BAB I PENDAHULUAN - Dampak Program Desa Mandiri Pangan Terhadap Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus: Kel.Ladang Bambu, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Dalam mewujudkan harapan pada persoalan kemiskinan dan ketahanan pangan nasional dapat dimulai dari pemenuhan pangan dipedesaan sebagai basis kegiatan pertanian nasional. Oleh karenanya, desa dapat menjadi awal dari masuknya berbagai program terkait dengan pendukungan akan terwujudnya ketahanan pangan pada level rumah tangga, yang secara agregat akan mewujudkan ketahanan pangan di tingkat Kab/Kota, Provinsi, dan akhirnya Nasional.

  Dewasa ini program peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin kerap digalakkan mulai dari program beras bersubsidi (raskin) atau pemberian dana PKH (Program Keluarga Harapan), Program Desa Mandiri Pangan (Demapan) dan program yang lainnya. Pembangunan ketahanan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian, dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

  Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantaranya adalah: Bappenas (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.

  Faturochman dan Molo (1994) mendefinisikan kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan menurut Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Kemiskinan adalah kurangnya kemampuan untuk mengakumulasi asset-aset produktif, organisasi social, dan politik, informasi, pendidikan, dan teknologi (Wahyuni, 2000).

  Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun 2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di

  .

  perkotaan

  Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah

  Tahun 2001-2007

  Jumlah Penduduk Miskin (juta) Persentase Penduduk Miskin Tahun Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

  2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19

  Sumber: BPS, 2008 Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan bahwa kemiskinan mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani, terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap kemiskinan (Deptan, 2008).

  Adapun studi ini menitikberatkan pada peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dengan program-program penguatan kapasitas manusia seperti perhatian pada sector pendidikan dan kesehatan, pembukaan akses pelayanan bagi masyarakat terhadap pasar, sumber keuangan, jaringan sosial dan sumberdaya dengan peningkatan pelayanan umum serta pembukaan keterisoliran dan keterkaitan ekonomi dan sosial dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, Koran dan jaringan telpon serta terbukanya dan majunya struktur lembaga sosial.

  Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, karena pengertian umum dari kemiskinan yaitu ketidakmampuan untuk mengakses kebutuhan dasar yaitu salah satunya adalaha pangan. Terganggunya akses pangan tentu ketidakmampuan suatu individu/kelompok untuk memenuhi ketahanan pangan. Disinilah peran pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan yang secara tidaklangsung juga akan meningkatkan kekuatan untuk ketahanan pangan masyarakat.

  Upaya pembangunan ketahanan pangan dilakukan secara bertahap melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah, serta mampu untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.

  Perwujudan pemberdayaan masyarakat dalam rangka kemandirian pangan, dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan di perdesaan. Strategi yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui jalur ganda/twin track strategy, yaitu: (1) membangun ekonomi berbasis pertanian dan perdesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan; dan (2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung.

  Sejak tahun 2006, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kedua strategi tersebut melalui Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga, yang akhirnya berdampak terhadap penurunan kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di perdesaan, sejalan dengan salah satu tujuan Millenium Development Goals

  

(MDGs ), yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia

sampai setengahnya di tahun 2015 (BKP, 2012).

  Program Desa Mandiri Pangan memiliki tujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin pedesaan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki atau dikuasainya secara optimal, dalam mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat dengan sasaran yaitu rumah tangga miskin di desa rawan pangan. Berdasarkan data susenas 2008 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya guliran dana bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah program Demapan.

  Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program Demapan telah berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak 1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.

  Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 –

  Maret 2009

  

Tahun Jumlah (Ribu Jiwa) Persentase

  Februari 1999 1 972,7 16,74 Februari 2002 1 883,9 15,84 Februari 2003 1 889,4 15,89 Maret 2004 1 800,1 14,93 Juli 2005 1 840,2 14,68 Mei 2006 1 979,7 15,66 Maret 2007 1 768,4 13,90 Maret 2008 1 613,8 12,55 Maret 2009 1 499,7 11,51

  Sumber: BPS, 2010 Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh

  Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada msyarakat khususnya petani yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Desa Mandiri Pangan (Demapan). Dari program pemerintah tersebut diharapkan masyarakat dapat terbantu dalam masalah yang dihadapi.

  Melalui program aksi Demapan, diharapkan masyarakat desa mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari ke hari secara berkelanjutan yang diwujudkan secara nyata dalam peningkatan pendapatannya yang. Akan tetapi, dengan begitu banyaknya berbagai macam program yang terkait dengan peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, masih perlu suatu kajian untuk melihat efektifitas program-program yang dimaksud khususnya kajian yang lebih nyata contohnya dalam hal pendapatan masyarakat.

  Kegiatan difokuskan di daerah sasaran keluarga miskin di suatu desa/kelurahan dimana tingkat keluarga miskin di desa tersebut >30%. Kegiatan Demapan dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: persiapan, penumbuhan, pengembangan, dan kemandirian. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat miskin, penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah desa, pengembangan sistem ketahanan pangan, dan peningkatan koordinasi lintas 2 subsektor dan sektor untuk mendukung pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana perdesaan (BKP, 2012).

  Sampai dengan 2011 kegiatan Demapan telah dilaksanakan di 33 provinsi, 399 kabupaten/kota pada 2.851 desa. Pada tahun 2012 dialokasikan 563 desa baru, sehingga secara komulatif, jumlah desa yang dibina menjadi 3.414 desa, di 410 kabupaten/kota, pada 33 provinsi, terdiri dari tahap: persiapan 563 desa ,penumbuhan 838 desa, pengembangan 829 desa kemandirian 359 desa, dan 825 desa mandiri. Namun dibalik hal tersebut sangat penting untuk diketahui seberapa besar efektifitas program tersebut terhadap masyarakat yang mengikuti program- program yang diberikan pemerintah. Dan hal tersebut merupakan alasan mengapa penulis tertarik untuk meneliti dampak program Demapan terhadap pendapatan masyarakat di Kelurahan Ladang Bambu, Kecamatan Medan Tuntungan.

1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  1. Bagaimana mekanisme penentuan penerima program Demapan di daerah penelitian?

2. Bagaimana perkembangan program Demapan di daerah penelitian? 3.

  Bagaimana dampak program Demapan terhadap tingkat pendapatan masyarakat di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui mekanisme penentuan penerimaan program Demapan di daerah penelitian.

  2. Mengetahui perkembangan program Demapan di daerah penelitian.

  3. Mengetahui dampak program Demapan pada tingkat pendapatan masyarakat di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam upaya menentukan program kedepan yang lebih tepat.

  2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan substansi penelitian ini.

  3. Sebagai bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.