BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Pemilihan Moda Transportasi Antara Angkutan Kota dengan Monorel Menggunakan Metode Stated Preference (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Monorel Kota Medan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Sistem Transportasi II.1.1 Pengertian Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau

  mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Miro, 2004).

  Transportasi juga merupakan sebuah proses, yakni proses gerak, proses memindah, dan proses mengangkut.

  Maka dapat disimpulkan bahwa sistem transportasi adalah beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan dalam suatu usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

  Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal menuju tempat tujuan. Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan olahraga. Dalam melakukan pergerakan dalam memenuhi kebutuhan tersebut, manusia mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi atau tanpa moda transportasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi (misal berjalan kaki) biasanya berjarak pendek (1-2 km), sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang atau jauh.

  Jenis moda transportasi yang digunakan dalam melakukan pergerakan sangatlah beragam, seperti mobil pribadi, taksi, bus, kereta api, sepeda motor, pesawat terbang dan kapal laut. Semua moda transportasi tersebut memerlukan tempat bergerak sepert jalan raya, jalan rel, bandar udara dan pelabuhan yang disebut sistem prasarana transportasi.

II.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi

  Beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini dan yang paling populer adalah “Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Step Models).” Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing dilakukan terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah:

  • aksesibilitas
  • bangkitan dan tarikan pergerakan
  • sebaran pergerakan
  • pemilihan moda
  • pemilihan rute
  • arus lalulintas dinamis

  Sedangkan Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Step Models) tersebut adalah (Tamin,2000):

  1. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation Models), yaitu pemodelan transportasi yang berfungsi untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona/kawasan/petak lahan dan jumlah (banyaknya) perjalanan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu zona/kawasan/petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu.

  2. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bemula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal.

  3. Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models), yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.

  4. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut. Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai model pemilihan moda transportasi (mode choice model).

  II.2 Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models)

  II.2.1 Pengertian

  Model adalah sesuatu yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya yang ada di lapangan atau merupakan suatu alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur. Beberapa macam model:

  1. Model verbal, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk kalimat. Misalnya: suatu kota yang dipenuhi dengan pepohonan yang rindang dengan sungai yang indah.

  2. Model fisik, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya: model bangunan, model saluran, model jembatan dan maket bangunan.

  3. Model matematis, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis. Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi. Misalnya: jumlah lalu lintas yang sebanding dengan jumlah penduduk. Model matematis transportasi dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk berikut ini:

  1. Deskriptif, yang menjelaskan keadaan yang ada atau keadaan jika dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan yang ada.

  2. Prediktif, yang meramalkan keadaan yang akan datang.

  3. Planning, yang meramalkan keadaan yang akan datang disertai dengan rencana-rencana perubahannya.

  Pemilihan moda merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini dikarenakan peran kunci dari angkutan umum dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem pergerakan dalam suatu sistem transportasi (Tamin, 2000). Hasil analisis pemilihan moda ini sangat bermanfaat sebagai masukan dan bahan pertimbangan penyedia jasa transportasi dan para pengambil kebijakan di dalam mengambil pertimbangan dan keputusan ke depannya. Beberapa kelompok pengguna jasa dan moda transportasi (Miro, 2005):

  A.

  Pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan (trip maker) Pengguna jasa transportasi atau konsumen jasa transportasi dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1) Golongan paksawan (captive) merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah (miskin atau ekonomi lemah).

  2) Golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan (akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan pilihan (choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-negara maju, yaitu golongan masyarakat lapisan menengah ke atas (kaya atau ekonomi kuat).

  B.

  Bentuk Alat (Moda) Transportasi/Jenis Pelayanan Transportasi Moda adalah jenis-jenis sarana yang tersedia untuk melakukan perjalanan atau pergerakan seseorang dari suatu tempat ke tempat lainnya baik yang menggunakan kendaraan bermotor maupun tidak serta para pejalan kaki yang sedang menggunakan jalan.

  Ada dua kelompok besar moda transportasi, yaitu: 1)

  Kendaraan pribadi (private transportation) Moda transportasi yang dikhususkan untuk pribadi seseorang dan seseorang itu bebas menggunakannya kemana aja, kapan saja, dan dimana saja yang diinginkan atau tidak menggunakannya sama sekali (mobilnya disimpan di garasi). Keuntungan yang didapat adalah perjalanan menjadi lebih cepat, bebas tidak tergantung waktu, dapat membawa barang dan anak-anak dengan lebih aman, bebas memilih rute sesuai keinginan pengemudi (Warpani, 1990) b) Kendaraaan umum (public transportation)

  Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih. Moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi (Tamin, 2000). Dalam penelitian ini akan membahas salah satu angkutan umum massa yaitu monorel sehingga perlu dibicarakan secara tersendiri dan jelas.

  Monorel adalah sebuah metro atau kendaraan lainnya dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya kereta lebih besar daripada relnya. Ada dua tipe monorel, yaitu : 3.

  Tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel.

4. Tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel

Gambar 2.1 Ilustrasi monorel tipe straddle-beam

  Sumber : www.id.wikipedia.org

Gambar 2.2 Ilustrasi monorel tipe suspended

  Sumber : www.monorailaustralia.com Monorel yang merupakan moda angkutan umum yang pertama sekali dibuat pada tahun 1820 oleh Ivan Emanov, sampai saat ini telah dioperasikan di 20 negara, dan yang telah melayani 40 kota besar di dunia. Monorel sebagai suatu sistem juga memiliki kelebihan dan kekurangan (Adiputra dan Ardiansah, 2012). Kelebihan dari sistem monorel adalah: 1.

  Membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga.

  2. Terlihat lebih “ringan” daripada kereta konvensional dengan rel terelevasi dan hanya menutup sebagian kecil langit.

  3. Tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton.

  4. Bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta biasa.

  5. Lebih aman karena dengan kereta memegang rel, resiko terguling jauh lebih kecil.

  Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim.

  6. Lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.

  Sedangkan kekurangan dari sistem monorel adalah: 1.

  Dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan tempat.

  2. Dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun.

  3. Kapasitasnya masih dipertanyakan.

  4. Biaya dan energi yang cukup tinggi (untuk monorel yang menggunakan ban karet) dan dan pergantian yang lebih lambat jika dibandingkan dengan sistem rel biasa.

  Menurut Amsori Muhhamad DAS (2013), teknologi monorel dapat diklasifikasikan ke dalam People Rapid Transit (PRT) yang mana fungsinya sama dengan LRT dan digunakan dalam perjalanan di pusat kota.

  Diagram struktur detail monorel seperti dikutip dari jurnal

  “Consumers Satisfaction of Public Transport Monorail User in Kuala Lumpur oleh Amsori Muhhamad Das, Mohd.

  Azizul Ladin, Amirruddin Ismail, Rizattiq O. K. Rahmat, 2013

Gambar 2.3 Diagram struktur detail monorel Sumber : Amsori Muhhamad DAS,2013.

II.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda

  Model pemilihan modad bertujuan untuk emngetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Proses ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar. Pemilihan moda sangat sulit untuk dimodel karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi misal kenyamanan, keamanan, keandalan, atau ketersediaan moda saat diperlukan. Faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda ini dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok (Fidel Miro, 2005), yaitu: 1.

  Kelompok faktor karekteristik si pelaku perjalanan (traveler characteristics factor).

  Beberapa variabel berikut ini diyakini sangat mempegaruhi pemilihan moda: • Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi (car ownership).

  • Pendapatan (income), berupa daya beli sang pelaku perjalanan untuk membiayai perjalananya.
  • Kondisi kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dll).
  • Kepadatan pemukiman (density of residential development).
  • Sosial ekonomi lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga (pasangan muda, punya anak, pensiun atau bujangan), usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi pekerjaan, punya lesensi mengemudi (SIM) atau tidak.

  2. Kelompok faktor karakteristik perjalanan (travel charecteristics factor). Terdapat beberapa variable yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna jasa moda transportasi dalam memilih moda: • Tujuan perjalanan (trip purpose) seperti bekerja, sekolah, sosial dan lain-lain.

  • Waktu perjalanan (time of trip made) seperti pagi hari, siang, tengah malam, hari libur dan seterusnya.
  • Panjang perjalanan (trip length), merupakan jarak fisik (km) antara asal dengan tujuan, termasuk panjang rute, waktu pembanding kalau menggunakan moda-
moda lain, disini berlaku bahwa semakin jauh perjalanan, semakin orang cenderung memilih untuk naik angkutan umum.

  3. Kelompok faktor karakteristik sistem transportasi (transportation system

  characteristics factor ) . Hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.

  Pertama, faktor kuantitatif seperti:

  • Waktu relatif perjalanan (relative travel time): mulai dari lamanya waktu menunggu kendaraan, dan waktu diatas kendaraan.
  • Biaya relative perjalanan (relative travel cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi seperti tarif, bahan bakar dan lain-lain.
  • Tingkat kehandalan angkutan umum dari segi waktu (tepat waktu), ketersediaan ruang parkir dan tarif.

  Kedua, faktor kualitatif

  • Tingkat pelayanan relative (relative level of service). Merupakan variable yang cukup bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel kenyamanan dan kesenangan.
  • Tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.

4. Kelompok faktor karakteristik kota dan zona, yaitu: • Jarak kediaman dengan tempat kegiatan.

  • Kepadatan penduduk (population density). Untuk Indonesia pemilihan moda juga dipengaruhi oleh budaya dan tradisi. Misalnya pada hari raya lebaran dan tahun baru, masyarakat dari kota cenderung melakukan perjalanan ke daerah tempat tinggal orangtua atau keluarga peristiwa ini sering disebut dengan mudik lebaran.

II.2.3 Pemilihan Moda Transportasi

  Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam model pemilihan moda (Tamin,2000): 1.

  Biaya Dalam pemodelan pemilihan moda sangat penting dibedakan antara biaya perkiraan dengan biaya aktual. Biaya perkiraan adalah biaya yang dipikirkan oleh pemakai jalan dan dasar pengambil keputusan, sedangkan biaya aktual adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan setelah proses pemilihan moda dilakukan.

  2. Angkutan umum captive Dalam pemodelan pemilihan moda, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi pemakai angkutan umum captive. Orang seperti ini didefenisikan sebagai orang yang berangkat dari rumah dan tidak atau mempunyai atau menggunakan kendaraan pribadi (tidak ada pilihan lain kecuali angkutan umum). Diasumsikan bahwa orang tersebut pasti menggunakan angkutan umum.

  3. Lebih dari dua moda Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi: angkutan umum dan angkutan pribadi. Di beberapa negara Barat terdapat beberapa pilihan lebih dari dua moda; misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus dan mobil. Di Indonesia terdapat bebrapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojeg) ditambah becak dan berjalan kaki termasuk penting di Indonesia. Jones (1997) dalam Tamin (2000) menekankan dua pendekatan umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda.

  Total Pergerakan Total Pergerakan Bergerak Tidak bergerak Bergerak Tidak bergerak Mobil Angkutan umum Mobil Angkutan umum 2

  Angkutan Angkutan Angkutan umum 1 umum 1 umum 2

Gambar 2.4 Pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil) Sumber : Tamin, 2000.

  Dari gambar di atas dapat diambil asumsi bahwa gambar sebelah kiri mengasumsikan pelaku perjalanan mengambil pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Apabila pelaku perjalanan melakukan pergerakan, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah menggunakan angkutan pribadi atau umum? Sedangkan gambar sebelah kanan mengasumsikan bahwa begitu memilih untuk bergerak maka pelaku perjalanan memilih moda yang tersedia.

II.2.4 Pendekatan Model Pemilihan Moda

  Dalam pemilihan moda biasanya pelaku perjalanan memilih moda yang tercepat, termurah dan ternyaman. Tujuan daripada pemodelan pemilihan moda sebenarnya adalah untuk mengetahui proporsi orang akan menggunakan salah satu moda. Dalam penelitian ini pemodelan pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui potensi atau probabilitas perpindahan pengguna moda eksisting (yaitu sepeda motor, mobil pribadi, dan penumpang angkutan umum) ke moda monorel. Untuk memodelkan pemilihan moda ini (Watson, 1974 seperti dikutip Tamin, 2000) merekomendasikan asumsi-asumsi sebagai berikut:

  1. Pelaku perjalanan yang waras (rasional) selalu memaksimumkan kepuasan diperolehnya.

  2. Dalam pemanfaatan sumber kepuasan tersebut, pelaku perjalanan mempunyai batasan- batasan seperti pendataan dan sebagainya.

  3. Pelaku perjalanan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang karakteristik masing- masing alternatif moda yang akan dipilihnya.

  4. Jatuhnya pilihan pada salah satu modan menunjukkan bahwa dia mempertimbangkan karakteristik moda tersebut sesuai dengan karakteristik perjalanannya.

  5. Pelaku perjalanan konsisten sepanjang waktu terhadap pilihannya selama tidak terdapat peubah pada karakteristik pribadinya.

  Untuk memperhitungkan perobabilitas perpindahan pengguna moda eksisting (sepeda motor, mobil pribadi dan penumpang angkutan umum) ke monorel dalam penelitian ini model pendekatan yang dilakukan menggunakan model pemilihan diskret. Model pemilihan diskret adalah salah satu model statis dan matematik yang mana menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam menggambarkan kondisi di lapangan. Secara umum, model pemilihan diskret dinyatakan sebagai probabilitas setiap individu dalam memilih suatu pilihan yang merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut. Untuk menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Utilitas dapat didefenisikan sebagai ukuran istimewa seseorang (individu) dalam menentukan pilihan alternatif terbaiknya atau sebagai suatu pilihan dimaksimumkan oleh setiap individu. (Lancaster, 1996 seperti dikutip Tamin, 1997).

  Utilitas dapat dipresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut seperti waktu tempuh, waktu tunggu, kemanan, kenyamanan dan pelayanan lainnya dan dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku pelaku perjalanan.

  Persamaan fungsi utilitas dapa dinyatakan sebagai berikut: U = f (V , V , V

  1

  2 3 n

  ,….., V ) ……………………………………………………(2.1) dimana : U = Nilai kepuasan pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi V - V = Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap nilai kepuasan

  1 n menggunakan moda transportasi tertentu.

  f = Hubungan fungsional Dalam pendekatan model pemilihan moda transportasi digunakan beberapa cara pendekatan. Pendekatan yang digunakan sangatmenentukan model pilihan probabilita yang digunakan. Adapun kedua pendekatan tersebut adalah: 1.

  Pendekatan Agregat Pendekatan agregat adalah pendekatan dengan menganalisis perilaku daripada pelaku perjalan secara menyeluruh atau secara kelompok. Menurut Manhein (1979) seperti dikutip Miro (2005), pendekatan agregat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a.

  Membagi objek atas beberapa kelompok/segmen/zona yang mempunyai elemen-elemen yang relatif homogen.

  b.

  Melakukan agragasi dari data agregat, dimana fungsi agregat untuk suatu kelompok tertentu dapat diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota tersebut.

2. Pendekatan Disagregat

  Pendekatan Disagregat Deterministik Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa pemilihan terhadap suatu pilihan tidak berubah bila pelaku perjalanan diahadapkan pada sekumpulan alternatif secara berulang-ulang secara sama persis. Pendekatan ini dilakukan apabila pelaku perjalanan mampu untuk mengidentifikasi semua alternatif pilihan dan menggunakan semua informasi untuk mengambil keputusan.

  Pendekatan disagregat adalah pendekatan yang menganalisis perilaku perjalanan secara individu atau perorangan. Pendekatan ini merumuskan tingkah laku individu ke dalam model kebutuhan transportasi. Pendekatan disagregat dibagi lagi dalam dua macam pendekatan, yaitu: a.

  Adapun syarat-syarat untuk pendekatan diasagregat deterministik ini adalah :

  • Pemakai mampu mengidentifikasikan semua atribut yang ada pada setiap alternatif.
  • Pemakai mampu merumuskan persepsi dan preferensi tentang atribut secara eksplisit.
  • Pemakai mampu menggunakan semua informasi di dalam mengambil keputusan.

  Adapun model dari pendekatan ini adalah berupa model persamaan linear berganada tanpa adanya unsur kesalahan. Bentuk persamaan tersebut adalah:

  Ui = a + b1T + b2X + b3C ....................................................... (2.2) dimana: Ui = Nilai kepuasan menggunakan moda i a = Konstanta T = Variabel waktu di atas kendaraan X = Variabel waktu di luar kendaraan C = Variabel ongkos transportasi b1 - b3 = Parameter fungsi kepuasan untuk masing-masing variabel tersebut (koefisien regresi) b. Pendekatan Disagregat Stokastik

  Pendekatan ini lebih realistis dikarenakan nilai kepuasan dan pertimbangan unsur-unsur yang tidak teramati yang dirasakan para pelaku perjalanan. Pendekatan ini juga memiliki unsur error (kesalahan) yang bersifat acak (random) sehingga disebut bersifat stokastik yang disebabkan kurangnya informasi konsumen di dalam mendapatkan informasi secara lengkap termasuk alternatif moda dan atribut yang ditawarkam serta pemilihan moda dapat berubah tergantung pengaruh yang diberikan terhadap pilihan.

  Beberapa alasan mengapa model stokastik digunakan adalah (Kanafani, 1983 seperti dikutip Tamin, 2000) :

  • pemilihan rasional dan perilaku yang khas dari pelaku perjalanan tidak dapat diantisipasi dalam suatu model deterninistik.

  Perilaku individu-individu tidak selalu dapat mengikuti aturan

  Biasanya tidak memungkinkan untuk memasukkan semua - variabel yang dapat mempengaruhi pemilihan ke dalam suatu rumus/model pemilihan. (Kalaupun bisa, akan diperoleh rumus yang rumit dan tidak praktis).

  • mengakibatkan pelaku perjalanan yang dapat kurang mengerti tentang sistem transportasi dan alternatif-alternatif yang diberikan.

  Tidak tersedianya informasi yang lengkap sehingga

  Adapun model dari pendekatan disagregat stokastik adalah: Um = β0 + β1tm + β2um + β3vm + en .......................................... (2.3) dimana: Um = Nilai fungsi kepuasan menggunakan moda m tm

  • – vm = idem diatas β1 - β3 = idem diatas
en = Faktor kesalahan atau unsur stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribusi tertentu β0 = Konstanta karakteristik nilai kepuasan alternatif, apabila seluruh variablel tm s/d vm bernilai 0

  Peramalan dapat dikatakan tepat apabila nilai dari ‘en’ seminimal mungkin me ndekati ‘0’ atau en =0.

II.3 Model Pemilihan Diskret

  Menurut Tamin (2000) pemilihan diskret dinyatakan sebagai “the probability of

  

individuals choosing a given option is a function of their socioeconomics characteristics and the

relative attractiveness of the option

  ” atau peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan fungsi ciri sosioekonomi dan daya tarik pilihan tersebut.

  Dalam memilih suatu alternatif atau pilihan, digunakan konsep utilitas atau sebagai sesuatu yang dimaksimumkan oleh setiap individu. Alternatif tidak menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap individu (Lancaster, 1996 seperti dikutip Tamin,2000). Konsumen akan memutuskan memilih moda transportasi yang memberikan nilai kepuasan tertinggi (highest quality). Utilitas dapat dipresentasikan sebagai fungsi dari atribut- atribut seperti waktu tempuh, waktu tunggu, keamanan, kenyamanan dan pelayanan lainnya untuk moda transportasi yang ditawarkan sementara atribut-atribut yang membuat keputusan antara lain pendapatan, umur, pekerjaan.

  Penentuan nilai-nilai parameter (koefisien regresi) dari sebuah fungsi kepuasan yang terpengaruh oleh variabel bebas lainnya merupakan awal dari pemodelan pemilihan diskret.

  Model ini juga disebut dengan model pilihan biner (binary choice model) (Warner, 1962).

  Fungsi kepuasan dari model ini banyak memakai analisi statistik dan ekonometrik. Fungsi umum dari kepuasan adalah: Vin = f (Xin) atau Vjn = f (Xjn) dimana:

  Vin dan Vjn = Nilai kepuasan konsumen yang mencerminkan perilaku konsumen (consumen behavior).

  Xin dan Xjn = Variabel yang berpengaruh terhadap perilakunya untuk memaksimalkan kepuasannya. f = fungsi matematis Sehingga persamaan regresi fungsi kepuasan dapat dibentuk menjadi:

  Vin/U = β1 Xin1 + β2 Xin2 + . . .+ βk Xink ...................................................... (2.4) dimana: Vin/U = Nilai kepuasan konsumen memakai moda i (maksimum kepuasan). Xin1 s/d Xink = Sekelompok variabel bebas yang mempengaruhi kepuasan maksimum.

  β1 s/d βk = Koefisien regresi/parameter variabel bebas. Setelah nilai V in /U dan nilai V jn /U, kedua nilai tersebut dimasukkan ke dalam beberapa model pilihan diskret dimana model ini dapat lagi dikelompokkan dalam 3 macam (Miro, 2005), yaitu:

  a. Model Logit Biner

  Model logit biner digunakan untuk dua pilihan moda transportasi alternatif yaitu moda i dan moda j. Peluang salah satu moda untuk dipiliha tergantung nilai kepuasan menggunakan moda i dan j serta nilai eksponensial.

  b. Model Probit (Binary Probit)

  Model probit juga digunakan untuk dua pilihan moda, moda i dan moda j, tetapi model ini menekankan untuk menyamakan peluang (kemungkinan) pengguna moda untuk memilih moda i, bukan moda j dan berusaha untuk menghubungkan antara jumlah perjalanan dengan variabel bebas yang mempengaruhi, misalnya biaya (cost) dan variabel ini harus terdistribusi normal.

  c. Model Multi Nominal (MNL)

  Model ini adalah salah satu model persamaan diskret yang terkenal dan popular. Konsumen dalam dalam model ini dihadapkan pada banyak pilihan (lebih dari dua pilihan) dimulai dari 3 pilihan, 4 pilihan dan seterusnya, sebagai contoh konsumen diberikan pilihan untuk memilih moda kendaraan pribadi, angkutan kota, sepeda motor, kereta api, monorel, sepeda, becak, atau berjalan kaki. Model multi nominal mempunyai keuntungan model karena dapat mengontrol masalah baru dengan cukup baik, akan tetapi perilaku ini dianggap sebagai kekurangan membuat model menjadi tidak baik dengan adanya alternatif yang saling berkolerasi.

II.3.1 Model Logit Biner/Binomial

  Pada dasarnya perilaku agregat individu dalam memilih jasa trasnsportasi sepenuhnya merupakan hasil keputusan setiap individu. Pelaku Perjalanan dihadapkan pada berbagai alternatif baik berupa alternatif tujuan perjalanan, moda angkutan, maupun rute perjalanan. Dalam model pemilihan diskret, model logit biner adalah model yang paling mudah dan paling sering digunakan oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan model logit biner/binomial.

  Pada model logit binomial ini, konsumen dihadapkan pada dua pilihan moda, dimana moda yang akan dipilih adalah berupa moda yang mempunyai nilai utilitas yang paling tinggi dan utilitas dianggap sebagai variabel acak dengan residu Gumbel yang tersebar bebas dan identik.

  Model logit biner/binomial dapat ditulis sebagai berikut: = exp

  ..………………………………………………………………………………………..…………..(2.5) dimana : = probabilitas (%) peluang moda j untuk dipilih

  P j

  P = probabilitas (%) peluang moda i untuk dipilij i

  exp = eksponensial = nilai kepuasan konsumen (utilitas) menggunakan moda j

  U j

  = nilai kepuasan konsumen (utilitas) menggunakan moda i

  U i

  Dalam penelitian ini, pengambil keputusan dapat memilih moda angkutan kota atau memilih moda monorel. Selanjutnya probabilitas memilih monorel disebut dengan P MR , sehingga probabilitas menggunakan moda angkutan kota adalah P AK = 1- P MR . Jika P MR dinyatakan sebagai kombinasi linier antara peubah bebas (atribut pemilihan moda) (Ardiansah dan Adiputra, 2012), maka persamaannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

  P MR = b + b

  1

  1

  (∆X )………………………….…………………………………………(2.6) dimana: b = konstanta b

  1 = koefisen parameter model

  = perbedaan atribut antara monorel dengan angkutan kota

  1

  ∆X Apabila harga peubahnya terlalu besar kemungkinan untuk menghasilkan nilai probabilitas prediksi yang tidak terbatas dapat terjadi. Pertimbangan rasio logaritma natural antar

  P dengan 1-P . Apabila P meningkat dari no ke satu maka ln meningkat dari

MR MR MR

  negatif ke arah positif tak hingga. Karena P MR dan ln tersebut merupakan kombinasi tak linier dari peubah bebas, maka selanjutnya dapat ditulis sebagai persamaan utilitas moda (Ardiansah dan Adiputra, 2012) : ln = (U MR AK

  • – U ) .…………………………….……………………………..(2.7) dimana: (U ) = perbedaan utilitas monorel dengan angkutan kota

MR AK

  • – U Sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai berikut: (U MR AK ) = b + b

  1

  1

  • – U (∆X ) …………………………………………………….……(2.8)
ln = b + b

  1

  (∆X

  1

  )…………………………………………………….……(2.9) sehingga persamaan (2.8) dan (2.9) dapat dinyatakan: P MR =

  ………………..................................(2.10) P MR = 1 - P MR

  = …………………………………………...…(2.11) dimana: P MR = probabilitas pemilihan moda monorel P

  AK

  = probabilitas pemilihan moda eksisting U MR = fungsi utilitas moda monorel U AK = fungsi utilitas moda eskisting

II.4 Teknik Revealed Preference

  Revealed Preference dalam penelitian digunakan dalam mengamati karakteristik pelaku

  perjalanan seperti ciri-ciri, perilaku-perilaku, dan keputusan-keputusan yang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan. Survei Revealed Preference adalah suatu bentuk kuisioner survey yang menyatakan kepada para responden mengenai hal-hal yang sudah nyata tentang sesuatu yang menjadi obyek penelitian dan para responden diminta untuk memberikan tanggapannya terhadap setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Jawaban yang diberikan oleh para responden itu berkaitan dengan pengalaman para responden itu sendiri terhadap segala permasalahan yang terdapat pada lembar kuesioner (Nasution, 2006 dalam Ardiansah dan Adiputra, 2012).

  Jawaban responden dalam kuesioner dengan teknik Revealed Preference merupakan ciri dan perilaku serta pengalaman dari responden sehingga pertanyaan dalam kuesioner harus disusun dengan cermat, mudah untuk dimengerti. Untuk mempermudah pelaksanaan survey, dalam penyusunan kuesioner Revealed Preference, jawaban dari responden harus telah dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam beberapa kelompok jawaban sehingga para responden cukup memilih dengan memberi tanda silang pada pilihan (option).

II.5 Teknik Stated Preference

  Stated preference adalah sebuah pendekatan dengan menyampaikan pernyataan pilihan

  (option) berupa sebuah hipotesa untuk dinilai oleh responden. Teknik Stated Preference pertama kali dikembangkan pada akhir tahun 1970-an. Hasil dari Stated Preference berupa respon atau jawaban dari responden untuk situasi yang berbeda.

  Kebanyakan Stated Preference menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini biasanya dibuat “orthogonal” artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. Salah satu keuntungannya adalah bahwa efek dari masing-masing atribut yang direspon lebih mudah diidentifikasi (C. Sitindaon dalam Khairunisah 2010).

  Sifat-sifat utama dari stated prefernce survey (C. Sitindaon dalam Khairunisah 2010) adalah sebagai berikut:

  1. Stated preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden mengenai bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.

2. Setiap pilihan dipresentasikan sebagai “paket” dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reability dan lain-lain.

  3. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi; ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (eksperimental design).

  4. Alat interview (questionnaire) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat di mengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal.

  5. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan ranking, rating dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan.

  6. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai hal yang penting (reality) pada setiap atribut.

  Tiga cara utama untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai preferensi responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya, (C. Sitindaon dalam Khairunisah 2010), adalah sebagai berikut:

  1. Ranking responses Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden. Lalu responden diminta untuk merankingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak langsung merupakan nilai hiraraki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh pilihan dipresentasikan tetapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar tidak melelahkan responden.

  2. Rating techniques Dalam kasus ini responden ditanya, untuk mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya, menggunakan aturan skala, sering berada diantara 1 dan 10, dengan disertakan label spesifik sebagai angka kunci, untuk contoh 1 = ’sangat tidak suka’, 5

  = ’tidak suka’, 10 = ’sangat disukai’. Disini diperlihatkan bahwa respon tidak lepas dari skala yang digunakan dan label yang disertakan, untuk itu pilihan terbaik didapatkan dan diteremahkan kedalam skala cardinal.

  3. Choice Experiment Individu hanya ditanya untuk memilih pilihan preferencenya dari beberapa alternatif (dua atau lebih) dalam sekumpulan pilihan. Selanjutnya memperkenankan responden untuk mengekspresikan derajat keyakinannya kedalam pernyataan pilihan. Diakhir responden ditawarkan skala semantik (makna). Beberapa tipe antara lain: 1)Pasti pilih pilihan pertama, 2)Mungkin menyukai pilihan pertama, 3)Tidak dapat memilih (berimbang), 4) Mungkin menyukai pilihan kedua, 5) Pasti pilih pilihan kedua. Cara inilah nantinya yang akan penulis gunakan dalam mengidentifikasikan pilihan dalam penulisan ini.

  Dalam penelitian ini digunakan teknik choice experiment dimana jawaban dari responden dinyatakan dalam skala numerik yaitu skala pilihan antara 1-5. Skala pilihan tersebut sudah mewakili pernyataan-pernyataan seperti pada tabel 2.1. berikut.

Tabel 2.1 Skala Pilihan dan Pernyataan Skala Pernyataan

  1 Pasti memilih monorel

  2 Mungkin memilih monorel

  3 Pilihan berimbang

  4 Mungkin memilih moda angkutan kota

  5 Pasti memilih moda angkutan kota Sumber : Ardiansah dan Adiputra, 2012. Selanjutnya jawaban dari responden nantinya akan ditransformasikan ke dalam bentuk probabilitas dengan menggunakan persamaan (2.7), skala probabilitas tersebut ditransformasikan ke dalam skala simetrik yaitu nilai utilitas yang sesuai dengan probabilitas tersebut. Bentuk Transformasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut (Ardiansah dan Adiputra, 2012):

Tabel 2.2 Transformasi Skala Kualitatif Menjadi Skala Kuantitatif Skala Pernyataan Skala Utilitas

  Probabilitas (P) Ln

  1 Pasti memilih monorel 0.9 2.1972

  2 Mungkin memilih monorel 0.7 0.8473

  3 Pilihan berimbang 0.5 0.0000

  4 Mungkin memilih moda angkutan kota 0.3 -0.8473

  5 Pasti memilih moda angkutan kota 0.1 -2.1972 Sumber : Ardiansah dan Adiputra, 2012.

II.6 Studi Terdahulu yang Berhubungan dengan Pemilihan Moda 1.

   Kajian Pemilihan Moda Antara Moda Eksisting dengan Monorel Koridor Barat-Timur di

Surabaya Barat, (Ramadhana Kusuma Adiputra dan Rifki Indra Ardiansah, 2012).

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perjalanan eksistin dari daerah Surabaya bagian Barat dan mengetahui model probabilitas perpindahan dari moda eksisting ke moda monorel. Pengumpulan data primer berupa preferensi dari pengguna moda eksisting dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner di ruas jalan yang direncanakan akan dilewati oleh jalur monorel di Surabaya bagian barat. Kuesioner disusun dengan metode sstated preference dengan analisa data statistik deskriptif untuk karakteristik perjalanan eksisting dan persamaan logit binomial untuk probabilitas perpindahan moda. Moda eskisting yang diteliti adalah angkutan kota, mobil pribadi, dan sepeda motor. Pada masing-

  1 ),

  masing moda digunakan atribut biaya perjalanan (∆X ).

  2

  3

  atribut waktu tunggu (∆X ) dan atribut waktu tempuh (∆X Dari hasil penelitian model probabilitas perpindahan unruk atribut yang signifikan adalah sebagai berikut:

  1. Atribut biaya perjalanan pada angkutan kota:

  P = MR 2.

  P =

  Atribut waktu tunggu pada angkutan kota:

  MR 3.

  P =

  Atribut waktu tempuh pada angkutan kota: MR 4.

  P =

  Atribut waktu tunggu pada mobil pribadi:

  MR 5.

  P =

  Atribut waktu tempuh pada mobil pribadi: MR 6.

  P =

  Atribut waktu tunggu pada sepeda motor:

  MR 2.

   Analisis Perpindahan Moda dari Taksi dan Mobil Pribadi ke Bus Damri di Bandar Udara Juanda Surabaya, (Deni Octavianti dan Ir. Hera Widyastuti, MT., Ph.D., Tahun

  2012).

  Dalam jurnal ini membahas kemungkinan pengguna moda taksi dan mobil pribadi akan berpindah menggunakan Bus Damri di Bandar Udara Juanda Surabaya. Dimana penggunaan mobil pribadi dan taksi diprediksi akan meningkat seiring meningkatnya jumlah penerbangan di Bandar Udara Juanda Surabaya yang akan mengakibatkan kepadatan lalu lintas dari dan ke Bandar Udara Juanda Surabaya sehingga diperlukan pengoptimalan penggunaan bus Damri.

  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode stated preference dimana dilakukan survey wawancara kepada 100 pengguna mobil pribadi dan 100 pengguna taksi. Dari hasil analisis data didapat 35% untuk penumpang taksi dan 37% untuk penumpang mobil pribadi yang tidak bersedia berpindah moda dari taksi dan mobil pribadi ke bus Damri. Sehingga hanya terdapat 65% untuk penumpang taksi dan 63% untuk penumpang mobil pribadi yang bersedia untuk berpindah moda. Dari hasil analisa, terlihat bahwa penumpang dengan penghasilan Rp. 2 juta

  • – Rp. 5 juta dan berasal tujuan dari kota luar Surabaya lebih dominan menggunakan mobil pribadi daripada taksi. Probabilitas perpindahan moda dari taksi ke bus Damri adalah 22% untuk bus dengan tarif Rp. 20.000 dan waktu tempuh 35 menit. Sedangkan probabilitas perpindahan moda dari mobil pribadi ke bus Damri adalah 66% untuk bus dengan tarif Rp. 15.000 dan waktu tempuh 35 menit.

3. Kemungkinan Peralihan Pengguna Moda Angkutan Pribadi ke Moda Angkutan Umum Perjalanan Depok-Jakarta ( Ronando Ferdiansyah, 2009).

  Tingginya pergerakan penduduk dari kota Jakarta-Depok dengan menggunakan mobil pribadi dan sepeda motor telah menyebabkan kemacetan terutama pada saat jam sibuk. Untuk itu pengurangan volume kendaraan yang haruslah dikurangi dengan cara pengoptimalan angkutan umum.

  Dalam penelitian ini perlu diketahui bagaimana persepsi pelaku perjalanan Jakarta-Depok yang menggunakan kendaraan pribadi tentang kemungkinan berpindahnya ke penggunaan angkutan umum. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode stated preference dimana didapat pada umumnya minat pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah ke angkutan umum adalah cukup besar apabila dilakukan perbaikan pelayanan angkutan umum mulai dari keamanan dan kenyamanannya, keandalan pelayanannya dan penguatan sistem integrasi antar moda angkutan Depok - Jakarta.

4. Analisa Pemilihan Moda Transportasi Medan-Rantau Prapat dengan Menggunakan Metode Stated Preference, (Rizyak Wale Simanjuntak, Medis S. Surbakti, 2012).

  Untuk rute Medan-Parapat ada tiga moda transportasi yang umum digunakan yaitu bus, kereta api dan taxi. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mmepengaruhi seseorang untuk memilih moda transportasinya maka dilakukan penelitian dengan metode stated preference terhadap 50 responden pengguna bus, 80 orang untuk kereta api dan 40 orang untuk pengguna taxi. Kemudian dilakukan pemodelan pemilihan moda dengan menggunakan model logit binomial.

  Dari hasil penelitian diketahui bahwa diperoleh bahwa ketika sekelompok orang ingin melakukan perjalanan dari Medan ke Rantau Prapat maka sebanyak 71,4% akan memilih moda transportasi kereta api, sebanyak 16% akan memilih moda transportasi bus, dan sisanya sebanyak 12,6% akan memilih moda transportasi taxi.

5. Consumers Satisfaction of Public Transport Monorail User in Kuala Lumpur, (Amsori Muhhamad Das, Mohd. Azizul Ladin, Amirruddin Ismail, Rizattiq O. K. Rahmat, 2013).

  Monorel di Kuala Lumpur dibangun tahun 1997 dan mulai dioperasikan 31 Agustus 2013. Monorel ini dianggap sangat membantu pemecahan masalah di Kuala Lumpur. Karena monorel pertama di ASEAN dibangun di Kuala Lumpur dan Singapura maka sangat penting untuk dipelajari bagaimana perkembangan monorel di Kuala Lumpur dan bagaimana tanggapan pengguna monorel tersebut.

  Metode penelitian yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) yang dapat memberikan informasi tentang faktor pelayanan dan permintaan konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara terhadap 400 responden pengguna monorel dan dari hasil analisa data didapatkan bahwa pengguna sudah cukup puas dengan layanan monorel tetapi untuk meningkatkan daya tarik dan penambahan pemasukan dari monorel maka harus dilakukan perbaikan terhadap pelayanan area halte monorel seperti penambahan eskalator turun, perbaikan kualitas dan kuantitas tempat duduk pada kereta, pengembangan rute ke tempat lain, perbaikan kenyamanan saat menunggu kereta monorel pada waktu jam sibuk.

  6. Preference of Travellers for Sustainable Transportation Planning Objective in Klang Valley, Malaysia (Lee Vien Leong, Jen Sim HO dan Ahmad Farhan Mohd Sadullah,

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pertanian Organik - Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 2 10

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Fermentasi Gliserol Hasil Samping Pabrik Biodiesel Menjadi 1,3-Propanadiol Dengan Menggunakan Bakteri Klebsiella Pneumonia

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI - Pengaruh Tingkat Konvergensi IFRS dan Perlindungan Bagi Investor Terhadap Kualitas Laba Pada Perusahaan-perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Negara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan India

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikosis Paru - Analisa Aspergillus fumigatus dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Kultur Pada Sputum Penderita Batuk Kronis

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisa Aspergillus fumigatus dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Kultur Pada Sputum Penderita Batuk Kronis

0 0 8

Analisa Aspergillus fumigatus dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Kultur Pada Sputum Penderita Batuk Kronis

0 0 15

3. Gaji karyawan 4. Lainnya, sebutkan _ - Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Anak di SD Negeri 064023 Kemenangan Tani Medan Tahun 2015

0 0 16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Anak di SD Negeri 064023 Kemenangan Tani Medan Tahun 2015

1 2 32