218595301 Modul Bahasa Indonesia XII

Lembar Pengesahan

Penyusunan Bahan Ajar Modul

Nama

: DRA. YAYUK RIBUT SR

Nip

: 19551129 198603 2 001

Jabatan

: Guru

Unit Kerja

: UPT RSMA BI Negeri 1 Sumenep

Pembuat Bahan Ajar Modul

Disyahkan pada tanggal :

Kepala Sekolah

RSMA BI Negeri 1 Sumenep

Moh. Sadik, M.Pd

NIP: 19650806 198703 1 007

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
A. Peta Konsep
B. Kegiatan Belajar

BAB 1


Standar Kompetensi :
A. Mendengarkan
Menanggapi pembacaan penggalan novel dari Segi vokal, intonasi, dan
penghayatan
B. Berbicara
Menanggapi puisi lama tentang lafal,intonasi, dan ekspresi yang tepat
C. Membaca
Menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen
D. Menulis
Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain(pelaku, peristiwa, latar)

A. Menanggapi pembacaan penggalan Novel dari segi Vokal,
Intonasi,
dan Penghayatan
Kajian Teori
Pada

saat


mendengarkan

pembacaan

sebuah

novel,

Anda

akan

merasakan nada tertentu yang tersirat dari novel tersebut. Nada tersebut
disebabkan oleh efek pemilihan ungkapan bahasa. Nada berhubungan dengan
intonasi, lagu, dan tekanan kalimat. Orang yang sedang membacakan novel
akan memberikan intonasi yang berbeda terhadap kalmiat-kalimat yang
dibacakan dengan ekspresi yang berbeda pula.Untuk menanggapai pembacaan
novel, hal yang diperhatikan dalah vokal, intonasi, dan penghayatan.
Tanggapan


dapat

berupa

gagasan

atau

pernyataan

kepuasan,

kekecewaan, kritikan, pujian, saran, harapan, dan sebagainya.Tanggapan dapat
berupa pernyataan setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengungkapkan tanggapan sebagai
berikut:
1. Tanggapan tidak mengulangi pendapat yang pernah disampaikan
orang lain.
2. Tanggapan disampaikan dengan kata dan kalimat yang tepat.
3. Tanggapan disampaikan dengan sikap terbuka dan sopan.

4. Tanggapan yang dikeluarkan harus bersifat objektif.
5. Tanggapan yang digunakan tidak menjatuhkan orang lain.
6. Tanggapan didukung dengan argument atau alas an yang logis.

Perhatikan cuplikan novel berikut!
Sekujur tubuh Arni terasa pegal-pegal.Disusurinya jalanan becek dan
berliku-liku.Dalam hatinya Arni berkata, bodohnya aku tak membawa paying di
cuaca seburuk itu.Arni terlalu khawatir dan bingung, Arni sangat lelah.Kepalanya
berdenyut-denyut tak karuan. Dikepalanya Cuma ada nama Kang Pardi, dan
Kang Pardi. Di mana dia sekarang ? Arni tak tahu , Arni menelepon ke tempat
kerjanya. Katanya Kang Pardi menghilang.Memang kejadian tersebut bukan yang
pertama kalinay, tetapi Arni sungguh-sungguh jenuh dengan keadaan yang
seperti itu.Gerimis masih turun. Toko dan kios yang Arni lalui hamper tutup.
Terlihat pedagang kaki lima mengemasi barang-barangnya. Rintik hujan makin
deras.
( Citra Dewi. 2003.Kang Pardi, hlm . 54 )
Kegiatan 1
Bacalah cuplikan novel di atas dengan baik! Tempo membacanya tidak
usah tergesa-gesa. Hayati setiap penggalan dan dialog tokohnya!
1. Sebelum itu, pahami suasana cerita, alur , serta karakter tokohnya!.

2. Perhatikan cara teman Anda dalam membacakan penggalan novel tersebut.
Kemudian , kemukakanlah penilaian dan tanggapan Anda berdasarkan
format berikut !
Nilai
Aspek Penilaian

1

2

3

4

5

Jumla

Tanggapa


h

n

Kejelasan dalam vocal
atau pengucapan kata
Ketepatan penggunaan
intonasi
Kesesuaian

ekspresi

dengan isi cerita
Kreativitas bercerita
(improvisasi)
Keterangan:
Nilai 4 - 8
Nilai 9
s


- 14

= kurang
= cukup

Nilai 15 - 17
Nilai

18 - 20

= bagus

= sangat bagu

B. MENANGGAPI PEMBACAAN PUISI LAMA
1. Puisi Lama dan Teknik Membacanya
Kajian Teori
Dalam kesusastraan Indonesia, puisi terbagi atas dua ketegori zaman, yaitu puisi
lama dan puisi baru. Kategori lama antara lain, pantun, syair, gurindam, mantra,
karmina, seloka, talibun , dan sebagainya. Secara umum , puisi lama sangat

terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris, larik, irama , dan sebagainya.
Pantun merupakan puisi yang memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Terdiri atas empat baris
2. Setiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata
3. Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris berikutnya sebagai
isi
4. Pantun mementingkan rima akhir dengan berpola a-b-a-b
contoh.
Pantun
Gunung

Daik timang-timangan

Tempat kera berulang adil
Budi yang baik kenang-kenangan
Budi yang jahat buang sekali
Talibun adalah pantun yang susunannya terdiri enam baris, delapan,atau sepuluh
baris. Pembagiannya seperti pantun ada sampiran da nisi.Jika talibun itu terdiri
enam baris maka tiga baris sebagai sampiran dan tiga baris sebagai isi.
Contoh.

Kalau anak pergi ke pecan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
induk semang cari dahulu
Ada duacara membaca puisi. Pertama , membaca puisi untuk dinikmati sendiri
dan tidak disuarakan. Kedua, membaca puisi atau melisankan naskah puisi di
depan orang banyakMembacakan puisi di depan orang banyak juga beragam
bentuknya. Ada yang sekedar membacakan tanpa ekspresi dan gaya saja.

Namum ada yang membacakan dengan ekspresi, gaya, vokal, lafal, intonasi,
penghayatan, dan sebagainya.

Kegiatan 1
Bacalah puisi lama berikut dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat !
Payung butut di depan rumah
Lagi di celana tersangkut paku
Tuntut ilmu tiada lelah
Jadi pengusaha keinginanku


2. Menanggapi

Pembacaan

Puisi

Lama

Mengenai

Lafal,

Intonasi, dan Ekspresi
Kajian Teori
Apabila kita mendengar seseorang yang sedang membacakan puisi, perhatikan
lafal, intonasi, dan ekspresinya. Jika lafal atau pengucapannya tidak jelas akan
mengakibatkan isi yang ada dalam puisi menjadi tidak jelas.
Hal-hal yang dapat ditanggapi saat mendengarkan pembacaan puisi
sebagai berikut:
a. Lafal adalah cara seseorang mengucapkan bunyi bahas.
b. Ketepatan penggunaan jeda.
c. Intonasi
d. Ekspresi wajah
Demikian dengan intonasi yang menyangkut tekanan keras, lembut, lagu
naik turun, cepat, lambat , maupun jeda sangat penting . Ekspresi adalah
pernyataan hasil penghayatan, penjiwaan, dan peresapan isi puisi berdasarkan
hasil interprestasi. Isi puisi biasanya sedih, gembira, puisi berisi kritikan akan
dibacakan dengan ekspresi yang berbeda.
Kegiatan 1
1. Kemukakan

tanggapanmu

berbalas pantun.

atas

penampilan

teman-temanmu

dalam

2. Tanggapan ditujukan kepada satu penampilan yang bagus dan satu
penampilan yang kurang bagus. Tanggapan lebih difokuskan pada
masalah intonasi, lafal, dan ekspresi.
3. Secara bergantian, kemukakan tanggapanmu itu dengan bahasa yang
santun serta dengan kalimat yang efektif dan komunikatif. Berilah alasan
atau argumen yang mendukung komentarmu.
4. Sebelum menyampaikan tanggapanmu, tulislah pokok-pokok tanggapan
yang akan dikemukan. Gunakan tabel isian untuk menuliskannya.

Aspek

Tanggapan

Alasan/Argumen

Intonasi
Lafal
Ekspresi
Intonasi
Lafal
Ekspresi

C.MENJELASKAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN
1.

Membaca Cerpen dan Memahami isinya

Kajian Teori
Cerpen merupakan karangan yang dibentuk oleh unsur alur, penokohan,
tema,latar, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa, saling berhubungan satu
dengan yang lain.Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun secara
langsung cerita.
1. Tema
Tema merupakan hal yang ingin di sampaikan oleh pengarang melalui
ceritanya. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial
budaya, atau tradisi.
2. Penokohan
Pelukisan tokoh sangat

dipengaruhi

oleh

latar.

Tokoh

digambarkan secara dinamis akan berubah-ubah tergantung

dapat
situasi,

waktu, tempat, dan sosial budaya lingkungan yang dimasukinya.
3. Latar
Latar atau setting adalah gambaran tempat, waktu, atau segala situasi
peristiwa dalam cerita.Latar dibagi menjadi latar tempat, waktu, dan
situasi.
4. Alur

Alur atau plot merupakan cara pengarang menjalani peristiwaperistiwa dalam cerita secara berurutan sehingga membentuk sebuah
karya fiksi.
Tahap-tahap alur meliputi:
a. Permulaan,
c. Perumitan,
dan
b. Pertikaian,

e.

d. Puncak atau Klimaks,

Peleraian,

f. Akhir.

Macam-macam alur dalam cerpen seperti berikut.
1. Alur berdasarkan urutan waktu
1) Alur kronologis/alur maju/alur progresif
2) Alur tidak kronologis/alur mundur/alur regresif/alur flash back
3) Alur campuran
a. Alur berdasarkan jumlah
1) Alur tunggal
2) Alur ganda
b. Alur bedasarkan kepadatan/kualitatif
1) Alur erat
2) Alur longgar
c. Alur mananjak
5. Sudut pandang
Sudut

pandang

disebut

juga

pusat

pengisahan.Sudut

pandang

pengarang adalah penempatan posisi pengarang terhadap tokoh untuk
menampilkan cerita.
a. Sudut pandang orang ketiga
Pengisahan ceita pada umumnya mempergunakan sudut pandang
orang ketiga, misalnyaia, dia, dan mereka.
b. Sudut pandang orang pertama
Dalam pengisahan cerita menggunakan sudut pandang orang
pertama,misalnya ia adalah si “aku”yaitu tokoh mengisahkan diri
sendiri.
c. Sudut pandang campuran
Penggunaan sudut pandang bersifat campuran berupa penggunaan
sudut pandang orang ketiga dengan teknik “dia” dan orang
pertama dengan teknik “aku”.
6. Amanat

Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam
sebuah cerita yang ditujukan kepada pembaca dan mencerminkan
pandangan hidup pengarang .
Kegiatan 1
Bacalah cerpen berikut !
Tikar Keikhlasan
Lalu

lalang

kendaraan

melaju

cepat.Suara

percikan

arang

yang

membentur biji-biji jagung terus mengusik telingaku.Pembeli kian beradu,
sampai tikar pun penuh dengan orang-orang yang singgah sambil
menunggu jagung bakar tersaji. Aku duduk manis di atas dingklik panjang,
sambil menunggu pembeli yang singgah ri tempat itu terpanggang.
“Mas, numpang duduk ya?” pinta salah satu pembeli jagung bakar.
“Oh, iya Mas, silahkan,” jawabku senang.Ya, aku seneng karena cuma dia
yang mau singgah di angkringanku, yang sedari tadi sepi pembeli.Aku pun
langsung menuju ke tempat duduknya.
“Mau pesen minum apa, Mas?” sapaku.
“Maaf Mas, tadi aku sudah pesan minum sama penjual jagung bakar
sekalia.”
Jawaban yang menyobek dadaku.Harapanku hancur.Kesenangan yang
diciptakan karena ada dua insan singgah di angkringanku, tepatnya duduk
di

atas

tikarku.Aku

mengumpat

meskipun

dalam

hati.Aku

merasa

jengkel.Dari Magrib sampai sekarang belum ada pembeli. Eh, ada tapi
numpang duduk saja.
“Sialan, Cuma numpang duduk saja.Aku kira mau pesan minum di sini. Eh,
ternyata sudah pesab duluan sama penjual jagung tadi.” Gumam hatiku
yang terus memburu ke dalam prasangka buruk.Aku muak, aku cemberut,
aku bosan.Aku hanya bisa menatap daganganku yang kian membisu.
Satai usus, satai telur berdiam diri di pangkuan piring.Nasi kucing lebih
mengunci diri di balik bungkusan kertas.Wedang jahe yang kian dingin
dengan sepinya gelas yang minta dialiri. Kaleng susu yang membeku,
menunggu pembeli untuk merayu. Hanya kepulan asap yang timbul dari
bibir hitamku, untuk menguras urat syaraf yang sedari tadi tersulut
kecemburuan. Di otakku ramai pertengkaran dan perbedaan antara Si
Tanduk Merah dan Jubah Putih.

“Usir saja dari tempatmu.Dia cuma numpang duduk. Ayo cepat usir
mereka,” bisik Tanduk Merah dengan lembut,sambil menempelkan bibirnya
di telingaku. Aku merinding, bulu kudukku seketika berdiri menantang
dingin.
“Ayo cepat usir mereka. Lihat mereka duduk manis berdua sambil
bercengkerama tanpa membeli daganganmu,” rayu Tanduk Merah lagi.
“Sabar,” bisik Jubah Putih.
“Sabar itu ada batasnya. Lihat jam di handphone-mu! Mereka sudah dua
jam duduk di tikarmu tanpa memedulikan daganganmu,” sergah si Tanduk
Merah.
“Sabar Tadho,” Jubah Putih mulai menyebut namaku.
“Walah, jangan dengerkan perkataan Jubah Putih itu. Dia membujuk,u
agar kamu bangkrut dengan keadaan ini. Kalau kamu tidak bisa mengusir
dengan kasar, dengan lemah lembut saja.Ingatkan. Atau kalau sudah
kepepet pasti akan muncul keberanian, bentak-bentak mereka agar cepat
pergi. Enak saja, makan jagung bakar dan minum kopi susu bukan dari
daganganmu. Aku saja yang melihat mereka sumpek dan marah,” Tanduk
Merah nyerocos sambil mengekpresikan kemarahan kepada Tadho.
“sabar Mas, ini hanya cobaan,” ucap Jubah Putih dnegan santainya.
Cobaan kok tiap hari.Cepat usir mereka.Lihat daganganmu, tuh pada
cemberut semua, mereka tidak ada yang suka melihat mereka tetap
disini.”Semakin antusias Tanduk Merah mengembuskan rayuannya.Angin
menyibak

rambutku

perlahan-lahan.

Bara

api

dalam

tungku

mulai

memanas. Jubah Putih hanya bisa mengucapkan sepatah dua kata, dengan
kata unggulan “Sabar”.
“Nah gitu, ayo bangkit dan usir mereka,” senyum Tanduk Merah semakin
mengembang ke atas, mengukir langit yang saat ini dipenuhi dengan
berjuta-juta bintang.Aku terhanyut dengan alur rayuannya yang terus
memasuki

pori-pori

jauh.Mengamatiku,

tubuhku.Jubah
meskipun

aku

Putih
tak

hanya

melihatnya.

memandang
Aku

dari

melangkah

mendekati dua insan yang sudah dua jam duduk manis tanpa membeli
deganganku. Ketika kaki mendekati, segerombol orang dengan naik sepeda
motor berhenti di belakangku. Aku kage.
“Maaf, Ton, terlambat.” Sapa seorang di atas motor.
“Emang ada apa kok lama banget?Capek nih, sudah dua jam disini
menanti kalian,” jawab Anton kesal.

“Maaf banget. Soalnya ban sepeda motor Roni bocor. Kita harus
nunggudulu gitu.Biar bisa sampai disini bersama-sama.”
“Ya sudahlah. Ayo duduk di sini”
“Apa muat tikarnya?”
“Mas ini tikar buat kondangan ya, Mas?”Tanya salah satu gerombolan tadi
kepada ku.
“Kok tahu, Mas?”Jawabku.
“Bentuknya panjang, bisa memuat orang banyak,” katanya lagi sambil
tertawa.
“Aneh-aneh saja, Mas.”
“Mungkin terpal itu juga buat kondangan?” katanya sambil menuju ke
bungkusan nasi kucing.
“Betul banget.Buat kondangan kalian malamini.”Tawa menggelegar.
Akulangsung kemabali ke dingklik panjangku untuk membesarkan bara
api. Satai usus, satai telur, dan daganganku yang lain tertawa dengan
kehadiran teman-teman Anton, anginnya benyanyi tanpa ada aba-aba.
Lampu-lampu gunung semakin terang.Seterang hatiku.
“Nasi apa, Mas?”Tanya pembeli dari gerombolan tadi.
“ini Nasi bandeng, ini nasi ikan teri,” kataku sambil menunjukkan nasi
kucing.
Tak kusangka, nasi kucing langsung ludes.Satai usus, satai telur, dan
makanan

kecil

lainnya

Anton.Sampai-sampai

aku

berkurang
kerepotan

dengan
untuk

kehadiran
melayani

gerombolan

mereka

yang

berjumlah 15 orang.
“Waduh gelasnya kurang nih,” gumamku dalam hati. Telepon kerumah
saja.
“Halo, Mas, bawakan lima gelas ke sini. Gelasnya kurang.”Ucapku lewat
telepon kepada Masku yang berada dirumah.
“Kurang berapa gelasnya?”
“Bawakan lima gelas saja, Mas.”
Sepuluh menit lagi gelas akan datang. Aku mempersiapkan minuman
dengan hati-hati.Baru kali ini aku melayani pembeli yang jumlahnya sangat
banyak.Meski kerepotan, hatiku berbunga-bunga.Macam yang mencakarcakar hatiku terobati dengan rasa ikhlasku.
Di sisi lain Tanduk Merah kian terbakar, tanduknya semakin panjang.
Menangis darah lewat kedua mata.Kalah, kalah dan kalah. Di ujung sana

yang tak terlihat dengan mata telanjangku, Jubah Putih tersenyum manis
melihatku, meski tadi aku sempek terhanyut dengan hasutan Tanduk
Merah. Aku sedikit menyesal.Namun Tuhan selalu menolong ketika hatiku
bercampur dengan iri dan dengki.Keikhlasan yang menolongku.
“Wah laris manis ya, Mas Tadho,” sapa Ibu penjual jagung bakar.
“Alhamdulillah, Bu, semua ini berkat doamu, Bu. Semoga dagangan kita
cepat habis, Bu,” senyumku mengembang. Tak ada rasa sakit yang terus
memupuk.
Sumber:

M

Maksum,

“Tikar

Keikhlasan”

dalam

http://lakonhidup.wordpress.com/2012/03/31/tikar- keikhlasan/#mare-2983

A. Ceritakan kembali ini cerpen “Tikar keikhlasan” bedasarkan urutan
peristiwa dalam

cerpen!

A. Lakukan diskusi kelompok!
1. Bentuklah kelompok diskusi. Tiap-tiap kelompok terdiri atas 4-5 Siswa
2. Diskusikan unsur-usur intrinsik cerpen “Tikar Keihklasan”. Sertakan
pula bukti pendukung!
a. Tema

d. Alur

g.

Sudut

Pendukung
b. Penokohan
c. Latar

e. Tahap Alur
f. amanat

C. MENULIS CERPEN BERDASARKAN KEHIDUPAN ORANG LAIN
Kajian Teori
Menulis cerpen dapat Anda lakukan beragam cara salah satunya adalah
dengan mengacu pada pengalaman kehidupan orang lain, yang perlu
diperhatikan situasi dan kondisi.Menulis cerpen ternyata tidak sesulit yang
dibayangkan. Siapa pun yang mampu menyusun kalimat dengan baik,
pengalaman hidup bermakna, dan unik, serta mampu berimajinasi akan
mengarang cerpen.
Cerpen merupakan cerita yang bersifat khayalan dan kebenarannya
hanya terbatas dalam imajinasi pengarang.Namun, biasanya, cerpen
adalah refleksi kehidupan masyarakat.Cerita yang diangkat merupakan
apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Secara umum
cerpen dibangun atas unsur intrinsik dan ekstrinsik.Dalam cerpen , juga

terdapat unsur tema, tokoh,latar, sudut pandang pengarang, dan dialog.
Jika ingin belajar sungguh-sungguh menulis cerpen, kamu harus mengenali
sifat-sifat khas tersebut sehingga cerita yang kamu tulis benar-benar
menjadi sebuah cerpen.
Untuk mengetahui ciri-ciri atau karakteristik cerpen, jawablah pertanyaanpertanyaan berikut .
1. Berdasarkan jumlah kata atau halaman, berapa kira-kira panjang
sebuah cerita dapat dikategorikan sebagai cerpen?
2. Umumnya, dalam sebuah cerpen terdapat berapa tokoh ?
3. Peristiwa yang dialami tokoh dalam cerpen itu bersifat fakta atau fiktif?
Apa dalam cerpen ada kejadian-kejadian yang bersifai irasional/ tidak
masuk akal.
4. Bagaimana kisah yang dialami tokoh, terjadi dalam kurun waktu yang
panjang atau hanya berlangsung secara singkat?
5. Bagaimana dengan ruang atau tempat kejadiannya, apakah di banyak
tempat atau di satu tempat saja?
6. Bagaimana alur ceritanya, tunggal atau bercabang-cabang? Berapa
kali terjadi klimak dalam sebuah cerpen.
Dari jawaban-jawaban di atas, simpulkan batasan serta ciri-ciri sebuah
cerpen.
Pengarang yang kreatif tidak akan kebingungan mencari ide cerita
karena setiap orang punya pengalaman hidup. Pengalaman adalah
sumberi inspirasi yang terus terbaryi dan tidak akan pernah habis digali.
Pengalaman tidak selalu datang dari kejadian yang dialami sendiri, tetapi
juga bisa berasal dari kehidupan orang lain tentu dapat diekspresikan ke
dalam cerpen.Pengalaman dari orang lain bisa diperoleh secara langsung
dari narasumbernya, juga dapat diperoleh secara tidak langsung melalui
penuturan pihak ketiga.

Memahami Langkah-langkah Menulis Cerpen
Langkah menulis cerpen tidak jauh berbeda dengan mengarang pada
umumnya.Berikut ini adalah tahapan-tahapan penulisan cerpen.
1. Menentukan tema cerpen

Tema merupakan permasalahan dasar yang menjadi pusat perhatian
dan akandiuraikan agar menjadi jelas. Tema berkaitan dengan
amanat/pesan/tujuan yang hendak disampaikan kepada diri pembaca.
Tema dapat diperoleh dari proses menggali pengalaman-pengalaman
yang mengendap atau refleksi peristiwa yang baru dialaminya.
1. Mengumpulkan data-data, keterangan, informasi, dokumen yang
terkait dengan peristiwa/pengalaman yang menjadi sumber inspirasi
cerita.
2. Menentukan garis besar alur atau plot cerita. Secara bersamaan
dengan tahap ini, menciptakan tokoh dan menentukan latar cerita.
3. Menetapkan titik pusat kisahan atau sudut pandang pengarang.
4. Mengembangkan garis besar cerita menjadi cerita yang utuh.
5. Memeriksa ejaan, diksi, dan unsur-unsur kebahasaan lain serta
memperbaikinya jika terdapat kekeliruan.
Kegiatan 1
Bacalah terlebih dahulu dengan seksama cerpen berikut .
Maafin Nisa, Bi……
“Nisa, ada apa ini ? Malam-malam gini kok rebut. Kamu mau ngebangunin
anjing tetangga?” sapa Mama yang baru pulang dari kerja di ambang pintu.
“ Nisa lagi nggak mau diajak bercanda, Ma,” jawab Nisa yang lagi jengkel
sekenanya, sambil terus membuka-buka lemari pakaiannya dari satu pintu ke
pintu lainnya.
“Kenapa, Sayang ?”Tanya Mama lembut.
“Ini, Ma. Bi Yem ngilangin baju seragam olahraga Nisa”.
“Sudah dicari?”
“Mammaaa…… dari sore baju itu udah dicari tapi nggak ketemu juga.”
“ Kok bisa gitu sih Bi?” pandangan Mama beralih kke Bi Yem yang berada
di sampingnya.
“ Bibi juga nggak ngerti, Bu. Biasanya selesai disetrika langsung Bibi taruh
di lemari, tapi kok kali ini aneh, sudah dicari ke mana-mana belum ketemu
juga,” adunya dengan pebuh sesal dan pasrah.
Payahnya, system jaringan di otak kepalanya yang sudah berusia lebih dari
kepala enam itu, tak mampu lagi untuk diajak berpikir dengan baik hingga
membuatnya kehilangan akal, tak tahu lagi mesti mencari ke mana.
Pun semua orang di keluarga itu tahu betul , Nisa yang pandai olahraga
takkan pernah rela kehilangan jam olahraga yang hanya sekali dalam
seminggu.
“ Alaaaahhh… Bi Yem nggah usah ngelak deh, bilang aja kalau itu kaus belum
dicuci, apa susahnya sih nyuci sati kaus saja? Dasar pembantu nggak
becus!? Maki Nisa dengan nada tinggi.
“Nisa jaga bicaramu!” bentak Mama.
“Saya memang lalai, maafkan saya, Non,” denga tertunduk Bi Yem pergi
dari kamar Nisa.

“Tuh kan, Ma !Kenapa sih pembantu macam dia masih dipertahankan?
Udah tua, kerjanyalamban, suka pikun lagi. Dan sekarang , baju Nisa yang
diilangin. Kenapa nggak dipecat sekalian aja sih, Ma?”
“Nisa …., kamu nggak boleh bicara seperti itu!Bisa tidak kamu
menghormati orang yang lebih tua? Mama mengeluarkan nada bicara
normal seperti biasa, Cuma kali ini diberi sentuhan tekanan di dalamnya.
“Bi Yem di sini bukan hanya sebagai pembantu, melainkan Bi Yem juga
berperan penting dan sudah menjadi bagian dalam keluarga kita.Bi Yem
sudah mengabdikan dirinya sejak kakekmu muda dulu.Bi Yem juga yang
turut mengasuhmu sejak kamu bayi, Nisa.Bi Yem memang sudah tua, tapi
dia selalu teliti dan hati-hati dalam mengerjakan setiap
pekerjaannya.Dibanding kita, Bi Yem lah yang jauh lebih mengerti seluk
beluk dan sejarah setiap benda di rumah ini. Lagi pula, bukankah sebelum
kejadian ini, belum pernah kan terjadi kesalahan yang berasal dari
keteledoran Bi Yem ?”
“Sekarang coba kamu ingat baik-baik, Nisa!”Di mana terakhir kamu
menaruh baju itu?”Suasana hening sejenak dan tiba-tiba…
“Ya…. Ampun!” teriak Nisa terperanjat sambil melompat dan berlari
mengambil senter di atas meja belajarnya.Dan kemudian membiarkan
sinarnya menyebar rata di kolong ranjang birunya. Benar dugaanku, kaus
itu ada di sana. Rupanya emosi telah menghalangi Nisa untuk berpikir
jernih.Tepat seminggu lalu karena terburu-buru hendak masuk les, Nisa
keluarkan seluruh isi tasnya dengan sembarangan, termasuk kaus olahraga
yang sempat dia lihat terjatuh dari tempat tidur.
Pikirnya, tanggung mending diberesin saat pulang les.Tapi malah kelupaan
sampai sekarang.Segera diambilnya kaus itu.
Mama menggelengkan pelan melihat kecerobohan putrinya. Kaus itu
tampak begitu lusuh dan kumal yang menurut teori kesopanan sudah tak
layak pakai.Bagaimana tidak?Selain debu yang menempel tebal, terdapat
banyak sekali lubang gigitan tikus. Melihat hal itu, ingin sekali Nisa
menangis, tapi ia tahan karena merasa tak pantas. Dia sadar itu adalah
salahnya sendiri.
“Ma, maaf!Nisa lah yang salah.”
“Bukan pada Mama, tapi Bi Yem , Nisa. Dia sudah menerima makian dan
tuduhan yang benar darimu.”
“Kamu harus memetik hikmah dari kejadian ini.Kamu memiliki barang
baik yang kamu sukai pun tidak punya tanggung jawab untuk merawatnya
baik-baik.Ya sudah, besok pagi kamu pergi ke koperasi sekolah, beli yang
baru.Sekarang temui Bi Yem.
Nisa mengangguk mantap dan keluar dari kamarnya.
Oleh : Reny Nurliana
( Dikutip dari harian Solo Agustus 2004 )
Jawablah soal-soal berikut dengan tepat secara kelompok.
1.
2.
3.
4.
5.

Menceritakan kembali tentang apa cerpen tersebut? Jelaskan.
Bagaimana karakter tokoh-tokohnya/ Jelaskan
Bagaimana rangkaian alur/peristiwa cerpen tersebut?
Kapan dan di mana latar dalam cerpen tersebut ?
Apa amanat dan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalan cerpen
tersebut ?

Kegiatan 2
1. Berdasarkan pengalaman hidup teman yang kamu dengarkan buatlah
sebuah cerpen.
2. Tulislah cerpendi buku tugasmu ! Setelah selesai, tunjukkan kepada
temanmu yang kisah kehidupannya kamu ceritakan dalam cerpen.
3. Perbaikilah cerpenmu berdasarkan masukan atau saran dari temanmu.
Jika telah menjadi cerita yang memenuhi unsur cerpen dan menaruk,
ketiklah cerpenmu secara rapi di atas kertas kuarto.
4. Tulislah di bagian bawah cerpenmu data tentang pengalaman yang
menjadi sumber inspirasi cerita. Sebutkn nama pemilik pengalaman dan
data-data peristiwanya.
5. Setelah selesai, kumpulkan kepada gurumu untuk diperiksa dan dinilai.

BAB 2

Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar
A. Mendengarkan
Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel
B. Berbicara
Mengomentari pembacaan puisi baru tentang lafal, intonasi, dan ekspresi
yang tepat
C. Membaca
Membacakan puisi karya sendiri dengan lafaldan intonasi, penghayatan,
ekspresi
D. Menulis
Menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur resensi

A. MENJELASKAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK DARI PEMBACAAN
PENGGALAN NOVEL
1. Menjelaskan Unsur-Unsur Pembangun Novel
Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berart” sebuah barang
baru yang kecil”. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi
utuh permasalahan kehidupan seseorang atau beberapa tokoh. Kisah
novel berawal dari kemunculan suatu persoalan yang dialami tokoh hingga
tahap pengyelesaiannya.
Struktur novel adalah sebagai berikut :
a. Tema
Tema merupakan inti atau pokok persoalan yang menjadi dasar
pengembangan cerita, menyangkut segala persoalan yang baik
masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan
sebagainya.
b. Alur
Alur merupakan pola pengembanga cerita yang terbentuk oleh
hubungan sebab-akibat.
c. Latar
Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan suasana yang
digunakan dalam cerita, bisa bersifat faktual dan bisa imajiner. Latar
berfungsi memperkuat atau memperjelas jalannya cerita.
d. Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan karakter tokohtokoh dalam cerita.
e. Point of view atau sudut pandang
Point if view adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Posisi
pengarang ini terdiri atas dua macam :

1. Berperan langsung sebagai orang pertama, atau sebagai tokoh
yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan.
2. Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat ( di
luar cerita )
f. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan
pengarangkepada pembaca melalui karyanya. Amanat disimpan rapi
dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita.
g. Gaya bahasa
Gaya bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana
persuasif, serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan
hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Bahasa secara cermat
dapat menjelmakan suasana yang berterus terang atau
menjengkelkan, dan objektif atau emosional.
Berikut adalah contoh unsur-unsur intrinsik dari novel Namaku Hiroko
karya N.H.Dini:
Tema

: gambaran sebuah lingkungan tempat tinggal dan

suatu adat
kebiasaan masyarakat yang dapat mengubah sifat
seseorang.
Alur
kehidupan

: Novel ini beralur maju. Pengarang menceitakan
Hiroko, mulai dari ketika ia masih kecil di desa sampai

hidup
Di kota. Ketika di desa, ia hidup serba kekurangan.
Kemudian
ia pindah ke kota. Di sana , ia bekerja keras sehingga
bisa
meraih segala yang diinginkannya. Ia kemudian hidup
dalam
Latar
besar.

dunia yang serbagemerlap dan mewah.
: Kobe, sebuah kota di Jepang Kobe merupakan kota
Diceritakan di kota terdapat toko Daimaru yang

atapnya
terbuka dengan warna tenda biru, terdapat pula
pabrik besi
Tokoh
sederhana.

terbesar di daerah Hansai, Jepang.
: 1. Hiroko, seorang wanita desa yang polos dan
Ia tidak memiliki kepercayaan diri. Adat dan

kehidupan
kota sangat mempengaruhi kehidupannya. Ia
kemudian
suka berhura-hura, dan gila harta.
2. Sanao, seorang pegawai pabrik. Ia membawa
Hiroko pada
Tingkat kedewasaan.
3. Tomiko, orang yang memperkenalkan kehidupan
kota pada Hiroko.

4. Yoshida, suami Natshuho, tetapi akhirnya menjadi
kekasih Hiroko.
Sudut Pandang
: Menggunakan sudut pandang orang pertama.
Pengarang
menceritakan tokoh utama dengan kata “aku”.
Amanat
: Harta bukanlah satu-satunya tujuan hidup. Harta
tidak dapat
memberi kesenangan secara mutlak. Ada hal
lain yang dapat
memberikan kebahagiaan, yaitu cinta dan kasih
sayang.
Gaya

: Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang biasa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana halnya gaya berceirita N.H. Dini, banyak
diwarnai oleh kata-kata sederhana yang diakrabi
pembaca pada umumnya.

Kegiatan
Mintalah satu atau dua teman Anda untuk membacakan cuplikan novel”
Siti Nurbaya” karya Marah Rusli brikut! Secara berkelompok,
identifikasikan unsur-unsur yang ada di dalam cerita itu! Kemudian,
presentasikan di depan kelompok lainnya untuk mereka tanggapi !

XVI Peperangan antara Samsulbahri dan
Datu Maringgih
Setelah masuklah kapal yang membawa Letnan Mas ke pelabuhan
Teluk Bayur, turunlah sekalian bala- tentara itu ke darat, lalu langsung
berjalan ke Kota Padang. Di sana , gemparlah isi kota melihat bala-tentara
sekian banyaknya datang: cukup dengan alat senjata dan mariamnya.
Yang seorang bertanya kepada yang ditanyai. “ Seluruh tanah
jajahan Belanda akan rusuh, sebab anak negeri hendak melawan; tak mau
membayar belasting.”
Kabar kedatangan ba-tentara ini, sekejap itu juga pecah ke sana
kemari, sampai ke lur-luar kota sehingga perempuan dari anak-anak pun
tahu hal ini. Maka ramailah dibicarakan peperangan yang akan terjadi.
Yang penakut, larilah bersembunyi ke gunung-gunung dengan anak bini
dan harta bendanya; yang berani tinggallah di dalam kota karena ingin
hendak melihat tamasya perang. Yang kaya, berharta banyak, khawatir
kalau-kalau harta bendanya dirampas orang. Yang beranak dan bersanak
saudara, ngeri, takut anak-istri dan kaum keluarganya terbawa-bawa
mendapat kesusahan. Hanya bangsa penjahatlah gembira hatinya karena
ada harapan akan dapat mencuri dan menymun dengan mudah sepuaspuas hatinya. Saudagar-saudagar pun tak kurang khawatirnya, sebab pada
sangkanya, tentulah perniagaannya akan jatuh karena peperangan ini.

Begitu pula pegawai-pegawai pemerintah berdebar-debar hatinya, takut
kalau-kalau serdadu kalah. Jika demikian, tentulah mereka tiada akan
mendapat ampunan dari perusuh, karena sekalian yang tiada hendak ikut
melawan. Dipandang mereka sebagai musuhnya. Hanya perusuhlah yang
geram melihat balatentara pemerintah datang sebanyak itu dan panas
hatinya, lalu berpikir mencari akal akan memperdayakan serdadu ini.
Setelah sampailah balatentara itu ke tangsi Padang, pergilah Letnan
Mas kepada kapitannya, minta izin akan pergi sebentar dengan berjanji
segera akan kembali pula, karena adalah suatu keperluan yang sangat
penting baginya.
Mula-mula, rupanya kapitannya tiada hendak memberi izin ini,
tetapi tatkala dilihatnya Mas meminta amat sangat, diperkenankannyalah
juga permintaan itu dengan pesan, supaya jangan lewat daripada pukul
enam petang kembali. Sebab pada waktu itu hari baru pukul setengah
lima, berpikirlah Letnan Mas dalam hatinya, “ Tentu tidak terlambat aku
kembali.”
Dengan segera , dipanggilnya sebuah bensi sewaan, lalu berangkat
menuju ke Muara. Setelah sampailah ia ke sana, diseberangilah Sungai
Arau dengan perahu dan didakinya Gunung Padang. Di tengah jalan,
bertemulah ia dengan seorang fakir, yang tinggal di atas gunung itu, lalu
ditanyakannya di mana kubura Baginda Sulaiman, saudagar yang
berpulang kira-kira sepuluh tahun lalu. Walaupun fakir itu sangat heran
mendengar perkataan ini dan berpikir dalam hatinya, apakah sebabnya
seorang letnan menanyakan kubur seotang Melayu, tetapi ditunjukkannya
juga kubur itu.
Setelah sampai ke makam ini, kelihatanlah oleh Letnan Mas tiga
buah kubur dalam suatu tempat yang berpagar tembok. Dua buah
daripada kubur itu, letaknya berdekat-dekatan; yang sebuah lagi agak
jauh sedikit. Tatkala dibacanya huruf yang tertulis pada batu nisan itulah
yang dicarinya. Karena tiada tertahan oleh Letnan Mas hatinya, segeralah
ia masuk ke dalam makam ini, lalu berlutut di antara kedua kubur yang
berjauh-jauhan itu, sambil memeluk keduanya dengan kedua belah
tangannya. Di situ, menangislah ia tersedu-sedu, seraya meratap demikia,
“ Aduhai Nurbaya dan ibu yang hamba cintai! Mengapakah sampai hati
benar meninggalkan hamba seorang diri di atas dunia ini? Berjalan tiada
hendak berkata-kata, pergi tiada hendak membawa-bawa. Mengapakah
tiada diajak hamba pergi bersama-sama dan tiada dinantikan hamba,
supaya boleh hamba temani dalam perjalanan yang jauh itu? Tatkala
telah ditinggalkan, mengapakah tidak lekas dijemput, dibiarkan sepuluh
tahun lamanya hamba mengembara ke sana kemari, mencari jalan akan
mengikut Bunda dan Adinda sehingga sampai kepada waktu pekerjaan itu
sia-sia belaka.
Aduhai ! Bilakah masanya kita akan dapat berjumpa pula dan
bilakah waktunya kita akan dapat berkumpul dan bercakap-cakap sebagai
dahulu? Bunda dan Nur, pintakanlah kepada Allah Subhanahu Wataala,
supaya jangan dipanjangkan-Nya lagi umur hamba ini dan lekaslah
dipertemukan-Nya kita sekalian; karena hidup bercinta seperti ini,
sesungguhnyalah tiada terderita oleh hamba. Cukuplah sepuluh tahun
lamanya hamba menanggung siksa dan azab yang tiada tertanggung oleh
manusia dan patutlah sudah hamba dilepaskan daripada penjara uang
sedemikian.
Aduh, Nur, aduh, adikku! Tiada kusangka sekali-kali akan beginilah
akhirnya kita ini. Mengapakah segala pengharapan dan cita-cita orang
dikabulkan, tetapi harapan dan cita-cita kita dijadikan seperti ini? Apakah

salahmu dan salahku dan salah kita ini maka beroleh nasib yang
sedemikian ini? Sudahlah di dunia ini segala pengharapan dan permintaan
kita, yang kita pohonkan sebilang waktu, tiada dikabulkan. Di akhirat
kelak, adakah akan disampaikan Allah segala cita-cita itu ? Ah, pada
rasaku, tak adalah manusia yang malang sebagai kita ini ! Sepuluh tahun
lamanya aku menanggung sengsara dan dukacita; sepuluh tahun pula aku
menanggung rindu dendam kepadamu, tetapi sampai sekarang ini, belum
disampaikan Tuhan juga maksudku ini. Berapakah lamanya lagi aku harus
menunggu ?
Akan tetapi...., o ya Nur, aku telah beroleh alamat bahwa aku
segera akan dipertemukan dengan engkau, karena inilah penghabisan
sisaku. Mudah-mudahan demikianlah hendaknya; doakan bersama-sama.
Suatu yang belum kuketahui, yaitu dapatkah aku menuntutkan
belaku atau tiada? Namun, biarpun tak dapat, Allah Yang Mahakuasa
takan lupa bahwa tiap-tiap kesalahan itu tiada luput daripad hukumanNya. Biarlah bersama-sama kita kelak menyembahkan kesalahannya ini.
Setelah itu, disiumlah oleh Letnan Mas kedua kubur itu, lalu berdiri
perlahan-lahan dan berkata kepada fakir yang masih tercengang berdiri di
sana melihat kelakuan letnan ini, karena heran, mengapakah seorang
Belanda menangis di kubur seorang Islam?
Sementara Letnan Mas pergi ke Gunung Padang, datanglah kabar
dari Gubernur Padang mengatakan, malam itu perusuh akan masuk ke
dalam kota, membuat huru-hara. Oleh sebab itu, dimintalah sebagian
daripada serdadu yang ada itu pergi ke luar kota, mengadang musuh ini
supaya jangan sampai berperang di dalam kota.
Kira-kira pukul tujuh malam, berangkatlah sepasukan serdadu yang
dipimpin oleh Letnan Mas dan Van Sta, ke luar Kota Padang menuju Kota
Tengah. Pukul sembilan, sampailah mereka ke Tabing dan tiada berapa
lama kemudian, hampirlah mereka ke Kota Tengah. Dari jauh telah
kelihatan berpuluh-puluh orang; sekaliannya memakai seragam putih,
berkumpul-kumpul di pinggir jalan, di muka sebuah kedai; rupanya mereka
sedang bermusyawarah, bagaimana hendak menyerang. Sekalian
bersenjata sebuah golok.
Tatkala terlihat oleh perusuh serdadu datang, gemparlah
sekaliannya , ada yang menghunus kerisnya, ada yang memencak, ada
yang berteriak memanggil kawan, ada yang memaki-maki dan ada pula
yang mengacung-acungkan senjatanya; berbagai –bagai kelakukan
mereka. Setelah hampir kepada mereka ini, Letnan Mas menyuruh
berhenti serdadunya dan membariskan mereka. Seorang kemendur yang
mengikut bersama-sama, maju ke muka, menyuruh perusuh menyerahkan
dirinya. Akan tetapi, jangankan diindahkan mereka, kemendur itulah yang
imaki-makinya, seraya tiga kali kemendur membujuk dengan lemahlembut, menyuruh menembak ke udara. Seketika itu juga berbunyilah
kira-kira tiga puluh bedil sekaligus. Tatkala didengar perusuh bunyi bedil
ini dan dilihatnya dada seorang pun yang kena, bertambah-tambahlah
berani mereka, karena pada sangkanya sesungguhnyalah mereka tiada
dimakan anak bedil lagi, berkat ajimat yang diperolehnya dari gurunya.
Maka bertempiklah mereka bersorak dan ratib mengucapkan “La illaha
illallah” , lalu maju ke muka. Setelah hampirlah mereka, barulah Letnan
Mas memerintahkan membedilnya.
Tatkala berbunyilah bedil kedua kalinya, rbahlah sebaris orang yang
di muka, jatuh ke tanah. Ada yang menjerit, ada yang memekik, ada yang
meminta tolong, dan pula ada yang terus ratib, tetapi banyak yang tiada
bersuara lagi karena terus mati. Pesuruh yang berdiri di belakang,

bingunglah sejurus, tiada tahu apa yang dibuatnya. Ketika berbunyi bedil
ketiga kalinya, pecahlah perang perusuh itu karena banyak yang mati.
Mana yang tinggal, larilah cerai-berai kian kemari, membawa dirinya
masing-masing.
Akan tetapi, seketika itu juga, keluarlah beberapa orang tua-tua dan
haji-haji dari dalam sebuah rumah, lalu berteriak memanggil sekalian
orang yang lari itu, serta mencabut kerisnya dan maju ke muka. Karena
melihat keberanian ini, berbaliklah sekalian yang lari, lalu mengikut gurugurunya dengan bertempik sorak pula, menyerang serdadu-serdadu dari
dua pihak. Oleh sebab cepat datang mereka menyerbukan dirinya,
serdadu-serdadu Letnan Mas tiadalah sempat menembak lagi, lalu
mempergunakan bayonetnya. Dengan segera, menjadi ramailah
peperangan itu, masing-masing mencari lawannya. Ada yang bertikamtikaman, ada yang bertetak-tetakan pedang, ada yang tangkis-menangkis,
berpukul-pukulan, tangkap-menangkap, dan banting-membanting. Yang
mati, jatuh, yang luka, berdarah, yang takut lari, yang berani mengejar.
Ada yang maju, ada yang mundur, ada yang melompat, berbagaibagai
kelakuan mereka. Suara pun bermacam-macam kedengaran, gegap
gempita, tiada disangka bunyi lagi, dicampuri pula oleh bedil, pistol,
pedang dan perang. Walaupun bulan terang cahayanya, tetapi di tempat
itu gelap karena asap bedil. Jika pakaian mereka tiada sangat berlainan,
yakni hitam dan putih, niscaya tiadalah tentu lawan dan kawan. Letnan
Mas dengan kepada perusuh kelihatan sama-sama mengerahkan balatentaranya, menyuruh maju sambil membedil dan menetak.
Tiada beberapa lamany berperang itu banyaklah yang mati dan
yang luka pada kedua belah pihak. Darah mengalir di jalan raya dan
mayat tersia-siar di sana-sini. Oleh sebab dari kampung tiadaputusputusnya datang bantuan perusuh, tiadalah tertahan oleh Letnan Mas
serangan musuhnya, sehingga disuruhnya serdadunya mundur perlahanlahan. Bila tiada datang bantuan dari Letnan Van Sta pastilah pecah
perang Letnan Mas.Untunglah pada waktu itu juga kedengaran tempik
sorak serdadu Letnan Van Sta, yang menyeburkan diri ke medan
peperangan. Tiada beberapa lamanya kemudian daripada itu, mundurlah
perusuh perlahan-lahan, akhirnya, tatkala bantuan mereka tak datang
lagi, pecahlah perang mereka, lalu lari kian kemari, bertemperasan, diburu
oleh serdadu-serdadu kedua letnan itu.
Tatkala mengejar perusuh, kelihatan oleh Letnan Mas seorang
daripada kepala mereka. Bangun badan, perjalanan, dan suaranya serupa
benar dengan bangun badan, perjalanan dan suara Datuk Maringgih,
musuhnya yang sekianlama dicari-carinya. Maka berdebar-debarlah hati
Letnan Mas dan gemetar tangannya serta berubah mukanya sebagai suka
bercampur duka. Suka karena ada pengharapan akan dapat membalaskan
saki hatinya dan duka karena ingat segala kejahatan yang telah diperbuat
jahanam itu. Ketika kepala perusuh ini hendak melarikan dirinya,
diburunyalah orang itu dengan tiada berpikir panjang lagi. Setelah
berhadap-hadapan mereka, nyatalah pada Letnan Mas, bahwa
persangkaannya tadi benar, karena sesungguhnya Datuk Maringgih, algojo
Nurbaya, yang berdiri di mukanya lalu berkatalah ia ,” Datuk Maringgih!
Benarkah engkau ini?”
“Ya, akulah Datuk Maringgih, saudagar yang kaya di Padang in,”
jawab kepala perusuh itu. “ Engkau ini siapa, maka kenal kepadaku?”
Setelah diamat-amatinya Letnana Mas ini, terperanjatlah ia, lalu
surut beberapa lanhkah ke belakang, seraya berteriak, “Samsulbahri!
Engkau tiada mati? Atau setannyakah ini?”

Seketika itu juga, melompatlah ia kembali ke muka, hendak
menetak Letnan Mas. Letnan Mas melompot ke kana, lalu berkata,
“Tunggu dahulu, Datuk Maringgih! Karena banyak yang terasa dalam
hatiku yang hendak kukatakan kepadamu, sebelum aku terpaksa
mencabut nyawamu.”
Mendengar perkataan ini, berdirilah Datuk Maringgih karena hendak
mengetahui apakah yang akan dikatakan musuhnya itu.
“Datuk Maringgih! Sesungguhnya akulah Samsulbahri, yang sepuluh
tahun lalu sudah mati, tetapi yang dikeluarkan kembali dari dalam kubur,
untuk menghukum engkau atas segala kejahatanmu yang keji itu. Tatkala
aku membedil diriku di Jakarta, karena terlebih suka mati daripada hidup
menanggung sengsara yang asalnya daripada perbuatanmu, tiadalah
disampaikan Tuhan maksudku itu. Rupanya, aku terlebih dahulu harus
menuntut bela atas segala kesalahanmu. Itulah sebabnya maka peluru
yang kutujukan ke kepalaku, tiada menembus otakku. Karena aku
terperanjat mendengar suara sahabatku, Arifin, yang tatkalal itu berteriak,
dan tanganku bergoyang, sehingga anak bedil sekadar merusak tulang
kepalaku saja. Ketika aku sadar akan diriku, kupintalah kepada dokter dan
sekalian orang yang tahu akan halku, supaya kabar aku hidup kembali,
tiada disiarkan kemana-mana, karena pada pikiranku, lebih baik aku
disangka orang telah mati daripada hidup sedemikian. Beberapa kali aku
mencari kematian, tetapi tiada juga dapat, karena Tuhan masih
memanjangkan umurku, supaya dapat menghukum engkau atas segala
dosamu.
Sepuluh tahun lamanya aku menanggung sengsara dan dukacita
yang tiada terderita. Sepuluh tahun pula aku menaruh dendam dalam
hatiku kepadamu. Sekarang barulah disampaikan Tuhan maksudku itu;
sekarang barulah dapat aku menuntut bela sekalian orang yang telah
engkau aniaya, hai penjahat yang sebesar-besarnya! Karena kekayaanmu,
menjadikan engkau sombong dan angkuh serta takabur kepada Tuhan,
yang telah memberimu kekayaan itu. Pada sangkamu dengan kekayaan
itu tentulah ‘kan dapat engkau berbuat sekendak hatimu. Yang tinggi
kaujatuhkan, yang mulia kauhinakan, yang kaya kaumiskinkan dengan
tiada pandang-memandang, tiada tilik-menilik, dan tiada menaruh belas
kasihan, asal nafsumu yang jahat dan hina itu dapat kaupenuhi.
Hai, Datuk durhaka! Kekayaanmu itu tiaga memberi faedah kepada
teman sejawatmu, sahabat kenalanmu, sesamamu manusia, dan kepada
dirimu sendiri sekalipun, melainkan mendatangkan segala bahaya,
sengsara, duka nestapa kepada isi negeri. Tiada layak engkau dikaruniai
Tuhan senjata yang sekuat itu.
Dengan kekayaanmu itu, kauceraikan anak daripada bapanya, adik
daripada kakaknya, asyik daripada masyuknya, sahabat daripada
karibnya. Dengan kekayaanmu itu, kaujatuhkan Baginda Sulaiman, sampai
berpulang ke rahmatullah karena dukacita. Dengan kekayaanmu itu,
kaupaksa anaknya menurut kesukaanmu yang keji, kekasih dan
saudaranya kauaniaya sampai hampir mati di dalam laut. Kemudian, kau
dakwa ia mencuri barang-barangmu yang kau peroleh dengan tipu daya,
darah keringat orang lain. Tatkala engkau tiada berdaya lagi akan
memaksa Nurbaya, yang tiada bersalah itu, kaubunuhlah ia dengan racun.
Dengan kekayaanmu itu, kauceraikan aku daripada ibu-bapa dan
kaum keluargaku, dan kauputuskan pengharapanku akan menjadi orang
baik-baik,sehingga ibuku meninggal dunia karena kesedihan hati.
Sungguhpun demikian, sekalian itu belum lagi seperseratus dari segala
dosamu yang harus kautanggung.

Hai Datuk Maringgih! Tiadakah terasa olehmu kesalahanmu itu?
Tiadakah takut engkau kepada Tuhan yang memberikan segala kekuasaan
itu kepadamu? Tiadakah malu engkau kepada sesamamu manusia yang
engkau perdayakan? Tiadakah belas kasihan engkau kepada sekalian
mereka yang telah menjadi kurbanmu?”
Samsulbahri berhenti sejurus berkata-kata itu karena penuh rasa
dadanya dan sesak rasa napasnya, menahan hatinya yang tak dapat
direncanakan di sini.
Datuk Maringgih tiada menjawab sepatah katapun, sebab baru
dirasanya waktu itu kebenaran perkataan Samsulbahri ini. Di situlah baru
nyata padanya bahwa sebenarnya sampai kepada waktu itu, belumlah lagi
ia berbuat kebaikan dengan hartanya yang sekian banyaknya itu. Bila ia
mati dalam peperangan ini, tentulah segala hartanya itu akan terbagi-bagi
kepada yang tinggal, dan apakah akan dibawanya ke dalam kubur? Tak
lain nama yang jahat, sumpah, umpat, dan maki segala mereka yang telah
dianiaya. Tentulah sekalian itu akan memberatinya dalam kuburnya. Bila
ada ia berbuat kebaikan, barangkali adalah juga akan mendoakan
arwahnya.
(Marah Rusli, 1990. Sitti Nurbaya, hlm. 256-261)
6.2
E. MENGOMENTARI PEMBACAAN PUISI BARU
1. Membaca Puisi dan Menandai Jeda
Membaca puisi umumnya dilakukan dengan nyaring. Dalam berpuisi,
pembaca tidak sekedar membunyikan kata-kata. Lebih dari pada itu, ia pun
bertugas mengekspresikan perasaan dan pesan penyair dalam puisi tersebut.
Untuk itu, pembaca hendaknya;
a. Memaknai puisi itu secara utuh, serta
b. Memperhatikan lafal, tekanan, dan intonasi dalam menyampaikannya,
sesuai struktur fisik dan batin puisi itu.
Seperti yang telah dilakukan dalam pelajaran terdahulu, untuk keperluan
tersebut, Anda harus menandai jeda pada puisi yang akan Anda bacakan
itu. Dengan cara demikian, Anda akan dapat membacakannya secara lebih
tertib.
Latihan
1. Bacalah dalam hati puisi berikut. Kemudian, bubuhkanlah penjedaan yang
tepat pada puisi tersebut berdasarkan satuan-satuan maknanya.
2. Bandingkanlah hasil pekerjaan Anda itu dengan hasil teman. Adakah
perbedaan pada keduanya?
Shang Hai
Sutardji Calzoum Bachri
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ku tak punya ping

ku tak punya pong
pinggir ping kumau pong
tak tak bilang ping
pinggir pong kumau ping
tak tak bilang pong
sembilu jarak-Mu merancap nyaring
2. Membacakan Puisi
Pembacaan puisi yang indah dilakukan dengan menitikberatkan perhatian
pada ketepatan pemahaman, keindahan olah vokal, dan ketepatan ekspresi.
Dibandingkan dengan membaca indah, pembacaan puisi juga menekankan
pada ketepatan pemahaman, keindahan olah vokal, dan ketepatan ekspresi
wajah. Hal seperti itulah yang juga perlu Anda lakukan ketika membacakan
puisi “Shang Hai” di atas. Anda harus memperhatikan lafal, intonasi,dan
ekspresinya.
Latihan
Bacakanlah puisi “Shang Hai” di atas dengan memperhatikan penjedaan yang
telah Anda buat sebelumnya. Perhatikan pula lafal, intonasi,dan ekspresi Anda
ketika membacakan puisi tersebut.
Kegiatan
Jika memungkinkan, putarlah rekaman video membaca puisi yang telah
disediakan guru Anda. Berdasarkan rekaman tersebut, komentarilah teknik
pembacaan puisi dengan tepat.
Kegiatan
Lakukan parade membacakan puisi. Perhatikanlah teman Anda ketika
membacakan puisi “Shang Hai” ataupun puisi-puisi lainnya! Perhatikanlah cara
dia membacakan puisi itu, terutama dalam lafal, intonasi,dan ekspresinya!
Telusur Makna
Carilah makna dari kata-kata berikut
- bedil
- mutlak
- inspirasi
- notula
- mental
- notulis

dalam kamus.
- sugesti
- saudagar
- serdadu

- visa

Tes Kognitif
Tulislah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut dalam kertas HVS/polio.
Kemudian, kumpulkan hasilnya kepada guru Anda untuk dinilai.
1. Sebutkan kekurangan dan kelebihan pidato manuskrip/naskah?
2. Sebutkan solusi alternatif untuk mengurangi kendala dalam berpidato?
3. Sebutkanlah unsur-unsur identitas buku!
4. Hal-hal apasajakah yang perlu dicermati ketika meresensi buku nonfiksi!
5. Sebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam laporan diskusi!
6. Sebutkan dan jelaskan unsur intrinsik pembangunan novel!
7. Apa saja yang harus dilakukan pembca ketika mendengarkan pembacaan
puisi?
8. Ketika membacakan sebuah puisi, hal-hal apa yang harus ditekankan?
Rangkuman

1. Pidato dengan membacakan naskah disebut pidato manuskrip atau pidato
naskah. Dalam pidato naskah, kita memiliki kesempatan luas dalam
mengumpulkan dan menyusun bahan yang akan kita sampaikan.
2. Hal-hal yang perlu kita cermati dalam buku nonfiksi, antara lain kelengkapan
data, bobot keilmuan yang disajikan, dan daya tarik ilustrasi, (tabel, bagan,
dan yang lainnya). Adapun isi resensi itu sendiri meliputi identitas buku, isi
pokok atau hal-hal penting/menarik dari buku itu, serta kelebihan dan
kelemahannya.
3. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika
kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Kisah novel berawal dari
kemunculan suatu persoalan yang dialami tokoh hingga tahap
penyelesaiannya. Struktur novel dibentuk oleh unsur tema, alur, latar,
penokohan, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.
4. Pembaca puisi harus mengekspresikan perasaan dan pesan penyairnya.
Untuk itu, ia perlu memaknai puisi itu secara utuh serta memperhatikan lafal,
tekanan, dan intonasinya, sesuai dengan struktur fisik dan batin puisi itu.
Uji Kompetensi
Kerjakan soal-soal berikut dengan tepat.
1. Banyak hal yang bisa berubah setelah melakukan tindakan-tindakan model
terakhir. Saya tidak tahu, apa ini sebuah sugesti, atau ada tangan-tangan
kekuatan alam yang membuatnya demikian. Yang jelas, alam bisa demikian
perkasa dan bertahan lama karena bergerak dalam siklus memberi,
memberi, dan memberi. Rumput hijau memberi kesejukan. Matahari
membawa energi. Air menghadirkan kehidupan. Adakah mereka
membutuhkan imbalan lebih?
(Sumber: www.taruna-nusantara-mgl.scb.id)
a. Apa yang diinginkan juru pidato dari pendengarnya lewat cuplikan uraian
di atas?
b. Bagaimana cara menyampaikan cuplikan pidato di atas: dengna nada
informatif ataukah dengan nada persuatif? Jelaskan dengan disertai
alasan.
2. Ada beberapa tulisan yang masih “di permukaan” dan sebenarnya bisa lebih
diperdalam. Namun sekali lagi, sebagai pembaca, saya tidak terlalu
terganggu dengan hal itu karena buku ini memang tidak disetujukan untuk
membahas sesuatu secara detail, lengkap, dan dalam.