Makalah identifikasi bahaya di tempat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat
kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan
atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumbersumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian
kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2)
properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik
perusahaan.
fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:



ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal
karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000
kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang
timbul di ligkungan kerja.



Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami
kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit
di lingkungan kerja.



Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross
Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat

1

kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja,
terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.



Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian,
terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih
besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.



Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja
konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih
besar.



Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas,
pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos,
batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang.
Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai
angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.




Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit
akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan
massal sunyi," kata seorang narasumber.
Menurut REPUBLIKA.CO.ID, tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada
sektor jasa kostruksi. Dari ulasan-ulasan diatas memicu saya sebagai mahasiswa
untuk melakukan identifikasi bahaya pada perusahaan kayu bulat dengan judul
“Identifikasi Bahaya Perusahaan Kayu Bulat”.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil produksi perusahaan kayu bulat PT. Rimba Sari ?
2. Bagaimana proses produksi kayu bulat pada PT. Rimba Sari ?
3. Bagaimana identifikasi bahaya dari proses produksi pemrosesan kayu bulat ?
4. Bagaimana cara pemecahan masalah yang terdapat pada setiap bahaya yang ada ?
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan profil produksi perusahaan kayu bulat PT. Rimba Sari.
2. Mendeskripsikan proses produksi kayu bulat pada PT. Rimba Sari.
3. Menganalisis bahaya bahaya/identifikasi bahaya dari proses produksi pemrosesan

kayu bulat.
2

4. Menjelaskan cara pemecahan masalah yang terdapat pada setiap bahaya yang ada.

BAB II
TINJAUAN TEORI
Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan
yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada
pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses
dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang
dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety
data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan,
dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih
faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau
mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan

secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah
terjadi.

Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif
terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu
dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar
exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus
memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau
intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan
intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai
potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.

3

Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh
frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah
perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat

meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang
mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan
gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya
potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil
penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat
umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah
melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian

4

kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan
kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material
safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap
potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas
secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun
melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,
dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali
dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian
yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko
membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu
ditentukan

langkah

pengendalian


yang

dipilih
5

dari

berbagai

cara

seperti

:

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,
pengendalian

administratif,


pelindung

peralatan/mesin

atau

pelindung

diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan
dengan risiko,
c.

Menentukan

upaya

monitoring


terhadap

lingkungan

/

tempat

kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala,

pemantauan

biomedik,

audiometri

dan

lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai
dengan kebutuhan.
9.

Menyusun

pencatatan

/

pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai
bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi
yang ada.
faktor/ potensi bahaya di tempat kerja
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di
tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upayaupaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi.
Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai
faktor, antara lain :
1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk
antara maupun hasil akhir;
3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia
yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik
fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
6

1.

Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas
tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,
radiasi.

a)

Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa
sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu
penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah
dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya
adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta
Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya
ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis
radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap
jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel
alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila
berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.
Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang
membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang
memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar
ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan
sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
1. Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya
diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada
beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak

7

keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron,
dll.
2. Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi
dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai
dasar untuk membuat detektor radiasi.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Profil Perusahaan
8

Daerah Kabupaten Banyumas, kecamatan Cilongok tepatnya di Desa Panembangan
adalah desa yang memiliki sektor industri yang cukup dominan terutama industri kayu bulat.
Salah satu industri yang terdapat di Desa Panembangan adalah PT. Rimba Sari. PT. Rimba
Sari berdiri pada tahun 2002 dan merupakan industri yang bergerak pada sektor kayu bulat.
Kayu-kayu yang diperoleh merupakan kayu yang berasal dari masyarakat sekitar atau kayu
perhutani. Kayu yang dihasilkan dapat mencapai 2400 m3/tahun atau memiliki hasil dua kali
lipat dari bahan mentah. Pendistribusian hasil produksi PT. Rimba Sari ini adalah ke
Surabaya, Semarang, dan Temanggung untuk diolah kembali atau untuk dimanfaatkan sesuai
kebutuhan masing-masing. Perusahaan ini memiliki 12 pegawai yang merupakan masyarakat
asli daerah sekitar.
Luas lahan dari perusahaan ini adalah ± 1 hektar yang diantaranya adalah adanya
kantor, musholla, kamar mandi, tempat produksi, dan tempat pemusnahan limbah produksi.
Limbah produksi yang dihasilkan ada 3 macam yaitu kulit kayu, potongan kayu keci,l dan
serbuk kayu. Potongan kayu yang sudah tidak terpakai digunakan pemilik untuk dijual
kembali, bagian kulit kayu yang menjadi limbah dibakar dengan cara terbuka di bagian
belakang tempat produksi. Sedangkan serbuk kayu yang dihasilkan dibungkus dengan
karung-karung lalu diberikan para pegawainya secara cuma-cuma untuk dipergunakan
kembali. Serbuk hasil pengolahan kayu yang belum terbungkus masih diletakan pada tempat
tertentu.
3.2 Proses produksi
Proses produksi yang terdapat pada PT. Rimba Sari dari bahan baku yaitu kayu bulat sampai
pengiriman yaitu sebagai berikut :
Pengukuran
Pemotongan

Pemberian obat anti jamur
Disortir/dipisah

Pemuatan ke dalam truk

3.3 Identifikasi Bahaya
1. Pengukuran
Pengiriman
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris secara manual lalu ditulis
ukuran kayu pada badan kayu.
a. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris manual. Jika mata terlalu
sering melihat sesuatu yang sangat kecil dan rinci mata akan berpotensi
mengalami rabun dekat.
2. Pemotongan
9

Pemotongan terlebih dahulu dilakukan dengan menggerakan/mendorong trolley
pembawa kayu secara manual untuk dapat melewati gergaji mesin.
a. Pinggang terpelintir saat mendorong beban yang berat pada saat mendorong
trolley.
b. Mata terkena percikan serbuk yang dihasilkan dari pemotongan kayu. Pada tahap
ini masih banyak pekerja yang tidak menggunakan kacamata pada saat tahap
pemotongan.
c. Serbuk kayu yang dihasilkan dari pemotongan akan terhirup melalui inhalasi dan
menginfeksi paru-paru. Pada tahap ini hampir seluruh pekerja tidak menggunakan
masker saat melakukan tahap pemotongan.
d. Mengalami sigmental body vibration pada bagian tangan saat melakukan
pemotongan dan dapat berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Hampir
seluruh pekerja pada perusahaan ini tidak menggunakan sarung tangan untuk
meminimalisir getaran.
e. Pada tahap pemotongan menimbulkan kebisingan yang melebihi nilai ambang
batas dan pekerja pada perusahaan ini tidak menggunakan APD earplug sehingga
berpotensi mengalami gangguan pendengaran. Menurut Kep. Men LH No.
48/MNLH/11/1996 peruntukan baku mutu untuk kawasan industri adalah 70 dB.

PERUNTUKAN KAWASAN/
LINGKUNGAN KEGIATAN

TINGKAT
KEBISINGAN
dB (A)

Peruntukan Kawasan
Perumahan & Permukiman
Perdagangan & Jasa
Perkantoran & Perdagangan
Ruang Terbuka Hijau
Industri
Pemerintahan & Fasum
Rekreasi
Bandar Udara*
Stasiun Kereta Api*
Pelabuhan Laut
Cagar Budaya
B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit dan Sejenisnya
10
2. Sekolah atau sejenisnya
3.
Tempat
Ibadah
atau
Sejenisnya
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.






55
70
65
50
70
60
70
70
60
55
55
55

Tabel 3.3 Kep.
Men
LH
No.
48/MNLH/11/1996

Sedangkan kebisingan yang terdapat pada industri kayu bulat ini mencapai 97 dB
karena menggunakan mesin pemotongan kayu yang menimbulkan kebisingan
sangat hiruk. Berikut adalah lama mendengar yang diizinkan pada titik tertentu.

Gambar 3.3 Lama mendengar yang diizinkan
Menurut gambar diatas, jika titik bising mencapai 97 dB maka peruntukan lama
mendengar adalah 3 jam/hari. Sedang kan pada perusahaan ini diberlakukan
bekerja selama 6 jam dengan waktu istirahat 1 jam.
f. Tangan dapat berpotensi mengalami kecelakaan kerja yaitu tangan terpotong atau
tergores pada saat melakukan pemotongan walaupun menggunakan mesin. Hal ini
berkaitan dengan kelelahan akibat kerja.
g. Kepala berpotensi tertimpa kayu-kayu yang terdapat pada atap bangunan. Pala
lokasi survey, terdapat beberapa pekerja yang tidak menggunakan helmnya
meskipun sudah dianjurkan memakai safety helmet.
h. Telapak kaki berpotensi mengalami kecelakaan kerja yaitu tertusuk dan tergores
benda tajam yang dihasilkan oleh potongan kayu. Pada lokasi survey, hampir
semua pekerja tidak menggunakan alas kaki pada saat bekerja pada bagian
pemotongan.
3. Pemberian obat
a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu yang
dibawa pada bak penampungan cairan obat yang dilakukan secara maksimal.
b. Tubuh berpotensi mengalami iritasi pada saat pelemparan kayu kedalam bak
cairan obat anti jamur akan menyiprat ke bagian tubuh pekerja jika terpapar terlalu
sering. Pada lokasi survey, pekerja yang bekerja pada bagian pemberian obat pada
kayu tidak mengenakan pakaian khusus agar tubuh tidak terpapar oleh cairan
tersebut.
c. Mata berpotensi mengalami iritasi pada saat pelemparan kayu kedalam bak cairan
obat anti jamur yang akan menyiprat ke mata pekerja. Pada lokasi survey, pekerja
yang bekerja pada bagian pemberian obat pada kayu tidak mengenakan kacamata
pada saat bekerja.
d. Pekerja pada bagian ini berpotensi terpapar obat anti jamur melaui inhalasi.
4. Pemisahan
11

a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu yang
pemisahan jenis kayu.
b. Tangan berpotensi terluka/tergores pada saat pengangkatan kayu karena terkena
tekstur kayu yang kasar memiliki bagian tajam pada sudutnya.
5. Pemuatan
a. Otot pinggang berpotensi mengalami kesleo pada saat pengangkatan kayu ke
dalam truk yang dilakukan secara manual manual.
b. Tangan berpotensi terluka/tergores pada saat pengangkatan kayu karena terkena
tekstur kayu yang kasar memiliki bagian tajam pada sudutnya.
c. Kepala berpotensi tertimpa tumpukan kayu yang berada di atas truk pada saat
pengangkutan. Terdapat beberapa pekerja yang tidak mengenakan safety helmet
pada saat pengangkutas meskipun sudah terdapat anjuran mengenakan APD pada
saat bekerja.
d. Kaki berpotensi tertimpa kayu pada saat pengangkutan dilakukan secara manual.
Pada lokasi survey, hampir seluruh pekerja tidak mengenakan alas kaki pada saat
bekerja.
6. Pengiriman
Pada saat pengiriman dilakukan, sopir dan kondektur truk sudah memeriksa
kelengkapan dan keamanan pada truk. Selain itu, mereka juga sudah mempersiapkan
diri sebelumnya karena jarak distribusi produksi cukup jauh. Hal tersebut dilakukan
guna meminimalisir kecelakaan yang berkemungkinan terjadi dalam perjalanan agar
sampai dengan selamat sampai tujuan.
3.4 Cara Pemecahan Masalah
PT. Rimba Sari merupakan salah satu perusahaan industri kayu bulat tidak memiliki
riwayat kecelakaan ker. Hal ini dikarenakan kemungkinan kecelakaan kerja yang sedikit,
walaupun demikian perlu dilakukannya identifikasi bahaya dan cara pemecahan
masalahnya agar dapat meminimalisir kemungkinan bahaya yang terjadi.
Setelah dilakukannya survey pada lokasi perusahaan industri kayu bulat yaitu PT. Rimba
Sari dan melakukan identifikasi bahaya pada setiap tahapan kerja, penulis dapat
memberikan pemecahan masalah yaitu diantaranya sebagai berikut :
No.
1.

Tahapan Produksi
Pengukuran

2.

Pemotongan

Pemecahan Masalah
Rekayasa enginering
a. penggunaan kaca pembesar agar melihat
ukuran dengan jelas
APD
a. kacamata, mata terhindar dari serbuk kayu
b. masker, pernapasan terhindar dari serbuk kayu
melalui inhalasi.
c. sarung tangan, meminimalisir getaran pada
tangan dan menghindari goresan.
d. Earplug, meminimalisir kebisingan.
e. Safety helmet, meminimalisir kecelakaan kerja
yaitu tertimpa potongan kayu dari atap bangungn.
f. Safety shoes, menghindari benda-benda tajam
12

yang dihasilkan dari pemotongan kayu.
3.

4.
5.

Pemberian
jamur

obat

anti Isolasi
a. Bak yang berisi cairan obat anti jamur perlu
dilakukannya pemisahan tempat agar pekerja
yang bukan bekerja pada bagian tersebut tidak
terpapar karena tidak menggunakan APD yang
sesuai.
Rekayasa enginering
a. Rancangan tempat bak penampungan cairan obat
agar memudahkan kayu masuk dan keluar dari
dalam bak yaitu dengan cara mendisign ulang
bak penampung dengan sisi bagian depan bak
landai dan menjorok kedepan agar kayu dapat
masuk dengan mudah dan meminimalisir
timbulnya percikan.
b. Pengangkutan kayu menuju bak cairan obat
menggunakan mesin atau motor pengangkut
kayu.
APD
a. Pakaian tertutup, tubuh terhindar dari percikan
cairan obat.
b. Kamacata, mata terhindar dari percikan cairan
obat.
c. Masker, mencegah pemaparan cairan obat
melalui inhalasi.
Pemisahan
APD
a. Sarung tangan, terhindar dari goresan kayu
Pemuatan/pengangkuta APD
n
a. Safety helmet, terhindar dari timpaan kayu-kayu
b. sarung tangan, terhindar dari goresan kayu
c. safety shoes, terhindar dari tususkan benda tajam
Tabel 3.4 Pemecahan Masalah

13

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Daerah Kabupaten Banyumas, kecamatan Cilongok tepatnya di Desa Panembangan
adalah desa yang memiliki sektor industri yang cukup dominan terutama industri kayu
bulat. Potongan kayu yang sudah tidak terpakai digunakan pemilik untuk dijual kembali,
bagian kulit kayu yang menjadi limbah dibakar dengan cara terbuka di bagian belakang
tempat produksi. Sedangkan serbuk kayu yang dihasilkan dibungkus dengan karungkarung lalu diberikan para pegawainya secara cuma-cuma untuk dipergunakan kembali.
Serbuk hasil pengolahan kayu yang belum terbungkus masih diletakan pada tempat
tertentu.
Proses produksi yang terdapat pada PT. Rimba Sari dari bahan baku terdiri dari 5 proses
yaitu pengukuran, pemotongan, pemberian obat anti jamur, pemisahan, dan
pengangkutan ke dalam truk. Setelah dilakukannya identifikasi bahaya pada setiap proses
produksi, kemudian telah diuraikan cara pemecahan masalah dengan pendekatan teori
pengendalian resiko bahaya yaitu :
1. Eliminasi
2. Subtitusi
3. Isolasi
4. Administratif
5. APD
4.2 Saran
Setelah dilakukannya survey di perusahaan industri kayu bulat yaitu PT. Rimba Rari
Panembangan Cilongok, telah didapatkan identifikasi bahaya dan kesimpulan. Saya
selaku mahasiswa yang masih perlu banyak pembelajaran menyarankan sebagai berikut :
1. Perlu ditekankan kembali peraturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3).
2. Perlu penataan yang tertib pada lokasi produksi khususnya hasil produksi yang sudah
tidak terpakai seperti serbuk dan potongan kayu yang dapat membahayakan pekerja
maupun seluruh orang di dalam tempat kerja tersebut.
14

3. Perlu ditingkatkan kembali mengenai kebersihan pada tempat kerja khususnya pada
WC.
4. Pemusnahan limbah akhir sebaiknya jangan dibakar karena dapat mencemari udara.

15

DAFTAR PUSTAKA
Toxic Woods Woodworking Information
www.hse.gov.uk/pubns/wis30.htm

Sheet

WIS30(rev1)

HSE

http://www.konsultasik3.com/2013/01/debu-kayu.html
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenisdan/#ixzz1fpWSbEW8
http://nrkamri.blogspot.com/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-di-tempat.html

Lampiran 1
Proses Produksi
16

2012

Gambar 1.1 Proses Pengukuran

Gambar 1.2 Proses Pemotongan

17

Gambar 1.3 Pemberian Obat Anti Jamur

Gambar 1.4 Pemisahan

18

Gambar 1.5 Pemuatan/Pengangkutan

19

Lampiran 2

Gambar 2.1 Titik kumpul bahan baku produksi

Gambar 2.2 Jalur evakuasi produksi

20

Gambar 2.3 Slogan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Gambar 2.4 Peraturan Kerja

21

Gambar 2.5 Fasilitas Keselamatan Kerja

Gambar 2.6 Tempat pengumpulan limbah produksi (serbuk)

22

Gambar 2.7 Pemusnahan limbah produksi (kulit kayu)

Gambar 2.8 Kondisi WC

23