
Iwan K. Hadihardaja1)
Rommy M2)

Abstrak
Pelaksanaan kegiatan pengendalian banjir wilayah DKI Jakarta berpedoman pada konsep Prof. H. Van Breen
(1918), yang direncanakan pada saat wilayah Kota Jakarta (Batavia) masih memiliki luas wilayah 125 km2.
Namun seiring dengan perkembangan Kota Jakarta yang menyebabkan perluasan wilayah (650 km2 pada tahun
1974) dirasakan perlu adanya modifikasi metoda tersebut, terutama berkaitan dengan pengendalian aliran
permukaan dari hulu DAS Ciliwung.
Penyebab banjir yang akan dikaji ialah aliran permukaan (run off) yang terdiri dari run off lokal wilayah Jakarta

dan run off dari hulu DAS Ciliwung, dengan penempatan waduk unregulated pada wilayah DAS Ciliwung.
Perlunya waduk pada DAS Ciliwung disebabkan adanya kecenderungan meningkatnya curah hujan terutama
pada saat puncak musim penghujan pada wilayah tersebut, yang diiringi dengan perubahan tata guna lahan pada
hampir semua wilayah DAS, sehingga memperbesar koefisien pengaliran yang merupakan cerminan dari semakin
berkurangnya kemampuan tanah untuk melakukan proses infiltrasi terhadap aliran permukaan.
Hasil studi yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa waduk yang diusulkan tersebut hanya merupakan suatu
upaya yang tidak akan memberikan kontribusi nyata tanpa adanya dukungan sistem pengendalian banjir lainnya.
Oleh sebab itu dibutuhkan kinerja yang sinergis dari seluruh metoda pengendalian banjir yang telah ada,
sehingga dapat saling menyempurnakan kinerja pengendalian banjir dimasa mendatang.
Kata-kata Kunci: Pengendalian banjir, waduk unregulated, pemodelan.
Abstract
The concept of flood control which issued by Prof. H. Van Breen (1918) that explained Master Plan of Jakarta’s
Flood Control in comprehensive stage. For additional information, Batavia had 125 km2 when Prof. H. Van
Breen arranged The Master Plan of Jakarta’s Flood Control. But, according the improvement of Jakarta’s area
(650 km2 in 1974) there have been needed some modification of flood control concept to support the last
mechanism, especially in relation with run off control from the up stream of Ciliwung Basin.
Cause of flood that will try to analyze is run off which consist from local run off and up stream run off, with use
unregulated reservoir in Ciliwung Basin. Reservoir which recommended should has capability to receiving run off
from up stream. Based the needed of reservoir are the increasement of rainfall intensity, especially at the peak of
rainy season, and followed by the change of land use at catchments area in large proportion, until give

contribution to increasement of run off coefficient which show how reduction of soil capability for doing
infiltration process.
The result of study shows, the reservoir which recommended is only an effort that will not give significant
contribution without support from another flood control method. So there are need better relation performance
from all flood control method, and interdependence support another method until find the perfect rules of
performance in the future.
Keywords: Flood control, unregulated reservoir, modeling.

1. Anggota KK Teknik Sumber Daya Air , FTSL-ITB, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132.
2. Asisten Lab. Uji Model Hidraulik, Teknik Sumber Daya Air , FTSL-ITB, Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132.

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 197

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

1. Pendahuluan
Rendahnya kapasitas sistem pengendalian banjir DKI
Jakarta telah menjadikan wilayah tersebut sebagai
wilayah yang sangat rawan terhadap banjir, baik dari
limpahan hujan lokal maupun dari limpahan hujan

daerah BOPUNJUR. Rendahnya kapasitas tersebut
antara lain karena rendahnya hidrotopgrafi (terutama
wilayah sepanjang pantai Jakarta dan wilayah tengah),
keterbatasan lahan untuk saluran dan tampungan,
kurang tepatnya prediksi beban banjir, dan kurang
efektifnya pengelolaan sistem pengendalian yang ada.
Banjir besar DKI Jakarta telah terjadi beberapa kali,
antara lain adalah pada tahun 1699, 1711, 1714, 1854,
1918, 1942, 1976, 1996, 2002, dan yang terakhir pada
awal Februari 2007 yang menyebabkan 75 % wilayah
DKI Jakarta tergenang banjir.
Sistem
pengendalian
banjir
DKI
Jakarta
dikembangkan berdasarkan pada konsep Prof. H. Van
Breen (Master Plan 1973 dan direncanakan pada saat
wilayah Kota Jakarta / Batavia masih memiliki luas
wilayah 125 km2) dimana beban limpahan hujan dari


luar Jakarta dialihkan melalui Banjir Kanal yang
melingkari Jakarta, sementara beban limpahan hujan
dari dalam Kota Jakarta dibuang melalui jaringan
drainase kota secara gravitasi pada wilayah yang
cukup tinggi, dan aliran lokal yang terjadi pada pada
daerah-daerah rendah dibuang dengan sistem polder
yang terletak di sepanjang pantai Jakarta.
Seiring dengan perkembangan Kota Jakarta yang
menyebabkan perluasan wilayah (650 km2 pada tahun
1974) sehingga semakin sulit untuk merealisasikan
infrastruktur pengendalian banjir di dalam kota maka
dirasakan perlu adanya modifikasi metoda
pengendalian banjir tersebut, terutama berkaitan
dengan pengendalian aliran permukaan dari hulu DAS
Ciliwung.

2. Identifikasi Banjir di Wilayah DKI
Jakarta
Melalui identifikasi data – data dan perhitungan,

diperoleh nilai – nilai parameter fisik banjir wilayah
DKI Jakarta pada tahun 2002 dan 2007 dapat dilihat
pada Gambar I dan Gambar 2:

Luas Genangan (m2)

Luas Genangan Banjir Wilayah DKI Jakarta

1.40E+08
1.35E+08
1.30E+08
1.25E+08
1.20E+08
1.15E+08
1.10E+08
1.05E+08
1.00E+08
9.50E+07
9.00E+07
8.50E+07

8.00E+07
7.50E+07
7.00E+07
6.50E+07
6.00E+07
5.50E+07
5.00E+07
4.50E+07
4.00E+07
3.50E+07
3.00E+07
2.50E+07
2.00E+07
1.50E+07
1.00E+07
5.00E+06
0.00E+00

2002
2007


1.27E+08
1.27E+08

9.79E+07
9.79E+07

9.43E+07
9.43E+07

7.36E+07
7.36E+07
6.79E+07
6.73E+07

4.95E+07
4.95E+07

2.50E2048E+07
2.50E+07

2.48E+07

2.50E+07
2.50E+07
1.95E+07
1.95E+07

Jakarta Utara

Jakarta Pusat

Jakarta Barat

Jakarat Timur
Jakarta

Jakarta Selatan

Gambar 1. Luas genangan banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007
Sumber : Data dan perhitungan


198 Jurnal Teknik Sipil

Kusuma, dkk.

Volume Banjir Wilayah DKI Jakarta

Volume (m 3)

1.00E+08
9.50E+07
9.00E+07
8.50E+07
8.00E+07
7.50E+07
7.00E+07
6.50E+07
6.00E+07
5.50E+07


2002
2007

8.69E+07
8.63E+07

6.92E+07
6.92E+07
6.29E+07
6.29E+07
5.27E+07
5.27E+07

5.05E+
5.05E+07
4.60E+07
4.60E+07

5.00E+07
4.50E+07

4.00E+07

4.12E+07
4.12E+07
3.51E+07
3.51E+07

3.50E+07
3.00E+07
2.50E+07
2.00E+07
1.50E+07
1.00E+07

1.50E+07
1.50E+07
1.17E+07
1.17E+07

5.00E+06
0.00E+00
Jakarta Utara

Jakarta Pusat

Jakarta Barat

Jakarat Timur

Jakarta Selatan

Gambar 2. Volume banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007
Sumber : Data dan perhitungan

Selanjutnya dengan visualisasi bar chart parameter
fisik banjir di wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan
2007, dapat disampaikan bahwa telah terjadi
peningkatan besaran kuantitatif fisik genangan banjir

yang meliputi luas genangan, dan tinggi genangan
(bervariasi untuk setiap tempat dan kejadian banjir),
sehingga mengakibatkan peningkatan volume
genangan banjir.

Gambar 3. Wilayah genangan banjir di DKI Jakarta tahun 2007
Sumber : United Nations Department of Safety & Security 2007

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 199

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

Tabel 1. Indikator kejadian banjir wilayah DKI Jakarta 2002 dan 2007
Jangka Waktu
Curah Hujan
Korban Tewas
Pengungsi

Indikator

2002
5 hari (29 Jan - 3 Feb)
5288 mm (29 Jan - 3 Feb)
32 orang
40.000 orang

Kerusakan Fasilitas Umum

132 gardu listrik padam

Kerugian
Luas Genangan

Rp. 5 Triliun - Rp. 6.7 Triliun
16.788 ha

2007
7 hari (2 - 8 Feb)
7065 mm (29 Jan - 3 Feb)
48 orang
316.825 orang
2104 gardu listrik padam
Sentral telpon Semanggi lumpuh
Telpon seluler & internet terganggu
Distribusi air bersih terganggu
Rp. 10 Triliun - Rp. 12 Triliun
45.500 ha

Sumber : Kompas, 10 Februari 2007

hujan dan hidrograf banjir DAS Ciliwung Tengah.
Kondisi kapasitas alur sungai yang sangat rendah
semakin mempercepat terjadinya banjir pada wilayah
tersebut, terutama pada saat puncak musim penghujan.

3. Hidrograf Banjir DAS Ciliwung Tengah
Beban drainase yang terjadi pada DAS Ciliwung
Tengah divisualisasikan melalui hidrograf banjir pada
wilayah tersebut yang diperoleh melelui perhitungan
dengan Metoda Snyder. Dalam perhitungan hidrograf
banjir diperlukan data curah hujan, dan data fisik
daerah tangkapan air wilayah terkait.

4. Identifikasi Potensi Waduk pada DAS
Ciliwung Tengah
Dengan mengamati kondisi hidrotopografi DAS
Ciliwung Tengah, keadaan sosial ekonomi, dan
Master Plan Pengendalian Banjir 1997, maka dapat
disampaikan dua alternatif lokasi waduk yaitu
Bojonggede dan Ciawi.

Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan beban
drainase yang terjadi pada saat terjadi banjir di
wilayah DKI Jakarta tahun 2002 dan 2007. Adapun
data hujan tahun 2002 diperoleh melalui BMG,
sedangkan data hujan tahun 2007 diperoleh melalui
media cetak dan elektronik pada Februari 2007.

Dalam identifikasi awal lokasi waduk, diperlukan
informasi yang akurat mengenai aliran yang masuk ke
waduk (inflow) dan kapasitas tampungan waduk.
Aliran yang memasuki waduk divisualisasikan melalui
hidrograf inflow waduk yang diperoleh melalui
perhitungan dengan Metoda Snyder dengan
memperhitungkan data hujan yang terjadi pada
Februari 2007, dan parameter fisik daerah tampungan
air bagi waduk.

Melalui identifikasi data dan perhitungan dapat
diketahui bahwa telah terjadi peningkatan parameter
kuantitatif banjir selama kurun waktu 2002 hingga
2007, yang tercermin melalui peningkatan intensitas

I (mm/jam)

Inte nsitas Hujan DAS Ciliw ung Tengah
450
425
400
375
350
325
300
275
250
225
200
175
150
125
100
75
50
25
0

Februari 2007
Februari 2002

0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

275

300

325

350

t (m e nit)

Gambar 4. Perbandingan intensitas hujan pada DAS Ciliwung Tengah
Sumber : Perhitungan dengan Metoda Mononobe

200 Jurnal Teknik Sipil

375

400

Kusuma, dkk.

Q (m 3 /dt)

Hidrograf Banjir DAS Ciliwung Tengah
1500
1450
1400
1350
1300
1250
1200
1150
1100
1050
1000
950
900
850
800
750
700
650
600
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

t (jam)

Feb 2002
Feb 2007
penampang
Feb 2007 Q kapasitas
Q kapasitas penampang
Feb 2002

Gambar 5. Daerah tangkapan air, dan hidrograf banjir Kali Ciliwung akibat RO dari hulu DAS Ciliwung
Sumber : Perhitungan dengan Metoda Snyder

Melalui identifikasi data dan perhitungan dapat
diketahui bahwa telah terjadi peningkatan parameter
kuantitatif banjir selama kurun waktu 2002 hingga
2007, yang tercermin melalui peningkatan intensitas
hujan dan hidrograf banjir DAS Ciliwung Tengah.
Kondisi kapasitas alur sungai yang sangat rendah
semakin mempercepat terjadinya banjir pada wilayah
tersebut, terutama pada saat puncak musim penghujan.

4. Identifikasi Potensi Waduk pada DAS
Ciliwung Tengah
Dengan mengamati kondisi hidrotopografi DAS
Ciliwung Tengah, keadaan sosial ekonomi, dan Master
Plan Pengendalian Banjir 1997, maka dapat
disampaikan dua alternatif lokasi waduk yaitu
Bojonggede dan Ciawi.
Dalam identifikasi awal lokasi waduk, diperlukan
informasi yang akurat mengenai aliran yang masuk ke
waduk (inflow) dan kapasitas tampungan waduk.
Aliran yang memasuki waduk divisualisasikan melalui
hidrograf inflow waduk yang diperoleh melalui
perhitungan dengan Metoda Snyder dengan
memperhitungkan data hujan yang terjadi pada
Februari 2007, dan parameter fisik daerah tampungan
air bagi waduk.

4.1 Kapasitas alternatif waduk
Informasi mengenai kapasitas Waduk Bojonggede
diperoleh melalui pengukuran peta topografi rencana
lokasi waduk, sedangkan kapasitas Waduk Ciawi
diperoleh melalui data sekunder dari instansi terkait.
4.2 Skenario pemanfaatan waduk
Untuk mengetahui komposisi hidrograf pada tiap
skenario, dilakukan perhitungan rambatan hidrograf
dengan Metoda Kinematic Wave, penelusuran banjir
(Flood Routing) dengan Metoda Step by Step, dan
perhitungan run off lokal dengan Metoda Snyder.
Dalam penelitian ini, pola operasi waduk yang
diterapkan ialah pola unregulated. Pada kondisi
unregulated, aliran yang keluar dari waduk tidak
dikontrol dengan bangunan pengatur.
Persamaan untuk Metoda Kinematic Wave ialah
sebagai berikut :
∂Q
∂Q
+ α β Q β −1
= q
∂x
∂t

(1)

Perubahan hidrograf yang terjadi akibat penempatan
Waduk Bojonggede dapat dijelaskan berdasarkan
hidrograf inflow waduk di titik inlet maupun outlet
waduk, hidrograf outflow, dan hidrograf run off lokal.
Skema perubahan hidrograf tersebut dapat dijelaskan
pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 201

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

Hidrograf Inflow Waduk
400
375
Inflow Waduk Bojonggede

350

Inflow Waduk Ciawi

325
300
275

Q (m3/dt)

250
225
200
175
150
125
100
75
50
25
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

t (jam)

Gambar 6. Hidrograf inflow Waduk Bojonggede dan Waduk Ciawi
Sumber : Perhitungan (Data hujan Feb 2007) dengan Metoda Snyder

Genangan (ha)
112.5

105.0

97.5

90.0

82.5

75.0

67.5

60.0

52.5

45.0

37.5

30.0

22.5

15.0

7.5

0.0

0.0
126
125
124
123
122
121
120
119
118
117
116
115
114
113
112
111
110
109
108
107
106
105
104
103
102
101
100

Elevasi (m)

Elevasi (m)

120.0
126
125
124
123
122
121
120
119
118
117
116
115
114
113
112
111
110
109
108
107
106
105
104
103
102
101
100

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

Volum e (106 m 3)
Gambar 7. Hubungan parameter Waduk Bojonggede
Sumber : Perhitungan dengan bantuan peta topografi

202 Jurnal Teknik Sipil

6.5

7.0

7.5

8.0

Kusuma, dkk.

4.2.1 Waduk tunggal Bojonggede

Komposisi Hidrograf DASCiliwung dengan Waduk Bojonggede (Unregulated)

Q (m 3/dt)

1000
950
900
850
800
750
700
650
600

Inflowdi inlet Waduk Bojonggede
Inflowdi outlet Waduk Bojonggede

550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Outflow Waduk Bojonggede
ROBojonggede - Manggarai
Superposisi Hidrograf

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
t (jam)

Gambar 9. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung Tengah dengan Waduk Bojonggede (unregulated)
Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step

4.2.2 Waduk tunggal Ciawi

3

Q (m /dt)

Komposisi Hidrograf DAS Ciliwung dengan Waduk Ciawi (Unregulated)
1000
950
900
850
800
750
700
650
600
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Inflow di inlet Waduk Ciawi
Inflow di outlet Waduk Ciawi
Outflow
RO Ciawi - Manggarai
Superposisi Hidrograf

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
t (jam)

Gambar 10. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung Tengah dengan Waduk Ciawi (unregulated)
Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 203

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

4.2.3 Waduk Seri / Cascade (Ciawi dan Bojonggede)

Q (m 3/dt)

Komposisi Hidrograf Pada DAS Ciliwung dengan Waduk Cascade (unregulated)
1000
950
900
850
800
750
700
650
600
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0

Inflow di inlet Waduk Ciawi
Inflow di outlet Waduk Ciawi
Outflow Waduk Ciawi
RO Ciawi - Bojonggede
Inflow di inlet Waduk Bojonggede
Inflow di outlet Waduk Bojonggede
Outflow Waduk Bojonggede
RO Bojonggede - Manggarai
Superposisi Hidrograf

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
t (jam)

Gambar 11. Komposisi hidrograf pada DAS Ciliwung
Tengah dengan Waduk Cascade (unregulated)
Sumber : Perhitungan hidrograf RO dengan Metoda Snyder, dan Flood Routing dengan Metoda Step by Step

Dengan membandingkan hidrograf eksisting DAS
Ciliwung Tengah, dan hidrograf – hidrograf pasca
penempatan waduk dengan beberapa skenario yang
telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditampilkan
perubahan hidrograf yang terjadi melalui Gambar 12.
Melalui Gambar 12 dapat disampaikan bahwa
beberapa skenario waduk yang diusulkan belum
sepenuhnya mampu mereduksi hidrograf secara
maksimal. Hal tersebut disebabkan masih tingginya
run off lokal yang terjadi pada DAS Ciliwung Tengah
terutama pada wilayah Kota Jakarta.

5. Pemodelan
Perubahan
Pasca Penempatan Waduk

Limpasan

5.1 Pemahaman konsep pemodelan aliran sungai
dengan HEC RAS
Pemodelan tersebut dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi penampang sungai (node – node), akibat
beban drainase yang divisualisasikan melalui
hidrograf banjir. Untuk memperoleh model yang
representatif maka dilakukan pemodelan dengan
kondisi Unsteady One – Dimensional Flow, dimana
pada intinya menerapkan kondisi aliran yang berubah
terhadap ruang dan waktu dalam 1 (satu) dimensi.

204 Jurnal Teknik Sipil

Dalam penerapan konsep unsteady flow digunakan
dua persamaan utama yaitu Persamaan Kontinuitas
dan Persamaan Momentum.

∂Q ∂A
=q
+
∂x
∂t

(2)

QQ
∂h
∂Q ∂ ⎛ Q2 ⎞
+ ⎜β ⎟ + gA − gASo + g 2 = 0
∂x
∂t ∂x ⎜⎝ A ⎟⎠
AC R

(3)

Selain persamaan kontinuitas dan momentum, untuk
input pemodelan fisik sungai dibutuhkan pula data
profil penampang sungai, yang diperoleh melalui
pengukuran langsung di lapangan atau data sekunder
berupa peta kontur dengan interval kontur yang rapat
sehingga dapat medeskripsikan profil penampang
sungai yang mendekati kondisi eksistingnya.
5.2 Syarat batas hidrograf banjir
Dengan mengunakan hasil perhitungan hidrograf –
hidrograf sebelumnya maka diperoleh syarat batas
(Boundary Condition) untuk digunakan dalam
pemodelan. Berikut ini merupakan kurva-kurva
hidrograf aliran lokal hasil perhitungan dengan
Metoda Snyder.

Kusuma, dkk.

5.3 Pelaksanaan tahap – tahap dalam pemodelan
Langkah – langkah yang dilaksanakan dalam
memasukkan data yang dibutuhkan dalam pemodelan
aliran sungai dengan HEC RAS 3.1.3 ialah sebagai
berikut :
• Melalui data koordinat yang diperoleh dengan
bantuan tools distance pada AutoCAD, dilakukan
plotting data geometri alur jaringan sungai pada
bagian input geometri HEC RAS 3.1.3
• Deskripsikan data tiap – tiap penampang
melintang sungai sesuai dengan node – node yang
telah ditetapkan sebelumnya.
• Posisikan hidrograf – hidrograf sebagai syarat
batas (boundary condition) sesuai hasil
perhitungan, seperti pada Gambar 13 dan
Gambar 14.

Hasil input data fisik alur sungai dapat dilihat pada
Gambar 15.
Pada skema model tersebut, node paling hulu
merupakan titik outlet Waduk Ciawi, dilanjutkan
dengan penempatan node-node hingga titik outlet
Waduk Bojonggede, dan node - node lain hingga
membentuk alur Sungai Ciliwung, termasuk
percabangan – percabangan yang terdapat pada sungai
tersebut.
Setelah seluruh data input pemodelan dimasukkan
kedalam tools input HEC RAS 3.1.3, dilakukan
proses running pemodelan dengan skenario
penempatan Waduk Bojonggede, dan dilanjutkan
dengan penempatan Waduk Ciawi.

Perbandingan Hidrograf DAS Ciliwung Tengah Dengan Waduk Unregulated
1400
1300

Hidrograf Eksisting
Dengan Waduk Bojonggede
Dengan Waduk Ciawi
Dengan Waduk Cascade

1200
1100
1000

Q (m 3/dt)

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
t (jam)

Gambar 12. Perbandingan hidrograf DAS Ciliwung Tengah dengan waduk unregulated

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 205

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

Hidrograf Banjir Ruas Ciliwung Gn. Sahari
100
90
80
70

Q (m 3/dt)

60
50
40

Hidrograf Banjir Ruas PA Tangki - Ciliwung Kota
30

100

20

90

10

80

0

70

0

1

2

3

4

5

6

7

Q (m 3 /dt)

8

9

10

11

12

13

14

15

12

13

14

15

t (jam)

60
Feb 2007

Q kapasitas penampang

Feb 2002

50
40

Hidrograf Banjir Kali Ciliwung (Ruas Istana - PA Tangki)

30

100

20

90
80

10

70

0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

t (jam)

60

Q kapasitas penampang

Q (m 3/dt)

Feb 2007

Feb 2002

50
40

Hidrograf Banjir Anak Kali Ciliwung
50

30

45

20

40

10

35

0
0

1

2

3

4

5

6

7

Q (m 3 /dt)

30

8

9

10

11

t (jam)
Feb 2007

25

Q kapasitas penampang

Feb 2002

20

Hidrograf Banjir Ruas Ciliwung 2
15

100

10

90

5

80

0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

70

15

t (jam)
Q kapasitas penampang

60

Feb 2002

Q (m 3/dt)

Feb 2007

50

40
30

20

10

0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

t (jam)
Feb 2007

100
90

90

80

80

70

70

60
Q (m3/dt)

60

50

50

40

40

30

30

20

20

10

10

0

0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

0

15

1

2

3

4

5

6

7

8

Q kapasitas penampang

Februari 2007

Februari 2002

Hidrograf Banjir PA Karet - BKB

90

80
70

3

Q (m3/dt)

60
50

40
30
20

10
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

t (jam)
Februari 2007

Q kapasitas penampang

10

11

12

13

14

15

12

13

14

15

12

13

14

15

Februari 2002

Hidrograf Banjir Kali Besar

100

0

9

t (jam)

t (jam)
Februari 2007

Q (m /dt)

Feb 2002

Hidrograf Banjir Kali Krukut

Hidrograf Banjir Muara Karang
100

Q (m 3/dt)

Q kapasitas penampang

25
24
23
22
21
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0

Q kapasitas penampang

1

2

3

4

5

6

Februari 2002

7

8

9

10

11

t (jam)
Februari 2007

Hidrograf Banjir BKB - PA Karet

Q kapasitas penampang

Februari 2002

Hidrograf Banjir Kali Cideng

150

100
140

90

130
120

80
110
100

70
60
Q (m3/dt)

80

3

Q (m /dt)

90

70
60

50
40

50
40

30

30

20

20
10

10

0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

0

t (jam)
Februari 2007

Q kapasitas penampang

0

1

2

3

4

5

Februari 2002

Gambar 13. Hidrograf aliran lokal pada wilayah Kota Jakarta
Sumber : Perhitungan dengan Metoda Snyder

206 Jurnal Teknik Sipil

6

7

8

9

10

11

t (jam)
Februari 2007

Q kapasitas penampang

Februari 2002

Kusuma, dkk.

Dijelaskan pada Gambar 13

Perbandingan Hidrograf DAS Ciliwung Tengah Dengan Waduk Unregulated
1400
1300

Hidrograf Eksisting

1200

Dengan Waduk Bojonggede
Dengan Waduk Ciaw i

1100
1000

Q (m 3/dt)

900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
t (jam)

Bendungan –
Outlet Waduk Bojonggede

Bendungan –
Outlet Waduk Ciawi

Gambar 14. Skema pemodelan alur Sungai Ciliwung
Sumber : Peta kontur DAS Ciliwung Tengah

ru
K
k

ut

C id

e ng

285
289240
291 242
2935j13
j14
268
262
2j10
295270
266
1
14
j11
3
j9
309
5 211
236
214
317 j7 218
2374
323
3216
j6166
328
238 185
3 332
2
193
2 201
j3 282
4j82j2223
9 27
1j1279
230
255 232 60
2
70
j4 1 233
82
247257234
94
249
105
1
258
250
115
123
251
132
252
1
141
151
253
157
161
338
341
344
347
8
350
1353
356
358

l i w

Bendungan Outlet Waduk Ciawi

Ci

nu

361
363
365
367
370
g374
378
381
383
386
388
390
392
394

Bendungan Outlet Waduk Bojonggede

397
400

403

Gambar 15. Node – node pada jaringan sungai dengan penempatan Waduk Ciawi dan Waduk Bojonggede
Sumber : Input HEC RAS 3.1.3

Vol. 14 No. 4 Desember 2007 207

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

Perbandingan Profil Aliran DAS Ciliwung Tengah
100
90
80
70

Elevasi (m)

60
50
40
30
20
Elevasi Dasar
TM A Eksist ing

10

TM A dgn Waduk B ojo nggede

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

Node

Gambar 16. Perbandingan profil aliran eksisting dan setelah terdapat Waduk Bojonggede (unregulated)
pada alur Sungai Ciliwung
Sumber : Output HEC RAS 3.1.3

400

350

300

Elevasi (m)

250

200

150

100

Elev as i Da s ar
TMA Eks is ting

50

TMA dg W aduk Cia w i

0
0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

Nod e

Gambar 17. Perbandingan profil aliran eksisting dan setelah terdapat Waduk Ciawi (unregulated)
pada alur Sungai Ciliwung
Sumber : Output HEC RAS 3.1.3

208 Jurnal Teknik Sipil

2 40

Kusuma, dkk.

Dengan output pemodelan yang diperoleh, dilakukan
plotting pada peta kontur Wilayah Tengah Jakarta
untuk memperoleh informasi lokasi genangan banjir
yang masih terjadi sebagai berikut :

-

Pengurangan luas genangan akibat adanya
waduk yaitu 237 ha;

-

Pengurangan volume genangan banjir akibat
adanya waduk yaitu 2.3 juta m3.

• Melalui pemodelan yang telah dilakukan dapat
disampaikan
bahwa
Waduk
Bojonggede
memberikan reduksi parameter banjir yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Waduk Ciawi.
Saran yang dapat disampaikan ialah sebagai berikut :
• Mengupayakan tampungan – tampungan air (situ)
pada alur Sungai Ciliwung, terutama pada ruas
Depok

Manggarai,
karena
terdapat
kecenderungan bahwa intensitas hujan yang
terjadi pada bagian hilir (Wilayah Kota Jakarta
saat ini) lebih besar daripada intensitas hujan pada
bagian hulu.
• Untuk mengantisipasi run off yang masih terjadi
di bagian outlet waduk diperlukan peningkatan
kapasitas pompa.
Gambar 18. Lokasi genangan pada Wilayah
Tengah Jakarta dengan penempatan waduk pada
DAS Ciliwung Tengah
Sumber : Output HEC RAS 3.1.3, dan plotting pada peta
kontur Wilayah Tengah Jakarta

6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat disampaikan ialah sebagai
berikut :
• Melalui pemodelan dengan HEC RAS 3.1.3 yang
melibatkan 333 Node dapat diketahui bahwa
dengan pemanfaatan Waduk Bojonggede di
Kabupaten Bogor menyebabkan pengurangan
parameter aliran Sungai Ciliwung sebagai berikut :
-

Pengurangan tinggi muka air rata – rata pada
alur Sungai Ciliwung yaitu 1.308 m;

-

Pengurangan luas genangan akibat adanya
waduk yaitu 414 ha;

-

Pengurangan volume genangan banjir akibat
adanya waduk yaitu 5 juta m3.

• Melalui pemodelan dengan HEC RAS 3.1.3 yang
melibatkan 397 Node dapat diketahui bahwa
dengan pemanfaatan Waduk Ciawi di Kabupaten
Bogor menyebabkan pengurangan parameter aliran
Sungai Ciliwung sebagai berikut :
-

Pengurangan tinggi muka air rata – rata pada
alur Sungai Ciliwung yaitu 0.75 m;

• Untuk mengatasi run off dari hulu DAS – DAS
yang menuju wilayah Kota Jakarta, dan sekitarnya
perlu diadakan waduk pada alur sungai lainnya,
sehingga terjadi keselarasan antara pengendalian
run off lokal dan run off dari hulu DAS terkait.

Daftar Pustaka
Hydraulic Refrence Manual HEC RAS 3.1.3, 2002,
US Army Corps Engineers.
1994, “Jabotabek Water Resources Management
Study”, IWACO, DHV Consultants, DELFT
HYDRAULICS, TNO.
Pedoman Pelaksanaan Pengendalian Banjir DPU DKI
Jakarta, 1998.
Penataan Banjir Kanal Barat (Pintu Air Manggarai
s.d. Muara), 2002, DPU DKI Jakarta –
PUSLITBANG SDA Bandung.
Simulasi di Wilayah Aliran Barat DKI Jakarta, 2002,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Air, Bandung Jawa Barat
JICA, 1997, “The Study on Comprehensive River
Water Management Plan in Jabotabek”.
1973, “Rencana Induk untuk Pengeringan dan
Pengendalian Banjir di Jakarta”, Proyek
Pengendalian Banjir DKI Jakarta – NEDECO,
Rencana Tata Ruang Kabupaten Dati II Bogor 2004 –
2009, Pemerintah Kabupaten Bogor, 2005
Vol. 14 No. 4 Desember 2007 209

Kajian Model Matematik Pengaruh Pemanfaatan Waduk pada Kapasitas...

Riset Unggulan ITB, 2004, “Teknologi Pengendalian
Banjir”, Studi Kasus Sistem Drainase Kawasan
Cideng DKI-Jakarta,
Priambodo, B., 2005, “Banjir di Daerah Pantai yang
Mengalami
Penurunan
Tanah
(Land
Subsidence) & Dipengaruhi Oleh Peningkatan
Muka Air Laut (Sea Level Rise)”,
ReVelle,
C.,
1999,
“Optimizing
Reservoir
Resources”, John Willey & Sons, Inc.
Faganello, E., Attewill, L., 2005, “Flood Management
Strategy for the Upper and Middle Odra River
Basin: Feasibility Study of Raciborz Reservoi”.
Kuiper, E., “Water Resources Development”, Butterworths, London.
Kuiper, E., “Water Resources Project Economics”,
Butterworths, London
Filippone, E.F., Walsh, J.W., 1990, “The Flood Control Saga in The Passaic River Basin”.
Correia, F.N., Saraiva, M.D., Da Silva, F.N., Ramos,
I., 1999, “Floodplain Management in Urban
Developing Areas”, Part I. Urban Growth Scenarios and Land-Use Controls.
Fengqing, J., Cheng, Z., Mu, G., Hu, R., Meng, Q.,
2005, “Magnification of Flood Disasters and
its Relation to Regional Precipitation and Local Human Activities since the 1980s in Xinjiang, Northwestern China”.
Kusuma, M.S.B., Tjahjadi, D., Bagus, M., Farid, M.,
2007, “Kajian Sistem Pengendalian Banjir
Wilayah Tengah DKI Jakarta Terhadap Beban
Hidrograf Banjir Akibat Hujan Merata”, Jurnal
Teknik Sipil ITB.
Rommy. M., 2007, “Studi Mengenai Pemanfaatan
Waduk
Pada
DAS
Ciliwung
Untuk
Pengendalian Banjir Wilayah Tengah DKI
Jakarta”.
Ahmad, S., Simonovic, S.P., 2006, “An Intelligent
Decision Support System for Management of
Floods”.
Firdaus., L., Tjahyadi, D., 2004, “Hidrograf Drainase
Perkotaan dan Pengurangan Puncak Banjir
(Studi Kasus Kawasan Jati Pinggir Jakarta)”,
Kolokium Hasil Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Air (Puslitbang SDA Bandung ITB).
Te Chow, V., 1998, “Applied Hydrology”, Mc Graw
Hill Inc, USA.

210 Jurnal Teknik Sipil

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

IbM Pemanfaatan Biopestisida untuk Mengendalikan Hama Uret (Lepidiota stigma) Pada Tanaman Tebu

8 129 1