BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab - Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, T

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab 1. Pengertian Fiduciary Duty Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya

  baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari perseroan.

  Istilah fiduciary duty berasal dari 2 kata, yaitu: a. Fiduciary, dan b.

   Duty.

  Tentang istilah “Duty” banyak dipakai di mana-mana, yang berarti “tugas”, sedangkan untuk istilah “fiduciary” berasal dari bahasa latin “Fiduciarus” dengan akar kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (“trust”) atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti “mempercayai (“to trust”). Sehingga dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut dengan istilah “beneficiary”. Dalam istilah bahasa Indonesia, orang yang memegang

   kepercayaan seperti itu disebut sebagai orang yang memegang “amanah” . 103 Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), Hlm. 33 Seseorang mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity). Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika bisnis yang ditransaksikannya atau uang/properti yang ditangani bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya. Melainkan milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang lain tersebut mempunyai kepercayaan yang besar (great trust) kepadanya. Sementara itu, di lain pihak dia wajib mempunyai itikad baik yang lebih tinggi (high degree

  

of good faith) dalam menjalankan tugasnya. Istilah “fiduciary” ini dipergunakan,

  baik untuk perjanjian trustee dalam arti “technical trust” maupun untuk jabatan atau hubungan hukum dengan lawyer (dengan kliennya), perwalian (Guardian), , kurator, pejabat publik, atau direktur dari suatu perusahaan

  executor, broker

  (antara direktur dengan perseroannya). Antara pihak yang mempunyai kapasitas

  

fiduciary (fiduciary capacity) dengan pihak yang diasuhnya atau yang harta

  bendanya diasuh, terdapat suatu hubungan khusus yang disebut dengan hubungan fidusia (fiduciary relation). Yang dimaksud dengan fiduciary relation adalah suatu hubungan yang timbul baik dari hubungan fiduciary secara teknikal maupun dari hubungan informal yang timbul manakala seorang percaya (trust) atau bergantung (rely) kepada orang lain. Dalam hal ini, seorang percaya kepada orang lain, dimana orang lain tersebut bertindak dengan itikad baik (good faith) dan dengan penghormatan yang baik (due regard) dan fair kepada kepentingan orang

   lain tersebut .

  104 Ibid.

  Dengan demikian yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan “trustee” yang terbit dari dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dengan itikad baik yang tinggi,

  

fair dan penuh tanggung jawab, dalam menjalankan tugasnya dan untuk

  kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan lain seperti lawyer (dengan kliennya), perwalian (guardian), executor, broker, kurator, pejabat publik atau

   direktur dari suatu perusahaan .

  Selanjutnya dalam

  

   dikatakan bahwa Fiduciary Duty adalah :

  “an obligation to act in the best interest of another party. For instance, a corporation's board member has a fiduciary duty to the shareholders, a trustee has a fiduciary duty to the trust's beneficiaries, and an attorney has a fiduciary duty to a client”.

  (Artinya: fiduciary Duty adalah sebuah kewajiban untuk berbuat yang terbaik demi kepentingan dari pihak lain. misalnya, dewan pengurus perusahaan mempunyai fiduciary duty kepada para pemegang saham, seorang yang memegang kepentingan orang lain memiliki fiduciary duty pada pihak yang 105 106 Ibid.

  terakhir kali diakses tanggal 8 april 2009 dipegang untuk kepentingannya, dan seorang pengacara mempunyai fiduciary

  duty kepada kliennya.)

  Dalam a disebutkan bahwa

  

  :

  “A fiduciary obligation exists whenever the relationship with the client involves a special trust, confidence, and reliance on the fiduciary to exercise his discretion or expertise in acting for the client. The fiduciary must knowingly accept that trust and confidence to exercise his expertise and discretion to act on the client's behalf.” “When one person does agree to act for another in a fiduciary relationship, the law forbids the fiduciary from acting in any manner adverse or contrary to the interests of the client, or from acting for his own benefit in relation to the subject matter. The client is entitled to the best efforts of the fiduciary on his behalf and the fiduciary must exercise all of the skill, care and diligence at his disposal when acting on behalf of the client. A person acting in a fiduciary capacity is held to a high standard of honesty and full disclosure in regard to the client and must not obtain a personal benefit at the expense of the client.”

  (Artinya : Sebuah kewajiban dari penerima kepercayaan berlaku ketika hubungan dengan klien menyebabkan sebuah kepercayaan khusus, keyakinan, dan kepercayaan terhadap penerima kepercayaan untuk menggunakan kebijaksanaannya atau keahliannya berbuat untuk klien. Penerima kepercayaan tersebut harus diketahui dan diterima bahwa kepercayaan dan keyakinan tersebut untuk menggunakan keahlian dan kebijaksanaan berbuat demi kepentingan klien.

  “Ketika seseorang setuju untuk berbuat untuk hubungan kepercayaan yang lain, hukum melarang penerima kepercayaan untuk berbuat dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan klien, atau dalam berbuat untuk keuntungan pribadi dalam hubungannya dengan persoalan subjek, klien tersebut 107 . berhak atas usaha yang terbaik dari penerima kepercayaan untuk kepentingannya dan penerima kepercayaan harus menggunakan seluruh kemampuan, perhatian dan ketekunan dari layanannya ketika berbuat untuk kepentingan klien. Seseorang yang berbuat dalam kapasitas kepercayaan berpegang pada standar kejujuran yang tinggi dan menyingkap sepenuhnya dalam penghormatan untuk klien dan tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari biaya klien.)

  Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa Fiduciary Duty didasarkan pada kepercayaan, dimana pihak yang diberi kepercayaan tidak boleh berbuat dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan pemberi kepercayaan.

  Henry Campbell Black mengatakan “Fiduciary Duty , a duty to act for

  

someone else’s benefit, while subordinating one’s personal interest to that of

other person. It is the highest standard of duty implied by law ” , (aritnya:

fiduciary duty adalah suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain dimana

  seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum.) Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini, muncul beberapa

  “pedoman dasar” bagi direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap

  

  perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut :

  108 109 Try Widiyono,Op Cit., Hlm 38

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit., hlm 61 a.

  Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan; b.

  Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi bukan hanya harus memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose) c. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduciary tersebut d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum direktur juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perseroan e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari direksi g. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya diawasi dan dibatasi dalam menjalankan tugasnya memberlakukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.

2. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

  Ada tiga macam tanggung jawab hukum yaitu tanggung jawab hukum dalam arti accountability, responsibility dan liability. Tanggung jawab dalam arti

  

accountability adalah tanggung jawab hukum dalam kaitan dengan keuangan,

  misalnya akuntan harus bertanggung jawab atas hasil pembukuan, sedangkan

responsibility adalah tanggung jawab dalam arti yang harus memikul beban.

  Tanggung jawab dalam arti liability adalah kewajiban menanggung atas kerugian

   yang diderita .

  Tanggung-jawab dalam arti responsibility juga diartikan sebagai sikap moral untuk melaksanakan kewajibannya, sedang tanggung-jawab dalam arti adalah sikap hukum untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran atas

  liability

  kewajibannya atau pelanggaran atas hak pihak lain. Joling memberikan pengertian responsibility sebagai "Responsibility refers to the quality of being morally,

  

legally or mentally accountable "(artinya: tanggung jawab berhubungan dengan

  kualitas untuk menjadi bertanggungjawab secara moral, hukum dan mental), sedangkan Black's Law Dictionary mengartikan responsibility sebagai "the state

  

of being answerable for an obligation, include judgment, skill and capacity" dan

  liability sebagai "condition of being actually or potentially subject to an

  

obligation; condition of being responsible for a possible or actual loss, penalty,

evil expenses or burden; condition with create a duty to perform act immediately

or in the future ". 110 diakses tgl 14 april 2009 111 diakses tgl 14 april 2009

   menjabarkan tanggung jawab direksi dalam arti responsibility dan liability yaitu

  

  sebagai berikut :

  Responsibilities: Legislation imposes various obligations on companies, which require the directors to ensure that the company complies with certain minimum requirements, and provides penalties for breach of statutory duties Liabilities: A director may also incur personal liability under legislation relating to the company, since some legislation provides that not only is the company liable but also any director who knowingly authorised by the company.

  (Artinya: Responsibilities: Peraturan menentukan bermacam-macam kewajiban kepada perusahaan, yang memerlukan direktur untuk memastikan bahwa perusahaan patuh dengan syarat minimum tertentu, dan menyediakan sanksi kepada pelanggaran dari kewajiban menurut UU, Liabilities: Direktur juga harus menimbulkan tanggung jawab pribadi dibawah peraturan yang berkaitan dengan perusahaan, sejak beberapa peraturan menetapkan bahwa tidak hanya perusahaan bertanggung jawab tetapi juga direktur yang diketahui telah diberikan kuasa oleh perusahaan.)

  Dalam disebutkan bahwa

   :

   aansprakelijkheid wordt bedoeld dat de ene persoon gehouden is de van een andere persoon te vergoeden. De persoon in kwestie is 112 'aansprakelijk' voor die schade. akses tanggal 3 juni 2009 113 diakses tgl 14 april 2009

  Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang menerbitkan suatu kerugian harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Sehingga seorang direksi yang merupakan wakil dari perseroan juga harus mengganti rugi atas kerugian yang telah diterbitkannya.

B. Jenis-Jenis Fiduciary Duty

  Director Fiduciary Duties After Sarbanes-Oxley mengemukakan ada 4

  jenis fiduciary duty, dengan 2 jenis kewajiban pokok yaitu : a.

   Duty of Loyalty, is a duty requires a director, affirmatively and in good faith, to protect the interests of the company and its stockholders, and to refrain from doing anything that would injure the company or deprive the company of profit or an advantage that might properly be brought to the company for it to pursue”

  Untuk memenuhi Duty of Loyalty, “a director must act in a manner

  that he or she believes in good faith to be in the best interest of the company and its stockholders”.

  b.

   Duty of care, is a duty requires a director to perform his or her responsibilities with a care that a reasonably prudent person would exercise under similar circumstances, while acting in an inform manner”. Untuk memenuhi duty of care ini , “a director must proceed with a “critical eye” in assessing information presented to him or her, and with inquisitive nature in confirmning that he or she has been presented with all material information.” c. Duty of good faith d.

   Duty of disclosure.

  (artinya: a. kewajiban untuk setia, yaitu suatu kewajiban yang menghendaki direktur, dengan persetujuan dan dengan jujur, melindungi kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya, dan untuk menghentikan perbuatan yang dapat merugikan perusahaan atau mencabut dari perusahaan sebuah keuntungan atau suatu keuntungan yang mungkin dibawa ke perusahaan yang dalam proses.

  Untuk memenuhi kewajiban untuk setia, seorang direktur harus berbuat dalam cara yang ia percaya dengan jujur merupakan kepentingan terpenting dari perusahaan dan pemegang sahamnya 114 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op.

  Cit., Hlm 45 b. kewajiban peduli, adalah sebuah kewajiban yang menghendaki direktur untuk menjalankan tanggung dengan hati-hati yang mana seorang yang berhati-hati dengan alasan akan menggunakan dibawah keadaan yang sama, ketika bertindak dalam cara yang berbeda. Untuk memenuhi kewajiban berhati-hati ini , seorang direktur harus meneruskan dengan pandangan kritisdalam menilai informasi yang diberikan kepadanya, dan dengan sifat ingin taju dalam memastikan bahwa dia telah diberikan semua materi informasi c.

  Kewajiban untuk jujur d.

  Kewajiban keterbukaan)

  

Duty of Loyalty dan Duty of care adalah 2 jenis kewajiban pokok dan duty of good

faith dan duty of disclosure merupakan 2 jenis kewajiban fidusia lain. Dengan

  demikian di samping pembagian fiduciary duty ke dalam dua jenis kewajiban pokok sebagaimana disebut di atas, perkembangan selanjutnya ilmu hukum juga memperlihatkan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary

  duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan perkembangan kewajiban-

  kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan perkembangan kewajiban-kewajiban yang ada sebagai tambahan terhadap fiduciary duty yang sudah ada, namun tidak kurang juga hanya menyatakan tambahan-tambahan tersebut sebagai perkembangan interpretasi dari

  

kedua jenis fiduciary duty yang telah ada .

  Phillip Lipton and Abraham Herzberg membagi fiduciary duty ke dalam

  duty of loyalty and good faith (kewajiban setia dan jujur) dan duty to exercise care

and diligence (kewajiban peduli dan rajin). Selanjutnya duty of loyalty and good

faith dikelompokkan lagi ke dalam, the duty : 1.

   To act bona fide in the interest of the company (berbuat dengan jujur untuk 115 kepentingan perusahaan); 116 Ibid.

  Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm 25.

2. To exercise power for their proper purpose (untuk menggunakan

  kewenagannya sesuai tujuan); 3.

   To retain discretion powers(untuk memakai kebijaksanaan); 4. To avoid conflicts of interests(untuk menghindari benturan kepentingan) 1. Duty To act bona fide in the interest of the company

Duty to act bona fide in the interest of the company ini menunjukkan bahwa

  kewajiban direksi untuk mengurus perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata-mata. Untuk menentukan sampai sejauh mana suatu tindakan telah diambil oleh direksi perseroan yang dilakukan untuk kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dikembalikan kepada direksi perseroan. Direksi perseroan harus memiliki dan mengetahui penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya merupakan sesuatu yang harus dilakukan atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan. Suatu putusan yang dikeluarkan oleh Lord Greene MR dalam smith and Fawcett Ltd [1942] 1 All Er. 542 telah mengambil pertimbangan bahwa “they must exercise their bona fide in what they consider – not what the court

  

may consider – to be in the interest of the company, and not for any collateral

purposes”. (artinya: mereka harus menggunakan kejujuran yang mereka

  pikirkan- bukan yang mungkin dipikirkan pengadilan- untuk kepentingan perusahaan, dan bukan untuk kegunaan lain) Paul L. Davies mengatakan bahwa selain pemegang saham ada juga kepentingan keuangan lain yang harus diperhatikan yaitu para kreditor.

  Menurutnya :

  

In insolvency, the creditors “become prospectively entitled, through the

mechanism of liquidation, to displace the power of the directors and shareholders to deal with the company’s assets. This suggest that the

directors’ duties should be seen as being owed to those who have the

ultimate financial interest in the company : the shareholders when the

company is going concern and the creditors once the company’s capital

has been lost.

  (artinya: dalam keadaan bangkrut, kreditur-kreditur “ menjadi calon yang berhak, dengan mekanisme likuidasi, untuk menggantikan kewenagan direktur dan pemegang saham untuk memperlakukan aset perusahaan. Ini mengusulkan bahwa kewajiban direksi seharusnya dilihat telah dimiliki oleh siapa yang mempunyai pokok kepentingan di perusahaan : para pemegang saham ketika perusahaan akan diurus dan para kreditur seketika saat modal perusahaan telah hilang) Paul L. Davies juga menunjukkan perkembangan undang-undang perseroan di Australia, dengan memperlihatkan pada kita semua bahwa sebelum tahun 1980, undang-undang perseroan di Australia tampak semata-mata hanya memperhatikan kepentingan pemegang saham saja. Namun dengan semakin berkembangnya kegiatan dunia usaha yang ditandai dengan makin banyaknya chairman perusahaan-perusahaan terkemuka yang menyatakan bahwa “this

  

company recognises that it has duties to its members, employees, consumers

of its product and to the nation ”, maka nilai-nilai kepentingan perusahaan pun

  mulai bergeser menjadi lebih luas hingga meliputi seluruh pihak-pihak yang terkait dengan perseroan, yang antara lain terdiri dari

  

  : a. Pemegang saham (shareholders); b.

  Karyawan atau pegawai (employees); c. Managers; d.

  Pelanggan (customers); e. Pemasok (suppliers); f. Kreditor (debtholders) g.

  Masyarakat (communities); h. Pemerintah(government); Yang disebut dengan nama stakeholder. 117 Ibid.

2. Duty to exercise power for proper purposes

  Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, direksi sebagai satu-satunya organ dalam perseroan yang diberikan hak dan kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama serta bagi perseroan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa jalannya perseroan, termasuk dalam pengelolaan harta kekayaan perseroan bergantung sepenuhnya pada direksi perseroan. Artinya tugas pengurusan perseroan oleh direksi juga meliputi tugas pengelolaan harta kekayaan perseroan. Sebagai orang kepercayaan perseroan, yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan, direksi diharapkan agar dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimum bagi pemegang saham perseroan. Lipton dan Herzberg menekankan sekali penting dan luasnya makna duty to exercise

  

power for proper purpose bagi direksi dan perseroan, dengan menyatakan

  bahwa “directors may breach this duty even if they honestly believe their

  actions are in the best interest of the company as a whole”

  Beberapa persoalan yang sering disoroti sehubungan dengan duty to exercise

  

power for proper purpose ini adalah masalah penerbitan saham baru,

  pencatatan pengalihan kepemilikan saham dalam perseroan, dan “pencaplokan” perseroan (hostile takeovers). Sebagai trustee bagi perseroan, maka sudah selayaknyalah jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan kepentingan perseroan, direksi harus melakukannya secara benar dan tidak memihak bagi keuntungan atau kepentingan manapun juga

  Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme rapat umum pemegang saham untuk menjadi organ perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang saham yang mengangkat dan mempercayakannya sebagai satu- satunya organ yang mengurus dan mengelola perseroan. Setelah rapat umum pemegang saham menyetujui pengangtkatan direksi perseroan, maka (seluruh) pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan direksi perseroan, oleh karena itu maka direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya tersebut untuk dipergunakan dalam kapasitasnya, untuk merugikan kepentingan satu atau lebih pemegang saham tertentudalam perseroan, khususnya pemegang saham minoritas, meskipun tindakan yang dilakukannya tersebut baik bagi perseroan, menurut pertimbangannya.

3. Duty to retain discretion

  Direksi dalam undang-undang dan anggaran dasar dan kadangkala melalui RUPS telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya, walaupun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah direksi kemudian melakukan pembatasan dini, atau membuat suatu perjanjian yang akan ataupun dapat mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidaklah berarti direksi tidak boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan pendahuluan (seperti misalnya memorandum of understanding, letter of

  

intend ) dan sebagaimana sebelum suatu perjanjian yang mengikat dibuat dan ditandatangani. Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan ditandatangani, direksi sudah harus memiliki suatu pandangan, sikap dan kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat bagi kepentingan perseroan semata-mata.

4. Duty to avoid conflict of interest

  Dalam konsep fiduciary duty ini. Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari dibuat, diadakan, dan ditandatanganinya perjanjian, atau dilakukannya perbuatan yang menyebabkan direksi tersebut ditempatkan dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan (not an arms length ).

  transaction

  Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah direksi memperoleh keuntungan dari perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi direksi, secara tidak layak. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan cara mencegah direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan.

  Selanjutnya Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of

   Directors mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty yaitu : 1.

   Duty to act in good faith (kewajiban bertindak dengan jujur); 2. Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill

  (kewajiban untuk mengelola urusan perusahaan dengan

  and care 118 derajat kemampuan dan kepedulian yang benar) ; Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op.

  Cit ., Hlm 47

  3. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms (kewajiban untuk bertindak tepat dalam

  syarat konstitusi dan mememuaskan diri sendiri dari syarat tersebut); 4. Duty to act within the scope of any given authority for proper

  purpose (kewajiban bertindak dalam bidang yang diberikan

  kewenangannya untuk tujuan tertentu); 5.

   Duty to act personally (kewajiban bertindak secara pribadi); 6. Duty not to take personal benefit/profit (kewajiban untuk tidak

  mengambil keuntungan pribadi); 7. Duty to secure the proper and effective use of property (kewajiban untuk menggunakan fasilitas dengan benar dan efektif).

C. Tuntutan Terhadap Pelanggaran Fiduciary Duty

  Berkaitan dengan gugatan pemegang saham perseroan, perlu dibedakan

  

  adanya 3 jenis gugatan yang diatur dalam UUPT, yaitu seperti berikut : a.

  Gugatan pemegang saham yang menggunakan lembaga derivative action b.

  Gugatan pemegang saham yang bersifat keperdataan c. Gugatan pemegang saham berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS 1.

   Derivative Action

  Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of

  

Appeal . Dalam kata tersebut mengandung arti : “the individual shareholder is

enforcing a right which is not his or hers but rather is “derived from” the

  (artinya: pemegang saham individu menyelenggarakan sebuah hak

  company”

  yang bukan miliknya tetapi lebih “diperoleh dari” perusahaan. Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Supreme Court Rules) sebagai: “begun by writ by one or more shareholders of a

  

company where the cause of action is vested in the company and relief is

119 Try Widiyono,Op Cit., Hlm 51

  

accordingly sought on its behalf”. Ini berarti dalam derivative action, seorang

  atau lebih pemegang saham, diberikan hak, untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan surat gugatan terhadap anggota Direksi Perseroan, yang telah melakukan pelanggaran terhadap

  

fiduciary duty nya. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang

  diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham untuk kepentingannya sendiri

  

  sebagai pemegang saham dalam perseroan . Selanjutnya dikatakan oleh Davies bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative

  

action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah

  suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan bahwa derivative action hanya dapat dilaksanakan dan berlangsung secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan (as a matter of court’s discretion). The court

  

thought that the standing of the plaintiff to bring the derivative action should be

decided as a preliminary matter before the trial of the action . (artinya:

  pengadilan berpikiran bahwa pendirian penggugat untuk melakukan gugatan 120 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit.

  hlm 67 121 Ibid. derivatif seharusnya ditentukan sebagai masalah persiapan sebelum percobaan tindakannya.) Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama Perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang memungkinkan dilakukannya derivative action

  

  : a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative

  

action , jika yang digugat merupakan tindakan atau perbuatan anggota direksi

  yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution); b.

  Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan (karena merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai “fraud on the minority”), derivative action hanya berhasil apabila anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty tersebut merupakan anggota Direksi yang dominan dan memegang kendali dalam Perseroan, dan dalam hal tertentu telah disetujui oleh sebagian besar pemegang saham.

  Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian (remedy) yang paling penting, dimana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk meminta pertanggung jawaban Direksi, karyawan, maupun pemegang saham mayoritas atas kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan

  122 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm

  44

  (mismanagement), pengalihan harta kekayaan Perseroan, dan tindakan manipulasi

   yang merugikan Perseroan .

  Menurut Cox, O’Neal, dan Hazen, gugatan-gugatan berikut ini termasuk gugatan

  

  derivatif : a.

   An action seeking recovery due to managerial misconduct, producing a proportionate decline in the company’s shares such as the waste of corporate assets or usurpation of corporate opportunities; b. An action against the purchaser of corporate assets seeking rescission of sale; c.

   An action where the corporation has purchased or sold securities and the Individual shareholder is precluded from relief because he is neither a purchaser nor seller of securities; d. An action to recover for injuries to corporate assets caused by fraud or by third parties; e.

   An action to recover damages for an ultra vires act; f. A suit to compel the directors to dissolve the corporation due to director misconduct; g.

   An action on a contract between the corporation and a third party.

  (Artinya: a.

  

Sebuah tindakan mencari ganti rugi atas perbuatan jahat pengelola,

  menghasilkan penurunan yang sebanding dari saham perusahaan seperti sisa dari aset perusahaan atau perebutan dari kesempatan perusahaan;

  b.

  

Sebuah tindakan melawan pembeli aset perusahaan yang mencari

  membatalkan pembelian; c.

  

Sebuah tindakan dimana perusahaan telah membeli atau menjual jaminan dan

  individu pemegang saham dihalangi dari pertolongan, karena ia bukan pembeli maupun penjual jaminan;

  d.

  

Sebuah tindakan mengganti rugi kerugian kepada aset perusahaan karena

  kelalaian dari pihak ketiga; e.

  

Sebuah tindakan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari tindakan di

  luar maksud dan tujuan perseroan; f.

  

Sebuah gugatan untuk memaksa direktur untuk membubarkan korporasi

  didasarkan pada perbutan jahat direktur; g.

  

Sebuah tindakan dalam sebuah kontrak antara perusahaan dengn pihak ketiga.)

123 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit. hlm 70 124 Ibid.

  2. Fraud On Minority Lipton dalam Understanding Company Law mengatakan bahwa termasuk dalam kategori fraud on minority adalah keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang tidak dilakukan dengan “Bona fide for the benefit of the

  company as a whole ”, yaitu keputusan yang : a.

  Mengambil alih harta kekayaan Perseroan b.

  Mensahkan tindakan direksi yang melanggar fiduciary duty; Seperti telah dijelaskan di atas, secara umum dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham berhak untuk mensahkan setiap tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun demikian ternyata tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham mengikat pemegang saham minoritas. Atas tindakan-tindakan anggota Direksi yang mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan Perseroan dapat digugat oleh pemegang saham minoritas.

  c.

  Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui mekanisme dilusi secara tidak sah.

D. Kaitan Fiduciary Duty Dengan Pranata Hukum Lain

  Pemberlakuan prinsip fiduciary duty akan banyak bersentuhan dengan prinsip pranata-pranata hukum lain, sehingga berbagai pranata hukum tersebut akan berlaku secara berbarengan. Di samping itu, fungsi direksi sebenarnya unik, dalam arti bahwa hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya dapat dilihat dari berbagai segi dalam struktur teori hukum. Misalnya dari segi

  fiduciary duty , keagenan, pelayan (servant) terhadap perusahaan, dan hukum

  perburuhan atau sebagai profesional yang mandiri, seperti juga hubungan antara

  

  seorang lawyer/akuntan dengan kliennya 1.

  Direksi sebagai pemegang amanah (Trustee) terhadap perseroan 125

  

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit.,Hlm 53 Dalam teori ilmu hukum perusahaan dapat dilihat bahwa sebenarnya asal muasal dari teori fiduciary duty dari direksi bersumber dari hukum tentang trust, sehingga direksi perseroan mempunyai kedudukan sebagai trustee terhadap perusahaannya. Karena kedudukannya sebagai trustee maka dia mempunyai

  

fiduciary duty yang bersumber dari ikatan hukum direksi dengan perseroan yang

disebut dengan hubungan fiduciary (fiduciary relation) .

  Sebagai trustee, maka direksi perseroan haruslah menjalankan fiduciary

  

duty, di mana kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), atau itikad

  baik, atau loyalitas dari direksi tersebut terhadap perusahaan yang dipimpinnya haruslah dengan “derajat yang tinggi”(high degree).dikatakan sebagai Trustee

   karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan .

  Namun demikian, menurut teori hukum perseroan, kedudukan direksi dari suatu perseroan tidaklah persis sama dengan kedudukan trustee dalam hukum trust.

  Pada prinsipnya, kedudukan direksi perseroan dalam hukum sangat unik. Mirip dengan kedudukan beberapa pranata hukum yang lain, seperti trustee, agen, pemegang kuasa, ataupun pekerja, tetapi tidaklah persis sama dengan kedudukan semua pihak tersebut di atas.dengan demikian, tidak mengherankan jika terdapat banyak perbedaan antara kedudukan direksi sebagai trustee terhadap perseroan dengan trustee terhadap beneficiary dalam pengertian teknis yang terdapat dalam

  

  hukum tentang trust. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : a.

  Dari segi luasnya tanggung jawab b.

  Luasnya kewenangan 126 127 Ibid. 128 Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Op Cit. Hlm 65

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit. hlm 54 c.

  Luasnya prinsip kepedulian, loyalitas dan keterampilan Pemberlakuan prinsip fiduciary duty kepada direksi perseroan mengharuskan direksi dalam menjalankan tugasnya memenuhi kriteria-kriteria

  

  sebagai berikut : a.

  Harus selalu beritikad baik b.

  Harus jujur (honest) kepada perseroan c. Memiliki skill yang wajar seperti yang dimiliki secara wajar oleh umumnya orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sama dengannya.

  d.

  Mempedulikan perseroan (Duty of Care) e. Loyalitas (loyalty) yang tinggi f. Mengambil keputusan yang reasonable secara bisnis, sungguhpun mungkin bukan keputusan yang optimal.

2. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan keagenan

  Direksi dikatakan sebagai agen ketika direksi bertindak keluar untuk dan

  

  atas nama Perseroan Terbatas . Karena itu, adalah logis jika beberapa prinsip hukum keagenan berlaku juga terhadap direksi dalam menjalankan tugasnya yang demikian. Misalnya, berlaku prinsip bahwa seorang agen tidak dibenarkan memperoleh keuntungan tersembunyi (secret profit). Hal ini saling mengait dengan prinsip fiduciary duty, sebab sebagaimana telah dijelaskan bahwa hubungan fiduciary sebagai konsekuensi logis dari eksistensi teori fiduciary duty tersebut terdapat bukan hanya dalam hubungan hukum antara trustee dengan

  

beneficiary , melainkan juga dalam berbagai hubungan hukum lainnya, termasuk

  hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya atau hubungan hukum antara agen dengan prinsipalnya. Dengan demikian, jika diakui bahwa direksi dalam batas-batas tertentu berkedudukan sebagai agen perseroan, demi hukum (by 129 130 Ibid.

  Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Loc Cit.

  

the operation of law ) prinsip fiduciary duty ikut tertarik juga untuk berlaku,

  terlepas apakah hukum perseroan yang bersangkutan mengakui atau tidak

  

  terhadap berlakunya prinsip fiduciary duty dalam hukum perseroannya . Akan tetapi, eksistensi hubungan fiduciary duty dari direksi tidak hanya ketika dia bertindak sebagai agen dari perseroan, tetapi juga dalam pelaksanaan manajemen secara keseluruhan. Seperti telah dijelaskan bahwa direksi mempunyai fungsi tidak hanya sebagai representasi (mewakili) perseroan yang kepadanya berlaku prinsip-prinsip hukum keagenan, tetapi juga direksi memiliki fungsi manajemen, yang terhadap fungsi ini tidak berlaku prinsip keagenan, tetapi prinsip fiduciary

   duty tetap berlaku .

  Hukum di negara-negara Eropa Kontinental memang lebih menekankan direksi dalam hubungan dengan prinsip keagenan dari prinsip fiduciary. Jadi, di negara-negara Eropa kontinental, direksi lebih dianggap sebagai agen ketimbang

  

trustee dari perusahaan yang dipimpinnya. Konsep direksi sebagai agen dari

  perseroan ini berasal dari hukum Prancis, tepatnya dari UU Perusahaan Prancis tahun 1867, yang menganggap direktur hanya sebagai agen (mandataries) dari perseroan sehingga kekuasaan direksi diatur oleh hukum keagenan (mandat). Pendekatan keagenan terhadap direksi model Prancis ini diikuti juga oleh banyak negara Eropa lainnya.

  Pendekatan hukum keagenan terhadap direksi juga dilakukan oleh hukum Jerman sungguhpun dengan pengertian dan konsep yang berbeda dengan sistem Prancis. Sistem hukum Jerman, yang lebih complicated tersebut, dengan berbagai 131 132

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit.,Hlm 57 Ibid. modifikasi kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya seperti Swiss dan

   Italia .

3. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan hubungan perburuhan

  Sungguhpun sampai batas-batas tertentu seorang direksi dapat dikategorikan sebagai “pekerja” dalam suatu perseroan, sehingga sampai batas- batas tertentu hukum tenaga kerja berlaku kepadanya, dimana direksi sebagai buruh dan perseroan (bukan pemegang saham) adalah sebagai majikannya.

  Sehingga sering juga dikatakan bahwa direksi adalah the officer of the company. Akan tetapi, direksi bukanlah pekerja (worker) atau buruh (labor) dalam arti yang

  strict . Kedudukan hukum dari direksi lebih mendekati kedudukan para profesional

  (seperti lawyer, akuntan), sehingga dia berkedudukan mandiri terbebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk perubahan-perubahan yang fundamental dari perseroan merupakan kewenangan organ perusahaan yang lain, atau setidak- tidaknya memerlukan persetujuan dari organ perusahaan yang lain tersebut seperti dari komisaris atau rapat umum pemegang saham. Perubahan fundamental tersebut misalnya perubahan anggaran dasar, merger dan akuisisi, penjualan sebagian besar aset perseroan, dan lain-lain.

  Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaan yang dapat memaksa direksi untuk melakukan tugas fiduciary tersebut. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus

  133 Ibid., hlm 58. memperhatikan kepentingan stakeholders seperti pihak pemegang saham dan

   buruh perseroan .

4. Antara Fiduciary Duty direksi dengan hubungan profesional

  Hubungan fiduciary antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya juga mirip hubungan fiduciary antara pihak profesional (seperti lawyer, kurator, akuntan, dokter, konsultan dan lain-lain) dengan klien/customernya. Masing- masing mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan klien/customer-nya dengan baik. Namun demikian, sungguhpun tanggung jawab hukum antara direksi perseroan dengan pihak profesional serupa, tetapi ada perbedaan yang mencolok antara tanggung jawab keduanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan tersebut terletak pada derajat tanggung jawabnya. Umumnya diakui dalam ilmu hukum perseroan bahwa tanggung jawab hukum dari pihak profesional relatif lebih tinggi dari tanggung jawab direksi kepada perusahaannya. Hal ini

  

  disebabkan adanya keadaan-keadaan sebagai berikut : a.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, TBK.)

8 117 131

Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty Of Loyalty Dan Duty Of Care Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 40 127

Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2 51 107

Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 90 158

Tinjauan Yuridis Mengenai Prinsip Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham

3 44 131

Prinsip Fiduciary Duty Terhadap Pertanggungjawaban Direksi Bank Dalam Pembayaran Letter Of Credit

1 61 151

Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Pembagian Dividen Interim Berdasarkan UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 37 97

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Jenis Perjanjian - Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas (PT) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada PT. Indonesia Traning Company Medan)

0 0 22

Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, TBK.)

0 0 9