Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, TBK.)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arrasjid, Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Medan:Sinar Grafika, 2000

Asshiddiqie, Jimly dan Safa’at, Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006 Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan

Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2002

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002.

---, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : PT Citra Aditya Bakti, 1995.

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001.

Regar, Moenaf H., Dewan Komisaris-Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Medan : Bumi Aksara, 2000.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan dalam Peraturan Perundang-undangan, Bandung : Nuansa Aulia, 2006.

---, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung : Nuansa Aulia, 2006.

Simanungkalit, Parasian, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas, Jakarta : Yayasan Wajar Hidup, 2006.

Widiyono, Try, Direksi Perseroan Terbatas-Keberadaan, Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004.

Widjaja, Gunawan, 150 Tanya Jawab Tentang Peseroan Terbatas, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.


(2)

---, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.

---, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta : Forum Sahabat, 2008.

---, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta : Megapoin. 2000.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Website

http://en.wikipedia.org/wiki/corporations terakhir kali diakses tanggal 15 Maret 2009

http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty terakhir kali diakses tanggal 8 april 2009

http://els.bappenas.go.id/upload/other/Tanggung%20Jawab%20Hukum%20PT.do c terakhir kali diakses tgl 14 april 2009

http://www.freewebs.com/bedahkulitosmetik/responsibilityliability.htm terakhir kali diakses tgl 14 april 2009

http://nl.wikipedia.org/wiki/Aansprakelijkheid terakhir kali diakses tgl 14 april 2009

http://re-searchengines.com/badriyahamirudin.html terakhir kali diakses tanggal 16 april 2009

http://agusfbn.multiply.com/journal terakhir kali diakses tanggal 27 april 2009 http://www.ukincorp.co.uk/s-2A-company-directors-responsibilities.html terakhir kali diakses tanggal 3 juni 2009

http://en.wikipedia.org/wiki/Fiduciary_duty terakhir diakses tanggal 3 juni 2009


(3)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY

A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab 1. Pengertian Fiduciary Duty

Prinsip Fiduciary Duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi dari perseroan.

Istilah fiduciary duty berasal dari 2 kata, yaitu: a. Fiduciary, dan

b. Duty.

Tentang istilah “Duty” banyak dipakai di mana-mana, yang berarti “tugas”, sedangkan untuk istilah “fiduciary” berasal dari bahasa latin “Fiduciarus” dengan akar kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (“trust”) atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti “mempercayai (“to trust”). Sehingga dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingannya tersebut disebut dengan istilah “beneficiary”. Dalam istilah bahasa Indonesia, orang yang memegang kepercayaan seperti itu disebut sebagai orang yang memegang “amanah”103.

103

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), Hlm. 33


(4)

Seseorang mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity). Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika bisnis yang ditransaksikannya atau uang/properti yang ditangani bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya. Melainkan milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang lain tersebut mempunyai kepercayaan yang besar (great trust) kepadanya. Sementara itu, di lain pihak dia wajib mempunyai itikad baik yang lebih tinggi (high degree of good faith) dalam menjalankan tugasnya. Istilah “fiduciary” ini dipergunakan, baik untuk perjanjian trustee dalam arti “technical trust” maupun untuk jabatan atau hubungan hukum dengan lawyer (dengan kliennya), perwalian (Guardian),

executor, broker, kurator, pejabat publik, atau direktur dari suatu perusahaan (antara direktur dengan perseroannya). Antara pihak yang mempunyai kapasitas

fiduciary (fiduciary capacity) dengan pihak yang diasuhnya atau yang harta bendanya diasuh, terdapat suatu hubungan khusus yang disebut dengan hubungan fidusia (fiduciary relation). Yang dimaksud dengan fiduciary relation adalah suatu hubungan yang timbul baik dari hubungan fiduciary secara teknikal maupun dari hubungan informal yang timbul manakala seorang percaya (trust) atau bergantung (rely) kepada orang lain. Dalam hal ini, seorang percaya kepada orang lain, dimana orang lain tersebut bertindak dengan itikad baik (good faith) dan dengan penghormatan yang baik (due regard) dan fair kepada kepentingan orang lain tersebut104.

104


(5)

Dengan demikian yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan “trustee” yang terbit dari dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak lain yang disebut dengan beneficiary, dimana pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dengan itikad baik yang tinggi,

fair dan penuh tanggung jawab, dalam menjalankan tugasnya dan untuk kepentingan beneficiary, baik yang terbit dari hubungan hukum atau jabatannya selaku trustee (secara teknikal), atau dari jabatan lain seperti lawyer (dengan kliennya), perwalian (guardian), executor, broker, kurator, pejabat publik atau direktur dari suatu perusahaan105.

Selanjutnya dalam http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty dikatakan bahwa Fiduciary Duty adalah106 :

“an obligation to act in the best interest of another party. For instance, a corporation's board member has a fiduciary duty to the shareholders, a trustee has a fiduciary duty to the trust's beneficiaries, and an attorney has a fiduciary duty to a client”.

(Artinya: fiduciary Duty adalah sebuah kewajiban untuk berbuat yang terbaik demi kepentingan dari pihak lain. misalnya, dewan pengurus perusahaan mempunyai fiduciary duty kepada para pemegang saham, seorang yang memegang kepentingan orang lain memiliki fiduciary duty pada pihak yang

105 Ibid. 106

http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty terakhir kali diakses tanggal 8 april 2009


(6)

dipegang untuk kepentingannya, dan seorang pengacara mempunyai fiduciary duty kepada kliennya.)

Dalam http://definitions.uslegal.com/b/breach-of-fiduciary-duty juga disebutkan bahwa107 :

“A fiduciary obligation exists whenever the relationship with the client involves a special trust, confidence, and reliance on the fiduciary to exercise his discretion or expertise in acting for the client. The fiduciary must knowingly accept that trust and confidence to exercise his expertise and discretion to act on the client's behalf.”

“When one person does agree to act for another in a fiduciary relationship, the law forbids the fiduciary from acting in any manner adverse or contrary to the interests of the client, or from acting for his own benefit in relation to the subject matter. The client is entitled to the best efforts of the fiduciary on his behalf and the fiduciary must exercise all of the skill, care and diligence at his disposal when acting on behalf of the client. A person acting in a fiduciary capacity is held to a high standard of honesty and full disclosure in regard to the client and must not obtain a personal benefit at the expense of the client.”

(Artinya : Sebuah kewajiban dari penerima kepercayaan berlaku ketika hubungan dengan klien menyebabkan sebuah kepercayaan khusus, keyakinan, dan kepercayaan terhadap penerima kepercayaan untuk menggunakan kebijaksanaannya atau keahliannya berbuat untuk klien. Penerima kepercayaan tersebut harus diketahui dan diterima bahwa kepercayaan dan keyakinan tersebut untuk menggunakan keahlian dan kebijaksanaan berbuat demi kepentingan klien. “Ketika seseorang setuju untuk berbuat untuk hubungan kepercayaan yang lain, hukum melarang penerima kepercayaan untuk berbuat dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan klien, atau dalam berbuat untuk keuntungan pribadi dalam hubungannya dengan persoalan subjek, klien tersebut

107


(7)

berhak atas usaha yang terbaik dari penerima kepercayaan untuk kepentingannya dan penerima kepercayaan harus menggunakan seluruh kemampuan, perhatian dan ketekunan dari layanannya ketika berbuat untuk kepentingan klien. Seseorang yang berbuat dalam kapasitas kepercayaan berpegang pada standar kejujuran yang tinggi dan menyingkap sepenuhnya dalam penghormatan untuk klien dan tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari biaya klien.)

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa Fiduciary Duty didasarkan pada kepercayaan, dimana pihak yang diberi kepercayaan tidak boleh berbuat dalam cara-cara yang merugikan atau bertentangan dengan kepentingan pemberi kepercayaan.

Henry Campbell Black mengatakan “Fiduciary Duty , a duty to act for someone else’s benefit, while subordinating one’s personal interest to that of other person. It is the highest standard of duty implied by law108, (aritnya:

fiduciary duty adalah suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum.)

Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini, muncul beberapa “pedoman dasar” bagi direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut109:

108

Try Widiyono,Op Cit., Hlm 38 109


(8)

a. Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan;

b. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi bukan hanya harus memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose)

c. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduciary tersebut

d. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum direktur juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perseroan

e. Sungguhpun menyandang tugas sebagai direktur, direktur tetap bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya

f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan, pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business dari direksi

g. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya diawasi dan dibatasi dalam menjalankan tugasnya memberlakukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.


(9)

2. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Ada tiga macam tanggung jawab hukum yaitu tanggung jawab hukum dalam arti accountability, responsibility dan liability. Tanggung jawab dalam arti

accountability adalah tanggung jawab hukum dalam kaitan dengan keuangan, misalnya akuntan harus bertanggung jawab atas hasil pembukuan, sedangkan

responsibility adalah tanggung jawab dalam arti yang harus memikul beban. Tanggung jawab dalam arti liability adalah kewajiban menanggung atas kerugian yang diderita110.

Tanggung-jawab dalam arti responsibility juga diartikan sebagai sikap moral untuk melaksanakan kewajibannya, sedang tanggung-jawab dalam arti

liability adalah sikap hukum untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran atas kewajibannya atau pelanggaran atas hak pihak lain. Joling memberikan pengertian responsibility sebagai "Responsibility refers to the quality of being morally, legally or mentally accountable"(artinya: tanggung jawab berhubungan dengan kualitas untuk menjadi bertanggungjawab secara moral, hukum dan mental), sedangkan Black's Law Dictionary mengartikan responsibility sebagai "the state of being answerable for an obligation, include judgment, skill and capacity" dan liability sebagai "condition of being actually or potentially subject to an obligation; condition of being responsible for a possible or actual loss, penalty, evil expenses or burden; condition with create a duty to perform act immediately or in the future111".

110

http://els.bappenas.go.id/upload/other/Tanggung%20Jawab%20Hukum%20PT.doc diakses tgl 14 april 2009

111

http://www.freewebs.com/bedahkulitosmetik/responsibilityliability.htm diakses tgl 14 april 2009


(10)

http://www.ukincorp.co.uk/s-2A-company-directors-responsibilities.html menjabarkan tanggung jawab direksi dalam arti responsibility dan liability yaitu sebagai berikut112:

Responsibilities: Legislation imposes various obligations on companies, which require the directors to ensure that the company complies with certain minimum requirements, and provides penalties for breach of statutory duties

Liabilities: A director may also incur personal liability under legislation relating to the company, since some legislation provides that not only is the company liable but also any director who knowingly authorised by the company.

(Artinya: Responsibilities: Peraturan menentukan bermacam-macam kewajiban kepada perusahaan, yang memerlukan direktur untuk memastikan bahwa perusahaan patuh dengan syarat minimum tertentu, dan menyediakan sanksi kepada pelanggaran dari kewajiban menurut UU, Liabilities: Direktur juga harus menimbulkan tanggung jawab pribadi dibawah peraturan yang berkaitan dengan perusahaan, sejak beberapa peraturan menetapkan bahwa tidak hanya perusahaan bertanggung jawab tetapi juga direktur yang diketahui telah diberikan kuasa oleh perusahaan.)

Dalam http://nl.wikipedia.org/wiki/Aansprakelijkheid disebutkan bahwa 113

:

Aansprakelijkheid is een begrip uit het burgerlijk recht. Met aansprakelijkheid wordt bedoeld dat de ene persoon gehouden is de schade van een andere persoon te vergoeden. De persoon in kwestie is 'aansprakelijk' voor die schade.

112

http://www.ukincorp.co.uk/s-2A-company-directors-responsibilities.html diakses tanggal 3 juni 2009

113


(11)

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa seseorang yang menerbitkan suatu kerugian harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Sehingga seorang direksi yang merupakan wakil dari perseroan juga harus mengganti rugi atas kerugian yang telah diterbitkannya.

B. Jenis-Jenis Fiduciary Duty

Director Fiduciary Duties After Sarbanes-Oxley mengemukakan ada 4 jenis fiduciary duty, dengan 2 jenis kewajiban pokok yaitu 114:

a. Duty of Loyalty, is a dutyrequires a director, affirmatively and in good faith, to protect the interests of the company and its stockholders, and to refrain from doing anything that would injure the company or deprive the company of profit or an advantage that might properly be brought to the company for it to pursue”

Untuk memenuhi Duty of Loyalty, “a director must act in a manner that he or she believes in good faith to be in the best interest of the company and its stockholders”.

b. Duty of care, is a duty requires a director to perform his or her responsibilities with a care that a reasonably prudent person would exercise under similar circumstances, while acting in an inform manner”. Untuk memenuhi duty of care ini , “a director must proceed with a “critical eye” in assessing information presented to him or her, and with inquisitive nature in confirmning that he or she has been presented with all material information.”

c. Duty of good faith d. Duty of disclosure.

(artinya:

a. kewajiban untuk setia, yaitu suatu kewajiban yang menghendaki direktur, dengan persetujuan dan dengan jujur, melindungi kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya, dan untuk menghentikan perbuatan yang dapat merugikan perusahaan atau mencabut dari perusahaan sebuah keuntungan atau suatu keuntungan yang mungkin dibawa ke perusahaan yang dalam proses. Untuk memenuhi kewajiban untuk setia, seorang direktur harus berbuat dalam cara yang ia percaya dengan jujur merupakan kepentingan terpenting dari perusahaan dan pemegang sahamnya

114

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op. Cit., Hlm 45


(12)

b. kewajiban peduli, adalah sebuah kewajiban yang menghendaki direktur untuk menjalankan tanggung dengan hati-hati yang mana seorang yang berhati-hati dengan alasan akan menggunakan dibawah keadaan yang sama, ketika bertindak dalamcara yang berbeda. Untuk memenuhi kewajiban berhati-hati ini , seorang direktur harus meneruskan dengan pandangan kritisdalam menilai informasi yang diberikan kepadanya, dan dengan sifat ingin taju dalam memastikan bahwa dia telah diberikan semua materi informasi

c. Kewajiban untuk jujur d. Kewajiban keterbukaan)

Duty of Loyalty dan Duty of care adalah 2 jenis kewajiban pokok dan duty of good faith dan duty of disclosure merupakan 2 jenis kewajiban fidusia lain. Dengan demikian di samping pembagian fiduciary duty ke dalam dua jenis kewajiban pokok sebagaimana disebut di atas, perkembangan selanjutnya ilmu hukum juga memperlihatkan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan perkembangan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary duty ini. Ada sebagian pihak yang menyatakan perkembangan kewajiban-kewajiban yang ada sebagai tambahan terhadap fiduciary duty yang sudah ada, namun tidak kurang juga hanya menyatakan tambahan-tambahan tersebut sebagai perkembangan interpretasi dari kedua jenis fiduciary duty yang telah ada115.

Phillip Lipton and Abraham Herzberg membagi fiduciary duty ke dalam

duty of loyalty and good faith(kewajiban setia dan jujur) dan duty to exercise care and diligence(kewajiban peduli dan rajin). Selanjutnya duty of loyalty and good faith dikelompokkan lagi ke dalam, the duty116:

1. To act bona fide in the interest of the company (berbuat dengan jujur untuk kepentingan perusahaan);

115

Ibid. 116

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm 25.


(13)

2. To exercise power for their proper purpose (untuk menggunakan kewenagannya sesuai tujuan);

3. To retain discretion powers(untuk memakai kebijaksanaan);

4. To avoid conflicts of interests(untuk menghindari benturan kepentingan)

1. Duty To act bona fide in the interest of the company

Duty to act bona fide in the interest of the company ini menunjukkan bahwa kewajiban direksi untuk mengurus perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata-mata. Untuk menentukan sampai sejauh mana suatu tindakan telah diambil oleh direksi perseroan yang dilakukan untuk kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dikembalikan kepada direksi perseroan. Direksi perseroan harus memiliki dan mengetahui penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya merupakan sesuatu yang harus dilakukan atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan. Suatu putusan yang dikeluarkan oleh Lord Greene MR dalam smith and Fawcett Ltd [1942] 1 All Er. 542 telah mengambil pertimbangan bahwa

they must exercise their bona fide in what they consider – not what the court may consider – to be in the interest of the company, and not for any collateral purposes”.(artinya: mereka harus menggunakan kejujuran yang mereka pikirkan- bukan yang mungkin dipikirkan pengadilan- untuk kepentingan perusahaan, dan bukan untuk kegunaan lain)

Paul L. Davies mengatakan bahwa selain pemegang saham ada juga kepentingan keuangan lain yang harus diperhatikan yaitu para kreditor. Menurutnya :


(14)

In insolvency, the creditors “become prospectively entitled, through the mechanism of liquidation, to displace the power of the directors and shareholders to deal with the company’s assets. This suggest that the directors’ duties should be seen as being owed to those who have the ultimate financial interest in the company : the shareholders when the company is going concern and the creditors once the company’s capital has been lost.

(artinya: dalam keadaan bangkrut, kreditur-kreditur “ menjadi calon yang berhak, dengan mekanisme likuidasi, untuk menggantikan kewenagan direktur dan pemegang saham untuk memperlakukan aset perusahaan. Ini mengusulkan bahwa kewajiban direksi seharusnya dilihat telah dimiliki oleh siapa yang mempunyai pokok kepentingan di perusahaan : para pemegang saham ketika perusahaan akan diurus dan para kreditur seketika saat modal perusahaan telah hilang)

Paul L. Davies juga menunjukkan perkembangan undang-undang perseroan di Australia, dengan memperlihatkan pada kita semua bahwa sebelum tahun 1980, undang-undang perseroan di Australia tampak semata-mata hanya memperhatikan kepentingan pemegang saham saja. Namun dengan semakin berkembangnya kegiatan dunia usaha yang ditandai dengan makin banyaknya chairman perusahaan-perusahaan terkemuka yang menyatakan bahwa “this company recognises that it has duties to its members, employees, consumers of its product and to the nation”, maka nilai-nilai kepentingan perusahaan pun mulai bergeser menjadi lebih luas hingga meliputi seluruh pihak-pihak yang terkait dengan perseroan, yang antara lain terdiri dari 117:

a. Pemegang saham (shareholders); b. Karyawan atau pegawai (employees); c. Managers;

d. Pelanggan (customers); e. Pemasok (suppliers); f. Kreditor (debtholders) g. Masyarakat (communities); h. Pemerintah(government); Yang disebut dengan nama stakeholder.

117


(15)

2. Duty to exercise power for proper purposes

Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, direksi sebagai satu-satunya organ dalam perseroan yang diberikan hak dan kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama serta bagi perseroan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa jalannya perseroan, termasuk dalam pengelolaan harta kekayaan perseroan bergantung sepenuhnya pada direksi perseroan. Artinya tugas pengurusan perseroan oleh direksi juga meliputi tugas pengelolaan harta kekayaan perseroan. Sebagai orang kepercayaan perseroan, yang diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan, direksi diharapkan agar dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimum bagi pemegang saham perseroan. Lipton dan Herzberg menekankan sekali penting dan luasnya makna duty to exercise power for proper purpose bagi direksi dan perseroan, dengan menyatakan bahwa “directors may breach this duty even if they honestly believe their actions are in the best interest of the company as a whole”

Beberapa persoalan yang sering disoroti sehubungan dengan duty to exercise power for proper purpose ini adalah masalah penerbitan saham baru, pencatatan pengalihan kepemilikan saham dalam perseroan, dan “pencaplokan” perseroan (hostile takeovers). Sebagai trustee bagi perseroan, maka sudah selayaknyalah jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan kepentingan perseroan, direksi harus melakukannya secara benar dan tidak memihak bagi keuntungan atau kepentingan manapun juga


(16)

Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme rapat umum pemegang saham untuk menjadi organ perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang saham yang mengangkat dan mempercayakannya sebagai satu-satunya organ yang mengurus dan mengelola perseroan. Setelah rapat umum pemegang saham menyetujui pengangtkatan direksi perseroan, maka (seluruh) pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan direksi perseroan, oleh karena itu maka direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya tersebut untuk dipergunakan dalam kapasitasnya, untuk merugikan kepentingan satu atau lebih pemegang saham tertentudalam perseroan, khususnya pemegang saham minoritas, meskipun tindakan yang dilakukannya tersebut baik bagi perseroan, menurut pertimbangannya.

3. Duty to retain discretion

Direksi dalam undang-undang dan anggaran dasar dan kadangkala melalui RUPS telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya, walaupun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah direksi kemudian melakukan pembatasan dini, atau membuat suatu perjanjian yang akan ataupun dapat mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan perseroan. Dalam hal ini tidaklah berarti direksi tidak boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu kesepakatan pendahuluan (seperti misalnya memorandum of understanding, letter of intend) dan sebagaimana sebelum suatu perjanjian yang mengikat dibuat dan


(17)

ditandatangani. Pada saat perjanjian yang mengikat tersebut dibuat dan ditandatangani, direksi sudah harus memiliki suatu pandangan, sikap dan kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut hanya memberikan manfaat bagi kepentingan perseroan semata-mata.

4. Duty to avoid conflict of interest

Dalam konsep fiduciary duty ini. Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari dibuat, diadakan, dan ditandatanganinya perjanjian, atau dilakukannya perbuatan yang menyebabkan direksi tersebut ditempatkan dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan (not an arms length transaction).

Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah direksi memperoleh keuntungan dari perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi direksi, secara tidak layak. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan cara mencegah direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan.

Selanjutnya Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of Directors mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty yaitu 118:

1. Duty to act in good faith (kewajiban bertindak dengan jujur);

2. Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and care (kewajiban untuk mengelola urusan perusahaan dengan derajat kemampuan dan kepedulian yang benar) ;

118

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op. Cit., Hlm 47


(18)

3. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms (kewajiban untuk bertindak tepat dalam syarat konstitusi dan mememuaskan diri sendiri dari syarat tersebut);

4. Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose(kewajiban bertindak dalam bidang yang diberikan kewenangannya untuk tujuan tertentu);

5. Duty to act personally (kewajiban bertindak secara pribadi);

6. Duty not to take personal benefit/profit (kewajiban untuk tidak mengambil keuntungan pribadi);

7. Duty to secure the proper and effective use of property (kewajiban untuk menggunakan fasilitas dengan benar dan efektif).

C. Tuntutan Terhadap Pelanggaran Fiduciary Duty

Berkaitan dengan gugatan pemegang saham perseroan, perlu dibedakan adanya 3 jenis gugatan yang diatur dalam UUPT, yaitu seperti berikut119:

a. Gugatan pemegang saham yang menggunakan lembaga derivative action

b. Gugatan pemegang saham yang bersifat keperdataan

c. Gugatan pemegang saham berkaitan dengan penyelenggaraan RUPS

1. Derivative Action

Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Dalam kata tersebut mengandung arti : “the individual shareholder is enforcing a right which is not his or hers but rather is “derived from” the company” (artinya: pemegang saham individu menyelenggarakan sebuah hak yang bukan miliknya tetapi lebih “diperoleh dari” perusahaan. Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Supreme Court Rules) sebagai: “begun by writ by one or more shareholders of a company where the cause of action is vested in the company and relief is

119


(19)

accordingly sought on its behalf”. Ini berarti dalam derivative action, seorang atau lebih pemegang saham, diberikan hak, untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan surat gugatan terhadap anggota Direksi Perseroan, yang telah melakukan pelanggaran terhadap

fiduciary dutynya. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham untuk kepentingannya sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan120. Selanjutnya dikatakan oleh Davies bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan bahwa derivative action

hanya dapat dilaksanakan dan berlangsung secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan (as a matter of court’s discretion). The court thought that the standing of the plaintiff to bring the derivative action should be decided as a preliminary matter before the trial of the action121.(artinya: pengadilan berpikiran bahwa pendirian penggugat untuk melakukan gugatan

120

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit. hlm 67

121 Ibid.


(20)

derivatif seharusnya ditentukan sebagai masalah persiapan sebelum percobaan tindakannya.)

Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama Perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang memungkinkan dilakukannya derivative action122:

a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat merupakan tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution);

b. Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan (karena merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai “fraud on the minority”), derivative action hanya berhasil apabila anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty tersebut merupakan anggota Direksi yang dominan dan memegang kendali dalam Perseroan, dan dalam hal tertentu telah disetujui oleh sebagian besar pemegang saham.

Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian (remedy) yang paling penting, dimana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk meminta pertanggung jawaban Direksi, karyawan, maupun pemegang saham mayoritas atas kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan

122

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Op. Cit., Hlm 44


(21)

(mismanagement), pengalihan harta kekayaan Perseroan, dan tindakan manipulasi yang merugikan Perseroan123.

Menurut Cox, O’Neal, dan Hazen, gugatan-gugatan berikut ini termasuk gugatan derivatif 124:

a. An action seeking recovery due to managerial misconduct, producing a proportionate decline in the company’s shares such as the waste of corporate assets or usurpation of corporate opportunities;

b. An action against the purchaser of corporate assets seeking rescission of sale;

c. An action where the corporation has purchased or sold securities and the Individual shareholder is precluded from relief because he is neither a purchaser nor seller of securities;

d. An action to recover for injuries to corporate assets caused by fraud or by third parties;

e. An action to recover damages for an ultra vires act;

f. A suit to compel the directors to dissolve the corporation due to director misconduct;

g. An action on a contract between the corporation and a third party.

(Artinya:

a. Sebuah tindakan mencari ganti rugi atas perbuatan jahat pengelola, menghasilkan penurunan yang sebanding dari saham perusahaan seperti sisa dari aset perusahaan atau perebutan dari kesempatan perusahaan;

b. Sebuah tindakan melawan pembeli aset perusahaan yang mencari membatalkan pembelian;

c. Sebuah tindakan dimana perusahaan telah membeli atau menjual jaminan dan individu pemegang saham dihalangi dari pertolongan, karena ia bukan pembeli maupun penjual jaminan;

d. Sebuah tindakan mengganti rugi kerugian kepada aset perusahaan karena kelalaian dari pihak ketiga;

e. Sebuah tindakan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari tindakan di luar maksud dan tujuan perseroan;

f. Sebuah gugatan untuk memaksa direktur untuk membubarkan korporasi didasarkan pada perbutan jahat direktur;

g. Sebuah tindakan dalam sebuah kontrak antara perusahaan dengn pihak ketiga.)

123

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op. Cit. hlm 70

124 Ibid.


(22)

2. Fraud On Minority

Lipton dalam Understanding Company Law mengatakan bahwa termasuk dalam kategori fraud on minority adalah keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan yang tidak dilakukan dengan “Bona fide for the benefit of the company as a whole”, yaitu keputusan yang :

a. Mengambil alih harta kekayaan Perseroan

b. Mensahkan tindakan direksi yang melanggar fiduciary duty;

Seperti telah dijelaskan di atas, secara umum dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham berhak untuk mensahkan setiap tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun demikian ternyata tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham mengikat pemegang saham minoritas. Atas tindakan-tindakan anggota Direksi yang mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan Perseroan dapat digugat oleh pemegang saham minoritas.

c. Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui mekanisme dilusi secara tidak sah.

D. Kaitan Fiduciary Duty Dengan Pranata Hukum Lain

Pemberlakuan prinsip fiduciary duty akan banyak bersentuhan dengan prinsip pranata-pranata hukum lain, sehingga berbagai pranata hukum tersebut akan berlaku secara berbarengan. Di samping itu, fungsi direksi sebenarnya unik, dalam arti bahwa hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya dapat dilihat dari berbagai segi dalam struktur teori hukum. Misalnya dari segi

fiduciary duty, keagenan, pelayan (servant) terhadap perusahaan, dan hukum perburuhan atau sebagai profesional yang mandiri, seperti juga hubungan antara seorang lawyer/akuntan dengan kliennya125

1. Direksi sebagai pemegang amanah (Trustee) terhadap perseroan

125


(23)

Dalam teori ilmu hukum perusahaan dapat dilihat bahwa sebenarnya asal muasal dari teori fiduciary duty dari direksi bersumber dari hukum tentang trust, sehingga direksi perseroan mempunyai kedudukan sebagai trustee terhadap perusahaannya. Karena kedudukannya sebagai trustee maka dia mempunyai

fiduciary duty yang bersumber dari ikatan hukum direksi dengan perseroan yang disebut dengan hubungan fiduciary (fiduciary relation)126.

Sebagai trustee, maka direksi perseroan haruslah menjalankan fiduciary duty, di mana kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), atau itikad baik, atau loyalitas dari direksi tersebut terhadap perusahaan yang dipimpinnya haruslah dengan “derajat yang tinggi”(high degree).dikatakan sebagai Trustee

karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan127. Namun demikian, menurut teori hukum perseroan, kedudukan direksi dari suatu perseroan tidaklah persis sama dengan kedudukan trustee dalam hukum trust. Pada prinsipnya, kedudukan direksi perseroan dalam hukum sangat unik. Mirip dengan kedudukan beberapa pranata hukum yang lain, seperti trustee, agen, pemegang kuasa, ataupun pekerja, tetapi tidaklah persis sama dengan kedudukan semua pihak tersebut di atas.dengan demikian, tidak mengherankan jika terdapat banyak perbedaan antara kedudukan direksi sebagai trustee terhadap perseroan dengan trustee terhadap beneficiary dalam pengertian teknis yang terdapat dalam hukum tentang trust. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut128:

a. Dari segi luasnya tanggung jawab b. Luasnya kewenangan

126

Ibid. 127

Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas,Op Cit. Hlm 65 128


(24)

c. Luasnya prinsip kepedulian, loyalitas dan keterampilan

Pemberlakuan prinsip fiduciary duty kepada direksi perseroan mengharuskan direksi dalam menjalankan tugasnya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut129:

a. Harus selalu beritikad baik

b. Harus jujur (honest) kepada perseroan

c. Memiliki skill yang wajar seperti yang dimiliki secara wajar oleh umumnya orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sama dengannya.

d. Mempedulikan perseroan (Duty of Care)

e. Loyalitas (loyalty) yang tinggi

f. Mengambil keputusan yang reasonable secara bisnis, sungguhpun mungkin bukan keputusan yang optimal.

2. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan keagenan

Direksi dikatakan sebagai agen ketika direksi bertindak keluar untuk dan atas nama Perseroan Terbatas130. Karena itu, adalah logis jika beberapa prinsip hukum keagenan berlaku juga terhadap direksi dalam menjalankan tugasnya yang demikian. Misalnya, berlaku prinsip bahwa seorang agen tidak dibenarkan memperoleh keuntungan tersembunyi (secret profit). Hal ini saling mengait dengan prinsip fiduciary duty, sebab sebagaimana telah dijelaskan bahwa hubungan fiduciary sebagai konsekuensi logis dari eksistensi teori fiduciary duty

tersebut terdapat bukan hanya dalam hubungan hukum antara trustee dengan

beneficiary, melainkan juga dalam berbagai hubungan hukum lainnya, termasuk hubungan hukum antara direksi dengan perseroannya atau hubungan hukum antara agen dengan prinsipalnya. Dengan demikian, jika diakui bahwa direksi dalam batas-batas tertentu berkedudukan sebagai agen perseroan, demi hukum (by

129

Ibid. 130


(25)

the operation of law) prinsip fiduciary duty ikut tertarik juga untuk berlaku, terlepas apakah hukum perseroan yang bersangkutan mengakui atau tidak terhadap berlakunya prinsip fiduciary duty dalam hukum perseroannya131. Akan tetapi, eksistensi hubungan fiduciary duty dari direksi tidak hanya ketika dia bertindak sebagai agen dari perseroan, tetapi juga dalam pelaksanaan manajemen secara keseluruhan. Seperti telah dijelaskan bahwa direksi mempunyai fungsi tidak hanya sebagai representasi (mewakili) perseroan yang kepadanya berlaku prinsip-prinsip hukum keagenan, tetapi juga direksi memiliki fungsi manajemen, yang terhadap fungsi ini tidak berlaku prinsip keagenan, tetapi prinsip fiduciary duty tetap berlaku132.

Hukum di negara-negara Eropa Kontinental memang lebih menekankan direksi dalam hubungan dengan prinsip keagenan dari prinsip fiduciary. Jadi, di negara-negara Eropa kontinental, direksi lebih dianggap sebagai agen ketimbang

trustee dari perusahaan yang dipimpinnya. Konsep direksi sebagai agen dari perseroan ini berasal dari hukum Prancis, tepatnya dari UU Perusahaan Prancis tahun 1867, yang menganggap direktur hanya sebagai agen (mandataries) dari perseroan sehingga kekuasaan direksi diatur oleh hukum keagenan (mandat). Pendekatan keagenan terhadap direksi model Prancis ini diikuti juga oleh banyak negara Eropa lainnya.

Pendekatan hukum keagenan terhadap direksi juga dilakukan oleh hukum Jerman sungguhpun dengan pengertian dan konsep yang berbeda dengan sistem Prancis. Sistem hukum Jerman, yang lebih complicated tersebut, dengan berbagai

131

Munir Fuady, Doktrin Doktrin Modern Dalam Corporate Law, Op. Cit.,Hlm 57 132


(26)

modifikasi kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya seperti Swiss dan Italia133.

3. Antara prinsip Fiduciary Duty dengan hubungan perburuhan

Sungguhpun sampai batas-batas tertentu seorang direksi dapat dikategorikan sebagai “pekerja” dalam suatu perseroan, sehingga sampai batas-batas tertentu hukum tenaga kerja berlaku kepadanya, dimana direksi sebagai buruh dan perseroan (bukan pemegang saham) adalah sebagai majikannya. Sehingga sering juga dikatakan bahwa direksi adalah the officer of the company. Akan tetapi, direksi bukanlah pekerja (worker) atau buruh (labor) dalam arti yang

strict. Kedudukan hukum dari direksi lebih mendekati kedudukan para profesional (seperti lawyer, akuntan), sehingga dia berkedudukan mandiri terbebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk perubahan-perubahan yang fundamental dari perseroan merupakan kewenangan organ perusahaan yang lain, atau setidak-tidaknya memerlukan persetujuan dari organ perusahaan yang lain tersebut seperti dari komisaris atau rapat umum pemegang saham. Perubahan fundamental tersebut misalnya perubahan anggaran dasar, merger dan akuisisi, penjualan sebagian besar aset perseroan, dan lain-lain.

Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaan yang dapat memaksa direksi untuk melakukan tugas fiduciary tersebut. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus

133


(27)

memperhatikan kepentingan stakeholders seperti pihak pemegang saham dan buruh perseroan134.

4. Antara Fiduciary Duty direksi dengan hubungan profesional

Hubungan fiduciary antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya juga mirip hubungan fiduciary antara pihak profesional (seperti lawyer, kurator, akuntan, dokter, konsultan dan lain-lain) dengan klien/customernya. Masing-masing mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas untuk kepentingan klien/customer-nya dengan baik.

Namun demikian, sungguhpun tanggung jawab hukum antara direksi perseroan dengan pihak profesional serupa, tetapi ada perbedaan yang mencolok antara tanggung jawab keduanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan tersebut terletak pada derajat tanggung jawabnya. Umumnya diakui dalam ilmu hukum perseroan bahwa tanggung jawab hukum dari pihak profesional relatif lebih tinggi dari tanggung jawab direksi kepada perusahaannya. Hal ini disebabkan adanya keadaan-keadaan sebagai berikut 135:

a. Ada banyak hal yang menyebabkan kesamaan kepentingan antara direksi dengan pemegang saham. Misalnya, jika dalam perusahaan yang dipimpin oleh pemiliknya atau jika direksi ikut memegang saham, atau banyak insentif lain yang akan didapatkan oleh direksi jika perusahaannya berhasil dengan baik.

b. Dalam deal antara para profesional (seperti lawyer, dokter, dan lain-lain). Terdapat adanya janji yang implisit atau eksplisit untuk melaksanakan jasanya dengan sebaik-baiknya (high degree of care), janji mana tidak terdapat pada direksi.

c. Pihak pemegang saham telah melakukan asumsi resiko dengan misalnya mengangkat direksi yang kurang kompeten dan dapat menghindari resiko dengan melakukan investasi di perusahaan lain.

134

Ibid. 135


(28)

d. Akan halnya dengan direksi yang berasal dari orang luar perusahaan (outside director), maka akan terdapat waktu yang terbatas dari direksi untuk digunakan untuk kepentingan perseroan.

e. Direksi dari perusahaan terbuka atau perusahaan besar tidak mungkin mengevaluasi atau mengikuti sendiri setiap aktivitas perseroan, tetapi mereka hanya menerima dalam bentuk laporan, yang riskan terhadap terjadinya bottleneck informasi, sehingga informasi yang diterimanya mungkin akan kurang akurat, yang menyebabkan tindakan dan kesimpulan yang diambil oleh direksi menjadi tidak akurat pula.


(29)

BAB IV

PENERAPAN DOKTRIN FIDUCIARY DUTY TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA PT.BANK PERMATA TBK

A. Riwayat Singkat PT. Bank Permata Tbk

PermataBank merupakan salah satu bank nasional terbesar di Indonesia dan dikenal sebagai bank dengan pelayanan terbaik.

PermataBank dibentuk sebagai hasil merger dari 5 bank di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yakni PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, PT Bank Prima Express, PT Bank Artamedia dan PT Bank Patriot, yang prosesnya berhasil diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun 2004, Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk mengambil alih PermataBank dan memulai proses transformasi secara besar-besaran di dalam organisasi. Selanjutnya, sebagai wujud komitmennya terhadap PermataBank, kepemilikan gabungan pemegang saham utama ini meningkat menjadi 89,0% pada tahun 2006. Pelayanan prima PermataBank meliputi produk keuangan yang lengkap dan inovatif, kemudahan dan keamanan bagi nasabah yang ditunjang oleh teknologi informasi, sistem manajemen risiko yang canggih dan terdepan, serta sumber daya manusia yang handal.

Pada tahun 2007, jaringan PermataBank telah berkembang dengan pesat. Saat ini Bank memiliki jaringan outlet yang luas, mencakup 253 kantor cabang (termasuk kantor cabang pembantu dan kantor kas), kantor cabang Syariah, lebih dari 200


(30)

Adapun visi Permata Bank adalah Menjadi penyedia jasa keuangan terkemuka di Indonesia, yang memiliki fokus pada segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) dan

Consumer, dan visi Permata Bank adalah

a. Menjadi mitra pilihan melalui kesempurnaan pelayanan dan pemberian solusi yang optimal

b. Turut serta mendorong pengembangan profesionalisme dan kepribadian c. Aktif berpartisipasi dalam upaya mewujudkan kontribusi yang bermanfaat d. Memberikan hasil investasi terbaik bagi pemegang saham

e. Menjadi panutan dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan dan asas ketaatan yang baik.

Kepemilikan saham di Bank Permata yaitu : PT Astra Internasional, Tbk. Memiliki 44,505% saham, Standard Chartered Bank memiliki 44,505% saham dan sisanya (10,990%) dimiliki oleh publik.

Berikut adalah pengurus Bank Permata : Dewan Komisaris

Komisaris Utama : Ray Ferguson

Wakil Komisaris Utama : Gunawan Geniusahardja Komisaris : Mark Spencer Greenberg Komisaris : David Allen Worth Komisaris Independen : Lukita D. Tuwo Komisaris Independen : Inget Sembiring Komisaris Independen : Peter B. Stok Komisaris Independen : I. Supomo

Dewan Direktur

Direktur Utama : Stewart Donald Hall Direktur : Joseph Georgino Godong Direktur : Lauren Sulistiawati


(31)

Direktur : Effendi Ibnoe

Direktur : Guy Roland Isherwood Direktur : Honggo Widjojo Kangmasto

Direktur : Herwidayatmo

Budaya Kerja PermataBank adalah way of life bagi setiap PermataBanker. Budaya Kerja PermataBank adalah seperangkat nilai dan perilaku yang harus diamalkan dan dijalankan oleh setiap PermataBanker selama berkarya di PermataBank.

Budaya Kerja PermataBank terdiri dari Nilai-Nilai Budaya PermataBank dan 8 Perilaku PermataBanker yaitu sebagai berikut:

a. Kepercayaan b. Integritas c. Pelayanan d. Kesempurnaan e. Profesionalisme

Untuk dapat mengamalkan Nilai-Nilai Budaya PermataBank dalam keseharian kerja, diperlukan perilaku-perilaku yang mampu mengarahkan tindakan kita ke pengamalan nilai tersebut. Perilaku-perilaku tersebut kemudian dirumuskan ke dalam 8 Perilaku PermataBanker yaitu:

a. Disiplin

b. Bertanggung Jawab

c. Cepat, Tanggap dan Berinisiatif d. Ahli di Bidangnya

e. Mampu Bekerjasama


(32)

g. Peka dan Peduli untuk Kebaikan h. Tidak Menyalahgunakan Jabatan

8 Perilaku PermataBanker, bila dilaksanakan dengan konsisten, akan membentuk seorang PermataBanker sejati, PermataBanker yang dapat dipercaya, berintegritas tinggi, mengutamakan pelayanan, selalu berupaya secara optimal dan memiliki kompetensi di bidang kerjanya.

B. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Pada Hubungan Intern Direksi

Direksi adalah lembaga atau organ Perseroan. Sedangkan individunya adalah direktur. Walaupun dalam struktur terbagi dalam direktur utama, direktur resiko, direktur SDM, direktur Legal&Compliance, tetapi sebagai lembaga yang merupakan organ Perseroan Terbatas adalah Direksi.

Direksi sebagai salah satu organ perseroan adalah kolegial. Sebab seperti dinyatakan dalam Pasal 1 angka (5) UUPT, yang menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dengan demikian, secara asas, bahwa tanggung jawab direksi adalah kolegial136. Sehingga dapat dilihat bahwa doktrin fiduciary duty

yang diterapkan dalam hubungan intern direksi sebagai organ perseroan tidak mungkin dibebankan di pundak satu orang direktur saja melainkan seluruh

136


(33)

direktur yang tergabung dalam sebuah lembaga yang dinamakan Direksi, sehingga tanggung jawab yang dipikul direksi yang satu juga dipikul oleh direksi lainnya.

Walaupun tanggung jawab direksi adalah kolegial tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas diantara direksi perseroan137, Pembagian tugas dan wewenang direksi diusulkan oleh direksi berdasarkan rapat direksi dan tentunya memperhatikan struktur organisasi perseroan. Pembagian tugas dan kewenangan anggota direksi tersebut semata-mata untuk mempermudah pengelolaan dan efisiensi. Pembagian tugas dan wewenang tersebut tidak menghilangkan sifat pertanggungjawaban kolegial direksi (seluruh direksi, yakni direktur utama dan direktur-direktur lainnya)138.

Bank Permata membagi direksi menjadi Direktur utama, Direktur perdagangan(Retail Banking Director), Direktur Penjualan(Wholesale Banking Director), Direktur Resiko(Risk Director), Direktur Teknologi dan Operasional(Technology and Operations Director), Direktur Keuangan(Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia(Human Resources Director), Direktur Hukum dan Kepatuhan (Legal and Compliance Director).hal tersebut dilakukan agar pengurusan perseroan menjadi efisien dan ditujukan untuk mencapai garis-garis besar yang telah ditetapkan perusahaan139.

Penerapan doktrin fiduciary duty pada direksi perseroan dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 97 UUPT diawali dengan rumusan ayat (1) yang menyatakan bahwa “direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)”. Jika diperhatikan, ketentuan ini

137

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op Cit.,hlm 55

138

Try Widiyono, Op. cit., hlm 12 139

Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk. Pada Tanggal 11 Mei 2009.


(34)

adalah penegasan dari aturan yang ditetapkan dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT, dimana dikatakan bahwa direksi dalam menjalankan kepengurusannya harus: a. Memperhatikan kepentingan perseroan

b. Sesuai dengan maksud dan tujuan PT (intra vires act)

c. Memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam UU (khususnya UUPT) dan anggaran dasar.

Dari ketentuan di atas diketahui bahwa tindakan direksi adalah tindakan yang memiliki tanggung jawab keperdataan. Sebagai pengurus perseroan, direksi adalah agen dari perseroan, dan karenanya tidak dapat bertindak sesuka hatinya. Apa yang dilakukan oleh direksi yang berada di luar batasan kewenangan yang diberikan kepadanya harus dapat dipertanggungjawabkan olehnya.

Dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT disebutkan bahwa : “setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”. Pada dasarnya ketentuan tersebut merupakan kelanjutan dari dua ayat sebelumnya dalam pasal yang sama. Dalam ketentuan Pasal 97 ayat (3) UUPT ini, yang ditekankan adalah akibat dari tindakan atau perbuatan direksi yang salah karena disengaja maupun lalai untuk berbuat, bertindak atau mengambil keputusan secara itikad baik. Dalam hal tersebut direksi bertanggung jawab penuh terhadap kerugian perseroan. Pasal


(35)

1131 KUHPerdata berlaku bagi harta kekayaan anggota direksi yang bersangkutan140.

Selanjutnya Pasal 97 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: “dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi”. Pasal 97 ayat (4) UUPT menegaskan mengenai tanggung jawab kolegial dari direksi sebagai suatu dewan, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 98 ayat (2) UUPT141.

Ketentuan presumsi kolegial yang dapat dijadikan dasar hukum bahwa direksi mempunyai tanggung jawab secara kolegial adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

2. Pasal 97 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: “dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi”.

3. Pasal 104 ayat 2 UUPT menyatakan bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk

140

Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa “segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

141

Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.”


(36)

menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dengan demikian jelas bahwa tanggung jawab direksi sebenarnya merupakan tanggung jawab kolegial dalam kepengurusan perseroan terbatas, namun demikian, berdasarkan ketentuan berikut, yang menyatakan pengecualian ada 3 pasal, yaitu :

1. Pasal 69 ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi dan anggota dewan komisaris dibebaskan dari tanggung jawab dalam hal laporan keuangan yang diseidiakan tidak benar dan/atau menyesatkan, apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya

2. Pasal 97 ayat (5) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan terbatas jika dapat membuktikan :

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

3. Pasal 104 ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan apabila dapat membuktikan : a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;


(37)

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Tanggung jawab secara renteng direksi sebagai satu kesatuan adalah tanggung jawab bersama secara kolektif yang berlaku bagi seluruh anggota direksi. Dengan diberikannya tanggung jawab kolegial ini, dimaksudkan agar sesama anggota direksi142:

a. Dilakukan keterbukaan atau transparansi, atau disclosure sesama anggota direksi, mengenai setiap tindakan dan atau perbuatan hukum yang hendak diambil atau telah diambil oleh satu atau lebih masing-masing anggota direksi atas hal-hal yang berada dalam kewenagannya, demikian pula kepemilikan saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain dalam daftar khusus.

b. Dilakukan check and balance tentang kegiatan, tindakan atau keputusan yang menghendaki agar sedapat mungkin atau seyogyanya diambil berdasarkan pada keputusan rapat direksi. Dengan pertanggungjawaban secara tanggung renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi diantara sesama anggota direksi perseroan atas setiap perbuatan, tindakan

142

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT,Op Cit., hlm 81


(38)

atau keputusan direksi yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadinya pelaggaran terhadap fiduciary duty, yang menyebabkan tidak berlakunya business judgement rule143.

Penerapan doktrin fiduciary duty di PT. Bank Permata, Tbk. pada anggota direksi selain mengacu pada UUPT juga terdapat dalam Anggaran Dasar perseroan dimana dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (1) Anggaran Dasar perseroan yang menyatakan “Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan usaha perseroan”. Yang dilanjutkan dengan Pasal 18 ayat (2) Anggaran Dasar yang berbunyi “Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), yang bertanggung jawab penuh adalah direksi bukanlah masing-masing direktur sehingga dapat dikatakan

fiduciary duty dibebankan pada seluruh anggota direktur, bukan pada salah satu direktur ataupun direktur utama. Maka menurut Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk., tanggung jawab direksi juga merupakan tanggung jawab renteng.

Penerapan doktrin fiduciary duty kepada direksi bank permata juga terlihat dalam Pasal 18 ayat (3) Anggaran Dasar perseroan yang menyatakan “Direksi berhak mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat perseroan dengan pihak lain dan pihak lain dengan perseroan, serta menjalankan setiap tindakan yang oleh ketentuan perundangan yang berlaku disyaratkan adanya keterlibatan dewan komisaris.”,

143

Business judgment rule adalah doktrin yang melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan, selam hal tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik.


(39)

dalam hal ini perseroan mempercayakan setiap direktur mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. Dikenal juga rapat direksi yang diatur dalam Pasal 19 Anggaran Dasar perseroan tersebut, menurut ayat (1) pasal 19 tersebut, rapat direksi dapat diadakan setiap waktu bilamana dipandang perlu oleh dan atas permintaan tertulis seorang atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili sedikitnya 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

Rapat direksi baru dapat dilakukan setelah dilakukan pemanggilan rapat kepada semua anggota direksi paling lambat 3(tiga) hari sebelum rapat dilaksanakan, dan rapat direksi harus dihadiri ½ (satu per dua) dari seluruh jumlah anggota direksi, dalam hal ini direksi dapat diwakili oleh direksi lainnya dengan surat kuasa, jika persyaratan hadir dipenuhi maka rapat direksi sah dan dapat mengambil keputusan yang mengikat.

Keputusan rapat direksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan jika tidak tercapai suatu kesepakatan dalam musyawarah maka keputusan harus diambil berdasarkan suara setuju lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang sah yang dikeluarkan dalam rapat yang bersangkutan,karena ketentuan lebih dari ½ (satu per dua), maka jika suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya maka usul yang diajukan dalam rapat direksi tersebut dianggap ditolak.


(40)

Anggota direksi dapat turut serta dalam rapat direksi melalui video-telekonferensi atau media elektronik lainnya yang penggunaannya dapat membuat semua anggota direksi hadir dalam rapat saling mendengar dan melihat secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat, keikutsertaan anggota direksi yang bersangkutan dengan cara demikian harus dianggap merupakan kehadiran langsung dari anggota direksi tersebut dalam rapat direksi, dengan ketentuan keputusan yang diambil dalam rapat direksi tersebut dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh seluruh anggota direksi yang hadir, keputusan yang diambil dengan cara demikian mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam rapat direksi. Pada tahun 2007 direksi Permata Bank mengadakan rapat direksi sebanyak 50 kali.

Dalam Anggaran Dasar PT. Bank Permata, Tbk. Disebutkan juga bahwa direksi dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan rapat direksi, dengan ketentuan semua anggota direksi memberikan persetujuan mengenai usul yang bersangkutan secara tertulis dengan menandatangani persetujuan tersebut, keputusan yang diambil dengan cara demikian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam rapat direksi.

C. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Pada Direksi, Hubungannya dengan pihak ketiga

Sepintas memang kepentingan perseroan terbatas sama dengan kepentingan pemegang saham, hal ini dapat dimengerti karena perseroan terbatas


(41)

didirikan oleh para pemegang saham, yang secara otomatis para pemegang saham mempunyai tujuan tertentu dalam mendirikan perseroan tersebut. Akan tetapi, apabila persoalan tersebut ditelaah secara teliti, maka tanggung jawab direksi tersebut tidak hanya kepada para pemegang saham saja. Pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan tersebut juga harus mendapatkan perlindungan, terutama terhadap kepentingan para pemegang saham melalui organ RUPS, membuat putusan-putusan yang merugikan pihak ketiga (stakeholder). Dalam keputusan menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 agustus 2002 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance dalam BUMN, Pasal 1 huruf (d) menyatakan “Stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak-pihak berkepentingan lainnya”144.

Menurut Henry Campbell Black dalam Black Law Dictionary pengertian stakeholder adalah sebagai berikut145:

“stakeholder. Generally, a stakeholder is a third party chosen by two or more persons to keep on deposit property between them , and to be delivered to one who is entitle or funds in his hands.”

(artinya: Secara umum, pihak yang berkepentingan adalah pihak ketiga yang dipilih oleh dua atau lebih orang untuk menjalankan kekayaan yang tersimpan dan untuk mengirimkannya kepada seseorang yang berhak.)

144

Try Widiyono, Op. cit., hlm 72 145


(42)

Kepentingan perseroan terbatas tidak hanya kepentingan pemegang saham saja. Kepentingan perseroan adalah kepentingan sebagaimana dimaksud dalam maksud dan tujuan didirikannya perseroan tersebut. Sedangkan maksud dan tujuan perseroan akan sangat digantungkan dalam hubungan usaha dengan pihak ketiga (stakeholder). Dengan demikian, stakeholder tersebut harus dilindungi dan dipertanggungjawabkan oleh direksi dalam mengurus perseroan.

Dalam Anggaran Dasar perseroan diatur secara tegas kewenangan direksi yang bersifat umum dan bersifat khusus. Kewenangan direksi yang bersifat umum adalah kewenangan direksi yang dalam melakukan kepengurusan perseroan tidak perlu mendapatkan izin atau persetujuan dari komisaris dan/atau RUPS. Sedangkan kewenangan yang bersifat khusus adalah tindakan direksi yang harus mendapatkan persetujuan tertulis dari komisaris dan/atau RUPS.

Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa tanggung jawab direksi bukan hanya kepada pemegang saham (shareholder), tetapi sebagai badan usaha (commercial entity), kepentingan perseroan terbatas, khususnya bank tanggung jawab tersebut juga kepada pihak ketiga (stakeholder) termasuk dan mencakup atas kreditor, nasabah, pemegang saham, kreditur, BI, bank-bank lain, aparatur dan lembaga Negara seperti pengadilan, kantor pertanahan, kepolisian negara, kejaksaan, notaris/PPAT, akuntan, pengacara dan pihak-pihak lain yang berkepentingan146.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecakapan bertindak direksi bukan hanya apa yang terdapat dalam maksud dam tujuan perseroan terbatas yang

146

Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk. Pada Tanggal 11Mei 2009.


(43)

diatur dalam anggaran dasar, tetapi juga termasuk melakukan perbuatan hukum lain berdasarkan kewajaran, kebiasaan, dan kepatuhan sesuai maksud dan tujuan perseroan terbatas.

Pertanggungjawaban direksi perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban direksi untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan, yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perseroan147. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain termuat dalam : 1. Pasal 44 ayat (2) UUPT, dalam hal perseroan ingin melakukan pengurangan

atas modal dasar, modal dikeluarkan ataupun modal disetor dari perusahaan; 2. Pasal 127 ayat (2) UUPT, dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan

penggabungan, peleburan dan pengambilalihan; 3. Dan bagi:

a. Perseroan yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;

b. Perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang; c. Perseroan terbuka;

Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahunan perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum perhitungan suara tahunan tersebut disahkan oleh RUPS. Dan segera setelah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga

147


(44)

Khusus untuk perseroan terbatas terbuka, direksi perseroan juga diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan tujuan penyelenggaraan RUPS.

Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut diatas tidak menutup kemungkinan permintaan pemberian data dan atau keterangan mengenai perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para pihak

Dalam hal-hal yang demikian tersebut diatas, direksi berkewajiban untuk memberikan data dan atau keterangan tersebut secara benar dan akurat. Sebagai kewajiban untuk melakukan keterbukaan, direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan dari setiap data dan keterangan yang disediakan olehnya kepada publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara tidak benar dan atau menyesatkan, maka seluruh anggota direksi harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, sebagai akibat dari pemberian data dan atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan tersebut; kecuali dapat dibuktikan bahwa keadaan tersebut terjadi bukan karena kesalahannya.

Selain kewajiban yang dibebankan pasal 69 ayat (3) UUPT yang mewajibkan direksi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas ketidakbenaran informasi yang disampaikan oleh perseroan terhadap pihak ketiga; Pasal 104 ayat (2) UUPT juga memberikan tanggung jawab personal kepada direksi perseroan atas terjadinya kepailitan yang disebabkan oleh karena kesalahan atau kelalaian dari direksi.


(45)

Jika seorang direktur melakukan sesuatu perbuatan yang menyebabkan timbulnya klaim pihak ketiga atau merupakan tindak pidana, maka seluruh jajaran direksi akan bertanggung jawab secara renteng. Tetapi jika direktur tersebut dalam melakukan perbuatannya itu tidak mengindahkan aturan main internal antar direktur, maka hanya si pelakunya saja yang bertanggung jawab secara hukum. Misalnya ada hal-hal tertentu apabila dilakukan oleh salah seorang direktur harus dengan rapat direksi. Tetapi direktur tersebut dalam melakukan perbuatan itu tidak memanggil rapat direksi, dan dilakukan tanpa sepengetahuan anggota direksi lain. Dan kebetulan dari tindakan tersebut kemudian timbul klaim oleh pihak ketiga. Maka terhadap kasus seperti itu, direktur yang lain terbebas dari tanggung jawabnya148.

Perkembangan hukum perseroan menunjukkan bahwa dalam kepailitan, direksi tidak lagi bertanggung jawab kepada perseroan dan pemegang saham semata-mata, melainkan kepada kreditor perseroan, dengan demikian fiduciary duty yang pada mulanya hanya berlaku bagi kepentingan perseroan ternyata juga telah bergeser, menjadi tidak hanya semata-mata bagi kepentingan perseroan dan pemegang saham, melainkan juga kreditor perseroan. Hak gugat perseroan terhadap direksi yang melakukan pelanggaran, dalam bentuk kesalahan atau kelalaian atau perbuatan yang mempunyai benturan kepentingan atau perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada perseroan juga selanjutnya diberikan kepada kreditor, manakala perseroan berada dalam kepailitan.149

148

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), Hlm.99

149


(46)

Direksi dalam hubungannya dengan pihak ketiga di Bank Permata dapat dilihat dalam laporan tahunan pada bagian pelaksanaan tata kelola perusahaan tahun 2007 dimana disebutkan bahwa salah satu tugas pokok dari direksi adalah memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan Permata Bank (stakeholders), hal ini berarti direksi dalam menjalankan kepengurusannya berdasarkan prinsip fiduciary duty harus benar-benar memperhatikan pihak ketiga yang juga menjadi pemangku kepentingan permata bank.

Direksi Bank Permata juga harus mengumumkan keputusan mengenai pengurangan modal kepada kreditor perseroan dan diumumkan oleh direksi dalam berita negara Republik Indonesia dan sedikitnya 2(dua) surat kabar harian bahasa Indonesia dan satu diantaranya yang mempunyai peredaran luas dalam wilayah Republik Indonesia dan satu lainnya yang terbit di tempat kedudukan perseroan paling lambat 7(tujuh) hari sejak tanggal keputusan tentang pengurangan modal tersebut.(Pasal 27 ayat (6) Anggaran Dasar Perseroan)

Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan yang akan dilakukan perseroan direksi juga wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1(satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan dalam jangka waktu 30 hari sebelum pemanggilan RUPS.(Pasal 28 ayat (3) Anggaran Dasar Perseroan)

Dalam hal perusahaan dilikuidasi maka direksi bertindak sebagai likuidator apabila RUPS tidak menunjuk likuidator, dalam hal ini direksi sebagai likuidator wajib mengumumkan dalam berita negara dan dalam 2 surat kabar


(47)

harian berbahasa Indonesia, satu diantaranya yang mempunyai peredaran luas dalam wilayah negara Republik Indonesia dan satu lainnya yang terbit di tempat kedudukan perseroan yang ditentukan oleh direksi dan pemberitahuan tentang pembubaran itu kepada kreditor dan melaporkannya kepada menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal (Pasal 29 ayat (7) Anggaran Dasar Perseroan)

Hal-hal tersebut diatas yang termuat dalam Anggaran Dasar Perseroan merupakan wujud dari kewajiban direksi Bank Permata untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan, yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan perseroan. Hal ini mengingat bank merupakan lembaga keuangan yang melibatkan segenap masyarakat. Ketika direksi mengeluarkan keputusan penting, ia harus benar-benar memikirkan dampak apa yang akan timbul apabila keputusan tersebut telah diaplikasikan di lapangan, baik menyangkut internal bank sendiri, nasabah, bank lain, pemerintah dan Bank Indonesia150.

D. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Dalam Keputusan Tanpa Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS)

Seperti telah dijelaskan di bab sebelumnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mewakili kepentingan seluruh pemegang saham dalam perseroan terbatas. RUPS merupakan organ perseroan yang tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan perseroan.

150

Hasil wawancara dengan Staf Legal (Yanty Astari, SH) di PT Bank Permata Tbk. Pada Tanggal 11Mei 2009.


(48)

Hubungan fungsional antara direksi dan RUPS ibarat pisau bermata 2, di satu pihak direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Karena itu dalam hal ini direksi haruslah tunduk kepada RUPS sebagai konsekuensi dari kedudukan RUPS sebagai organ yang memiliki kekuasaan tertinggi. Akan tetapi di lain pihak kedudukan direksi adalah independen, dalam arti tidak berada di bawah salah satu dari organ peusahaan lainnya. Secara hukum, kedudukan direksi bukanlah hanya “pesuruh” dari pemegang saham atau RUPS. Hal ini disebabkan151 :

1. Hakikat dari tugas direksi sebagai pihak yang menjalankan perusahaan dan mengambil kebijaksanaan mengenai bisnis perusahaan;

2. Konsekuensi dari ketentuan dalam Pasal 97 ayat (2) dan (3) UUPT yang mewajibkan direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha perseroan (bukan hanya untuk kepentingan RUPS). Dan direksi dapat digugat di pengadilan bahakan oleh pemegang saham yang hanya memegang 10% (sepuluh persen) saham.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa direksi dalam menjalankan kepengurusannya berdasarkan prinsip fiduciary duty yang merupakan merupakan pendelegasian wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola perseroan, walaupun RUPS sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari suatu perseroan, tetap tidak mempunyai hak untuk menekan direksi mengambil suatu keputusan yang menguntungkan pemegang saham saja. Namun adakalanya persetujuan RUPS diperlukan untuk hal-hal tertentu yang dianggap sangat vital seperti penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan.

151


(49)

Menurut UUPT, Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk :

1. Mengalihkan kekayaan perseroan; atau Menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1(satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. (Pasal 102 ayat (1) UUPT)

2. Mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada pengadilan niaga, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang (Pasal 104 ayat (1) UUPT)

3. Mengajukan permohonan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan (Pasal 125 ayat (4) UUPT)

Direksi wajib memperoleh persetujuan RUPS sebelum mengajukan permohonan pembubaran perseroan (Pasal 144 ayat (1) jo. Pasal 142 ayat (1) butir a UUPT).

Dalam hal direksi melakukan tindakan : mengalihkan kekayaan perseroan; atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1(satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka perbuatan hukum tersebut tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik152.

Dalam hal direksi melakukan tindakan : permohonan pailit atas perseroan sendiri; permohonan penggabungan, peleburan , pengambilalihan, atau pemisahan

152


(50)

dan dalam hal pembubaran perseroan, UUPT tidak mengatur mengenai tanggung jawab direksi bila keputusan diambil tanpa persetujuan RUPS, seharusnya direksi sama sekali tidak dapat mengambil keputusan tersebut tanpa persetujuan RUPS, terutama perusahaan besar dimana anggota direksi tidak merangkap jabatan sebagai pemegang saham, karena seperti yang diatur dalam UUPT misalnya dimana dalam hal perseroan bermaksud untuk melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 surat kabar sebelum pemanggilan RUPS153, dengan diumumkan di surat kabar maka pemegang saham yang tergabung dalam RUPS bisa saja sudah mengetahui akan diadakannya tindakan hukum tersebut. Tetapi jika memang direksi beritikad buruk maka direksi dikenakan tanggung jawab pribadi.

Dalam Anggaran Dasar Bank Permata, persetujuan RUPS diperlukan direksi dalam melakukan hal-hal berikut di bawah ini :

1. Saham yang akan dikeluarkan yang masih dalam simpanan, dapat dilakukan oleh direksi setelah mendapat persetujuan RUPS pada waktu dan dengan cara dan harga serta persyaratan yang ditetapkan oleh rapat direksi berdasarkan keputusan RUPS (Pasal 4 ayat (3) Anggaran Dasar Bank Permata);

2. Mengalihkan hak atas atau mengagunkan untuk menjadi jaminan kekayaan perseroan yang bernilai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari nilai kekayaan bersih perseroan yang ternyata/disahkan oleh RUPS tahunan perseroan, sebagaimana dinyatakan secara tertulis oleh akuntan publik yang mengaudit

153


(1)

diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi Strata-I di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan baik.

2. Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya, atas segala bimbingan dan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan selama ini, sehingga pada akhirnya dapat menyelesaikan studi Strata-I ini dengan baik. 3. Syafruddin Hasibuan,SH., MH., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Univeristas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya.

4. Muhammad Husni, SH., MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan jajarannya.

5. Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., selaku Ketua Departemen Hukum keperdataan, yang juga adalah Dosen Pembimbing I, atas bimbingan dan pengetahuan serta arahan yang telah diberikan mulai dari masa-masa perkuliahan di Departemen yang Beliau pimpin, sampai sekarang ini.

6. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, atas ilmu dan pengajaran serta bimbingan yang telah diberikan dengan sabar, tidak saja dalam masa penulisan skripsi ini, tetapi juga sejak dalam masa-masa perkuliahan.

7. Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Dosen Wali, atas bimbingan, nasehat dan waktu yang telah diberikan mulai dari masa awal perkuliahan sampai sekarang ini.

8. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (Pak Edy Ikhsan, Pak Dedi Harianto, Pak Ramli Siregar, Bu Ningsih, Bu Deli, Bu Aflah, Bu Sinta


(2)

Uli, Bu Maria Kaban dan Dosen-dosen yang tak bisa Penulis sebut lagi satu per satu), dengan segala kerendahan hati dan tidak mengurangi rasa hormat bagi Beliau-beliau, atas jasa-jasanya dalam mengasuh dan memberikan ilmu dan bimbingan serta nasehat yang sangat berarti mulai dari Semester I sampai dengan sekarang ini.

9. Sekali lagi kepada kedua Orang Tua (Jap Bio Djin dan Nurdjanna) yang sangat saya cintai dan sayangi, yang serta juga kepada adik-adik (Fanny, Franky, Fransisca) dan Teman wanita (Henny) yang sangat saya sayangi. Mereka semua merupakan motivasi terbesar saya. yang selalu setia mendukung baik moril maupun materiil, menemani dan memberi semangat kepada saya selama ini.

10. Paman dan Bibi, atas dukungan baik moril maupun materiil

11. Kawan-kawan akrab (Wylliam, Kartono, Adi, Cinthya, Hermiaty, Bos, Yokie, Steven, Winra, Kwany, serta kawan-kawan akrab lain yang tidak dapat disebut namanya satu per satu), atas dukungan moril dan semangat yang telah diberikan selama ini.

12. Kawan-kawan satu stambuk (Lodewik, Andrie, Iskandar, Deus, Santo, Frans, Lydia, Wilson dan kawan-kawan satu stambuk lain), kakak-kakak senior (Kak Steveni, Bang Erik, Bang Gondo, Bang Polda, Bang Vondy) maupun adik-adik junior(Awi, Mayor, Andika dan yang tidak akan mungkin dapat sebut namanya satu persatu) atas dukungan moril dan semangat yang telah diberikan selama ini.


(3)

13. Alumni maupun teman-teman di Permahi (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia), yaitu Bang Natal, Kak Delima, Kak Nuri, Kak Vera, Reza Adrian, Kiki dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namnya satu persatu), Salam PERMAHI!!!!!!!!!!!!

14. Ibu Yanty Astari, SH dan segenap karyawan PT.Bank Permata Tbk.

15. Dan segenap pihak yang belum Penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu dari segi apapun, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi yang telah diselesaikan dengan segenap hati dan pemikiran ini tentunya masih perlu untuk diperbaiki karena Penulis sendiri juga yakin apa yang telah ditulis dalam skripsi ini hanyalah sebagian kecil daripada ruang lingkup tanggung jawab direksi, yang tentunya di dalamnya masih terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu, dengan tangan terbuka akan menerima segala kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi kemajuan kita bersama.

Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk hasil karya ini, sekali lagi mengucapkan terima kasih. Semoga karya ini sedikit banyak juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2009.

Hormat Penulis,

FANDY JAPTO NIM. 050200198


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... vi

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan... 11

E. Tinjauan Kepustakaan... 12

F. Metode Penulisan ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS ... A. Pengertian Umum Perseroan ... 19

B. Modal dan Saham Perseroan... 26

C. Pengurusan dan Pengelolaan Perseroan Oleh Organ-Organ Perseroan Terbatas ... 36

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab Hukum... 61

B. Jenis-Jenis Fiduciary Duty... 69


(5)

D. Kaitan Fiduciary Duty dengan Pranata Hukum Lain ... 80 BAB IV PENERAPAN DOKTRIN FIDUCIARY DUTY TERHADAP

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA PT. BANK PERMATA TBK

A. Riwayat Singkat PT. Bank Permata Tbk ... 87 B. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Pada Hubungan Intern Direksi ... 90 C. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty pada Direksi Hubungannya

dengan Pihak Ketiga... 98 D. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty terhadap Tanggung Jawab Direksi

dalam Keputusan Tanpa Persetujuan RUPS... 105 E. Penerapan Doktrin Fiduciary Duty terhadap Tanggung Jawab Direksi

dalam Keputusan tanpa Persetujuan Dewan Komisaris ... 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 117 B. Saran ... 119


(6)

ABSTRAK

Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya suatu direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi suatu perseroan sangat penting. Mengurus perseroan bukan merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu, agar perseroan tersebut terurus sesuai maksud didirikannya perseroan, maka untuk menjadi direksi perlu persyaratan dan keahlian. Pendelegasian wewenang dari perseroan kepada direksi untuk mengelola perseroan tersebut lazim disebut sebagai fiduciary duty. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana penerapan doktrin fiduciary duty terhadap tanggung jawab direksi dalam hubungan intern direksi dan dalam hubungannya dengan pihak ketiga, serta bagaimana tanggung jawab direksi dalam pengambilan keputusan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham(RUPS) maupun dewan komisaris. Di dalam penulisan skripsi ini akan digunakan metode penelitian kepustakaan yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari litelatur-litelatur seperti buku, peraturan perundang-undangan, artikel serta media elektronik, juga digunakan penelitian lapangan pada PT. Bank Permata Tbk.,yaitu dengan mengadakan serangkaian tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang berkompeten di Bank Permata.

Doktrin fiduciary duty diterapkan kepada seluruh anggota direksi yang menyebabkan tanggung jawab kolegial. Penerapan doktrin fiduciary duty juga menimbulkan tanggung jawab direksi kepada pihak ke tiga (stakeholders). Direksi bertanggung jawab secara pribadi untuk pengambilan keputusan tanpa persetujuan RUPS, kecuali dalam hal direksi melakukan tindakan mengalihkan kekayaan perseroan; atau menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih perseroan maka perbuatan hukum tersebut tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum beritikad baik. Dalam pengambilan keputusan tanpa persetujuan dewan komisaris, maka perbuatan hukum tersebut juga tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum beritikad baik. Kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik, hal ini menyebabkan tanggung jawab pribadi anggota direksi.


Dokumen yang terkait

Akuisisi Pada Perusahaaan Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroaan Terbatas Dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

1 50 150

Sinkronisasi Antara Hukum Pajak Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)

1 75 183

Pertanggungjawaban Direksi Dalam Melaksanakan Duty Of Loyalty Dan Duty Of Care Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 40 127

Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2 51 107

Prinsip Fiduciary Duty Terhadap Pertanggungjawaban Direksi Bank Dalam Pembayaran Letter Of Credit

1 61 151

Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Pembagian Dividen Interim Berdasarkan UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 37 97

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 (Studi Pada PT. Mondrian Klaten).

0 0 11

Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, TBK.)

0 0 9

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DOKTRIN FIDUCIARY DUTY A. Pengertian Fiduciary Duty dan Tanggung Jawab - Tinjauan Yuridis Mengenai Penerapan Doktrin Fiduciary Duty Terhadap Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 (Studi: PT.Bank Permata, T

0 1 59