Tinjauan Yuridis Mengenai Prinsip Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP

PARA PEMEGANG SAHAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh gelar Sarjana Hukum

BERNARD A.L NIM : 030200229

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP

PARA PEMEGANG SAHAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

BERNARD A.L NIM : 030-200-229

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof.Dr.Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello, SH.MS Ramli Siregar, SH, M.Hum NIP. 131 764 556 NIP. 132 810 10

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Coorporate Social Responsibility di dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada argumen bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang

Di Indonesia sendiri, muncul Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak paru pengaturan CSR yang mengatur CSR di dalam pasal 74. selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang terebut disahkan. Salah satu mendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia uaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga besikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum noramtif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada baha hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khuusnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (social orporate reponsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ eprseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibility pada perseroan dan pemegang saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menentukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan pesoalan ini dalam perspeksif hukum eprdata khususnya yang terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (sosial corporate responsibiluty) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip ficduciary responsibiiuty pada perseroan dan pemegang saham. Terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip diducioary responsiblity pada perserpan dan pemegang saham

Dalam sosial Korporasi (Coorporate Social Responsibility), tanggung jawab Fiduciary terhadap para pemegang saham adalah harus dipahami oleh perusahaan bahwa pada dasarnya kepentingan perseroan tidak lagi boleh bergerak terbatas hanya pada kepentingan pemegang saham ataupun karyawan myang terlibat di dalamnya, tetapi lebih dari itu kepentingan sosial masyarakat juga ada di dalamnya, walaupun oleh karena itu, yang penting untuk dilakukan oleh perusahaan adalah tata cara yang dapat mendorong korporasi bersedia untuk mengorbankan keuntungan guna kepentingan sosial walaupun perusahaan apa yang disebut sebagai fiduciary resposibilities (kewajiban memberikan keuntungan) kepada para pemegang saham.


(4)

KATA PENGANTAR

Syukur penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diseleaikan.

Skripsi ini berjudul : ”Tinjauan Yuridis Mengenai Prinsip Tanggung

Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham”, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan (Dagang).

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH selaku Pembantu dekan II Fakultas Hukum Fakultas Hukum USU.

4. Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku pemabntu dekan III Fakultas Hukum Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai


(5)

Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Ramli Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana penulis menimba ilmu selama ini.

8. rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

Demikian penulis sampaikan, kiraya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan, Februari 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 23

G. Sistematika Penulisan... 24

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 27

B. Dasar Hukum dan Peraturan mengenai Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 32

C. Manajemen Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) ... 38

D. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Gerakan Sosial Perusahaan ... 42

E. Kaitan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dengan bidang hukum lainnya ... 44

BAB III PRINSIP FIDUCIARY RESPONSIBILITY DI PERSEROAN TERBATAS TERHARAP PARA PEMEGANG SAHAM A. Tinjauan Umum Mengenai Organ Perseroan Terbatas ... 50


(7)

B. Tinjauan Umum Mengenai Pemegang Saham di Dalam Perseroan Terbatas ... 76 C. Prinsip Fiduciary Responsibility Dalam Perseroan

Terbatas ... 81

BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY) DI INDONESIA SEHUBUNGAN

DENGAN FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM

B. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 93 C. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social

Responsibility) sebagai Bentuk Akuntabilitas Korporasi... 99 D. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social

Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang Saham. ... 103 E. Perkembangan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial

Korporasi (Corporate Social Responsibility) di negara-negara di dunia. ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 116 B. Saran ... 117


(8)

ABSTRAK

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Coorporate Social Responsibility di dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada argumen bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang

Di Indonesia sendiri, muncul Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak paru pengaturan CSR yang mengatur CSR di dalam pasal 74. selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang terebut disahkan. Salah satu mendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia uaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga besikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum noramtif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada baha hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khuusnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (social orporate reponsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ eprseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibility pada perseroan dan pemegang saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menentukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan pesoalan ini dalam perspeksif hukum eprdata khususnya yang terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (sosial corporate responsibiluty) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip ficduciary responsibiiuty pada perseroan dan pemegang saham. Terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip diducioary responsiblity pada perserpan dan pemegang saham

Dalam sosial Korporasi (Coorporate Social Responsibility), tanggung jawab Fiduciary terhadap para pemegang saham adalah harus dipahami oleh perusahaan bahwa pada dasarnya kepentingan perseroan tidak lagi boleh bergerak terbatas hanya pada kepentingan pemegang saham ataupun karyawan myang terlibat di dalamnya, tetapi lebih dari itu kepentingan sosial masyarakat juga ada di dalamnya, walaupun oleh karena itu, yang penting untuk dilakukan oleh perusahaan adalah tata cara yang dapat mendorong korporasi bersedia untuk mengorbankan keuntungan guna kepentingan sosial walaupun perusahaan apa yang disebut sebagai fiduciary resposibilities (kewajiban memberikan keuntungan) kepada para pemegang saham.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Empat tahun belakangan ini corporate social responsibility atau CSR memang sedang menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara tentang CSR dan semuanya bagus serta perusahaan yang melakukan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak. Namun upaya sosialisasi harus terus dilakukan agar lebih banyak perusahaan menyadari dan memahami pentingnya CSR. Memang diakui, di satu sisi sektor industri atau korporasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain ekploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industri seringkali menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang parah. Karakteristik umum korporasi skala-besar biasanya beroperasi secara enclave atau terpisah, dan melahirkan apa yang disebut perspektif dual society, yaitu tumbuhnya dua karakter ekonomi yang paradoks di dalam satu area. Ekonomi tumbuh secara modern dan pesat, tetapi masyarakat ekonomi justru berjalan sangat lambat. Kehidupan ekonomi masyarakat semakin involutif, disertai dengan marginalisasi tenaga kerja lokal. Hal ini terjadi karena basis teknologi tinggi menuntut industri lebih banyak menyedot tenaga kerja terampil dari luar masyarakat setempat sehingga tenaga-tenaga kerja lokal yang umumnya berketerampilan rendah menjadi terbuang. Keterpisahan (enclavism) inilah yang kemudian menyebabkan hubungan industri dengan masyarakat menjadi tidak harmonis dan diwarnai berbagai konflik.


(10)

CSR sebenarnya lebih berorientasi pada masyarakat dan bisnis. Apakah itu sektor bisnis swasta yang didasarkan pada kepemilikan pribadi yang melulu mengejar profit atau dapat juga diberi tanggung jawab pada atas hak masyarakat umum, mengingat pengaruh bisnis ini begitu besar. Bisnis sendiri selalu berplatform pada tujuan menumpuk keuntungan dan kekayaan. Tanggung jawab sosial yang dibebankan pada sektor bisnis akan mengurangi pencapaian tujuan penumpukan profit.

Setelah teruji selama beberapa dekade, terlihat bahwa terjadi malfungsi bisnis dan kegagalan mekanisme pasar. Sistem ekonomi yang lebih mengarah pada pendekatan kapitalis maupun sosialis ternyata tidak mampu mencapai alokasi faktor produksi secara efisien, artinya mekanisme pasar ini tidak mampu memberikan kesejahteraan sosial yang optimal.

CSR dapat diartikan sebagai komitmen industri untuk mempertanggung-jawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkunganya. Melaksanakan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kecenderungan akhir-akhir ini di Indonesia banyak korporasi industri telah menjalankan prinsipprinsip CSR dalam tataran praktis, yaitu sebagai pengkaitan antara pengambilan keputusan dengan nilai etika, kaidah hukum serta menghargai manusia, masyarakat dan lingkungan.

Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan


(11)

hukum, prinsip etis dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini ditutup.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah ini ke dalam sebuah skripsi khususnya untuk membahas masalah corporate social responsibility terkait dengan pertanggungjawaban organ perseroan dalam hal ini direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility kepada perseroan dan para pemegang saham.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagaimana yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Bagaimana Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang Saham.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut :


(12)

1. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagaimana yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengetahui Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang Saham.

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoretis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan kaitannya pertanggungjawaban organ perseroan dalam hal ini direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility kepada perseroan dan para pemegang saham.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang asuransi khususnya untuk perdagangan yang dilakukan melalui internet. Seperti yang diketahui bersama, Kerusakan lingkungan terus-menerus meluas di negeri ini, kemiskinan, dan pengangguran terus bertambah. Kemelut tersebut menjadi tantangan bersama yang harus dijawab pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. Ernst & Young meyakini,


(13)

prinsip-prinsip kewirausahaan yang membuat pelaku usaha mampu mengatasi kerumitan prosedur birokrasi dan berkelit dari tekanan dan tantangan pasar seharusnya dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Uniknya, sepanjang penyelenggaraan program penghargaan Ernst & Young Entrepreneur of the Year, komitmen terhadap perbaikan lingkungan sosial diidentifikasi sebagai karakter yang menonjol pada pengusaha-pengusaha sukses di berbagai negara. Oleh karena itu, mulai tahun ini Ernst & Young menambahkan satu kategori dalam program penghargaannya, yakni Social Entrepreneur of the Year. Tentu saja tujuannya untuk mendorong para pengusaha untuk berlomba-lomba dengan komitmen penuh untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Akan tetapi, potensi dunia bisnis untuk menjalankan perubahan sosial melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak dapat tercapai optimal jika aturan tidak ditegakkan, bahkan oleh penegak hukum. Kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, dan komunitas hanya dapat berjalan jika ada kepercayaan dan sikap keterbukaan.

D. Keaslian Penelitian

Pembahasan skripsi ini dengan judul :” Tinjauan Yuridis Mengenai

Prinsip Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham”, adalah masalah yang sebenarnya sudah

sering kita dengar. Namun yang dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai masalah tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan kaitannya pertanggungjawaban organ perseroan


(14)

dalam hal ini direktur sesuai dengan asas fiduciary responsibility kepada perseroan dan para pemegang saham.

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan a. Pengertian Perseroan

Perseroan terbatas pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama “Naamioze Vennootschap” (NV). Naamioze berarti tanpa nama, yang maksudnya dalam hal pemberian nama perusahaan tidak memakai salah satu nama anggota persero, melainkan menggunakan nama perusahaan berdasarkan tujuan dari usahanya.1

Sebenarnya, arti istilah Naamioze Vennootschap tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamioze Vennootschap, diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan

1

Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 90.


(15)

yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada saham-saham yang dimilikinya. Jadi, istilah perseroan terbatas lebih tepat daripada istilah Naamioze Vennootschap, sebab arti “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamioze Vennootschap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat perseroan secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hamper mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu Company Limited by Shares”. Perseroan terbatas ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Societe Anonyme .2

a. Adanya kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing pendiri perseroan terbatas (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah modal sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan terbatas.

Dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur mengenai perseroan terbatas, tidak ditemukan pengertian perseroan terbatas. Akan tetapi, dari Pasal-Pasal 36, 40, 42 dan 45 KUHD dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan terbatas mempunyai unsur-unsur, sebagai berikut :

b. Adanya pemegang saham (persero) yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya. Para pesero ini tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perseroan terbatas yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, yang berwenang mengangkat, memberhentikan sementara atau memberhentikan Direksi atau

2

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 47.


(16)

Komisaris, menetapkan kebijakan umum perseroan terbatas yang akan dijalankan oleh Direksi, dan menetapkan kewenangan atau hal-hal lainnya yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.

c. Adanya pengurus, yang dinamakan dengan Direksi dan Pengawas, yang dinamakan Komisaris yang juga merupakan organ perseroan terbatas, yang tugas, kewenangan dan kewajbiannya diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas atau Keputusan RUPS.3

Bila diperhatikan lebih lanjut unsur-unsur perseroan terbatas di atas, menurut KUHD Perseroan Terbatas juga badan hukum. Berbeda dengan UU No. 40 Tahun 2007, yang dalam Pasal 1 angka 1 memberikan pengertian perseroan terbatas sebagai berikut : “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hokum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Dari bunyi Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas merupakan badan hukum. Namun, tidak berarti setiap badan hukum adalah perseroan terbatas. Di sini UU No. 40 Tahun 2007 secara tegas menyatakan bahwa perseroan terbatas merupakan suatu badan hkum, yaitu suatu badan hukum yang bertindak dalam lalu lintas hukum sebagai subjek hukum dan memiliki kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya.

3


(17)

KUHD tidak secara tegas menyatakan perseroan terbatas sebagai badan hukum. Namun, bila perhatikan dalam Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) KUHD, perseroan terbatas juga merupakan badan hukum. Pasal 40 ayat (2) KUHD menyatakan bahwa : ”para pemegang saham tidak bertanggung jawab untuk lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu”. Kemudian Pasal 45 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa : ”tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih daripada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka, dengan sebaik-baiknya, merekapun karena segala perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri tidak terikat kepada pihak ketiga”.

Dengan demikian, baik menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maupun KUHD ciri utama suatu badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas adalah adanya harta kekayaan yang dipisahkan antara harta kekayaan perseroan dan harta kekayaan pribadi para pemegang saham (persero). Persero tidak bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan juga tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya. Prinsip ini dalam hukum perseroan dinamakan dengan the doctrine of separate legal personality of a company atau the principle of the company’s separate legal personality, yang disingkat dengan sebutan doctrine of separate corporate personality.4

Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui ”wakilnya”. Untuk itu ada yang disebut ”agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan

4

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 1997), hal. 52.


(18)

atas nama perseroan. Karena itu, perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau natuurlijke persoon, dia bisa menggugat maupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.5

Kendati kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sangat penting dalam perseroan terbatas, KUHD tidak banyak mengaturnya. Bahkan, mengadakan RUPS saja tidak diharuskan.

b. Organ-Organ Perseroan

6

Padahal organ perseroan terbatas lainnya, yakni direksi dan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Walaupun demikian, karena dirasa amat pentingnya keberadaan RUPS ini, keharuskan untuk melaksanakan RUPS tersebut dalam praktik biasanya diatur secara rinci dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan terbatas yang bersangkutan. Karena itu, kekuasaan, kewenangan, kewajiban dan tugas RUPS serta hal lainnya yang berkaitan dengan RUPS dapat dijumpai pada akta pendirian atau anggaran dasar perseroan terbatas tersebut.7

RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang kedudukannya sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, sehingga

5

Ibid.

6

Purwosutjipto, Op.cit, hal. 129.

7

A. Chadary ADP, Beberapa Catatan Mengenai Pengaturan Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Majalah Orientasi Pembinaan dan Pengembangan Hukum dan Kemasyarakatan Nomor 4 Tahun XXII, (Banjarmasin : Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat).


(19)

sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Karena itu, penyelenggaraan RUPS merupakan suatu keharusan dan wajib dilakukan. Secara tegas kedudukan hukum RUPS dinyatakan dalam Pasal 1 angka (3) UU No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan : “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris”.

Dari bunyi Pasal 1 angka 3 UU No. 40 Tahun 2007 angka (3) UU No. 40 Tahun 2007 tersebut, dapat diketahui bahwa RUPS merupakan organ tertinggi perseroan terbatas yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Dengan kata lain, RUPS adalah pemegang dan pelaksana kedaulatan tertinggi dalam perseroan terbatas. Putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh Direksi atau Komisaris perseroan terbatas.

Dengan melihat bunyi kalimat “memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris” sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 40 Tahun 2007, sebenarnya kekuasaan RUPS tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh undang-undang perseroan terbatas kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris. Direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dan dari setiap organ termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UU No. 40 Tahun


(20)

2007. Setiap organ diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan terbatas. Instruksi dari organ lain, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi, meskipun diangkat oleh RUPS, sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi, melainkan wewenang yang ada pada direksi bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi perseroan terbatas dalam arti segala sumber kekuasaan yang ada dalam suatu perseroan terbatas tidak lain bersumber dari RUPS kiranya sudah ditinggalkan oleh UU No. 40 Tahun 2007.8

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masing-masing organ perseroan terbatas bersifat mandiri, masing-masing mempunyai kekuasaan dan wewenang yang bersumber pada undang-undang perseroan maupun anggaran dasar. Karena itu, RUPS, direksi maupun komisaris tidak boleh melampaui kekuasaan dan kewenangan yang dipunyai, apalagi mencampuri kekuasaan dan kewenangan dari organ perseroan lainnya. Masing-masing organ perseroan terbatas harus berada dalam koridor kekuasaan dan kewenangannya sebagaimana sudah ditentukan oleh undang-undang perseroan terbatas maupun anggaran dasar. Kekuasaan dan

8

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 58.


(21)

kewenangan masing-masing organ perseroan terbatas itu tidak dapat dilakukan oleh organ perseroan terbatas lainnya.

Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UU No. 40 Tahun 2007 diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian, pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerjasama dari para pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam RUPS. Karena itu, wajarlah jiak RUPS selaku organ perseroan terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang perseroan terbatas maupun anggaran dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang ekslusif (exlusive authorities) RUPS. RUPS juga berhak utnuk memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan atau komisaris.9

Wewenang ekslusif RUPS yang ditetapkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tidak dapat ditidakan selama tidak ada perubahan undang-undang perseroan terbatas. Sedangkan wewenang ekslusif RUPS dalam anggaran dasar semata-mata

Dalam Pasal 63 UU No. 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa :

(1) RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini atau anggaran dasar.

(2) RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan atau direksi dan atau komisaris.

9


(22)

berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang perseroan terbatas.10

Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyetujui atau menolak :

Bila disimak pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007, dapat dijumpai sejumlah kewenangan RUPS yang diberikan oleh undang-undang, yaitu :

1. penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14).

2. pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan terbatas atau pengalihannya (Pasal 31).

3. penetapan penambahan dan pengurangan modal perseroan terbatas (Pasal 34 dan 37).

4. persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan (Pasal 60). 5. penetapan penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan

untuk cadangan perseroan terbatas (Pasal 61 dan 62).

6. pengangkatan, pemberhentian dan pembagian tugas wewenang direksi dan komisaris perseroan terbatas (Pasal 80, 81, 91, 92, 95 dan 101).

7. persetujuan atas penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan terbatas (Pasal 103).

8. penetapan pembubaran perseroan terbatas (Pasal 114).

11

a. rencana perubahan anggaran dasar.

10

Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 65-66.

11


(23)

b. rencana penjualan asset dan pemberian jaminan utang.

c. pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan/atau komisaris. d. laporan keuangan yang disampaikan direksi.

e. pertanggungjawaban direksi.

f. rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. g. rencana pembubaran perseroan.

Selanjutnya perseroan memiliki organ lain, yaitu Direksi dan Dewan Komisaris. Direksi perseroan merupakan organ perseroan yang melaksanakan kegiatan dan kepengurusan perseroan. Ketentuan ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan. Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan ”kebijakan yang tepat” adalah kebijakan yang antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.

Direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpuan dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi


(24)

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS, jika tidak ditetapkan RUPS tersebut, pembagian tugas dan wewenang anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan direksi. Direksi sebagai organ perseroan yang melakukan pengurusan perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan perseroan. Oleh karena itu, jika RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh direksi sendiri.12

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri tetapi berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan usahana berkaitan dengan menghimpun dana/tau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakutan utang kepada masyarakat atau perseroan

Direksi diangkat dan diberhentikan berdasarkan syarat-syarat yang diatur di dalam UU No. 40 Tahun 2007. Secara umum, direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud, wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, yaitu dengan memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun. Selanjutnya dewan komisaris sebagai salah satu organ perseroan lainnya, bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat ini dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

12


(25)

terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.13 Yang dimaksud ”untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud tujuan perseroan”, adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.14

Wineberg dan Rudolph memberi definisi CSR sebagai: “The contribution that a company makes in society through its core business activities, its social investment and philanthropy programs, and its engagement in public policy”. Selanjutnya dikatakan bahwa konsep CSR itu memang agak tumpang tindih, (overlap) dengan konsep (good) corporate governance (CG) dan konsep etika Berbeda dari direksi yang memungkinkan setiap anggota direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi, setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas dewan komisaris, kecuali berdasarkan keputusan dewan komisaris. Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat.

c. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Social Corporate Responsibility)

13

Pasal 108 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

14

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas(UU No. 40 Tahun 2007), (Bandang : Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 130.


(26)

bisnis (EB). Dalam CG kita mengacu pada standar dasar yang bertujuan pada ketaatan (compliance) terhadap peraturan negara maupun aturan internal perusahaan. Etika bisnis lebih luas konsepnya, didasarkan pada nilai-nilai yang melampaui ketentuan atau norma aturan (peraturan). Pada dasarnya CG dan EB fokusnya adalah pada internal perusahaan dan diwujudkan sebagian besar dalam bentuk aturan (rules-based flavour). 15

Sebaliknya, masih menurut Wineberg, CSR itu lebih berdasarkan nilai-nilai (values-based) dan fokusnya keluar (external) perusahaan. Karena itu CSR juga ditujukan pada jajaran stakeholder yang lebih luas. Misalnya, stakeholder internal, seperti: pegawai, pemegang saham; stakeholder eksternal: komunitas, customer, LSM; dan stakehoder lainnya seperti: supplier, kelompok SRI (social responsible investors) dan licensing patners. Dengan demikian dalam SC, perhatian manajemen tidak saja harus ditujukan pada standar dasar ekonomi, tetapi juga pada dampak kegiatan perusahaan itu terhadap lingkungan hidup, komunitas, sekitarnya dan masyarakat pada umumnya.16

Dewasa ini, menghadapi dampak globaslisasi, kemajuan informasi teknologi, dan ketebukaan pasar, perusahaan harus secara serius memperhatikan CSR. Hanya taat kepada peraturan perundang-undangan belum cukup untuk melindungi perusahaan dari berbagai risiko tuntutan hukum, kehilangan partner bisnis maupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk). Tekanan secara nasional dan internasional sedang dan terus akan berlanjut untuk mempengaruhi

15

Mardjono Reksodiputro, Sektor Bisnis (Corporate) Sebagai Subyek Hukum dalam Kaitan dengan HAM, Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Departemen Luar Negeri RI, dengan tema “Peran sektor usaha dalam pemenuhan, pemajuan, dan perlindungan HAM di Indonesia” Hotel Borobudur, Jakarta, tanggal 20 Desember 2004, hal. 2.

16


(27)

perilaku bisnis korporasi. Tekanan ini datang antara lain dari para pemegang saham (yang sadar CSR), LSM, partner-partner bisnis (terutama dari negara yang komuniti bisnisnya peka terhadap CSR) dan advokat yang memperjuangkan kepentingan publik (public interest lawyers).

Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM (NGO), sebagai organisasi nirlaba yang pendukungnya menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan bisnis di Indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak dapat diabaikan. Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah mulai memilih perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR (CSR leadership)

Global Compact telah memasukkan “anti-korupsi” sebagai asas ke-10 (dalam tahun 2003). Dalam tahun yang sama, PBB telah mengeluarkan Konvensi Global Anti-Korupsi, dan yang telah turut ditandatangani pula oleh Indonesia. Dalam pengertian “responsible business practices” di atas, tentunya termasuk pula usaha perusahaan untuk menolak melakukan transaksi yang mempunyai sifat “penyuapan” dan/atau “korupsi”.17

17


(28)

Wacana tentang corporate social responsibility menjadi perhatian yang serius bagi para pebisnis dan birokrat. Hal ini disebabkan oleh perlunya perseroan dan birokrat untuk bersama-sama memikirkan bagaimana cara untuk menyelamatkan dunia. Seperti diketahui bahwa pihak yang berkepentingan terhadap perseroan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal perusahaan. Pearce dan Robinson menyebutkan ada sepuluh pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan yang masing-masing mempunyai kepentingan berbeda dan cara pandang yang berbeda terhadap perusahaan. Kesepuluh pihak yang dimaksud adalah stockholders, creditor, employees, customers, suppliers, governments, unions, competitors, local communities, general public. Kepentingan dan klaim tersebut dapat dikelompokkan ke dalam klaim yang bersifat ekonomi dan non ekonomi. Pearce dan Robinson mengelompokkan tanggung jawab social menjadi empat, yaitu sebagai berikut :18

18

Ketut Budhiarta, Cara pandang UU RI No. 40 Tahun 2007 dan UU RI No. 17 Tahun 2000 terhadap Corporate Social Responsibility (CSR), Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008, hal. 211.

(1) Economic responsibility. Secara ekonomi tanggung jawab perusahaan adalah untuk menghasilkan barang dan jasa kepada masyarakat dengan reasonable cost dan memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dengan menghasilkan barang dan jasa maka perusahaan diharapkan memberikan pekerjaan yang produktif terhadap masyarakat sekitarnya, menyumbangkan sebagian keuntungan dalam bentuk pajak kepada pemerintah.


(29)

(2) Legal responsibility. Di mana pun tempat operasi suatu perusahaan tidak akan dapat melepaskan diri dari aturan dan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang kegiatan bisnis. Peraturan tersebut terutama yang terkait dengan usaha untuk mengontrol perubahan lingkungan dan keamanan konsumen. Untuk melindungi konsumen diperlukan peraturan tentang perlindungan konsumen. Untuk menjaga perubahan lingkungan maka perusahaan harus tunduk kepada undang-undang yang mengatur tentang lingkungan.

(3) Ethical responsibility. Perusahaan didirikan tidak hanya berperilaku legal secara hukum, tetapi juga memiliki etika. Sering kali terjadi perbedaan antara legal dan etika. Bisa jadi sesuatu yang dikatakan legal, tetapi tidak beretika. Perusahaan memproduksi adalah legal, tetapi tidak beretika untuk memasarkan agar semua penduduk merokok. Perusahaan televise adalah legal untuk memutar dan menyiarkan film, tetapi tidak beretika jika film yang diputar berbau porno.

(4) Discretionary responsibility. Tanggung jawab ini sifatnya sukarela seperti public relation activities, menjadi warga negara yang baik, dan tanggung jawab perusahaan lainnya. Melalui public relation yang baik manajer mencoba untuk meningkatkan kesan terhadap perusahaan, barang dan jasa yang dihasilkan. Perusahaan yang menjadi warga negara yang baik akan meningkatkan going concern dan merupakan sarana untuk melakukan promosi. Komitmen manajer untuk melaksanakan tanggung jawab social


(30)

secara penuh memerlukan strategi yang sama dalam menangani masalah social dengan masalah bisnis.

Corporate Social Responsibility sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas bisnis memerlukan penanganan yang menyeluruh mulai dari tahap visi, misi, dan strategi bisnis. Misi suatu bisnis tidak hanya mengidentifikasi barang dan jasa apa yang akan dihasilkan, bagaimana memproduksi, dan bagaimana memasarkan. Akan tetapi, dalam misi perusahaan perlu diakomodasi juga tentang kemungkinan adanya klaim dari exsternal stakeholders yang meliputi kreditor, pelanggan, supplier, pemerintah, serikat kerja, masyarakat lokal, dan kelompok umum lainnya. Dengan mengidentifikasi kepentingan setiap stakeholders dan mempertimbangkan hak dan kewajiban relatif yang berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan, maka going concern perusahaan diharapkan tidak akan terganggu.

Thompson and Strickland menyebutkan bahwa dalam arti luas pemilihan strategi dibatasi oleh hukum, kepatuhan terhadap peraturan pemerintah, apa yang diterima secara sosial dan masyarakat secara umum. Dengan memerinci prioritas social, perhatian masyarakat, persyaratan peraturan, dan regulasi yang berat merupakan bagian dari situasi eksternal yang perlu dianalisis dalam kebanyakan perusahaan. Proses pembuatan strategi perusahaan yang mempertimbangkan tanggung jawab sosial meliputi :19

19

Ibid, hal. 212.

(1) menjaga aktivitas organisasitetap mengacu pada norma yang sesuai dengan kepentingan umum,


(31)

(2) merespons secara positif ekspektasi dan prioritas sosial,

(3) menunjukkan kemauan untuk bertindak tanpa melawan regulasi,

(4) menyeimbangkan kepentingan stockholder dengan kepentingan yang lebih luas dari masyarakat secara menyeluruh, dan

(5) menjadi warga negara yang baik dalam bermasyarakat.

F. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap persoalan tanggung jawab sosial perusahaan (social corporate responsibility) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibilty pada perseroan dan pemegang saham. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah tanggung jawab sosial perusahaan (social corporate responsibility) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terkait dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibilty pada perseroan dan pemegang saham. terkait


(32)

dengan tanggung jawab organ perseroan dalam hal ini direksi dalam prinsip fiduciary responsibilty pada perseroan dan pemegang saham.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Pengertian dan Dasar Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility), Standard Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) di Indonesia, Manajemen Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility), Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Gerakan Sosial Perusahaan dan Kaitan Tanggung Jawab


(33)

Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dengan bidang hukum lainnya.

BAB III PRINSIP FIDUCIARY RESPONSIBILITY DI PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM

Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Tinjauan Umum mengenai Organ Perseroan Terbatas, Tinjauan Umum mengenai Pemegang Saham di Dalam Perseroan Terbatas dan Prinsip Fiduciary Responsibility dalam Perseroan Terbatas

BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN

FIDUCIARY RESPONSIBILITIES PERUSAHAAN

TERHADAP PARA PEMEGANG SAHAM

Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Bentuk Akuntabilitas Korporasi., Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dalam Tanggung Jawab Fiduciary terhadap Para Pemegang Saham dan Perkembangan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) di negara-negara di dunia.


(34)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.


(35)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)

A. Pengertian dan Dasar Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)

Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.

Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.

Dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep


(36)

bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan", dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. 20

Menurut Baker, tanggung jawab sosial adalah bagaimana cara perusahaan mengelola proses bisnisnya untuk menghasilkan segala hal yang positif yang berpengaruh terhadap lingkungannya. Tanggung jawab sosial dapat dikatakan sebagai cara perusahaan mengatur proses produksi yang berdampak positif pada komunitas. Dapat pula dikatakan, sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan untuk meraih keuntungan, baik internal (pekerja, shareholder), maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain). Esensi tanggung jawab sosial. Pada dasarnya, bentuk tanggung jawab sosial perushaan dapat beraneka ragam. Dari yang bersifat charity sampai pada kegiatan yang bersifat pengembangan komunitas (Community Development). 21

Menurut Andi Firman tanggung jawab sosial adalah suatu konsep yang bermaterikan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada

20

http://www.wikipedia.org.

21

A. Martanti Dwifebri, 2007, “Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya ikut serta perbaiki perekonomian bangsa” diakses dari situs


(37)

masyarakat luas, khususnya di wilayah perusahaan tersebut beroperasi. Tanggung jawab sosial dapat berupa program yang memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu dan berprestasi, perbaikan infrastruktur jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan dan olah raga, pendidikan dan pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Termasuk pula memelihara kondisi alam agar tetap dalam kondisi yang sehat dan seimbang. Pada posisi demikian, perusahaan telah ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) masyarakat dari segi ekonomis dan ekologis.22

Menurut Bank Dunia tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.23

Baker menyebutkan bahwa ada dua model penerapan tanggung jawab sosial. Model tersebut adalah: 1) Model Amerika – Tradisional. Model ini lebih bersifat filantropis/karitas. Pada model ini perusahaan mendapatkan laba sebesarbesarnya, melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dan menyumbangkan keuntungannya kepada masyarakat. 2) Model Eropa-Modern. Model ini lebih integrative, memfokuskan diri pada bidang usaha utama perusahaan yang dijalankan dengan tanggung jawab terhadap masyarakat.

Dengan adanya tanggung jawab sosial sebenarnya perusahaan diuntungkan karena dapat menciptakan lingkungan sosial yang baik serta dapat menumbuhkan citra positif perusahaan, tentu hal ini dapat meningkatkan iklim bisnis bagi perusahaan.

24

22

Yenni Mangoting, Biaya Tanggung Jawab Sosial sebagai Tax Benefit, diakses dari situs : Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra

http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting

23

A. Martanti Dwifebri, Op.cit.

24


(38)

CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. 25

Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama dua puluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut.26

25

Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari "A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR" Tanggal 23 Agustus 2006, dapat juga diakses dari situs : http://www.menlh.go.id2/36

26


(39)

Hingga dekade 1980-90 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan-perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata.

Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

Adapun pengaturan CSR di dalam di dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007, diatur sebagai berikut :

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.


(40)

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sedangkan pengaturan di dalam No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal., yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut:“Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.”

Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d disebutkan sebagai berikut: “Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.”

Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan. Kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ketua Umum Kadin, Mohammad S. Hidayat, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha

B. Standard Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru


(41)

dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility.

Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya.

Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para


(42)

stakeholder diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan di emban secara bersama.

CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.

Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan.


(43)

Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on Consumer Policy atau COPOLCO merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategic Advisory Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan pre-conference dan conference bagi negaranegara berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak.

Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000 diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik. ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan Iso 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara: 1) mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2) menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3) memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.


(44)

Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu :27

ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang :

1. Pengembangan Masyarakat 2. Konsumen

3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat 4. Lingkungan

5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia

7. Organisasi Pemerintahan (Organizational Governance)

28

Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan sosial responsibility hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup 7 isu pokok diatas. Dengan demikian jika suatu perusahaan hanya memperhatikan isu tertentu a). Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; b). Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder

c). Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional; d). Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik

kegiatan, produk maupun jasa.

27

Ibid.

28


(45)

saja, misalnya suatu perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan tersebut masih mengiklankan penerimaan pegawai dengan menyebutkan secara khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu, maka sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh. Contoh lain, misalnya suatu perusahaan memberikan kepedulian terhadap pemasok perusahaan yang tergolong industri kecil dengan mengeluarkan kebijakan pembayaran transaksi yang lebih cepat kepada pemasok UKM. Secara logika produk atau jasa tertentu yang dihasilkan UKM pada skala ekonomi tertentu akan lebih efisien jika dilaksanakan oleh UKM. Namun UKM biasanya tidak memiliki arus kas yang kuat dan jaminan yang memadai dalam melakukan pinjaman ke bank, sehingga jika perusahaan membantu pemasok UKM tersebut, maka bisa dikatakan perusahaan tersebut telah melaksanakan bagian dari tanggung jawab sosialnya.

Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi :29

f). Perilaku yang beretika a). Kepatuhan kepada hukum

b). Menghormati instrumen/badan-badan internasional c). Menghormati stakeholders dan kepentingannya d). Akuntabilitas

e). Transparansi

29

Chrysanti Hasibuan, Sekali Lagi, CSR, 10 November 2006, diakses dari situs : http://www.swa.co.id


(46)

g). Melakukan tindakan pencegahan

h). Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia

Ada empat agenda pokok yang menjadi program kerja tim itu hingga tahun 2008, diantaranya adalah menyiapkan draf kerja tim hingga tahun 2006, penyusunan draf ISO 26000 hingga Desember 2007, finalisasi draf akhir ISO 26000 diperkirakan pada bulan September 2008 dan seluruh tugas tersebut diperkirakan rampung pada tahun 2009. Pada pertemuan tim yang ketiga tanggal 15-19 Mei 2006 yang dihadiri 320 orang dari 55 negara dan 26 organisasi internasional itu, telah disepakati bahwa ISO 26000 ini hanya memuat panduan (guidelines) saja dan bukan pemenuhan terhadap persyaratan karena ISO 26000 ini memang tidak dirancang sebagai standar sistem manajemen dan tidak digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO-ISO lainnya.

Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia.

C. Manajemen Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility)

Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada tekanan publik dan politik., tetapi pelaksanaan CSR (khususnya yang dikaitkan


(47)

pada Community Development) telah dianggap pula sebagai “faktor pendukung daya saing” perusahaan bersangkutan. Seperti terungkap dalam suatu survei di tahun 1999 terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka antara lain :

(a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”

(b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan yang hanya menekankan pada: membuat keuntungan, membayar pajak, dan menggunakan tenaga kerja; mereka minta agar fokus perusahaan adalah juga bagaimana menyumbang pada tujuan-tujuan masyarakat secara lebih luas (broader societal goals); dan

(c) perhatian masyarakat sekarang lebih pada “corporate citizenship”, ketimbang hanya pada “brand reputation” dan “financial factors”.

Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

Adapun pengaturan CSR di dalam di dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007, diatur sebagai berikut :


(48)

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Dengan adanya peraturan mengenai penerapan Tanggung jawab sosial ini, perusahaan yang tadinya hanya secara sukarela melakukan kegiatan-kegiatan sosial dalam bentuk apapun, menjadi kewajiban bahkan paksaan karena diatur secara hukum.

Sedangkan pengaturan di dalam No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut:“Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d disebutkan sebagai berikut: “Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.” Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia tersebut


(49)

masih menciptakan kontroversi dan kritikan. Di kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturannya apalagi sanksi di dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha.

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang PT, pada Pasal 74 ayat (2)secara garis besar mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas biaya tanggung jawab sosial, dimana biaya ini dibebankan sebagai biaya perusahaan. Secara lengkap ayat (2) menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM (NGO), sebagai organisasi nir-laba yang pendukungnya menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan bisnis di indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak dapat diabaikan. Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah


(50)

mulai memilih perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR (CSR leadership). Karena itu “faktor pendukung daya saing” juga harus dilihat dari program CSR yang dijalankan oleh perusahaan.

D. Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) sebagai Gerakan Sosial Perusahaan

Salah satu di antaranya diungkap oleh Jennifer A Zerk yang melukiskan bahwa gerakan sosial terbesar dalam periode saat ini adalah gerakan CSR yang memberikan tekanan terhadap multinasional, negara, dan bahkan hukum internasional yang dipandangnya terlalu banyak mengabaikan, jika tidak mau dikatakan sangat miskin, dalam memerhatikan persoalan globalisasiIa berkata, penerimaan terhadap prinsip CSR pada dasarnya bukan terletak pada persoalan hukum, tetapi lebih pada perlawanan ekonomi dan politik. 30

Tak mengherankan ketika RUU PT disetujui untuk disahkan, yang menjadi fokus hanya kegiatan usaha di bidang sumber daya alam, seolah kegiatan usaha di luar itu tidak memberikan dampak sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Seolah kegiatan usaha yang mengambil bahan baku produksi dari alam, seperti furnitur, kosmetik, dan rokok, tak berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan sosial budaya ketika begitu banyak perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dengan upah yang teramat murah. Yang mengherankan adalah ketika banyak negara sudah menganggap CSR sebagai bagian yang melekat dari dinamika

30

(Multinationals and Corporate Social Responsibility, Limitations and Opportunities in International Law, Cambridge Studies in International Law, No 48, Cambridge University Press, 2007).


(51)

korporasi, dunia usaha di Indonesia terus menjerit dan menganggap seolah CSR sebagai beban, bukan soal tanggung jawab.

Inti persoalan kemudian digeser dari masalah prinsip kehidupan manusia dan lingkungannya ke persoalan yang bersifat teknis perusahaan, yang berakhir pada masalah perhitungan antara untung dan rugi. Padahal, CSR berkaitan juga dengan kelangsungan kehidupan setiap korporasi. Meskipun demikian, patut dicatat, memahami persoalan dunia usaha di Indonesia memang membutuhkan pendekatan lebih khusus. Jangan berharap berbicara tentang CSR di belahan Bumi yang lain akan sama nikmatnya jika berbicara soal yang sama dalam konteks Indonesia. 31

Dalam situasi seperti itu, sangat masuk akal jika adopsi terhadap semua prinsip-prinsip yang berlaku di negara yang faktor kelembagaan ekonomi, sosial, Di belahan Bumi yang lain, ketika korupsi dibabat habis dan seluruh mata rantai birokrasi dibereskan dengan memberikan tekanan kepada pemberesan kelembagaan hukum, reformasi birokrasi, remunerasi, dan reformasi hukum berjalan, dunia usaha mulai bergerak pasti dan siap bicara soal CSR dalam konotasi yang pahit sekalipun. Sementara itu, di wilayah Nusantara, pengusaha harus berhadapan dengan semua urusan yang berkonotasi uang, birokrasi yang panjang dan melelahkan, kepastian hukum yang masih menjadi angan-angan, merosotnya daya saing, seretnya kredit dari perbankan, relatif tingginya pajak badan yang dikenakan negara, dan serentetan masalah lainnya yang membuat dunia usaha bagaikan hidup segan mati tak hendak.

31


(52)

budaya, hukum, dan politiknya sudah tertata dengan baik menjadi tak dapat bekerja dengan baik ketika dicoba untuk diterapkan di Indonesia. Masalahnya tidak terletak pada adanya UU PT yang baru, tetapi lebih terletak pada bagaimana pemerintah memberikan ruang yang luas pada kenyamanan berusaha dengan memerhatikan faktor kelembagaan sebagai faktor yang dominan sebelum adopsi terhadap konsep apa pun hendak dijalankan. Bantahan terhadap kelemahan ini dapat dilakukan, tetapi tetap saja akan sia-sia.

E. Kaitan Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) dengan bidang hukum lainnya.

Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

Adapun pengaturan CSR di dalam di dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007, diatur sebagai berikut :

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.


(53)

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan pengaturan di dalam No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut:“Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d disebutkan sebagai berikut: “Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.”

Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan. Di kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturannya apalagi sanksi di dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha.

Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM (NGO), sebagai organisasi


(1)

kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 pihak yang berkepentingan yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat setempat dan kemudian dilaksanakan sendiri oleh masing-masing perusahaan, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain.

2. Upaya perusahaan menerapkan CSR memerlukan sinergi dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan menumbuh kembangkan penerapan CSR di tanah air tanpa membebani perusahaan secara berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU/MAKALAH

Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993)

.

A. Chadary ADP, Beberapa Catatan Mengenai Pengaturan Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Majalah Orientasi Pembinaan dan Pengembangan Hukum dan Kemasyarakatan Nomor 4 Tahun XXII, (Banjarmasin : Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat).

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002)

Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996).

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990).

Centre for European Policy Studies, Corporate Governance in Europe: Report of a CEPS Working Party, 1995, hal. 5

Douglas M Branson, Corporate Governance, The Michie Company, Virginia, 1993, hal. 328.

Gower, LCB, Principles Of Modern Company Law, Sweet & Maxwell, London, 1992, hal. lxxxii.


(3)

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas(UU No. 40 Tahun 2007), (Bandang : Citra Aditya Bakti, 2007).

Ketut Budhiarta, Cara pandang UU RI No. 40 Tahun 2007 dan UU RI No. 17 Tahun 2000 terhadap Corporate Social Responsibility (CSR), Buletin Studi Ekonomi Volume 13 Nomor 2 Tahun 2008.

Mardjono Reksodiputro, Sektor Bisnis (Corporate) Sebagai Subyek Hukum dalam Kaitan dengan HAM, Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Departemen Luar Negeri RI, dengan tema “Peran sektor usaha dalam pemenuhan, pemajuan, dan perlindungan HAM di Indonesia” Hotel Borobudur, Jakarta, tanggal 20 Desember 2004.

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

(Multinationals and Corporate Social Responsibility, Limitations and Opportunities in International Law, Cambridge Studies in International Law, No 48, Cambridge University Press, 2007).

Nindyo Pramono, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Dalam Kaitannya Dengan Peraturan Hukum di Bidang Ekonomi dan Usaha Melikuidasi KUHD secara Keseluruhan, Makalah disajikan pada Seminar Regional Pelaksanaan Undang-Undang Perseroan Terbatas bagi Perkembangan Dunia Usaha di Indonesia, Banjarmasin, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNLAM bekerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia Cabang Kalimantan Selatan, 1995.

---, Tanggung Jawab Dan Kewajiban Pengurus PT (Bank) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan Volume 5 Nomor 3, Desember 2007.

Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang, (Jakarta : Djambatan, 1995).

Pusat Pengkajian Hukum, Pengurus Perseroan: Antara Fiduciary Duties dan Sikap Oportunis, Newsletter No. 38/X/September/1999, hal. 26 – 29.


(4)

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004).

Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri dan Pertanggungjawaban dari Perseroan Terbatas, (Surabaya : Airlangga University Press, 1983), hal. 67.

Ratnawati Prasodjo, Badan Hukum Perseroan Terbatas Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995.

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 1997).

Sutan Remy Sjahdeini, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Jurnal Hukum Bisnis Volume 14, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001).

Sutjipto, Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme Pengurus Perseroan Terbatas. Makalah disajikan pada Seminar Regional Prediksi Pelaksanaan Undang-Undang Perseroan Terbatas bagi Perkembangan Dunia Usaha di Indonesia, Banjarmasin, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNLAM bekerjasama dengan Ikatan Notaris Indonesia Cabang Kalimantan Selatan, 1995.

Syarif Bastaman, Tanggung Jawab Direksi, Komisaris PT dan Beberapa Prinsip Penting Di Dalam UU No. 1/1995, Makalah.

YPPMI & Sinergy Communication, The Essense of Good Corporate Governance, YPPMI & Sinergy Communication, Jakarta, 2002.

B. INTERNET

A. Martanti Dwifebri, 2007, “Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya ikut serta perbaiki perekonomian bangsa” diakses dari situs : 14.235.104/search?q=cache:HN9RRTtGGung


(5)

Chrysanti Hasibuan, Sekali Lagi, CSR, 10 November 2006, diakses dari situs :

(Environmental Protection and the Social Responsibility of Firms, Perspective from Law, Economic and Business, RFF Press, 2005), diakses dari situs : Sumber

Firman And 14 Januari 2008.

Martanti, Dwifebri, A., 2007, “Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya ikut serta perbaiki perekonomian bangs 14.235.104/search?q=cache:HN9RRTtGGung

J:www.isei.or.id/page.php%3Fid%,11/29/20 07

Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, diakses dari situs :

Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari "A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR" Tanggal 23 Agustus 2006, dapat juga diakses dari situs : http://www.menlh.go.id2/36

The Business Watch Indonesia, Desember 2007 3/36

Taqyuddin Kadir, dalam situs :

Yenni Mangoting, Biaya Tanggung Jawab Sosial sebagai Tax Benefit, diakses dari situs : Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting


(6)

C. SURAT KABAR

Jakarta Pos, edisi 17 Juli 2007.

D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Dagang


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Yayasan Sebagai Pemegang Saham Melalui Penyertaan Modal Dalam PT Dikaitkan Dengan Prinsip Piercing The Corporate Veil

3 138 101

Tanggung jawab yayasan sebagai pemegang saham Melalui penyertaan modal dalam perseroan terbatas Dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil

5 119 102

Analisis Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Di Lingkungan Perusahaan (Studi Pada PT. Inalum Asahan)

20 335 133

Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh PT. Lafarge Cement Indonesia Terhadap Masyarakat Lhoknga Provinsi Aceh

10 126 163

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Pt. Perkebunan Nusantara Iiidalam Pemberdayaan Umkm Kabupaten Asahan (Studi Pada Program Kemitraan Pt. Perkebunan Nusantara Iiidistrik Asahan)

4 63 140

Pengaruh pengungkapan corporate social responsibility terhadap profitabilitas dana reputasi perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia)

0 14 133

Tinjauan yuridis terhadap tanggung jawab perusahaan pengakuisisi dalam transaksi leveraged buyout

1 42 0

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) TERHADAP PERSEROAN TERBATAS (Studi di PT. Sri Rejeki Isman Tbk Suko

0 2 17

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TANGGUNG. docx

0 0 10

Corporate Social Responsibility PRODUK

0 0 11