BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang Lingkup Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibil

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ruang Lingkup Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

  Tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa disebut dengan Corporate

  

Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk

  berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan (Suhandari, 2007).

  Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Global Reporting

Initiative ... merupakan sebuah inisiatif bersama antara koalisi LSM di Boston

  Amerika Serikat, Coalition for Responsible Economics (CERES) dengan United States Environment Program (UNEP).

  World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah : "Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the community and society at large" adalah bentuk kepedulian sosial perusahaan yang saat ini menjadi aspek penting dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. ISO 26000 adalah standar internasional untuk tanggung jawab sosial dan bersifat guideline (pedoman) sehingga perusahaan harus mengembangkan strategi dan program Corporate

  

Social Responsibility (CSR) berdasarkan kondisi objektif internal dan eksternal

perusahaan.

  Di Indonesia, Corporate Social Responsibility (CSR) disepadankan dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Sebagaimana tercantum didalam UU Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 Pasal 74 bahwa TJSL merupakan kebijakan negara yang menjadi tanggung jawab bersama untuk bekerjasama (to corporate) antara negara, pelaku bisnis, perusahaan, dan masyarakat. Bukan sebaliknya untuk mencari lubang-lubang (loopholes) kelemahan terhadap ketentuan hukum yang kemudian diekspoitasi untuk menghindari (to evade) tanggung jawab tersebut.

  Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Corporate Social

  

Responsibility (CSR) sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban sosial

  perusahaan terhadap pihak stakeholder dan stockholder sebagai bentuk dari karakteristik perusahaan adalah menyeimbangkan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan.

  Penjelasan yang memotivasi perusahaan untuk melakukan CSR dapat digambarkan pada tiga tahap atau paradigma yang berbeda yaitu (Tanudjaja, 2006): 1. tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan.

  2. tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.

  3. tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasrkan prinsip keterlibatan sosial

2.1.1.3 Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR)

  Ada tiga konsep tanggung jawab sosial menurut Untung (2009) dalam Tamba (2011) yang paling berkembang dalam ruang lingkup pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, tanggung jawab sosial perusahaan antara lain selalu dikaitkan dengan kepentingan pemegang saham versus pemangku kepentingan (stakeholders) dalam kaitannya dengan perlindungan tenaga kerja. Kedua, codes seringkali tidak berisi substansi yang nyata dan gagal menempatkan unsur-unsur yang vital untuk implementasi dan penegakkannya.

  Ketiga, tanggung jawab sosial perusahaan selalu dikaitkan dengan perlindungan lingkungan hidup. Tanggung jawab sosial perusahaan diartikan sebagai perangkat kebijakan yang komprehensif, praktek dan program yang terintegrasi dalam kegiatan bisnis, jaringan pemasok dan proses pengambilan keputusan di seluruh perusahaan dimanapun perusahaan itu menjalankan kegiatannya, dan termasuk lingkungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Karena berbagai tekanan dari

  stakeholders termasuk dari pemerintah dan media massa, perusahaan-perusahaan

  multinasional menyadari bahwa komitmen kepada tanggung jawab sosial dan lingkungan telah berubah. Paradigma baru mengenai tanggung jawab sosial perusahaan terkait erat dengan tanggung jawab lingkungan. Ketiga, ketika Enron dan World.com bangkrut pada tahun 2001 dan 2002 para akademisi, legislator, dan pemimpin perusahaan mencoba mencari jalan untuk mencegah kejatuhan perusahaan-perusahaan yang lain.

2.1.1.4 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

  Jika diperhatikan dengan saksama, sebenarnya pelaksanaan program

  

Corporate Social Responsibility (CSR) belum sepenuhnya diterima oleh

  masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya perhatian perusahaan terhadap pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Jika dikelompokkan, maka sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan (Suharto, 2008) :

  a) brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif,

  Corporate Social Responsibility (CSR) bisa memberikan citra perusahaan

  yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan

  

customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyord

Petroleum ”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu

  lingkungan.

  b) human resource. Program Corporate Social Responsibility (CSR) dapat membantu perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman yang tinggi sering bertanya tentang Corporate Social

  Responsibility (CSR) dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka

  license to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi “izin” atau “restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.

  d) risk management. Manajemen risiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan kantor. Membantu budaya “doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola risiko-risiko bisnis.

2.1.1.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

  Pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu usaha (Ghozali dan Chariri, 2007 dalam Pian, 2010). Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh laporan keuangan.

  Tujuan pengungkapan menurut SEC dikategorikan menjadi dua, yaitu:

  

Protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap

  investor, dan Informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, Tearney, dalam Wardani, 2009).

  Adapun tujuan pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan (Tamba, 2011) adalah sebagai berikut: 1. untuk meningkatkan dan mempertahankan citra perusahaan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

  2. untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

  3. sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah laporan tahunan dengan pengungkapan wajib yaitu pengungkapan informasi yang wajib dilaporkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bapepam No: Kep-38/PM.1996 tanggal 17 januari 1996. Jenis yang kedua adalah laporan tahunan dengan pengungkapan sukarela yaitu pengungkapan informasi di luar pengungkapan wajib yang diberikan dengan sukarela oleh perusahaan para pemakai (Mahdiyah, 2008 dalam Pian 2010). Salah satu bagian dari pengungkapan sukarela tersebut adalah pengungkapan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) perusahaan.

  Ada beberapa motivasi yang mendorong manajer secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Menurut Deegan (2002) dalam Purwanto (2011), alasan tersebut antara lain: a. keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang.

  b. pertimbangan rasionalitas ekonomi (economic rationality). Dari alasan ini, maka memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan mungkin dipandang sebagai motivasi utama.

  c. keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. Artinya, manajer berkeyakinan bahwa orang yang memiliki hak tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan, dan tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut.

  d. keinginan untuk mematuhi persyaratan penjaminan. Lembaga pemberi jaminan cenderung menghendaki peminjam untuk secara periodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja dan kebijakan sosial dan lingkungannya.

  e. untuk mematuhi harapan masyarakat, barangkali refleksi atas pandangan bahwa kepatuhan terhadap “izin yang diberikan masyarakt untuk beroperasi

  (atau kontrak sosial) tergantung pada penyediaan informasi berkaitan dengan kinerja sosial dan lingkungan.

  f. sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan g. untuk me-manage kelompok stakeholder tertentu yang powerful.

  h. untuk menarik dana investasi diartikan sebagai suatu proses pengomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

  

2.1.1.6 Teori yang Mendasari Pengungkapan Corporate Social Responsibility

(CSR)

  Ada beberapa alasan perusahaan untuk melakukan atau tidak melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Alasan tersebut dapat dijelaskan menggunakan agency theory, legitimacy theory, dan stakeholder theory (Sembiring, 2005 dalam Asmiran, 2013).

1. Agency Theory

  Agency Theory (teori keagenan) menjelaskan tentang hubungan antar dua

  pihak yang salah satu pihak menjadi agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal. Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud dengan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan.

  Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak. Adanya perbedaan tujuan antara prinsipal dan Akibatnya, manajer akan mengambil tindakan yang dapat memperbaiki kesejahteraannya sendiri tanpa memikirkan kepentingan pemegang saham. Maka, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

2. Legitimacy Theory

  Legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah individu, dan kelompok masyarakat. Menurut yang dijelaskan Sefrilia (2012), legitimasi menyamakan persepsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai kepercayaan, dan defenisi yang dikembangkan secara sosial. Untuk mencapai tujuan ini organisasi berusaha untuk mengembangkan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungkan dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam sistem sosial yang lebih besar pada organisasi itu berada serta menjadi bagiannya.

  Dari uraian tersebut, teori legitimasi merupakan salah satu teori yang mendasari pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Pengungkapan

  

Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dilakukan untuk mendapatkan

  nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Dan juga akan meningkatkan reputasi perusahaan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut.

  Stakeholders Theory

  Stakeholders Theory (Teori Stakeholder) mengasumsikan bahwa eksistensi

  perusahaan ditentukan oleh para stakeholders. Stakeholders adalah semua pihak, internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Stakholder is a group

  

or an individual who can affect, or be affected by, the success or failure of an

organization (Luk, Yau, Tse, Alan, Sin, Leo, dan Raymond, dalam Asmiran,

  2013).

  Berdasarkan asumsi tersebut, maka perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukkannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaiam tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern.

2.1.2 Ruang Lingkup Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

  Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan

2.1.2.1 Kepemilikan Saham Asing

  Mengacu pada Pasal 1 ayat 8 UU No. 25 Th. 2007, kepemilikan saham asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri.

  Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan sukarela dan luas (Xiao et Al, 2004 dalam Tamba 2011).

  Metode pengukuran yang telah dilakukan oleh yang dapat dirumuskan:

  ℎ ℎ ℎ × 100% ℎ = ℎ

  2.1.2.2 Kepemilikan Saham Institusional

  Kepemilikan saham institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak- pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka merupakan sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham lainnya (Tamba, 2011).

  Struktur kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik dan kepemilikan oleh blockholder, yang dirumuskan:

  ℎ ℎ ℎ ℎ × 100% = ℎ ℎ

  2.1.2.3 Kepemilikan Saham Manajerial

  Kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajer memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sebagai pemegang saham manajemen perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: pertama, mereka mewakili pemegang saham institusional. Kedua, mereka adalah tenaga-tenaga profesional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketiga, mereka duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham.

  Struktur kepemilikan manajerial dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajerial, dapat dirumuskan:

  ℎ ℎ ℎ ℎ × 100% = ℎ ℎ

2.1.2.4 Tipe Industri

  Tipe industri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu industri yang high-profile dan industri yang low-profile. Robert (1992) dalam Pian (2010) menggambarkan industri yang high-profile sebagai perusahaan yang mempunyai tingkat sensivitas yang tinggi terhadap lingkungan (consumer visibility), tingkat risiko politik yang tinggi atau tingkat kompetisi yang ketat. Keadaan tersebut membuat perusahaan menjadi lebih mendapatkan sorotan oleh masyarakat luas mengenai aktivitas perusahaannya. Industri yang low-profile adalah kebalikannya, sehingga tidak terlalu mendapat sorotan dari masyarakat luas mengenai aktivitas perusahaannya meskipun dalam melakukan aktivitasnya tersebut perusahaan melakukan kesalahan atau kegagalan pada proses maupun hasil produksinya.

  Tipe industri diukur dengan variabel dummy dimana high-profile akan agribisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan, transportasi dan parawisata. Score 0 diberikan untuk perusahaan low-

  

profile, yang meliputi bidang bangunan, keuangan dan perbankan, supplier

  peralatan media, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk personal dan produk rumah tangga (Silaen, 2011).

2.1.2.5 Profitabilitas

  Menurut Sugiyarso dan Winarni (2005: 118) dalam Asmiran (2013) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri, sehingga sasaran yang ingin dicapai adalah laba.

  Manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan memajukan kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan. Konsekuensinya, perusahaan yang mempunyai respon sosial dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial seharusnya menyingkirkan seseorang yang tidak merespon hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan variabel akuntansi seperti tingkat pengembalian investasi dan variabel pasar seperti

  differential return harga saham (Munawir, 2002).

  Dalam penelitian ini profitabilitas diukur dengan menggunakan Return on

  

Equty (ROE) yang menunjukkan tingkat pengembalian modal sendiri. Secara

  umum semakin tinggi ROE, maka semakin baik. Adapun pengukurannya:

  × 100% = Menurut Lankoski (2000) dalam Ardhy (2009) konsep kinerja lingkungan merujuk pada tingkat kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Tingkat kerusakan lingkungan yang lebih rendah menunjukkan kinerja lingkungan perusahaan yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi tingkat kerusakan lingkungannya maka semakin buruk kinerja perusahaan tersebut.

  Penelitian ini memakai hasil penilaian PROPER sebagai indikator kinerja lingkungan perusahaan. PRORER adalah program penilaian kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 1995. PROPER merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

  Sistem peringkat kinerja lingkungan sesuai program Kementerian Lingkungan Hidup yaitu PROPER diindikasikan dalam lima warna, yakni (Permana, 2012): 1.

  Emas : sangat sangat baik – skor 5 Telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan telah melakukan upaya 3R (Reduse, Reusem, dan Recycle), menerapkan sistem pengelolaannya berkesinambungan serta melakukan upaya-upaya yang berguna bagi kepentingan masyarakat jangka panjang.

  2. Hijau : sangat baik – skor 4 Telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan, telah mempunyai sistem pengelolaan lingkungan, mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat, termasuk melalukan upaya 3R.

  3. Biru : baik – skor 3 Telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai

  Merah : buruk – skor 4 Melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi beberapa upaya belum mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

5. Hitam : sangat buruk – skor 1

  Melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

  Pian (2010) Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Regulasi Pemerintah Terhadap Pengungkapan

  Corporate Social Responsibility (CSR)

  pada Laporan Tahunan di Indonesia

  Variabel Independen:

  Kepemilikan Saham Pemerintah, Kepemilikan Saham Asing, Regulasi Pemerintah, Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas

  Social Responsibility (CSR) yang pernah dilakukan, yaitu:

  Kepemilikan saham pemerintah, regulasi pemerintah, tipe industri dan ukuran industri berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di Indonesia. Sementara itu, kepemilikan saham asing dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR di Indonesia

  Ziaul (2010)

  The Effect of CSR Disclosure on Institutional Ownership

  Variabel Independen:

  Kepemilikan Saham Institusional

  Variabel Dependen: Corporate Social

  Hasilnya menjelaskan bahwa CSRD berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepemilikan saham institusional

  Berikut adalah daftar beberapa penelitian terdahulu mengenai Corporate

  Variabel Dependen: Corporate Social Responsibility

  (2011)

  Social Responsibility Variabel

Independen: Tipe

  size perusahaan dan

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

  Perusahaan, Tipe Industri, Basis Perusahaan, Profitabilitas,

  Variabel

Independen: Size

  dan

  Leverage

  Tipe Industri, Basis Perusahaan, Profitabilitas,

  Size Perusahaan,

  Analisis Pengaruh

  Silaen (2011)

  Tipe industri dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Namun, Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility.

  Variabel Dependen:

Corporate Social

Responsibility

  Industri, Ukuran Perusahaan, dan Profitabilitas

  Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Corporate

  The Relationship between Management Ownership and Corporate Social Responsibility Disclosure: A Study of Selected Firms in Nigeria

  Purwanto (2011)

  Kepemilikan asing yang hanya memiliki efek positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Sedangkan kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen tidak memiliki efek positif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR

  Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

  

Variabel Kontrol:

Size Perusahaan,

ROA, Leverage Variabel

Dependen: Indeks

  Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Asing

  Variabel Independen:

  yang Listing di BEI tahun 2009)

  Manufacturing Secondary Sectors

  Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan

  Tamba (2011)

  mengungkapkan bahwa struktur kepemilikan manajer berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat CSRD pada perusahaan

  Variabel Dependen:

Corporate Social

Responsibility Disclosure

  Kepemilikan saham manajerial

  Variabel Independen:

  profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan tingkat Perusahaan yang Go

  Public di BEI 2010 Variabel Dependen:

  (CSR) Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)

  Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan penelitian terdahulu, maka peneliti akan menganalisis apakah kepemilikan saham asing,

  berpengaruh terhadap CSR disclosure.

  leverage terbukti tidak

  perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Sedangkan ukuran dewan komisaris dan

  size, profitabilitas dan profile mendorong

  Kinerja lingkungan,

  leverage Variabel Dependen: CSR

  anggota dewan komisaris, dan

  

Profile, Jumlah

  Kinerja Lingkungan, Size, Profitabilitas,

  Variabel Independen:

  Social Responsibility

  Tingkat Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan likuiditas tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial pada perusahaan yang go publik di Bursa Efek Indonesia tahun 2010.

  Pengaruh Kinerja Lingkungan dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate

  Permana (2012)

  Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, tetapi pada leverage, ukuran dewan komisaris, profitabilitas, dan kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

  Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

  Variabel Independen:

  Perusahaan, Profitabilitas, dan Kinerja Lingkungan

  

Leverage, Ukuran

  Ukuran Dewan Komisaris,

  Variabel Independen:

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

  Wijaya (2012)

2.3 Kerangka Konseptual

  berikut.

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Kepemilikan Saham Asing

  H1

  Kepemilikan Saham

  

H2

  Institusional

  Pengungkapan H3

  Kepemilikan Saham

  Corporate Social

  Manajerial

  H4 Responsibility

  Tipe Perusahaan

  H5 (CSR)

  Profitabilitas

  H6

  Kinerja Lingkungan

  H7

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  

Berdasarkan uraian landasan teori mengenai faktor-faktor yang

  mempengaruhi luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) maka peneliti mengindikasikan faktor kepemilikan sahma asing, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham manajerial, tipe industri, profitabilitas, dan kinerja lingkungan sebagai variabel independen penelitian yang mempengaruhi

  Responsibility (CSR)

  Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia dapat diindikasikan sebagai akibat peningkatan nilai perusahaan asing di dalam operasional perusahaan. Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan yang baik, jaringan informasi luas, sehingga memungkinkan melakukan disclosure secara luas. Perusahaan dengan kepemilikan saham asing dianggap lebih concern dalam pengngkapan tanggung jawab sosial.

  Dalam teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham atau investor, sedangkan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Maka pemegang saham asing harus mengetahui luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR).

  Teori legitimasi diartikan sebagai sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah individu, dan kelompok masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjaga image perusahaan multinasional yang memiliki kepemilikan saham asing, perusahaan tersebut lebih memperhatikan pengungkapan tanggung jawab sosial karena untuk menjaga legitimasi perusahaan. dengan kata lian, apabila perusahaan di Indonesia memiliki sosial.

  Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut

  H 1 : kepemilikan saham asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

2.3.2 Kepemilikan Saham Institusional dan Pengungkapan Corporate Social

  Responsiblity (CSR)

  Teori stakeholder menjelaskan pengungkapan Corporate Social

  

Responsibility (CSR) perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan

stakeholder. Implikasinya adalah perusahaan akan secara sukarela melaksanakan

Corporate Social Responsibility (CSR), karena pelaksanaan Corporate Social

Responsibility (CSR) adalah bagian dari peran perusahaan ke stakeholder. Teori

  ini jika diterapkan akan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan laporan Corporate Social Responsibility (CSR).

  Dalam hal ini institutional ownership dapat menekan perusahaan untuk menyusun suatu laporan tahunan yang mengandung pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam penelitian Lusyiani (2010) menyatakan terdapat pengaruh antara kepemilikan saham institusiona terhadap pengungkapan laporan

  

Corporate Social Responsibility (CSR) belum banyak dilakukan. Maka

  berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

  signifikan terhadap pengungkapan Corporate Sociak Responsibility (CSR)

2.3.3 Kepemilikan Saham Manajemen dan Pengungkapan Corporate Social

  Responsibility (CSR)

  Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray et.Al.,1988 dalam Purnamasari, 2011).

  Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri. Berdasarkan teori agensi, inti dari teori ini adalah pemisahan fungsi antara kepemilikan perusahaan oleh investor dan pengendalian perusahaan oleh manajemen. Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham ingin mengetahui semua informasi di perusahaan termasuk aktivitas aktivitas manajemen yang dapat memberikan nilai positif. Salah satu tindakan manajemen yang dapat memberikan nilai positif yaitu pengungkapan ekonomi, dan lingkungan pada masyarakat sekitar. Dengan demikian, semakin besar persentasi kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka semakin banyak pula informasi Corporate Social Responsibility (CSR) yang diungkapkan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan image perusahaan.

  Maka dari tinjauan pustaka di atas, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

  H : kepemilikan saham manajerial berpengaruh positif dan

  3 signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

2.3.4 Tipe Industri dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

  Para peneliti akuntansi sosial tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu perbedaan tersebut adalah tipe industri, yaitu industri yang high-profile dan industri yang low-profile. Perusahaan yang high-profile digambarkan sebagai perusahaan yang mempunyai tingkat sensivitas yang tinggi terhadap lingkungan (customer visibility), tingkat risiko politik yang tinggi atau tingkat kompetisi yang ketat.

  Teori legitimasi memiliki alasan tentang hubungan ukuran perusahaan dan pengungkapan. PerusahaaN yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak sehingga memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat, efisien untuk mengkomunikasikan informasi ini (Cowen et. Al.,1987) dalam (Pian, 2010).

  Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:

  H 4 : tipe industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

  

2.3.5 Profitabilitas dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility

(CSR)

  Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan profitabilitas perusahaan telah diyakini mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial yang sama dengan gaya manajerial yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk membuat suatu perusahaan memperoleh keuntungan (Bownman dan Haire, 1976 dalam Permana, 2012).

  Riset penelitian empiris terhadap hubungan pengungkapan sosial perusahaan, profitabilitas menghasilkan hasil yang sangat beragam. Penelitian yang dilakukan Hackston dan Milne (1996) dalam Sulastini (2007) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sama halnya dengan Pian (2010) memperoleh hasil penelitian tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social

  Responsibility (CSR).

  Berbeda dengan pendapat di atas yang menyatakan bahwa profitabilitas sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:

  H : profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

  5

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

2.3.6 Kinerja Lingkungan dan Pengungkapan Corporate Social

  Responsibility (CSR)

  Kinerja lingkungan dipengaruhi oleh seberapa besar motivasi perusahaan untuk melakukan pengelolaan lingkungan sehingga akan berdampak pada pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan. Dengan adanya tindakan proaktif perusahaan dalam pengelolaan lingkungan serta adanya kinerja yang tinggi, manajemen perusahaan diharapkan akan terdorong untuk mengungkapkan tindakan manajemen lingkungan tersebut dalam annual report.

  Hal tersebut menunjukkan transparasi dan akuntabilitas terhadap publik sehingga masyarakat dapat mengetahui peran perusahaan terhadap lingkungannya.

  Teori stakeholder dapat digunakan untuk memahami hubungan antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR).

  Tuntutan stakehoder pada perusahaan untuk tidak menciptakan permasalahan lingkungan membuat perusahaan lebih memperhatikan kinerja lingkungannya.

  Melalui adanya kinerja lingkungan yang baik maka mendorong perusahaan untuk mengungkapkan aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) karena melalui pengungkapan inilah para stakeholder dapat menilai kinerja perusahaan (Pian, 2010). sebagai berikut:

  H : kinerja lingkungan berpengaruh positif dan signifikan

  6 terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

  

2.3.7 Kepemilikan Saham Asing, Kepemilikan Saham Institusional,

Kepemilikan Saham Manajerial, Tipe Industri, Profitabilitas, Kinerja Lingkungan dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

  Pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan meliputi lingkungan, energi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, lain-lain tentang tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum. Kepemilikan saham yang lebih mendominasi dalam perusahaan akan lebih mendapatkan dukungan dalam rangka pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian kepemilikan saham institusional dengan proporsi yang lebih tinggi akan melakukan pengungkapan yang lebih tinggi karena adanya hubungan timbal balik yang kuat antara tanggung jawab perusahaan dengan masyarakat. Kepemilikan saham manajerial dengan proporsi yang semakin besar, maka akan cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Selanjutnya tipe industri yang high-profile akan lebih mungkin mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan industri yang low-profile. Ketika perusahaan (manajemen) memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan tersebut, sebaliknya ketika informasi kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan kinerja lingkungan yang buruk.

  Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  H 7 : kepemilikan saham asing, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham manajerial, tipe industri, profitabilitas, dan kinerja lingkungan secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN HUKUM PEMBUKTIAN DI INDONESIA A. Penerapan Alat Bukti, Barang Bukti dan Kekuatan Pembutian pada KUHAP - Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Seri

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Kajian Perbandingan Hukum Atas Pembuktian Menurut Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Dengan Sistem Peradilan Pidana Di Amerika Serikat

0 0 31

Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

1 1 69

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pendapatan Pengrajin Olahan Ubi Kayu Di Kecamatan Pegajahan (Studi Kasus : Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 11

Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 0 24

2.1.1.2 Tujuan Investasi - Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan - Pengaruh Keterampilan Berwirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Doorsmeer Sabena

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atribusi - Analisis Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif Terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governance

0 0 49

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur dan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

0 0 16