BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Pengaruh Pengungkapan Corporte Social Responsibility, Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dan Nilai Perusahaan sebagai Varia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

  Dalam perkembangannya, konsep CSR tidak memeliki definisi tunggal.Ini terkait pengungkapan dan penjabaran CSR yang dilakukan perusahaan yang juga berbeda-beda. Dalam bahasa Indonesia, Darwin (2004) dalam Rimba (2010:11) mengartikan bahwa: “Pertanggung jawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum”.

  Belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR dibawah ini menunjukan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi, antara lain sebagai berikut: (Edi,2007; Philip Kotler,2008; Sukada dan Jalal, 2008).

1. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)

  CSR adalah komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya,serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.

  2. International Finance Corporation

  CSR adalah komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang lebih baik bagi bisnis maupun pembangunan.

  3. CSR Asia Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

  Sedangkan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal satu butir tiga (2007:2) menyatakan bahwa :“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan gunameningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

  Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Menurut ISO 26000 (draft 3, 2007) dalam Rista (2009), CSR adalah: “Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan- keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh”.

  Pada intinya tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

  

Responsibility) adalah kewajiban organisasi bisnis untuk mengambil bagian

  dalam\ kegiatan yang bertujuan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatsecara keseluruhan.

  Di dalam ISO 26000, Corporate Social Responsibility mencakup enam isu pokok, yaitu : 1) Pengembangan masyarakat 2) Konsumen 3) Praktek kegiatan institusi yang sehat 4) Lingkungan 5) Ketenagakerjaan 6) Hak Asasi Manusia

  Berdasarkan konsep ISO 26000, maka untuk penerapan Corporate Social

  

Responsibility hendaknya terintegrasi dalam seluruh aktivitas perusahaan yang

mencakup 6 (enam) isu pokok di atas.

  Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan Corporate

  

Social Responsibility. Selain itu, pengaturan tentang Corporate Social

Responsibility juga tercermin di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007

  tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai

  Corporate Social Responsibility sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-

  undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan Corporate Social

  

Responsibility yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha

  yang tidakhanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etisdan berperan dalam penciptaan investasi sosial.

2.1.2 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

  Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan (terutama lingkungan sekitar) dalam jangka panjang. Corporate Social Responsibility (CSR) dapat dipandang sebagai asset strategis dan kompetitif bagi perusahaan di tengah iklim bisnis yang makin sarat kompetisi. Menurut Adam dan Zutshi (2004) dalam Rahmawati Rahayu (2012:27) CSR dapat memberi banyak manfaat yaitu : 1) Peningkatan profit bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik.

  2) Menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar. 3) Mampu meningkatkan reputasi perusahaan tersebut yang juga merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan (corporate image building).

  Dengan adanya CSR akan meningkatkan profit bagi perusahaan dan kinerja finansial yang lebih baik karena banyak perusahaan-perusahaan besar yang mengungkapkan program CSR menunjukan keuntungan yang nyata terhadap peningkatan nilai saham. Disamping itu CSR dapat menurunkan risiko benturan dengan komunitas masyarakat sekitar, karena sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitar atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait. CSR juga mampu meningkatkan reputasi perusahaan yang dapat dipandang sebagai social marketing bagi perusahaan. Social marketing akan dapat memberikan manfaat dalam pembentukan brand image suatu perusahaan dalam kaitannya dengan kemampuan perusahaan terhadap komitmen yang tinggi terhadap lingkungan selain memiliki produk yang berkualitas tinggi.

  Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap voume unit produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang besar terhadap peningkatan laba perusahaan. Kegiatan CSR yang diarahkan memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan sosial dalam jangka panjang.

  Seperti yang dikemukakan oleh Susanto (2007) dalam Fitriyani (2011:21) bahwa dari sisi perusahaan terdapat 6 (enam) manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu :

  1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan.

  2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.

  3) Keterlibatan dan kebanggan karyawan.

  4) CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholder-nya.

  5) Meningkatkan penjualan. 6) Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.

  Maka dari itu untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program CSR diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak yang peduli terhadap program-program CSR.Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab bahwa dimasa mendatang tetap ada manusia di muka bumi ini.

2.1.3 Komponen Dasar Corporate Social Responsibility

  John Elkington (1997) yang dikutip oleh Hasibuan dan Sedyono (2006:73) menyebutkan bahwa Corporate Social Responsibility dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu: people, profit, dan planet. Ketiga komponen inilah yangsaat ini kerap dijadikan dasar perencanaan, pengungkapan dan evaluasi (pelaporan) program-program Corporate Social Responsibility yang kemudian dikenal sebagai triple bottom line.

  

Tabel 2.1

The Triple Bottom Line of Corporate Social Responsibility

  People Profit Planet

  Definisi Sebuah bisnis harus bertanggungjawab untuk memajukan dan mensejahterakan sosial serta seluruh stakeholdernya.

  Perusahaan tidak boleh hanya memiliki keuntungan bagi organisasinya saja tetapi harus dapat member kemajuan ekonomi bagi para stakeholdernya.

  Perusahaan harus dapat menggunakan sumber daya alam dengan sangat bertanggungjawab dan menjaga keadaan lingkungan serta memperkecil jumlah limbah produksi

  Jenis Kegiatan

  Kegiatan kedermawanan yang dilakukan secara tulus untuk membangun masyarakat dan sumber daya manusia

  Tindakan perusahaan untuk terjun langsung di dalam masyarakat untuk memperkuat ketahanan ekonomi.

  Penerapan proses produksi yang bersih, aman dan bertanggungjawab

  Contoh

  • Beasiswa Pendidikan - Pelayanan Kesehatan - Pembinaan UKM
  • Bantuan Modal dan kredit
  • Pemberdayaan tenaga local
  • Pengelolaan Limbah - Penanaman Pohon - Kampanye Lingkungan Hidup    
Jadi berdasarkan pendapat diatas, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financialnya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.

    Sumber: Hasibuan dan Sedyono (2006:73)

  Triple bottom line merupakan sinergi dari tiga elemen yang merupakan

  komponen dasar dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Triple bottom

  

line sering dijadikan acuan dalam pembuatan program-program Corporate Social

Responsibility.

  Sedangkan menurut pendapat Yusuf Wibisono (2007:32) mengemukakan bahwa: “Pada dasarnya perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah 3P, selain mengejar Profit perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat dalampemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet)”.

2.1.4 Indikator Corporate Social Responsibility

  Untuk mengukur pengungkapan CSR berdasarkan Indikator-indikator menurut Edy Rismanda Sembiring (2005) sebagai berikut :

Tabel 2.2 Indikator CSR

ITEM CSR

  Pengendalian polusi kegiatan operasi, pengeluaran riset dan 1. pengembangan untuk mengurangi polusi. Operasi perusahaan tidak mengakibatkan polusi ataumemenuhi 2. ketentuan hukum dan peraturan polusi. Pernyataan yang menunjukkan bahwa polusi operasi telah atau akan 3. dikurangi. Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan 4. sumber alam, misalnya reklamasi daratan ataureboisasi. Konservasi sumber alam, misalnya mendaur ulang kaca, besi,minyak, 5. air dan kertas. Penggunaan material daur ulang

  LINGKUNGAN 6.

  Menerima penghargaan berkaitan dengan program lingkungan yang 7. dibuat perusahaan. Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan.

  8. Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan.

  9.

  10. Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah.

  11. Pengelolaan limbah.

  12. Riset mengenai pengelolaan limbah.

  13. Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan perusahaan.

  14. Perlindungan lingkungan hidup.

  Menggunakan energi secara lebih efisien dalam kegiatan operasi.

  1. Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi.

  2. Penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang.

  3. Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi.

  4. Peningkatan efisiensi energi dan produk.

  5. ENERGI Riset yang mengarah pada peningkatan efisiensi energi dari produk.

  6. Mengungkapkan kebijakan energi perusahaan.

  7.

  Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko dalam lingkungan kerja.

  10. Mengungkapkan persentase/jumlah tenaga kerja wanita/orangcacat dalam tingkat managerial.

  16. Mengungkapkan bantuan atau bimbingan untuk tenaga kerja yang dalam proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan.

  15. Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja.

  14. Memberikan bantuan keuangan pada tenaga kerja dalam bidang pendidikan.

  13. Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu ditempat kerja.

  12. Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat.

  11. Mengungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita/orang cacat dalam pekerjaan.

  9. Perekrutan atau memanfaatkan tenaga kerja wanita/orangcacat.

  2. Mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental.

  8. Mengungkapkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.

  7. Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja.

  6. Menetapkan suatu komite keselamatan kerja.

  5. Menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja.

  4. Mentaati peraturan standar kesehatan dengan keselamatan kerja.

  3. Mengungkapkan statistik kecelakaan kerja.

  17. Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan.

SUMBER DAYA MANUSIA 1.

  19. Pengungkapan persentase gaji untuk pensiun.

  31. Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah.

  2. Gambaran pengeluaran riset dan pengembangan produk.

  Pengungkafan informasi pengembangan produk perusahaan, termasuk pengemasan.

  PRODUK 1.

  37. Informasi dan statistik perputaran tenaga kerja.

  36. Informasi reorganisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja.

  35. Peningkatan kondisi kerja secara umum.

  34. Mengungkapkan informasi bagaimana aksi tenaga kerja dinegosiasikan.

  33. Melaporkan gangguan dan aksitenaga kerja.

  

32. Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh.

  30. Mengungkapkan informasi stabilitas pekerjaan tenaga kerjadan masa depan perusahaan.

  20. Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan.

  29. Mengungkapkan informasi hubungan manajemen dengan tenaga kerja

dalam meningkatkan keputusan dan motivasi kerja.

  

28. Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain.

  27. Mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja.

  

26. Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut.

  25. Mengungkapkan statistik tenaga kerja, misalnya penjualan pertenaga kerja.

  24. Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka.

  23. Mengungkapkan disposisi staff dimana staff ditempatkan.

  22. Mengungkapkan tingkatan manajerial yang ada.

  18. Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi.

  

21. Mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan.

  Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untukmemperbaiki 3. produk. Pengungkapan bahwa produk memenuhi standar keselamatan.

  4. Membuat produk lebih aman untuk konsumen.

  5. Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan.

  6. Pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengolahan 7. dan penyiapan produk. Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan.

  8. Pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam 9. penerimaan penghargaan

  10. Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat (misalnya, ISO 9000).

  Sumbangan tunai, produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas 1. masyarakat, pendidikan, dan seni. Tenaga kerja paruh waktu (part-time employment) dari 2. mahasiswa/pelajar. Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat.

  3. Membantu riset media.

  4. MASYARAKAT Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran

  5. seni. Membiayai program beasiswa.

  6. Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat.

  7. Mensponsori kampanye nasional.

  8. Mendukung pengembangan industri lokal.

  9. Pengungkapan tujuan. Kebijakan perusahaan secara umum berkaitan 1. dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.

  UMUM Informasi hubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain 2. yang disebut di atas.

  Sumber: Sembiring (2005)

2.1.5 Program Corporate Social Responsibility

  Untuk mendukung perencanaan jangka panjang perlu dibuat program- programyang mendukung pencapaian dari tujuan tersebut. Melaksanakan

  

Corporate Social Responsibility membutuhkan langkah-langkah pembentukan dan

  persiapan hingga akhirnya dapat dilaksanakan. Langkah-langkah persiapan dan penerapan Corporate Social Responsibility menurut Rahendrawan (2006:63) adalah sebagai berikut : 1) Perencanaan Corporate Social Responsibility

  • Mempersiapkan target dan tujuan dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility untuk perusahaan.
  • Mempersiapkan perangkat alat ukur kinerja dan alat ukur status dari Corporate Social Responsibility.
  • Mengidentifikasi inovasi dan/atau intervensi terhadap sistem yangsedang diterapkan.
  • Mengidentifikasi masalah Corporate Social Responsibility yang relevan dengan kegiatan operasional perusahaan.
  • Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan Corporate Social

  Responsibility, baik dengan unit organisiasi, dan/atau darikematangan Corporate Social Responsibility itu sendiri.

  • Menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan Corporate Social Responsibility di dalamnya.
  • Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang relevan dalam merancang Corporate Social Responsibility.
  • Mempersiapkan program-program dari Corporate Social Responsibility. 2) Persiapan aktivitas Corporate Social Responsibility - Proses pengambilan keputusan dan pengesahan program-program Corporate Social Responsibility.
  • Memanage perubahan dan inovasi-inovasi yang dibutuhkan.
  • Organisasi program-program Corporate Social Responsibility, baik internal maupun eksternal.

  • Sumber daya internal perusahaan dari perusahaan (sumber dayamanusia, modal, dll).

  3) Pengungkapan Corporate Social Responsibility

  • Menghubungkan program-program Corporate Social Responsibility dengan para stakeholders, yang keterlibatannya akan ditentukan berdasarkan kondisi, prioritas dan anggaran perusahaan.
  • Mengungkapkan program.
  • Person(s)

  in charge, orang yang memimpin pelaksanaan programCorporate Social Responsibility.

4) Evaluasi - Metode pengawasan dan perangkatnya.

  • Metode evaluasi dan perangkatnya.
  • Mekanisme pengembangan terus menerus.
  • Person(s) in charge, orang yang ditugaskan untuk memimpin jalannya evaluasi.
  • Mengidentifikasi masalah Corporate Social Responsibility yang relevan dengan kegiatan operasional perusahaan.
  • Mengidentifikasi tingkat kesiapan pelaksanaan Corporate Social

  Responsibility, baik dengan unit organisiasi, dan/atau dari kematangan Corporate Social Responsibility itu sendiri.

  • Menentukan daerah operasi perusahaan yang akan diterapkan Corporate Social Responsibility di dalamnya.
  • Mengidentifikasi stakeholders perusahaan, dan melibatkan pihak-pihak yang relevan dalam merancang Corporate Social Responsibility.
  • Mempersiapkan program-program dari Corporate Social Responsibility. 5) Pelaporan - Mekanisme dan sistem pelaporan internal dan eksternal.
  • Komunikasi internal dan sistem koordinasi.
  • Sistem komunikasi eksternal.
  • Laporan verifikasi.

2.1.6 Tujuan Perusahaan Melaksanakan Corporate Social Responsibility

  Menururt Chuck Williams (2001:123) menyebutkan bahwa :“Tujuan perusahaan menerapkan CSR agar dapat memberi manfaat yang terbaik bagi

  

stakeholders dengan cara memenuhi tanggung jawab ekonomi, hukum, etika dan

  kebijakan,

  1. Tanggung jawab ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah pondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang.

  2. Tanggung jawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah.

  3. Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair.Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya: be ethical.

  4. Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberikan kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkankualitas kehidupan semua. Kata kuncinya: be a good citizen. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah non-fiduciary responsibility”.

  Keempat jenjang tanggung jawab tersebut perlu dipahami sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan interpretasi umumnya kerap terjadi dimana muncul argumen bahwa laba yang harus diutamakan. Tetapi kegiatan mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan kegiatan lainnya, seperti mengembangkan masyarakat.Corporate Social

  

Responsibility pada saat ini bukan lagi hanya sekedar kegiatan philanthropy

  konvensional, memberikan sejumlah dana untuk tujuan-tujuan yang baik di akhir tahun saat pembukuan selesai. Namun sudah lebih luas lagi dan ini justru dijadikan tanggung jawab yang perusahaan lakukan sepanjang tahun untuk lingkungan di sekitar mereka, untuk kegiatan bekerja yang lebih baik, untuk komitmen perusahaan terhadap komunitas lokal dan untuk pengakuan atas brand

  

names perusahaan yang tidak hanya akan bergantung pada kualitas, harga dan keunikan yang mereka miliki, namun juga pada interaksi perusahaan dengan tenaga kerja yang dimilikinya, komunitas dan lingkungan secara kumulatif.

2.2 Good Corporate Governance

  Menurut Daniri (2004), dengan mengutip riset Berle dan Means pada tahun 1934, isu GCG muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemisahan ini memberikan kewenangan kepada pengelola (manajer/direksi) untuk mengurus jalannya perusahaan, seperti mengelola dana danmengambil keputusan perusahaan atas nama pemilik. Pemisahan ini didasarkan pada principal-agency theory yang dalam hal ini manajemen cenderung akan meningkatkan keuntungan pribadinya daripada tujuan perusahaan. Selain memiliki kinerja keuangan yang baik, perusahaan juga diharapkan memiliki tata kelola yang baik. Definisi dan prinsip CG yang saat ini masih bertahan dan dapat diakomodasiserta diadaptasi oleh berbagai regulasi yang ada khususnya di negara Indonesia (Utama, 2004), yaitu:

  1. Cadbury Committee Menurut Komite Cadburry (2004), yang kemudian dikutip oleh FCGI dalam publikasi pertamanya, corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka, atau dengan katalain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Komite Cadburry dalam laporannya juga menyatakan bahwa GCG terdiri dari 3 prinsip utama yaitu, keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas.

  2. OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (2004), yang dikutip oleh

  FCGIdalam terbitannya ada 4 unsur penting dalam CG yaitu:

  a. Keadilan (Fairness), yaitu kepastian perlindungan atas hak seluruh pemegang dari penipuan (fraud) dan penyimpangan lainnya serta adanya pemahaman yang jelas mengenai hubungan berdasarkan kontrak diantara penyedia sumber daya perusahaandan pelanggan.

  b. Transparansi (Transparancy), yaitu keterbukaan mengenai informasi kinerja perusahaan, baik ketepatan waktu maupun akurasinya. Hal ini berkaitan dengan kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan.,

  c. Akuntabilitas (Accountability), yaitu penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian wewenang, peranan, hak dan tanggung jawab dari pemegangsaham, manajer, dan auditor.

  d. Pertanggung jawaban (Responsibility), yaitu pertanggung jawaban perusahaan kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan itu berada. CG timbul karena kepentingan perusahaan untuk memastikan kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang ditanamkan digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan CG, perusahaan memberikan kepastian bahwa manajemen (agent) bertindak yang terbaik demi kepentingan perusahaan (Setyapurnama dan Nor Pratiwi, 2004). Penerapan good corporate governance diyakini mampu menciptakan kondisiyang kondusif dan landasan yang kokoh untuk menjalankan operasional perusahaan yang baik, efisien dan menguntungkan. Coombes dan Watson (2000) dalam Fachrurozi (2007) menyatakan bahwa pemegang saham saat ini sangat aktif dalam meninjau kinerja perusahaan karena mereka menganggap bahwa CG yang lebih baikakan memberikan imbal hasil yang lebih tinggi bagi mereka. Tujuh puluh lima persendari investor mengatakan bahwa praktek CG paling tidak sama pentingnya dengan kinerja keuangan ketika mereka mengevaluasi perusahaan untuk tujuan investasi. Bahkan 80% dari investor mengatakan bahwa mereka akan membayar lebih mahaluntuk saham perusahaan yang memiliki CG yang lebih baik (wellgoverned company atau WGC) dibandingkan perusahaan lain dengan kinerja keuangan relatif sama. Dey Report (1994) mengemukakan bahwa CG yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menguntungkan para pemegang saham. Morck, Shleifer dan Vishny (1988) dalam Bernhart dan Rosenstein (1998) yang menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris terhadap nilai perusahaan menemukan bahwa nilai perusahaan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan manajerial sampai dengan 5%, kemudian menurun pada saat kepemilikan manajerial 5%-25%, dan kemudian meningkat kembali seiring dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial secara berkelanjutan. Black et al. (2003) dalam Sri Wardany (2006) berargumen bahwa pertama, perusahaan yang dikelola dengan lebih baik akan dapat

lebih menguntungkan sehingga mendapat dividen yang lebih tinggi. Kedua, disebabkan oleh karena investor luar dapat menilai earnings atau dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yangmenerapkan CG yang lebih baik. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti bahwa perusahaan dengan CG yang baik lebih menguntungkan atau membayardividen yang lebih tinggi, tetapi ditemukan bukti bahwa investor menilai earnings atau arus dividen yang sama dengan lebih tinggi untuk perusahaan yang menerapkan CG yang lebih baik.

2.2.1 Mekanisme Corporate Governance

  Mekanisme CG merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan

  

control, pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme CG diarahkan

  untuk menjamindan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan Schward, 1990 dalam Arifin, 2005). Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) dalam Lastanti (2004), mekanisme CG dibagi menjadi dua, yaitu internal mechanism (mekanisme internal), seperti komposisi dewan direksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. Mekanisme yang kedua yaitu external mechanism (mekanisme eksternal), seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. Mekanisme CG yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, karena keterbatasan data mekanisme yang lain. Dalam penelitian ini semakin tinggi kepemilikan manajerial diharapkan pihak manajemen akan berusaha semaksimal mungkin untuk kepentingan para pemegang saham. Hal ini disebabkan oleh pihak manajemen juga akan memperoleh keuntungan bila perusahaan memperoleh laba.

  Kepemilikan managerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh managerial. Kepemilikan managerial merupakan alat monitoring internal yang penting untuk memecahkan konflik agensi antara external stockholders dan manajemen (Chen dan Steiner, 1999). Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman (2009), dalam Wien (2010)). Munculnya kepemilikan saham dalam pihak manajemen akan menjadikan nilai perusahaan dapat meningkat karena pihak manajemen bisa melaksanakan dan selalu mengawasi perkembangan perusahaan sekaligus memperhitungkan kebijakan dividen yang terbaik dari dua sisi yaitu dari sisi pemegang saham dan kemajuan perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham pada pihak manajerial, maka pihak manajerial akan bekerja lebih pro aktif dalam mewujudkan kepentingan pemegang saham dan akhirnya akan meningkatkan kepercayaan, kemudian nilai perusahaan juga akan naik.

2.3 Kinerja Keuangan

2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan

  Pengertian kinerja menurut Kamus Istilah Akuntansi (2003:215) menyatakan bahwa: “Kinerja atau performance adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan aktivitas dari suatu organisasi pada suatuperiode, sering dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya- biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya”.

  Menurut Indra Bastian (2001:329) menyebutkan bahwa :“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan, skema strategis(strategic

  

planning) suatu organisasi, secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja

merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu”.

  Menurut Wibowo (2008) menyatakan bahwa definisi kinerja yaitu “Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun pengertian makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan berlangsung.”

  Adapun menurut pendapat yang dikemukakan oleh Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2008) adalah: “Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.”

  Menurut Syafarudin (2003: 96) menyatakan bahwa: “Kinerja keuangan merupakan adalah mengukur sampai sejauhmana prestasi, peningkatan, posisi, atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan baik melalui neraca maupun laba rugi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan.”

  Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektivitas dan efesien suatu organisasi dalam rangka mencapai suatu tujuannya Efektivitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Sedangkan efesiensi diartikan sebagai rasio perbandingan antara masukan dankeluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal.

2.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Keuangan Perusahaan

  Menurut (Munawir, 2007:30) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjakeuangan :

  1. Likuiditas, yang mampu menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi ataukemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih.

  2. Solvabilitas, yang mampu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Rentabilitas atau profitabilitas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

  4. Stabilitas ekonomi, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga dan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen secara teratur tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

2.3.3 Analisis Kinerja Perusahaan

  Analisis terhadap kinerja perusahaan pada umumnya dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan, yang mencakup perbandingan kinerja perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama dan mengevaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu. Teknik analisis yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan adalah melalui analisis rasio.

  Menurut Moeljadi (2004:67) Analisis Rasio tersebut yaitu di antaranya sebagai berikut : 1) Rasio Likuiditas, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Meliputi

  cash ratio, current ratio, acid test ratio atau quick ratio.

  2) Rasio Leverage, yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Meliputi debt

  tototal assets ratio, debt to equity ratio, dan time interest earned.

  3) Rasio Aktivitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Meliputi inventory turnover,

  receivable turnover, fixed asset turnover, dan other asset turnover.

  4) Rasio Profitabilitas, yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Meliputi profit margin,

  Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Return on Assets(ROA), earning per share.

  5) Rasio Penilaian, yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai kepada para investor atau pemegang saham.

  Meliputi Price Earning Ratio (PER), dan market to book valueratio. 6) Market Value Added (MVA), merupakan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan oleh investor.

  Jadi, MVA difokuskan pada pengukuran pengaruh tindakan manajerial sejak pendirian perusahaan.

  7) Economic Value Added (EVA), merupakan nilai tambah kepada pemegang saham oleh manajemen selama satu tahun tertentu. Jadi, EVA difokuskan pada efektivitas manajerial selama satu tahun tertentu. 8) Analysis Du Pont, dirancang untuk menunjukan hubungan antara pengembalian atas investasi, perputaran aktiva, margin laba, dan leverage.

  Meliputi ROA dan Earning Power. Sedangkan menurut Robert F. Halsey (2005:41) rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, yaitu :

  Hasil pengembalian Aset atau yang lebih dikenal dengan nama Return on

  

Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang

  digunakan dalam perusahaan. Return on Assets (ROA) juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola asetnya. Rumus untuk mencari Return on Assets (ROA) adalah :

  !"#$%$&  !"#$%  !"#$%$&#  !"#  !"# !"#$%&  !"  !""#$"   !"# =  !  100%

  !"#$%  !""#$" Return On Asset merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan untuk memperoleh keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia.

   

  Dalam perusahaan, perhitungan ROA adalah semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on asset menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.

2.3.4 Tahap – Tahap dalam Menganalisis Kinerja Keuangan

  Menurut Irham Fahmi (2011:240) menyatakan bahwa ada 5 (lima)

tahapdalam menganalisis kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum

sebagaiberikut:

1) “ Melakukan review terhadap data laporan keuangan. Review dilakukan

dengan tujuan agar laporan keuangan yang dibuat tersebut dengan penerapan kaedah yang berlaku umum dalam akuntansi sehingga dengan demikian hasil laporan keuangan dapat dipertanggung jawabkan.

2) Melakukan perhitungan. Penerapan metode perhitungan disini adalah

disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.

3) Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh.

  Dari hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan

perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya.

  

Metode yang umum dipergunakan untuk melakukan perbandingan ini adadua

adalah ;

a) Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar waktu atauantar periode dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik.

  

b) Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap hasil

hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan secara bersamaan.

  

Dari hasil penggunaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan dapat

dibuat satu kesimpulan yang menyatakan posisi perusahaan berada dalam kondisi

sangat baik, baik, sedang, normal, tidak baik, dan sangat tidak baik.

  

1. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan

yang ditemukan. Pada tahap ini analisis melihat kinerja keuangan perusahaan adalah setelah dilakukan ketiga tahap tersebut selanjutnya dilakukan penafsiran untuk melihat apa-apa saja permasalahan dan kendala-kendala yang dialami oleh perbankan tersebut.

  

2. Mencari dan memberikan pemecahan masalah (solution) terhadap berbagai

permasalahan yang ditemukan. Pada tahap terakhir ini setelah ditemukan berbagai permasalahan yangdihadapi maka dicarikan solusi guna memberikan suatu input atau masukan agar apa yang menjadi kendala dan hambatan selama ini dapat terselesaikan.”

2.3.5 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

  Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan.

  Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Menurut Hanafi (2003 : 69) menyatakan bahwa : “Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai performing measurement(pengukuran kinerja) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen dan keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efesien dan efektivitas dari aktifitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu.”

  Menurut Mulyadi (2001:415) menyebutkan bahwa :“Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.

  Pengukuran maupun penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengembalian keputusan dan akuntabilitas. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong pencapian prestasi. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus-menerus dan pencapaian tujuan di masa yang akan datang.

  Menurut Mulyadi (2001:416) tujuan pokok penilaian kinerja adalah “Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran”.

  Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya, untuk menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada wakunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsic maupun ekstrinsik. Secara formal produk akhir dari hasil pengukuran kinerja diwujudkan dalam suatu laporan yang disebut laporan kinerja.

  Menurut Mulyadi (2001:416) menyebutkan bahwa :“Penilaian kinerja mempunyai manfaat bagi manajemen yaitu :

  1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum

  2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian

  3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihankaryawan

  4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka

5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan”.

2.4 Nilai Perusahaan

  Nilai Perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai saat ini (Bringham Gapensi, 1996).

  Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), terdapat beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain: a. Nilai nominal yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif.

  b. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham.

  c. Nilai intrinsik merupakan nilai yang mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari (Studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari)

0 0 16

BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA A. Sejarah dan Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyitaan Aset Yang Tidak Terkait Tindak P

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyitaan Aset Yang Tidak Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Kasus Perkara No. 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST. Atas Nama Terdakwa Irjen Pol Drs. Djo

0 0 25

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyitaan Aset Yang Tidak Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Kasus Perkara No. 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST. Atas Nama Terdakwa Irjen Pol Drs. Djoko Susilo, S.H., M.Si)

0 1 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kolostrum 1. Defenisi Kolostrum - Faktor-Faktor Ibu Menyusui Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tahun 2013

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perilaku Ibu Terhadap Stimulasi Tumbuh Kembang Neonatus Di Kelurahan Mabar Hilir Pasar IV

0 0 14

Nilai Rasio NPL, ROA, NIM, CAR dan Pertumbuhan Laba (Dalam Persentase )

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank - Pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

1 1 11

Pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

1 2 12