Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing (Bekas Cacing) terhadap Kelimpahan Nannochloropsis sp. Sebagai Pakan Alami

  TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton

  Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi 1.800 genus dan 21.000 spesies. Alga mikro mempunyai tingkat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman terestrial. Menurut Inansetyo dan Kurniastuty (1995), terdapat beberapa alga mikro yang berpotensi untuk dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang Chlorella, Nannochloropsis, Skeletonema, Tetraselmis, Dunaliella, Scenedesmus, dan Spirulina.

  Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotositesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisma air lainnya yang membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer (Barus, 2004).

  Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

  Pada kultur fitoplankton sangat dibutuhkan berbagai macam senyawa organik baik sebagai hara makro (N, P, K, S, Na, Si, dan Ca) maupun hara mikro (Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, B dan lain-lain). Setiap unsur hara mempunyai fungsi- fungsi khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai, tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein, dan K berfungsi dalam pembentukan metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan untuk pembentukan klorofil. Sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. B

  12 banyak

  digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

  Fitoplankton dalam pembenihan dapat berperan ganda, selain dapat digunakan sebagai pakan dalam kultur zooplankton juga dapat ditambahkan secara langsung dalam bak pemeliharaan larva. Penambahan fitoplankton dalam langsung, tetapi berfungsi sebagai penyagga kualitas air dan pakan zooplankton yang diberikan pada bak pemeliharaan larva. Dengan adanya fitoplankton tersebut maka kualitas nutrisi zooplankton dapat dipertahankan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

  Biologi, Morfologi, dan Habitat Nannochloropsis sp.

  Nannochloropsis sp. lebih dikenal dengan nama Chlorella laut. dalam

  pembenihan mempunyai tiga peranan yaitu digunakan sebagai pakan pada klutur rotifera, untuk pengkayaan rotifera, dan untuk menghasilkan efek “green water” pada pemeliharaan larva. Nannochloropsis sp. dapat digunakan sebagai pakan rotifera, karena ukuran tubuhnya sesuai dengan bukaan mulut rotifera, mempunyai kandungan vitamin B12 yang sangat penting untuk populasi rotifera dan penting untuk nilai nutrisi rotifera untuk pakan larva dan juvenil ikan laut (Meritasari. dkk, 2010).

  Gambar 2. Nannochloropsis sp (Rezza, 2011). Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon (2001) diacu oleh Anon. dkk, (2009) adalah sebagai berikut:

  Filum : Chromophyta Kelas : Eustigmatophyceae Ordo : Eustigmatales Famili : Eustigmataceae Genus : Nannochloropsis Spesies : Nannochloropsis sp.

  Kepadatan optimum yang dapat dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL, skala semi massal 20-25 juta sel/mL dan massal 15-20 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Anon, 2009). Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu antara 31-68% berat kering (Rezza, 2011).

  Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan pigmen dan nutrisi

  seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%). Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil.

  

Nannochloropsis sp. merupakan pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder (penyaring) (Anon, dkk., 2009).

  Gambar 3. Sel Nannochloropsis sp. (Aliabbas, 2002). sp. memiliki ukuran sel 2 - 4 mikrometer, berwarna hijau

  Nannochloropsis dan memilki dua flagella (Heterokontous) yang salah satu flagella berambut tipis.

  

Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.

  Kloroplas memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya.

  Nannochloropsis sp. dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Ciri khas dari

  sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen

  Nannochloropsis selulosa (Rezza, 2011).

  Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-

  35‰. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ‰, dan suhu 25-

  30 C merupakan kisaran suhu yang optimal. Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux (Rezza, 2011).

  Selama masa inkubasi Nannochloropsis oculata mengalami proses pertumbuhan yang terbagi menjadi empat fase. 4 fase dalam pertumbuhan

  Nannochloropsis oculata adalah sebagai berikut (Meritasari. dkk, 2010) :

  1. Fase Istirahat (lag) Fase dimana populasi tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel meningkat. Fotosintesis masih aktif berlangsung dan organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat.

  2. Fase Pertumbuhan Eksponensial (Logaritmik) Fase yang diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.

  3. Fase Pertumbuhan Stabil (Stasioner) fase logaritmik. Laju reproduksi sama dengan laju kematian dalam arti penambahan dan pengaurangan plankton relative sama sehingga kepadatan plankton cenderung tetap.

  4. Fase Kematian (mort) Fase dimana terjadi penurunan jumlah atau kepadatan plankton, pada fase ini laju kemtian lebih cepat dibandingkan laju reproduksi. Laju kematian plankton dipengaruhi oleh ketersedian nutrien, cahaya, suhu, dan umur plankton itu sendiri.

  Budidaya Nannochloropsis sp.

  Usaha untuk memenuhi ketersediaan pakan adalah memproduksi pakan alami karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak serta untuk memproduksi pakan alami tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pakan alami juga memiliki nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi larva untuk memangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat (Rostini, 2007).

  Budidaya Nannochloropsis dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis pupuk anorganik. Budidaya Nannochloropsis pada skala semi massal di BBAP Situbondo menggunakan pupuk teknis (TG), pupuk Walne dapat digunakan sebagai medium berbasis pupuk komersial untuk kultur

  

Nannochloropsis sp. yang mampu menghasilkan berat biomassa kering tertinggi

  yaitu sebesar 6,78 gram dari kepadatan awal inokulum sebanyak 10 sel/ml Kultur Nannochloropsis dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang dikembangkan mula-mula hanya beberapa mililiter, kemudian secara bertahap meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur fitoplankton hingga volume 3 liter masih dilakukan di dalam laboratorium sehingga sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur semi outdoor yang dapat mencapai volume 60-100 liter. Kultur outdoor merupakan tahapan kultur selanjutnya yang dimulai dari volume 1 ton hingga lebih dari 20 ton, tergantung besar kecilnya skala pembenihan. Prinsip kultur fitoplankton yang menggunakan proses bertingkat dari volume kecil ke volume yang lebih besar disebut dengan kultur bertingkat (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

  Achmad, (1993) mengatakan, keberhasilan budidaya Nannochloropsis

  

oculata sangat ditentukan oleh kemurnian, kepadatan awal, pupuk, kualitas air,

  intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas serta sanitasi dan higienis. Kemurnian

  

Nannochloropsis oculata . Ditentukan oleh penanganan yang bersih, penggunaan

  peralatan yang steril serta kultur dengan dosis pupuk yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai bibit dalam kultur skala besar yang merupakan makanan bagi rotifer dan ikan budidaya.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

  Faktor eksternal berkaitan dengan kertersedian unsur hara amkro dan mikro serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton antara lain cahaya, salinitas, suhu, kandungan

  Suhu

  Pola suhu ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara cahaya matahari dengan udara sekelilingnya. Suhu air sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis dari organisme

  O

  air seperti dijelaskan dalam hukum Van’t Hoffs, kenaikan suhu sebesar 10 C (hanya pada kisaran yang ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya suhu akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 2004).

  Suhu media pemeliharaan di ukur dengan menggunakan thermometer. Thermometer di masukkan ke dalam air selama kurang lebih dua menit kemudian pembacaan nilai suhu dilakukan pada saat thermometer masih berada di dalam air agar nilai suhu yang terukur tidak dipengaruhi oleh suhu udara. Pembacaan nilai suhu sampai menunjukkan nilai yang konstan (Anita. dkk, 2010).

  pH

  Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan, didefenisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara

  matematis dinyatkan sebagai pH= log 1/H , dimana H adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang basa lemah.

  Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Mula- mula ujung elektroda dibilas dengan akuades, kemudian dimasukkan dalam larutan penyangga untuk kalibrasi. Kontrol pada pH meter diatur sampai terbaca pH larutan penyangga. Ujung elektroda dibilas kembali dengan akuades, lalu dimasukkan ke dalam air sample sampai beberapa saat sampai skala menunjukkan angka yangkonstan. Nilai yang terbaca menunjukkan nilai pH (Anita. dkk, 2010).

  Salinitas

  Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam suatu volum air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰).

  Kandungan utama dari air laut dibentuk oleh ion Na dan Cl , ditambah berbagai jenis unsur lain yang jumlahnya relatif sedikit.

  Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat Hand Refractometer. Refraktometer dikalibrasi dengan akuades sampai skala 0 ppt.

  Pengukuran salinitas dilakukan dengan cara meneteskan sampel air media pemeliharaan pada prisma refraktometer dengan menggunakan pipet tetes. Nilai yang tertera pada skala refraktometer menyatakan salinitas air laut (Anita. dkk, 2010).

  Oksigen Terlarut (DO)

  Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses repirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya, kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21%. Air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% saja.

  Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan suhu juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6- 8mg/l (Barus, 2004).

  Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan DO meter, yaitu dengan cara memasukkan salah satu elemen DO meter ke dalam air sampel, kemudian ditunggu beberapa saat untuk memperoleh kisaran kandungan oksigen terlarut dalam air sampel (Anita. dkk, 2010).

  Intensitas Cahaya Matahari

  Faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat optis air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat dalam air, misalnya oleh plankton yang ada dalam air. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.

  Pupuk

  Menurut Noviani (2010), pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman. Pupuk akan sampai pada sasarannya jika diaplikasikan secara benar. Dalam aplikasi pupuk, hal penting yang perlu diperhatikan adalah jenis tanaman yang akan dipupuk dan jenis pupuk yang digunakan. Dengan aplikasi yang tepat dan benar maka akan diperoleh efisiensi dan efektivitas pemupukan (Irwanto. dkk, 2012). unsur mikro dan makro yang dibutuhkan tanaman. Makronutrien adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar, misalnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Mikronutrien adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil, misalnya boron (Bo), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo), dan klorin (Cl) (Irwanto. dkk, 2012).

  Secara garis besar, aplikasi pemupukan dapat dibedakan berdasarkan aplikasi pupuk padat dan aplikasi pupuk cair. Pemupukan dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan satu atau beberapa unsur hara untuk menjamin suatu tingkat produksi tertentu. Tujuan dilakukan pemupukan yaitu untuk memperoleh produksi yang tinggi dan bernilai dengan memperbaiki penyediaan hara sambil memperhatikan atau memperbaiki kesuburan tanah tanpa merusak lingkungan (Irwanto. dkk, 2012).

  Pengertian klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi yaitu atas dasar pembentukannya yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan, atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk tunggal dan pupuk majemuk dan atas susunan kimiawi yang mempunyai hubungan penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah. Pupuk alam diantaranya terdiri dari pupuk kandang pupuk hijau, kompos dan guano (Irwanto. dkk, 2012).

  Menurut Noviani (2010), yang dimaksud dengan pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik-pabrik yang mengandung unsur hara tertentu, meyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman Peningkatan pertumbuhan pada fase anakan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk dan zat pengatur tumbuh. Pemberian pupuk bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman untuk pertumbuhan optimum (Irwanto, dkk. 2012).

  Pupuk kascing

  Pupuk Kascing sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia dengan hasil yang luar biasa untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai pupuk organik terbaik. Banyak aplikasi baru yang sudah diriset oleh universitas di Amerika dan sudah melalui pengujian di lapangan. Apapun jenis tanah atau tanaman akan diuntungkan oleh penggunaan Pupuk Kascing (Aisyah. dkk, 2000).

  Gambar 4. Pupuk Organik Kascing Hasil dari penguraian bahan organik yang dikeluarkan dalam bentuk kotoran cacing tanah yang merupakan pupuk organik yang dikenal dengan istilah kascing (bekas cacing). Kascing ini berupa partikel-partikel tanah berwarna kehitaman yang ukurannya lebih kecil dari partikel tanah biasa sehingga lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman (Nugraha, 2009).

  Pupuk organik yang diproduksi melalui proses pengomposan dengan bantuan cacing tanah yang dibantu oleh mikroorganisme lain seperti bakteri, dan fungi, dinamakan kascing (bekas cacing). Mikroorganisme tersebut membantu dalam proses daur ulang limbah organik. Cacing tanah mencerna makanannya secara tidak langsung karena perombakan bahan organik tersebut dibantu oleh mikroflora seperti bakteri atau fungi. Sementara mencerna secara intermedient dengan menggunakan senyawa organik yang disediakan mikroflora untuk menguraikan serasah daun (Aisyah, dkk, 2000).

  Kascing merupakan metabolisme cacing tanah yang bercampur dengan kandungan hara yang tinggi sehingga baik untuk dijadikan pupuk. Bahan- bahan yang tercampur dalam kascing adalah bahan organik yang merupakan sumber makanan utama cacing tanah yang umumnya sudah terfermentasi melalui pengomposan (Minnich, 1997).

  Menurut Gaur (1980) bagan organik sebagai makanan cacing tanah juga diperhatikan mengenai nisbah C/N, ukuran bahan yang difermentasi, kelembaban bahan dan aerasi, suhu, reaksi kompos, penambahan CaCO

  3 , penghancur patogen

  dan parasit. Dengan demikian cacing tanah mudah mencerna makanannya dari berbagai macam bahan organik tersebut. Zat makanan dari bahan organik tersebut masih mempunyai kandungan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang cukup tinggi, sehingga mencukupi kebutuhan nutrisi cacing tanah. Selain tersusun dalam bahan organik.

  Aktifitas cacing tanah dalam melakukan dekomposisi bahan organik selain mempengaruhi sifat- sifat fisiknya juga mempengaruhi sifat kimia karena adanya proses mineralisasi dari bahan-bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme yang dibantu oleh cacing tanah. Peran cacing tanah dalam proses mineralisasi adalah mempercepat proses tersebut bersama mikroorganisme, sehingga menghasilkan unsur hara yang lebih tersedia bagi tanaman. Hara yang terakumulasi dalam kascing baik itu hara mikro merupakan cerminan dari kandungan hara bahan organik sebagai sumber makanan utama cacing tanah (Lavelle, 1988).