BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility - Pengaruh ROA, ROE, Dan Leverage Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Resp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)

2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility

  Tanggung jawab sosial memiliki arti bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan yang mempengaruhi masyarakat, lingkungan, dan komunitasnya. Corporate Social

  Responsibility (CSR) sudah menjadi suatu hal yang sangat

  diperlukan dari perusahaan, terutama bagi perusahaan yang sudah

  go public, yang memiliki tanggung jawab besar terhadap

  masyarakat dan lingkungannya. Kalangan dunia usaha juga menyadari bahwa dengan melaksanakan Corporate Social

  Responsibility (CSR) ini amat penting bagi keberlangsungan usaha

  suatu perusahaan. Gurvy Kavei mangatakan, bahwa praktik tanggung jawab sosial perusahaan dipercaya menjadi landasan fundamental bagi pembangunan berkelanjutan, bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi pihak lain yang berkepentingan terhadap entitas dalam arti keseluruhan.

  Banyak pakar yang telah mengemukakan definisi dari

  Corporate Social Responsibility ini. Menurut, Kotler dan Lee

  (2005) dalam Nurkhin (2009) definisi CSR sebagai berikut:

  “Corporate social responsibility is a commitment to improve

  

community well-being through discretionary business practice and

contributions of corporate resources”. Menurut definisi tersebut,

  elemen kunci dari CSR adalah kata discretionary. Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional, dan lain sebagainya.

  ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility mendefinisikan CSR adalah : tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang berlaku yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.

  Sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for

  

Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono

  (2007:7), mendefenisikan CSR adalah, “komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan”.

  Bapepam LK (Lembaga Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) No. KEP 134/BL/2006 menyatakan :

  Laporan tahunan wajib memuat uraian singkat mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir. Uraian dimaksud sekurang-kurangnya memuat hal : (dalam poin ke 18) uraian mengenai aktivitas social dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan

  Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia sendiri telah diangkat dalam peraturan normative, yakni dalam UUPT. Sebagaimana disebutkan dalam UUPT Pasal 74, tanggung jawab sosial memiliki definisi sebagai berikut “komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umunya”.

  Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social

  

Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar

  aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales

  International Bussiness Forum, yaitu : 1. Building Human Capital.

  Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community

  development,

  2. Strengthening Economies. Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar, 3. Assessing Social Chesion.

  Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik,

  4. Encouraging Good Governence. Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik,

  5. Protecting The Environment. Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.1.2 Komponen Utama Program CSR

  Menurut Fastabiqul (2008:19) untuk dapat menentukan ruang lingkup dari tanggung jawab sosial, mengidentifikasi isu-isu yang relevan dan menentukan prioritasnya terhadap tanggung jawab sosial, suatu perusahaan harus dapat mengerti elemen dasar yang terdapat dalam tanggung jawab sosial. Di dalam ISO 26000 seperti yang telah dikemukakan oleh Anggara (2010) dijelaskan tujuh elemen dasar dari praktik tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu : “tata kelola perusahaan, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, praktik operasional yang adil, konsumen, keterlibatan dan pengembangan dalam masyarakat”.

  Penjelasan dari setiap komponennya adalah sebagai berikut : a. Tata kelola perusahaan.

  Perusahaan harus menjadi tonggak dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, meningkatkan pelaksanaan serta menerapkan perilaku yang bertanggung jawab sosial.

  b. Hak asasi manusia Dalam hal ini, perusahaan harus bias menjamin hak asasi manusia dalam ruang lingkup perusahaan termasuk karyawan. Memastikan kesetaraan di mata hukum, kebebasan berpendapat, hak untuk bekerja dan kesehatan atau pendidikan sosial dan jaminan sosial.

  c. Ketenagakerjaan Tanpa adanya karyawan, dapat dipastikan bahwa aktivitas operasi perusahaan tidak dapat dijalankan. Oleh karena itu, perusahaan juga harus memperhatikan masalah ketenagakerjaan. Memperhatikan kesejahteraan karyawan merupakan hal yang mutlak menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan menghargai karyawannya. Dapat dinilai dari bagaimana pelaksanaan kondisi kerja, pengembangan sumber daya manusia, pelatihan dan rotasi karyawan.

  d. Lingkungan

  Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud kontrol sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan.

  Lingkungan tempat usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai terjadi kerusakan. Sehingga eksistensi penggunaan listrik dan membuang sampah pada tempatnya merupakan contoh kecil yang dapat kita lakukan dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

  e. Praktik operasional yang adil Elemen ini mencakup bagaimana perusahaan menjalankan aktivitasnya secara seimbang, tidak hanya mementingkan keuntungan semata, tapi juga mempertimbangkan lingkungan, sosial, tenaga kerja dan pihak yang berkepentingan lainnya terhadap entitas.

  f. Konsumen Perusahaan juga harus menyediakan informasi yang akurat tentang produk, berorientasi terhadap kepuasan pelanggan, berempati terhadap keluhan, dan meyediakan pelayanan pelanggan yang mudah diakses akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan.

  g. Keterlibatan dan pengembangan masyarakat Implementasi dari tanggung jawab sosial adalah dengan berperan dalam pengembangan masyarakat, mambantu dalam meningkatkan kesejahteraan, melakukan dan melibatkan masyarakat dalam aktivitas operasi masyarakat.

2.1.2 Tahapan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

  Terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika perusahaan akan melakukan program tanggung jawab sosial perusahaan, menurut Wibisono (2008), ada empat tahapan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu : a. Tahap Perencanaan

  Perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaitu awareness

  building, assessment, dan manual building. Awareness building

  merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai pentingya tanggung jawab sosial perusahaan dan komitmen manajemen. Assessment merupakan upaya penilaian untuk pelaksanaan dan mengidentifikasi aspek yang menjadi prioritas penerapan tanggung jawab sosial. Manual building adalah penyusunan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan.

  Penyusunan implementasi ini dibutuhkan agar pada saat pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak lari dari konsep yang telah ditetapkan.

  b. Tahap Implementasi Tahapan ini dimulai dari pengorganisasian sumber yang dibutuhkan, penempatan orang sesuai kualifikasinya, pengarahan terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, pengawasan terhadap pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana, dan evaluasi pencapaian tujuan. c. Tahap evaluasi Tahap ini diperlukan untuk menilai apakah pelaksanaan tanggung jawab telah benar dan sesuai dengan yang direncanakan serta telah mencapai target yang ditetapkan. Mengingat karena biaya anggaran telah digunakan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah kecil. Sehingga pada akhirnya kegiatan tanggung jawab sosial dapat kembali dilakukan secara berkesinambungan dan membawa hasil yang positif.

  d. Pelaporan Pelaporan dilakukan untuk melaporkan bahwa tanggung jawab sosial perusahan telah dilakukan dengan penjabaran kegiatan yang dilakukan. Pelaporan tanggung jawab sosial dapat dimuat di laporan tahunan perusahaan atau dibuat dalam laporan sosal terpisah. Sehingga kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dapat di akses oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap entitas.

2.1.3 Ukuran Keberhasilan Program CSR

  Menurut Wibisono (2007:145), untuk melihat sejauh mana efektivitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya. Setidaknya, ada dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan, yaitu:

A. Indikator Internal

  1. Ukuran Primer yaitu meminimalkan perselisihan, a) Minimize, konflik, atau potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif, b) Asset, yaitu aset perusahaan yang terdiri dari pemilik, pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik, dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara dengan aman,

c) Operational, yaitu seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancar.

2. Ukuran Sekunder

  a) Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya untuk PKBL BUMN),

b) Tingkat complience pada aturan yang berlaku.

B. Indikator Eksternal

1. Indikator Ekonomi

  a) Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum, b) Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis,

c) Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan.

2. Indikator Sosial

  a) Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial,

  b) Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat, c) Tingkat kepuasan masyarakat.

2.1.4 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan

  Agar para pihak yang berkepentingan mengetahui bahwa perusahaan telak menjalankan program CSR (Corporate Social

  Responsibility), perusahaan harus melakukan pengungkapan atas praktik

  tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri. Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan yang merupakan suatu tuntutan yang semakin dirasakan relevansinya dalam operasi bisnis modern. Sehingga pada akhirnya menghadirkan konsep akuntansi yang dikenal sebagai Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Anggraini, 2006).

  Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001) dalam Kusumadilaga (2010), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu :

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

  Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasi-operasi yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut,

2. Laporan Sosial (Social Report)

  Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan- pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya.

  Hal ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut (Henry dan Murtanto, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010) :

  a. Inventory Approach

  Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif,

  b. Cost Approach

  Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut,

  c. Program Management Approach

  Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu,

d. Cost Benefit Approach

  Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat.

  Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.

  Pertimbangan aspek sosial ke dalam akuntansi telah dilakukan

  Trueblood Committee. Trueblood Committee menyatakan : “An objective of financial statements is to report on those activities of the enterprise affecting society which can be determined and described or measured and which are important to the role of the enterprise in its social enviroment”.

  Menurut Fahriqi (2010), pernyataan Trueblood committee tersebut menunjukkan bahwa tujuan sosial perusahaan tidak kalah penting daripada tujuan ekonomi.

2.1.5 Manfaat Program CSR

  Murtanto (2006) menyatakan bahwa pengungkapan kinerja perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure) oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela antara lain:

  a. Internal Decision Making

  Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan.

  Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

  b. Product Differentiation

  Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain.

  c. Enlightened Self Interest

  Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

  Menurut Ieryani (2007) dalam Fastabiqul (2008) menyebutkan manfaat tanggung jawab sosial perusahaan adalah : mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan lisensi sosial untuk beroperasi, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya, membentangkan akses menuju pasar, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan pihak yang berkepentingan terhadap entitas, memperbaiki hubungan dengan pemerintah, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, peluang mendapatkan penghargaan.

  

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan

  Untuk mengukur peneliti menggunakan rasio leverage dan 2 (dua) rasio profitabilitas, yaitu Return On Assets (ROA) dan Return On Equity

  (ROE).

2.1.6.1 Return On Assets (ROA)

  Tujuan dari menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) sebuah perusahaan dapat menggunakan rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada.

  Return on Asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan

  perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut, berikut ini penjelasan mengenai Return On Asset (ROA) yang dikemukakan oleh Mamduh M. Hanafi, MBA dan Abdul Halim, MBA., Akt., (2003 : 84) mengemukakan bahwa “Return On Total Asset (ROA) adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu”.

  Di samping itu, menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2002 : 74) sebagai berikut yaitu “Return on Asset (ROA) adalah rasio yang mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan”.

  Sedangkan menurut Lukman Syamsudin (2002 : 63) mengatakan bahwa “Return on Asset (ROA) adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”.

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas dengan menggunakan pengukuran Return on Asset (ROA) merupakan alat untuk mengetahui sejauh mana perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi ratio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan

  Menurut Venanda (2012), hasil pengembalian terhadap total aset atau Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Di samping itu, rasio ini juga menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya, rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

  ROA sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.

  Menurut Nenisupriyanti (2008), besarnya nilai untuk ”laba sebelum pajak” dapat dilihat pada perhitungan laba rugi yang disusun oleh bank yang bersangkutan, sedangkan “Total assets” dapat dilihat pada neraca. Nilai Return on Assets (ROA) tersebut dapat dijadikan kiteria dalam penetapan peringkat komponen Rentabilitas (Earnings), yaitu : Peringkat I : Perolehan laba sangat tinggi Peringkat II : Perolehan laba tinggi Peringkat III : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25% Peringkat IV : Perolehan Laba Bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif) Peringkat V : Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif)

2.1.6.2 Return On Equity (ROE)

  Return On Equity, yang disebut juga dengan hasil

  pengembalian ekuitas atau rentabilitas modal sendiri, merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini lebih dari sekedar pengukuran atas profitabilitas, rasio ini merupakan pengukuran atas efisiensi. ROE menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri untuk menghasilkan laba. Apabila ROE naik, maka hal ini menunjukkan bahwa sebuah perusahaan meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan keuntungan tanpa memerlukan lebih banyak modal. Jadi, semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Yang berarti, posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Apabila ratio ini semakin rendah, ini berarti posisi pemilik perusahaan semakin lemah. Karena itu, perbandingan ROE adalah yang paling umum digunakan antara perusahaan dalam industri yang sama.

  Return on Equity atau yang disebut juga dengan return on net worth adalah ukuran yang paling penting untuk menemukan

  perusahaan yang dikelola dengan baik. Return on Equity digunakan untuk menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengelola modal yang tersedia untuk memperoleh net income yang akan diukur melalui tingkat keuntungan yang diperoleh para investor atas penanaman modal yang dilakukan perusahaan. ROE menghitung berapa banyak rupiah keuntungan perusahaan yang dihasilkan dengan setiap rupiah ekuitas pemegang saham.

  Ekuitas pemegang saham didefinisikan sebagai total aktiva dikurangi total kewajiban. Jika nilai ekuitas pemegang saham turun, ROE akan naik. Dengan demikian, pembelian kembali saham-saham secara artifisial dapat meningkatkan ROE. Demikian pula dengan tingkat hutang, tingkat hutang yang tinggi secara artifisial dapat meningkatkan ROE. Jadi, semakin banyak hutang yang dimiliki perusahaan, semakin sedikit ekuitas (persentase dari total asset) yang dimiliki, dan semakin tinggi pula ROE.

2.1.6.3 Leverage

  Leverage berasal dari penggunaan hutang untuk aset

  perusahaan. Rasio ini merupakan rasio total hutang terhadap total harta yang mengukur persentase total dana berasal dari kreditur (Lukas Setia,1999:416). Menurut Darsono (2005:54), rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang jangka panjang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan tentang tingkat risiko tak tertagihnya hutang sehingga dapat dilihat kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor.

  Leverage yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk terhadap perusahaan. Akan tetapi, tidak ada aturan yang menyebutkan seberapa banyak leverage adalah yang terlalu banyak. Tidak peduli apapun penggunaannya, leverage bisa menjadi alat yang ampuh apabila digunakan secara bertanggung jawab. Investor dan perusahaan menggunakan leverage untuk memperluas, melindungi dan berspekulasi tetapi penggunaan leverage yang terlalu agresif dapat dengan mudah membawa mereka pada kebangkrutan. Jadi, semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak hutang. Hal ini akan membuat manajer berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan, supaya laba yang dilaporkan lebih tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya, dan tidak menutup kemungkinan bahwa salah satunya ialah biaya tanggung jawab sosial.

  Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur total kewajiban atau hutang terhadap aset. Jadi, semakin banyak dana yang berasal dari kreditor daripada dana yang berasal dari pemegang saham, maka semakin tinggi pula

  

leverage. Akan tetapi, keadaan perusahaan akan lebih baik jika

leverage semakin rendah. Sehingga, nilai rasio yang tinggi

  menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  

No. Judul Penelitian Peneliti Variabel Hasil Penelitian

  1. Analisis Faktor-Faktor yang Anggita Zoraya Struktur Hanya Leverage Mempengaruhi Marpaung kepemilikan, yang berpengaruh Pengungkapan Sosial (Social (2009) leverage, positif terhadap

  Disclosure) dalam Laporan profitabilitas, CSR Disclosure,

  Keuangan Tahunan umur sementara struktur perusahaan, modal, ukuran profitabilitas, perusahaan. ukuran perusahaan, umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap

  CSR disclosure

  2. Analisis Pengaruh Ukuran Fastabiqul Ukuran Hanya ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Khairot Silitonga perusahaan, perusahaan yang Leverage terhadap (2012) profitabilitas, berpengaruh Pengungkapan Tanggung leverage. positif terhadap Jawab Sosial Perusahaan pada pengukapan Perusahaan Perbankan yang tanggung jawab

  Terdaftar di Bursa Efek sosial, sementara

  Indonesia profitabilitas dan Leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

  3. Pengaruh Tingkat Venanda P. ROA, ROE, Hanya ROE yang Profitabilitas Perusahaan Brahmana EPS. berpengaruh secara terhadap Tingkat (2012) positif terhadap Pengungkapan Corporate pengungkapan

  Social Responsibility pada

  CSR, sementara Perusahaan yang Terdaftar di

  ROA dan EPS Bursa Efek Indonesia tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.3.1 Kerangka Konseptual

  

Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang

  telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual pada gambar berikut :

  H

  4 H

  1 Return On Assets (X1) Pengungkapan Corporate

  H

  2 Social Responsibility Return On Equity

  (CSR) (X2) (Y)

  H

  3 Leverage (X3)

  Gambar 2.1

  Kerangka Konseptual Penelitian

  Kerangka Konseptual ini menjelaskan bahwa terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel dependen dan variabel independen.

  Variabel dependen (variabel terikat) atau disebut sebagai variabel Y ialah pengungkapan corporate social responsibility perusahaan (CSR), dan variabel independen (variabel bebas) atau disebut sebagai variabel X ialah return on assets (ROA) disebut sebagai variabel X1,

  return on equity (ROE) disebut sebagai variabel X2, dan Leverage

  disebut sebagai variabel X3, dimana ketiga variabel independen ini akan dilihat pengaruhnya secara partial maupun secara bersama-sama terhadap variabel dependennya. Pengaruh ketiga variabel independen ini secara bersama-sama terhadap variabel dependen disebut sebagai H4.

  Kerangka konseptual ini juga menjelaskan bahwa dalam penelitian ini hanya akan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen saja, dan tidak sebaliknya. Dari kerangka konseptual ini akan menimbulkan empat hipotesa yang akan dijelaskan dalam hipotesis penelitian di bawah ini.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut:

  H1: Return On Assets (ROA) (X1) berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, H2: Return On Equity (ROE) (X2) berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, H3: Leverage (X3) berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, H4: Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),

  Leverage perusahaan berpengaruh secara bersama-sama terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi

13 171 114

Pengaruh ROA, ROE, Dan Leverage Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

12 84 102

Perancangan Corporate Social Responsibility Toyota

0 5 1

Analisis Pengaruh Corporate Governance Dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporatre Social Responsibility

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang Lingkup Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibil

0 2 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Pengaruh Pengungkapan Corporte Social Responsibility, Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dan Nilai Perusahaan sebagai Varia

0 0 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility 2.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan Batubara Di Bursa Efek

0 1 21

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Nilai Perusahaan - Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Dan Pencitraan PT. Pertamina

0 1 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teoritis 1. Corporate Social Responsibility - Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 19