Laporan Penentuan Tiik Beku Larutan

LAPORAN KESETIMBANGAN KIMIA
PENENTUAN TITK BEKU LARUTAN

Nama
NIM
Kelas/kelompok
Asisten

: Chanifah Dwi Happy Pratiwi
: 151810301010
: Kesetimbangan kimia B / 2
: Diana Rolis

LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2017

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1


Latar Belakang
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion

dari dua zat atau lebih, disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat
berubah. Homogen maksutnya karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat
diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.
Sifat kimia suatu larutan bergantung pada suatu pelarut dan zat terlarut yang terlibat,
sedangkan sifat fisikanya dapat diketahui berdasarkan titik beku, titik didih, tekanan uap,
dan takanan osmosis. Tekanan uap larutan pada tiap temperatur selalu lebih rendah dari
pada tekanan uap pelarut murni. Tekanan uap larutan lebih rendah dari pada tekanan uap
pelarut murni pada

titik beku nomal. Larutan supaya dapat membeku, haruslah

didinginkan ke temperatur yang terletak di bawah titik beku normal.
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada jenis zat terlarut
tetapi tergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan. Sifat koligatif larutan
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu larutan elektrolit danlarutan nonelektrolit. Hal
itu disebakan zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai

menjadi ion-ion sesuai dengan hal-hal tersebut. Maka sifat koligatif larutan nonelektrolit
lebih rendah daripada koligatif larutan elektrolit. Koligatif larutan memiliki empat jenis
sifat larutan yaitu penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan
tekanan osmosis.
Titik beku larutan adalah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut
padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Penurunan
titik beku (ΔTf) dan kenaikan titik didih adalah akibat dari penurunan tekanan uap. Adanya
perbedaan tekananan uap pelarut murni dengan tekanan uap larutan disebut dengan
penurunan titik beku. Penurunan titik beku dapat di lakukan dengan menambahkan suatu
zat ke dalam larutan yang diinginkan. Penambahan ini akan menyebabkan larutan
membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Penurunan titik beku suatu
larutan encer berbanding lurus dengan konsentrasi massa, pada tekanan tetap. Penurunan
titik beku (ΔTf) merupakan salah satu yang termasuk sifat koligatif larutan. Adanya zat
terlarut menyebabkan titik beku larutan lebih rendah daripada titik beku pelarut murni,
sehingga pengukuran titik beku larutan didasarkan jumlah komponen zat terlarut yang

dinyatakan dengan fraksi mol. Penentuan untuk penurunan titik beku larutan membutuhkan
adanya tetapan penurunan titik beku larutan.
Percobaan kali ini yaitu penentuan penurunan titik beku yang akan menjelaskan
bagaimana cara menentukan penurunan titik beku dari berbagai larutan yang akan diuji

dengan peralatan sederhana dibandingkan dengan penenteuan titik didih yang rumit.
Praktikum ini juga dilakukan dengan harapan praktikan dapat menentukan bagaimana cara
menentukan tetapan penurunan titik beku suatu larutan, selain itu dengan penurunan titik
beku kita dapat menentukan berat molekul (BM) zat non volatil.
1.2

Tujuan Percobaan
a. Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut.
b. Menentukan berat molekut zat non volatil yang tidak diketahui.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Material Safety Data Sheet (MSDS)

2.1.1 Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat yang mudah ditemui. Asam ini
memiliki nama lain asam etanoat, asam asetat glasial, asam metanakarboksilat, atau biasa
disebut asam cuka. Asam asetat adalah senyawa yang berupa cairan jernih tidak berwarna,
berbau tajam dan berwarna asam. Rumus molekul dari asam asetat ini adalah C 2H4O2 atau

biasa ditulis CH3COOH. Asam asetat mempunyai titik lebur 16,7 oC dan memiliki titik
didih pada 118 oC. Asam ini memiliki massa jenis 1,05 g/mL. Massa jenis uap dari asam
asetat adalah 2,07 g/L. Tekanan uap dari asam cuka adalah 11 mmHg pada suhu 20 oC dan
30 mmHg pada suhu 30 oC. Asam asetat termasuk zat yang stabil. Bahan ini sangat korosif
dan menyebabkan luka bakar yang serius. Zat ini sangat berbahaya jika tertelan dan jika
dihirup, lepaskan ke udara segar. Korban yang tidak bernapas, berikan pernapasan buatan
dan apabila sulit bernapas, berikan oksigen (Anonim, 2017).
2.1.2 Akuades (H2O)
Akuades biasa disebut dengan air. Akuades yang mengenai mata, kulit, tertelan, atau
juga terhisap tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Penyimpanan
sebaiknya di wadah tertutup rapat. Air dapat bereaksi keras dengan beberapa spesifik
bahan. Akuades merupakan cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Derajat keasaman
(pH) dari akuades adalah netral yaitu 7,0. Titik didih dan titik lebur dari akuades berturutturut adalah 100 oC dan 0 oC. Tekanan uap dari akuades pada suhu 20 oC adalah 17,5
mmHg. Massa jenis dari akuades adalah 1,00 g/cm 3. Rumus formula dari akuades adalah
H2O dengan berat molekul 18,0134 g/mol. Air memiliki tegangan permukaan yang besar
disebabkan oleh kuatnya sifat kohesi antar molekul-molekul air Air adalah substansi kimia
dengan rumus kimia H2O. Air dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat
pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 °C)
(Anonim, 2017).
2.1.3 Naftalen (C10H8)

Naftalen memiliki sifat fisik dan kimia dengan keadaan fisik dan penampilan padat
atau berbentuk kristal, berbau aromatik, berat molekul 128,19 g/mol, berwarna putih, titik
didih 218 oC, titik lebur 80,2 oC. Sebagian tersebar dalam air panas, metanol, n-oktanol.

Naftalen sangat sedikit terdispersi dalam air dingin. Identifikasi bahaya untuk naftalen
yaitu sangat berbahaya dalam kasus menelan, berbahaya dalam kasus kontak mata (iritan),
sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit. Naftalen yang terkontaminasi dengan mata
segera basuh menggunakan air bersih dan mengalir selama 15 menit. Naftalen yang
terkontaminasi dengan kulit segera basuh menggunakan air bersih dan mengalir selama 15
menit dan bila perlu gunakan desinfektan. Naftalen ayng kontak dengan inhalasi segera
pindahkan korban menuju tempat dengan udara yang segar dan terbuka (Anonim, 2017).
2.1.4 Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida memiliki rumus molekul NaCl. Natrum klorida mempunyai massa
molar 58,44 gram/mol. Kerapatan atau massa jenisnya adalah 2,16 gram/cm 3 sedangkan
titik leleh dan titik didihnya yaitu berturut-turut 801 oC dan 1465 oC. Garam natrium
klorida memiliki kelarutan dalam air sebesar 35,9 gram/100 mL air pada suhu 25 oC.
Natrium klorida memiliki tingkat osmotik yang tinggi Senyawa berbahaya dalam kasus
kontak kulit (iritan), menelan, dan inhalasi. Natrium klorida yang terkontaminasi dengan
mata segera basuh menggunakan air bersih dan mengalir selama 15 menit. Natrium klorida
yang terkontaminasi dengan kulit cukup dibasuh dengan air bersih dan bila perlu gunakan

desinfektan atau sabun untuk mencegah terjadinya iritasi kulit. Natrium klorida yang
kontak dengan inhalasi tidak berbahay atau tidak menimbulkan efek samping. Natrium
klorida sebaiknya disimpan di dalam wadah yang tertutup dan jauh dari dari sinar matahari.
(Anonim, 2017).
2.2

Dasar Teori
Sifat–sifat koligatif adalah sifat–sifat yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel

dalam larutan dan tidak tergantung oleh jenis partikelnya, tidak bergantung pada ukuran
ataupun berat molekul zat terlarut. Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sifat larutan non elektrolit dan elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut
dalam larutan elektrolit bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan
zat terlarut pada larutan non elektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ionion, sesuai dengan hal-hal tersebut maka sifat koligatif larutan non elektrolit lebih rendah
daripada sifat koligatif larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu campuran yang
homogen dan dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling
umum dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut
berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Bird, 1993).

Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadai dua macam, yaitu sifat larutan

nonelektrolit dan elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit
bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan
nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal-hal
tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih rendah daripada sifat koligatif
larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat berwujud
padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah larutan
cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan yang sesuai
hingga konsentrasi tertentu (Sastrohamidjojo, 2001).
Larutan ideal merupakan larutan yang mengikuti hukum roult. Larutan ideal
memiliki molekul zat terlarut dan molekul pelarut yang tersusun sembarang, tidak terjadi
efek kalor pada pencampuran dan jumlah volume sebelum pencampuran sama dengan
volume pencampurannya. Larutan yang tidak memenuhi hukum Roult disebut larutan tak
ideal (Wiryoatmojo, 1998).
Peralihan wujud suatu zat ditentukan oleh suhu dan tekanan, contohnya air pada
tekanan 1 atm mempunyai titik beku 0ºC. Air mengandung zat terlarut yang sukar
menguap (misalkan gula), maka titik bekunya lebih kecil dari 0ºC. Titik beku larutan lebih
rendah dari pada titik beku air murni. Perbedaan itu disebut penurunan titik beku (ΔT f).
Besarnya penurunan titik beku larutan bergantung pada konsentrasi zat terlarut. Titik beku
larutan dapat diketahui dengan mencari titik beku pelarut murni dikurangi dengan
penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya peningkatan titik

didih, dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui
(Syukri, 1999).
Titik beku larutan adalah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut
padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Pada
setiap saat tekanan uap larutan selalu lebih rendah dari pada pelarut murni. Sifat penurunan
titik beku bergantung pada jumlah molekul zat terlarut yang ada dan tidak bergantung pada
ukuran atau berat molekul zat terlarut. Penentuan penurunan titik beku lebih mudah
dilaksanakan daripada untuk menentukan kenaikan titik didih. Dengan peralatan yang lebih
sederhana dan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pada suhu tinggi beberapa pelarut
bersifat kurang stabil sehingga menyulitkan pengukuran. Pada setiap saat tekanan uap
larutan selalu lebih rendah dari pada pelarut murni.
∆ Tf = Kf . m…………………………………………………. (2.1)
∆Tf

= penurunan titik beku

Kf

= tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik


m

= kemolalan

1.

Pada tekanan tetap, penurunan titik beku suatu larutan encer berbanding lurus
dengan konsentrasi massa

2.

Larutan encer semua zat terlarut yang tidak mengion, dalam pelarut yang
sama, dengan konsentrasi molal yang sama, mempunyai titik beku yang sama, pada
tekanan yang sama

(Achmad, 1996).
Penurunan titik beku analog dengan peningkatan tiitik didih. Pelarut dalam larutan
berada dalam kesetimbangan dengan tekanan tertentu dari uap pelarut. Jika zat terlarut
ditambahkan ke dalam larutan, tekanan uap pelarut akan turun dan titik beku juga akan
turun

Penurunan titik beku berbanding lurus dengan perubahan tekanan uap. Untuk konsentrasi
zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan molalitas.
Pengukurannya dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui
(Oxtoby, 2001).
Pada tahun 1880-an kimiawan Prancis F. M. Raoult mendapati bahwa melarutkan
suatu zat terlarut mempunyai efek penurunan tekanan uap dari pelarut. Banyak penurunan
tekanan uap (DP) terbukti sama dengan hasil kali fraksi mol terlarut (X B) dan tekanan uap
pelarut murni (PAo), yaitu:
DP = XB.PAo…………………………………………(2.2)
Dua larutan memiliki komponen, XA + XB = 1, maka XB = 1-XA. Juga apabila tekanan uap
pelarut di atas larutan dilambangkan PA, maka P = PAo-PA. Sehingga dapat ditulis kembali
menjadi:
PAo - PA = (1-XA) PAo……………………………………(2.3)
Penataan ulang persamaan ini menghasilkan bentuk yang umum dikenal dengan Hukum
Raoult. Hukum Raoult menyatakan bahwa “Tekanan uap pelarut di atas suatu larutan (P A)
sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (P Ao) dengan fraksi mol dalam larutan
(XA)”. Zat terlarut mudah menguap dapat ditulis pula PB = XB.PBo. Larutan ideal semua
komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Raoult pada seluruh selang
konsentrasi. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Hendry, bukan
Hukum Raoult (Petrucci, 1984).


Suatu zat pelarut yang didalamnya dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap
(non volatil), maka tenaga bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan tenaga bebas ini
mengikuti persamaan Nernst.
Gº1 - Gº = RT ln x…………………………………………… (2.4)
Gº1 - Gº

= Penurunan tenaga bebas pelarut

R

= Tetapan gas murni umum

T

= suhu mutlak

X

= konsentrasi zat x

Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana
berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas antara daerah-daerah itu
yaitu batas-batas fase yang memperlihatkan nilai-nilai P dan T dimana dua fase berada
dalam kesetimbangan. Tekanan uap yang berada dalam kesetimbangan dan fase embun
pada temperatur tertenu disebut tekanan uap zat tersebut pada temperatur itu karena batasbatas fase antara cairan dan uap dan antara padatan dan uap memperlihatkan bagaimana
tekanan uap dua fase embun bervariasi berdasarkan temperatur (Atkins, 1990)
Penambahan zat non volati ke dalam larutan maka akan terjadi penurunan energi
bebas. Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut

untuk

berubah menjadi fasa uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah dipahami dengan
bantuan diagram fasa sebagai berikut.

Gambar 2.1. Diagram fasa
dalam diagram tersebut terlihat bahwa titik beku larutan T f lebih rendah dibandingkan
dengan titik beku pelarut murni Tof. Dari uraian di atas jelas bahwa penurunan titik beku
larutan besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut:
Tf = Tof -Tf…………………………………………(2.5)
(TimPenyusun, 2017).

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
-

Alat sensor suhu

-

Batang pengaduk

-

Gelas beker

-

Laptop

-

Neraca analitik

-

Pipet volum

-

Termometer

-

Pipet tetes

-

Pipet volume

-

Pipet mohr

-

Tabung reaksi

3.1.2 Bahan
-

Akuades

-

Asam cuka glasial

-

Es batu

-

Garam NaCl

-

Naftalen

-

Zat X

3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Skema Alat

Gambar 1. Desain alat penentuan penurunan titik beku
Keterangan:
A. Sensor suhu
B. Gelas beaker 100 mL
C. Pengaduk
D. Gelas beaker 250 mL
E. Gelas beaker 500 mL
3.2.2 Persiapan
Asam Cuka Glasial

- diambil sebanyak 20 mL kemudian diisikan ke dalam tabung gelas B
- diisi tabung gelas E dengan campuran air, garam, dan es secukupnya
- diisi tabung D dengan air secukupnya

Hasil

3.2.3

Penentuan tetapan penurunan titik beku molal
Asam cuka glasial 20 ml
-

dimasukkan kedalam tabung B kemudian didinginkan

-

dicatat suhunya pada termometer A tiap-tiap menit

-

diamati pelarut (sudah membeku atau belum) ketika suhu suda
kelihatan tetap

-

diulangai percobaan A dan B sekali lagi

-

ditentukan titik beku pelarut murni Tof

-

dibiarkan pelarut mencair kembali

-

ditambahkan Naftalen (BM = 128) sebagai zat pelarut

-

dilakukan hal yang sama seperti percobaan di atas

-

dicatat Tof (titik beku larutan)

-

ditentukan ∆Tf

Larutan A
3.2.4 Penentuan zat X
Larutan A
-

dibiarkan mencair kembali kemudian

-

ditambahkan 2 gram zat X

-

diamati perubahan suhunya

-

dihitung ∆Tf nya

-

dihitung BM zat X

Hasil

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Nilai Kf
No
1
2
3
4

Data
T0f
Tf
∆ Tf

ρCH 3 COOH

5

Kf

Hasil
289,350 K
287,1250 K
2,225 K
g
1,049
mL
g
5,98
K
mol

4.1.2 Penentuan Berat Molekul Zat X

4.1

No
1

Data
T0f

2

Tf

3
4
5

∆ Tf
∆ Tf total
Berat Zat X (Wf)

Hasil
289,350 K
287,40 K
1,950 K
4,1750 K
g
294,93 mol

Pembahasan
Percobaan kali ini membahas mengenai penurunan titik beku larutan. Percobaan ini

memiliki dua tujuan yaitu menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan
menentukan berat molekul zat non volatile yang diketahui. Titik beku larutan adalah
temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatnya. Setiap zat yang
mengalami pembekuan memiliki tekanan 1 atm. Titik beku sendiri merupakan suhu
kesetimbangan yang terjadi antara padat-cair pada tekanan 1 atm. Penurunan titik beku
sendiri merupakan selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku larutannya. Penurunan
titik beku terjadi akibata adanya penanmbahan zat non volatil ke dalam suatu pelarut.
Penurunan energi bebas tersebut akan menyebabkan menurunnya kemampuan zat pelarut
untuk berubah menjadi fase uapnya sehingga tekanan uap pelarut dalam lartan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Keberadaan partikel-partikel dari zat pelarut akan mengalami proses pengaturan molekulmolekul dalam pembentukan susanan kristal pada sehingga diperlukan suhu yang lebih

rendah untuk mencapai susuanan kristal padat dari fase cairnya sehingga akan
menyebabkan terjadinya penurunan

titik beku suatu larutan yang kedalamnya

ditambahkan zat non volatil atau tidak mudah menguap.
Penurunan titik beku termasuk ke dalam sifat koligatif larutan, dimana sifat ini
tidak bergantung pada jenisnya namun pada jumlahnya. Sifat koligatif merupakan suatu
sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh jumlah zat dan tidak dipengaruhi oleh jenisnya.
Penurunan titik beku dari suatu larutan berkaitan dengan sifat non volatil dari zat terlarut
dari larutan tersebut. Sifat non volatil dari zat terlarut menyebabkan zat terlarut tersebut
tidak berkontribusi terhadap uapnya. Larutan akan membeku ketika temperatur larutan
tersebut lebih rendah dari titik beku larutan murninya. Percobaan penurunan titik beku
pada percobaan ini menggunakan sensor suhu yang telah dihubungkan dengan komputer
yang dilengkapai dengan aplikasi software kimia. Pengukuran dapat dilakukan dengan
dengan menekan tombl run yang artinya jalan untuk memulai pengukuran dan tombol stop
pada komputer untuk menghentikan pengukuran suhu tersebut. Aplikasi software kimia
tersebut dapat menentukan besarnya suhu pada larutan yang dilengkapi dengan waktu yang
tergambar dalam bentuk grafik. Sensor suhu setelah digunakan untuk mengukur titik beku
larutan maka harus dicuci dengan akudes supaya tidak mempengaruhi pengukuran titik
beku larutannya. Sensor suhu dapat diangkat kembali pada saat terdapat garis lurus pada
grafik artinya telah menunjukkan pada suhu yang konstan. Asam cuka glasial pada saat
pengukuran penurunan titik beku larutannya menunjukkan suhu yang menurun drastis.
Suhu tersebut menurun karena asam cuka glasial ditempatkan pada suhu yang dingin
sehingga suhu mengalami penurunan.
Percobaan ini diawali dengan membuat skema alat yang yang dilakukan dengan
menggunakan gelas beker besar (500 mL) yang digunakan sebgai tempat es dan garam ,
kemudian ditempatkan juga beker ukuran sedang (200 mL) sebagai tempat air yang
kemudian dibagian atasnya diberi gelas beker 150 mL yang digunakan sebagai tempat
larutan yang ingin diuji penurunan titik bekunya. Fungsi garam adalah untuk menurunkan
titik beku air, air yang awalnya berupa es memiliki titik beku lebih rendah dibandingkan
dengan titik beku air murni. Gelas beaker yang berisi air dimasukkan ke dalam gelas
beaker yang berisi campuran garam dan es. Fungsi air ini adalah untuk menghambat proses
pendinginan yang terlalu cepat. Percobaan ini diawali dengan mengukur penurunan titik
beku dari asam cuka glasial. Asam cuka glasial yang digunakan sebayak 20 mL.
Pengukuran suhu dari asam cuka glasial ini dilakukan dengan menekan tombol run pada
komputer bersamaan dengan dicelupkannya sensor suhu pada larutan yang diuji. Hasil

yang diperoleh ditunjukkan dari garfik yang sudah konstan. Titik beku yang diperoleh dari
asam cuka glasial ini yaitu 16° C sedangakn titik leburnya yaitu 16,6° C . Grafik yang
dihasilkan dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :

Asam Cuka Glasial 1
titik beku

30
20

f(x) = − 0.04 x + 23.33
R² = 0.95

10

Linear ()

0
0

50 100 150 200 250 300
Waktu

4.1 Grafik penurunan titik beku asam cuka glasial 1
Grafik tersebut menunjukkan terjadinya penurunan titik beku. Grafik yang dihasilkan
linear dimana semakin bayak waktu yang digunakan untuk mengukur nilai titik beku
tersebut maka nilai titik beku tersebut semakin turun samapai tercapainya nilai konstan.
Suhu tersebut menurun karena asam cuka glasial ditempatkan pada suhu yang dingin
sehingga suhu mengalami penurunan. Penurunan suhu yang terus-menerus menyebabkan
asam cuka glasial menjadi beku. Asam cuka glasial menjadi beku karena telah mencapai
titik bekunya yaitu secara teori sebesar 16,7oC. Asam cuka glasial membeku pada suhu
sekitar 15,25oC. Titik beku asam cuka glasial pada praktikum lebih rendah daripada titik
beku secara teori. Hal itu dikarenakan asam cuka glasial yang digunakan telah mengalami
reaksi dengan zat lain, sehingga apabila asam cuka tersebut telah bereaksi dengan zat lain
maka titik bekunya akan berubah menjadi lebih rendah
Percobaan ini dilakukan duplo, hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
persisi dari dilakukannya pegulangan percobaan. Percobaan kedua dilakukan dengan bahan
serta langkah yang sama seperti sebelumnya.Hasil didapatkan pada percobaan kedua ini
yaitu titik beku dari asam cuka glasial sebesar

16° C. Hasil yang didapatkan antara

percobaan satu dengan yang kedua tidak jauh berbeda sehingga dapat dikatakan hasil
percobaan 1 dan 2 sudah presisi. Grafik yang dihasilkan dari percobaan kedua ini yaitu :

asam cuka glasial 2
titik beku

30
f(x) = − 0.04 x + 26
R² = 0.98

20

Linear ()

10
0
0

50

100 150 200 250 300
waktu

4.2 Grafik penurunan titik beku asam cuka glasial 2
Grafik yang dihasilkan dari percobaan kedua ini juga menunjukkan bahwa terjadi
penurunan titik beku larutan sehingga grafik yang dihasilkan berbentuk linear. Percobaan
selanjutnya dilakukan pengukuran titik beku pelarut yang ditambahkan dengan naphtalen.
Napthalenen merupakan Senyawa yang bersifat volatil atau mudah menguap walau dalam
bentuk padatan. Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik
hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Penambahan naftalen dapat menurunkan titik
beku, hal tersebut yang menyebabkan titik beku asam cuka glasial tidak sesuai dengan
literatur. Pengukuran titik beku asam cuka glasial ini dilakukan duplo atau dua kali
pengulangan. Tujuan dari duplo tersebut adalah untuk meningkatkan hasil yang presisi,
sehingga hasil praktikum yang diperoleh dapat sesuai dengan teori. Nafthalene yang
digunakan pada percobaan ini sebanyak 1 gram. Penambahan Naftalen ini menyebabkan
titik beku larutan juga turun. Grafik yang dihasilkan dari percobaan ini yaitu :

asam cuka glasial 1 + naftalene
Titik beku

30
20

f(x) = − 0.05 x + 21.12
R² = 0.5

10

Linear ()

0
0

50

100

150

200

250

waktu

4.2 Grafik Penurunan titik beku setelah penambahan naftalene
Grafik yang dihasilkan dari adanya penambahan naftalene tidak berbentuk linier.
Hal tersebut terjadi karena human error yaitu pada saat pengukuran titik beku larutan
tersebut, sensor suhu yang digunkan untuk mengukur suhu tersebut tidak menyentuh ke
larutan sehingga garfik yang dihasilkan tidak linear serta sensor suhu yang digunakan

untuk mengukur suhu tersebut menyentuh dinding gelas bekernya sehingga hasilnya
didapatkan terjadinya penurunaan titik beku yang kurang stabil sehingga tidak grafik yang
dihasilkan tidak berkurang. Titik beku yang diukur ketika konstan menunjukkan angka
14,125° C. Penurunan titik beku ini menyebabkan naftalen membeku kembali.
Percobaan selanjutnya yaitu dilakukan pengukuran titik beku larutan terhadap asam
cuka glasial 2 yang sudah ditambahkan dengan naftalen. Campuran asam cuka glasial dan
naftalen dalam gelas beaker diaduk hingga larut. Tujuan dari pengadukan tersebut adalah
untuk mempercepat reaksi atau supaya naftalen cepat larut dalam asam cuka glasial
tersebut. Percobaan kedua ini menghasilkan titik beku sebesar 14,125°C. Hasil ini
menunjukkan bahwa percobaan 1 dan 2 menghasilkan titik beku yang sama meskipun pada
pengukuran yang pertama terjadi human error. Grafik yang dihasilkan pada percobaan ini
yaitu sebagai berikut :

asam cuka glasial 2 + naftalene
Titik beku

30
f(x) = − 0.07 x + 28.18
R² = 1

20
10

Linear ()

0
0

50

100 150 200 250
Waktu

4.3 Grafik Penurunan titik beku setelah penambahan naftalene 2
Grafik yang dihasilkan di atas berbentuk linier sehingga hal ini menujukkan bahwa terjadi
penurunan titik beku yang stabil. Titik beku pada saat asam cuka glasial ditambah naftalen
dan sebelum ditambah naftalen memiliki perbedaan. Titik beku pada saat asam cuka glasial
ditambahkan naftalen lebih rendah dibandingkan titik beku asam cuka glasial sebelum
ditambah naftalen. Hal tersebut dikarenakan penambahan suatu zat dapat menurunkan titik
bekunya . Titik beku rata-rata naftalen dari percobaan 1 dan 2 yaitu sebesar 287,125 K.
Hasil ini menunjukkan bahwa titik beku larutan naftalen lebih rendah daripada titik beku
pelarut murni yaitu asam cuka glasial. Titik beku pelarut murni yaitu sebesar 289,35 K.
Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori, dimana dengan adanya penambahan suatu zat
terlarut yang non volatil pada pelarut murni, maka titik beku dari larutan akan lebih rendah
atau terjadi penurunan titik beku.
Penurunan titik beku yang dihasilkan adalah sebesar 2,225 K. Nilai dari penurunan
titik beku ini kemudian digunakan untuk perhitungan tetepan penurunan titik beku ( K f ¿
dari asam asetat glasial. Nilai Kf tersebut dipengaruhi oleh berat asam cuka, berat molekul

naftalen, penurunan titik beku serta berat naftalen. Nilai Kf molal asam asetat glasial
sebesar 5,975 g.K/mol. Nilai Kf berdasarkan literatur adalah 3,9 g.mol -1.K. Hasil yang
diperoleh dari percobaan berbeda dengan litetarur. Perbedaan tersebut kemungkinan
disebabkan oleh pendinginan yang terlalu cepat pada larutan naftalen dan jumlah naftalen
yang digunakan kurang dari jumlah yang ditentukan yang disebabkan karena masih ada
naftalen yang tertinggal dalam aluminium foil yang digunakan sebagai alas untuk
menimbang, sehingga mempengaruhi besarnya penurunan titik beku dan nilai Kf.
Percobaan selanjutnya yaitu pengukuran titik beku larutan setelah ditambahkannya
zat X. Percobaan ini dilakukan dengan mencairkan kembali pelarut yang membeku dengan
ditambahkannya naftalen. Proses pencairan tersebut dilakukan dengan menempelkan tisu
yang dibasahi dengan air pada dinding gelas tersebut hal ini dilakukan untuk menaikkan
suhu dari larutan tersebut sehingga dapat mencair. Campuran asam cuka glasial dan
naftalen yang diukur titik bekunya dicairkan terlebih dahulu, kemudian ditambahkan zat X.
Pengukuran penurunan titik beku tersebut dilakukan hal yang sama seperti pada
pengukuran penurunan titik beku sebelumnya. Suhu pada campuran asam cuka glasial,
naftalen dan zat X mengalami penurunan titik bekunya, artinya larutan tersebut membeku
pada suhu yang lebih rendah dibandingkan pada suhu sebelum ditambahkan zat X. Larutan
yang sudah mencair kemudian ditambahkan zat x sebanyak 2 gram kemudian dientukan
titik beku larutannya. Pengukuran titik beku juga dilakukan dengan cara yang sama seperti
sebelumnya. Titik beku yang dihasilkan pada pecobaaan ini konstan pada suhu 14,375° C.
Grafik yang dihasilkan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut :

Asam cuka glasial+naftalene
+zat x
Titik beku

30
20
10

f(x) = − 0.15 x + 21.94
R² = 0.72

Linear ()

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu

4.1 Grafik Penurunan titik beku setelah penambahan zat x
Grafik yang dihasilkan menunjukkan bahwa terjadi penurunan titik beku dari larutan yang
diuji. Hal ini hanya dapat terjadi jika ke dalam pelarut tersebut ditambahkan zat non volatil
atau zat yang tidak mudah menguap.

Percobaan selajutnya dilakukan penambahan zat x pada pelarut kedua yang sudah
mencair kembali. Titik beku yang dihasilkan pada percobaan ini yaitu 14,437° C. Titik
beku yang dihasilkan pada percobaan 1 dan 2 tidak jauh berbeda. Nilai titik beku zat X ini
yang dihasilkan kemudian dirata-rata antara percobaan 1 dan 2

kemudian hasilnya

digunakan untuk mencari ∆ T f total. Nilai ∆ T f total yang diperoleh pada percobaan ini yaitu
4,175 K. Nilai ∆ T f total kemudian digunakan untuk mencari berat molekul zat X sesuai
rumus, dan diperoleh berat molekul zat X adalah 294,93

gram/mol. Zat X tersebut

merupakan garam dapur NaCl yang memiliki berat molekul 58,5 gram/mol. Berat molekul
zat X yang didapatkan antara literatur dengan dari percobaan memiliki perbedaan yang
signifikan yang ditunjukkan dengan selisih nilai sebesar 236,43 K. Berat molekul yang
diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Perbedaan tersebut terjadi karena zat X tersebut
sudah tidak murni lagi, artinya zat X tersebut telah bereaksi dengan zat lain sehingga berat
molekulnya menjadi meningkat lebih besar.

BAB 5. PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam praktikum penentuan titik beku larutan adalah sebagai

beikut:
g
a. Tetapan penurunan titik beku asam cuka glasial adalah 5,98 mol K .
b. Berat molekul zat X adalah sebesar 294,93 g/mol.
5.2. Saran

Adapun saran pada praktikum kali ini adalah penyusunan rangkaian alat harus
dilakukan dengan benar. Suhu pada rangkaian alat harus benar-benar dingin agar hasil
praktikum yang diperoleh sesuai dengan literatur. Larutan zat X yang ditambahkan harus
benar-benar larut sempurna. Praktikan juga harus menguasai materi yang akan dilakukan.
Hal tersebut dilakukan supaya meminimalisir terjadinya kesalahan hasil data dan prosedur
kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Aquades.[serial online].
http:www.sciencelab.com/msds.php?msds id: 99276742.(diakses 28 April 2017).
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Acetic Acid. [serial online].
http:www.sciencelab.com/msds.php?msds id: 9927421.(diakses 28 April 2017).
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Naphtalene . [serial online].
http:www.sciencelab.com/msds.php?msds id: 9927326.(diakses 28 April 2017).
Anonim. 2017. Material Safety Data Sheet of Sodium chloride. [serial online].
http:www.sciencelab.com/msds.php?msds id: 9927421.(diakses 28 April 2017).
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika jilid 1 edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Bird, T. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, R.,H. 1984. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Sastrohamidjojo,H. 2001. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung: ITB.
Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas Jember.
Wiryoatmojo. 1998. Kimia Fisik 1. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.

LAMPIRAN
1. Penentuan Nilai Kf
Nilai Tof (asam cuka)
Tof =

16o C+16,7 o C
2

= 16,35 oC
= 289,35 K
 Nilai Tf (naftalen)
Tf =

14,125o C +14,125o C
2

= 14,125 oC
= 287,125 K
 ΔTf = Tof - Tf
= 289,35 K – 287,125 K
= 2,225 K
 Massa asam cuka
wasam cuka
ρasam cuka= V
asam cuka

w asamcuka =¿ ρasam cuka ×V asam cuka
w asamcuka =1,049

g
×20 mL
mL

w asamcuka =20,98 gram
 Kf
Kf =

w asamcuka × Mr naftalen ×∆ Tf
1000 × wnaftalen

g
×2,225 K
mol
Kf =
1000 ×1,0 g
g
Kf =5,975
K
mol
20,98 g × 128

Kf =5,98

g
K
mol

2. Penentuan Massa Zat X
 Nilai Tof (asam cuka)
Tof =

16o C+16,7 o C
2

= 16,35 oC
= 289,35 K
 Nilai Tf (zat x)
Tf =

14,375o C +14,437o C
2

= 14,41 oC
= 287,4 K
 ΔTf = Tof - Tf
= 289,35 K – 287,4 K
= 1,95 K
 ∆ T f total
∆ T f total=∆ T f 1+ ∆ T f 2
∆ T f total=2,225 K +1,95 K
∆ T f total=4,175 K
w
w
1000 × Kf
∆ Tf = w
× Mrzat x + Mrnaftalen
asamcuka
zat x
nafatalen

{(

4,175 K =

)(

g
1000 ×5,98 mol K
20,98 g

2g
× Mr
+
zat x

{

(

)

2g
4,175 K =285,03 K /mol × Mr
+
zat X

(

2g
0,0146 mol= Mr
+
zat X

(

1g

g
128 mol

)

g2
256 mol +1 g Mr zat X
0,0146 mol=
g
Mr zat X .128 mol

(

)}

)

g2
1,868 g Mr zat X =256 mol +1 g Mr zat X

1g

(

1g

g
128 mol

g
128 mol

)

)}

g2
1,868 g Mr zat X −1 g Mr zat X =256 mol
g2
0,868 g Mr zat X =256 mol
g2
256 mol
Mr zat X = 0,868 g
Mr zat X =294,93

g
mol