FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI RSU SALEWANGANG MAROS

  130 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI RSU SALEWANGANG MAROS Afrida

  Dosen Tetap Program Studi D III Keperawatan Stikes Nani Hasanuddin Makassar

  Alamat Korespondensi :

   Afri_idha@yahoo.com/085255655771 ABSTRAK

  Hipertensi adalah merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbilitas) dan angka kematian (mortalitas). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di RSU Salewangan Maros. Penelitian ini merupakan jenis analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita hipertensi di RSU Salewangan Maros. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, didapatkan 54 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengolahan data menggunakan program analisis komputer. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan menggunakan analisis Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor aktivitas fisik (p=0,007), faktor stres (p=0,007), faktor merokok (p=0,003), dan faktor pola makan (p=0,005). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor aktivitas fisik, faktor stres, faktor merokok, dan faktor pola makan dengan kejadian hipertensi di RSU Salewangang Maros Kata kunci : Faktor aktifitas fisik, faktor stres, faktor merokok dan faktor pola makan.

  PENDAHULUAN

  Penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di masyarakat. Umumnya penderita hipertensi datang dengan keluhan pusing, dan datang ke dokter. Tetapi banyak juga diantaranya tanpa keluhan sama sekali. Tetapi sebagian dari masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa mereka mengidap penyakit hipertensi. Mereka baru mengetahui setelah melakukan pemeriksaan atau datang ke dokter karena penyakit lain.Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas normal, yaitu melebihi 140/90 mmHg (Triyanto, 2014).

  Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai pembunuh gelap/silent killer karena termasuk penyakit yang mematikan. Hipertensi adalah penyakit yang biasa menyerang siapa saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya maupun orang miskin. Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun

  2025 (Pudiastuti, 2011). Berdasarkan data WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Diperkirakan pada tahun 2025 nanti kasus hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami kenaikan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000, yaitu menjadi 1,15 milyar kasus. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini (Rahmat, 2013).

  Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia, hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya. Data dari JNC VII mengatakan hampir 1 milyar penduduk dunia mengidap hipertensi. Sementara itu hasil riset kesehatan dasar (Riskesda) tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi pada penduduk berusia 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 25,8% (Prasetyaningrum, 2014).

  Menurut (Riskesdas, 2010) prevalensi Hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi stroke. Sedangkan sisanya

  131

  Lokasi, populasi dan sampel

  Skala pengukuran tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “YA” dan “TIDAK”, penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapat jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan, wawancara dan observasi dilakukan untuk mendunkung data yang didapatkan. Kuesioner

  Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner, wawancara, serta observasi. Kuisioner ini diharapkan dapat mengungkapkan hubungan faktor aktivitas fisik, stress, merokok, dan pola makan dengan kejadian hipertensi di RSU Salewangang Maros. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan yang terdiri atas beberapa pertanyaan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala Guttman.

  Pengumpulan Data

  kriteria inklusi yaitu pasien di ruang poli Interna, pasien hipertensi primer dan bersedia menjadi responden.

  insidental sampling dan telah memenuhi

  Populasi adalah seluruh pasien yang menderita paenyakit hipertensi di RSU Salewangang Maros. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 54 yang dipilih secara

  Penelitian ini dilaksanakan di RSU Salewangang Maros. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik.

  Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya hipertensi?.

  mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Hipertensi sebagai penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan tuberkulosis jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Triyanto, 2014).Prevalensi Hipertensi di Indonesia mencapai 25,8 persen tahun 2013. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013 (Riskesdas 2013).

  Pola makanan yang sehat adalah pola makan yang mengandung gizi seimbang. Terutama pada konsumsi garam yang berlebih, konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat.

  Merokok dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Merokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri dan meningkatkan faktor pembekuan darah yang memicu penyakit jantung dan stroke ( Zuraida, 2012).Tembakau yang mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil sehingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat. Berhenti merokok adalah perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler pada penderita hipertensi (Triyanto, 2014).

  Hipertensi sangat dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang. Hipertensi, selain disebabkan oleh faktor asupan natrium yang tinggi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, obesitas. Gaya hidup sehat dapat membantu memperlambat atau mencegah peningkatan tekanan darah seseorang (Martuti, 2009). Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti: mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan, juga bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti kardiovaskular (Priyoto, 2014).

  sejak dini dan sebelum pasien mengalami komplikasi (Williams, dkk., 2011).

  Prognosisnya baik jika gangguan ini dideteksi

  Terjadi peningkatan sebesar 284 orang penderita hipertensi. Data tersebut menunjukkan banyaknya kasus hipertensi. Penderita hipertensi jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal.

  Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan proporsi 10 penyakit tidak menular terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah sakit di Sul-Sel tahun 2009 hipertensi esensial (primer) dan hipertensi sekunder masing-masing menempati urutan ke 2 dan ke 3 dengan jumlah pasien 7.387 orang (29,22%) dan 2.764 orang (10,93% setelah kecelakaan lalu lintas dengan jumlah pasien 7.711 orang (30,50%) (Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan 2010). Dari data rekam medik RSU Salewangang Maros penderita hipertensi pada tahun 2013 tercatat penderita hipertensi sebesar 510, sedangkan data 2014 tercatat penderita hipertensi sejumlah 794 orang.

BAHAN DAN METODE

HASIL PENELITIAN

  Teratur 7 31,8 15 68,2 22 100.0 0,007 Tidak teratur 22 68,8

  14

  32

  15

  31

  30

  24 40,7 59,3 55,6 44,4 61,1 38,9 55,6 44,4

  Berdasarkan tabel 2. Responden sebahagian besar tidak teratur dalam melakukan aktifitas fisik sebanyak 32 (59,3%), sebahagian besar responden mengalami stres 30 (55,6%), sebahagian besar responden merupakan perokok aktif 33 (61,1%) dan sebagian besar responden dengan pola makan teratur 30 (55,6%) orang

  Analisis bivariat Tabel 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di RSU Salewangang Maros (n=54)

  Variabel Kejadian Hipertensi

  Total

  p

  Menderita Tidak menderita n % n % n % 1) Aktivitas fisik

  10 31,3 32 100.0 2) Faktor stres

  22

  Stres 21 70,0 9 30,0 30 100.0 0,007

  Tidak stres 8 33,3 15 66,7 24 100.0 3) Faktor merokok

  Aktif 23 69,7 10 30,3 33 100.0 0,003

  Pasif 6 28,6 15 71,4 21 100.0 4) Faktor pola makan

  Teratur Tidak teratur

  11

  18 36,7 75,0

  19

  6 63,3 25,0

  30

  24 100.0 100.0 0,005

  Tabel 3. Menunjukkan hasil analisis faktor aktifitas fisik menunjukkan 22 (68,8%) responden menderita hipertensi dan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor aktifitas fisik dengan aktifitas fisik (p=0.007, α:0.05). Hasil analisis stres dengan kejadian hipertensi, menunjukkan bahwa 21 (70%) responden menderita hipertensi dan

  32

  132

  yang digunakan sebelumnya telah memenuhi syarat uji validitas dan reliabilitas.

  26

  Analisis Data

  Data dianalisis berdasarkan skala ukur dan tujuan penelitian dengan menggunakan perangkat lunak program komputerisasi. Data dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari karakteristik responden dan setiap variabel. Untuk analisis bivariat digunakan uji chi square untuk melihat sifat dan besarnya hubungan variabel independen dan dependen. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan batas kemaknaan apabila p<0,05.

  Analisis univariat Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden di RSU Salewangang Maros (n=54)

  Karakteristik Responden n %

  Jenis Kelamin Laki-laki 29 53,7

  Perempuan 25 46,3 Umur

  40-50 tahun 7 12,9 51-60 tahun 61-70 tahun

  21

  26 38,9 48,1

  Pendidikan SD 10 18,5

  SMP SMA Perguruan Tinggi

  14

  4 25,9 48,1

  a. Teratur

  7,4 Berdasarkan table 1 menunjukkan sebahagian besar responden berjenis kelamin perempuan 29 (53,7%) dengan umur sebagian besar berusia pada range 61-70 tahun sebanyak 26 (48,1%) dan sebahagian besar responden dengan pendidikan SMA sebanyak 26 (48,1%).

  Tabel 2. Distribusi faktor-faktor terjadinya hipertensi di RSU Salewangan Maros (n=54) Variabel n %

  1. Faktor aktifitas

  a. Teratur

  b. Tidak teratur

  2. Faktor stres

  a. Stres

  b. Tidak stres

  3. Faktor merokok

  c. Aktif

  d. Pasif

  4. Faktor pola makan

  b. Tidak Teratur

  133

  hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor stres dengan kejadian hipertensi (p=0.007, α:0.05). Hasil analisis faktor merokok dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa 23 (69,7%) responden perokok aktif menderita hipertensi dan berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor merokok dengan kejadian hipertensi. Hasil analisis dengan kejadian hipertensi menunjukkan 18 (75%) responden menderita hipertensi. Hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor pola makan dengan kejadian hipertensi (p=0.005, α:0.05).

  PEMBAHASAN

  1. Hubungan faktor aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi Berdasarkan hasil penelitian di RSU

  Salewangan Maros, didapatkan bahwa dari 54 responden, sebanyak 22 responden (40,7%) yang memiliki aktivitas teratur, 7 responden (31,8%) menderita hipertensi dan 15 responden (68,2%) tidak menderita hipertensi, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa responden yang memiliki aktivitas teratur tetapi menderita hipertensi, mereka mengungkapkan bahwa sering mengkomsumsi makanan instan, sering mengemil dan merokok. Sedangkan 32 responden (59,3%) memiliki aktivitas tidak teratur, 22 responden (68,8%) menderita hipertensi dan 10 responden (31,3%) tidak menderita hipertensi. Didapatkan responden yang jarang atau aktivitasnnya tidak teratur tidak menderita hipertensi, karena mengungkapkan bahwa lebih menjaga pola makan dan gaya hidup yang sehat.

  Berdasarkan hasil uji statistik

  Pearson Chi-Square diperoleh nilai p =

  0.007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zuraida, 2012), mengatakan bahwa kurangnya aktivitas meningkatkan risiko menderita DM dan hipertensi karena meningktkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

  Penelitian ini juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mannan (2012), yang mengatakan bahwa responden yang kurang beraktivitas menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang sering melakukan aktivitas fisik. Menurut Sutanto, (2010), mengatakan bahwa aktivitas fisik berupa latihan jasmani secara teratur merupakan intervensi pertama untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Berbagai penelitian tentang manfaat olaharaga untuk mengendalikan berbagai penyakit degeneratif (tidak dapat disembuhkan) dan tidak menular, seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes, dan sebagainya sudah dilakukan di berbagai negara.

  Tubuh manusia di desain untuk selalu bergerak sehingga sangat dianjurkan untuk banyak bergerak. Kurangnya bergerak dapat meningkatkan LDL (kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol baik) (Hidayah, 2011). Peneliti berkesimpulan bahwa aktivitas fisik yang tidak teratur atau kurangnya aktivitas fisik menjadi salah satu penyebab terjadinya hipertensi sepert kurang berolahraga, begadang, tidur tidak teratur. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan atau obesitas sehingga semakin banyak melakukan aktifitas semakin mengurangi risiko menderita hipertensi.

  2. Hubungan faktor stres dengan kejadian hipertensi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Salewangang Maros, didapatkan bahwa dari 54 responden, terdapat 30 responden (55,6%) responden yang stres, sebanyak 21 responden (70,0%) menderita hipertensi dan 9 responden (30.0%) tidak menderita hipertensi, responden yang stres tetapi tidak menderita hipertensi, mengatakan bahwa memiliki aktivitas yang tidak teratur dan konsumsi garam yang berlebih, ada juga beberapa dari responden laki-laki mengatakan mereka adalah perokok. Sedangkan sebanyak 24 responden (44,4%) yang tidak stres, 8 responden (33,3%) menderita hipertensi dan 16 responden (66,7%) tidak menderita hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan responden yang tidak stres tetapi menderita hipertensi mengungkapkan bahwa mereka mempunyai pola makan yang kurang tepat seperti konsumsi garam yang berlebih, merokok, memiliki berat badan yang tidak ideal. Berdasarkan hasil uji satatistik

  Pearson Chi-Square diperoleh nilai p =

  0.007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara strres dengan kejadian hipertensi.

  134

  Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Zuraida (2010), didapatkan hasil bahwa analisis hubungan antara stres (panik) dengan kejadian hipertensi dari 95 responden yang stres mengalami hipertensi sebanyak 51,6%. Sedangkan responden yang tidak stress mengalami hipertensi sebanyak 50,8% dari 95 responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi (p=0,92). Sesuai dengan teori (Priyoto, 2014), stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari- hari. Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah gangguan fisik seperti: mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan, juga bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti kardiovaskular. Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah, sukar tidur dan lain-lain.

  Peneliti berkesimpulan bahwa stres merupakan salah satu pemicu terjadinya hipertensi. Stres timbul merupakan hal yang wajar bagi responden yang menderita hipertensi, karena adanya perubahan aktivitas yang dilakukan seseorang yang menderita hipertensi serta ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan penyakit yang sedang diderita. Semakin sering mengalami stres semakin berisiko menderita hipertensi.

  3. Hubungan faktor merokok dengan kejadian hipertensi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Salewangang Maros

  Makassar, didapatkan bahwa dari 54 responden, terdapat 33 responden (61,1%) yang perokok aktif, ada 23 responden (69.7%) yang mengalami hipertensi dan 10 responden (30.3%) tidak menderita hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, responden yang perokok aktif tetapi tidak menderita hipertensi mengungkapkan bahwa mereka memiliki aktivitas yang teratur seperti berolahraga teratur, konsumsi garam yang rendah. Sedangkan terdapat 21 responden (38,9%) yang perokok pasif, sebanyak 6 responden (28.6%) menderita hipertensi dan 15 responden (71.4%) tidak menderita hipertensi. Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan dari beberapa responden yang perokok pasif tetapi menderita hipertensi mengungkapkan bahwa memiliki faktor genetik dari orang tua, pola makan yang kurang tepat, serta stres, beberapa dari responden mengatakan tidak memiliki pekerjaan tetap dan masalah ekonomi keluarga yang kurang. Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan, responden yang menderita hipertensi mengatakan bahwa mereka merokok dan sulit untuk berhenti.

  Berdasarkan hasil uji statistik

  Pearson Chi-Square diperoleh nilai p =

  0.003 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian hipertensi.

  Penelitian ini sejalan dengan Zulkifli Jufri (2012), mengatakan semakin banyak dan lama sesorang mengisap rokok maka peluang untuk terjadi hipertensi semakin tinggi. Dengan banyaknya responden merokok maka dapat diketahui bahwa kebiasaan merokok dapat menyebabkan datangnya berbagai macam penyakit termasuk salah satunya penyakit kardiovaskuler karena jumlah nikotin yang terdapat dalam darah yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian hipertensi. Sesuai dengan teori (Suiraoka, 2012) Merokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri dan meningkatkan faktor pembekuan darah yang memicu penyakit jantung dan stroke. Teori (Triyanto, 2014), mengatakan bahwa tembakau yang mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil sehingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat.

  Nikotin menggangu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung.

  Peneliti berkesimpulan bahwa terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan sebagian besar dari perokok aktif lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan perokok pasif. Semakin besar terpapar dengan rokok (perokok aktif maupun pasif) semakin besar pula risiko menderita hipertensi

  135

  4. Hubungan faktor pola makan dengan kejadian hipertensi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU Salewangang Maros

  Makassar, didapatkan bahwa dari 54 responden, sebanyak 20 responden (55,6%) yang mempunyai pola makan teratur, 11 responden (36,7%) menderita hipertensi dan 19 responden (63,3%) tidak menderita menderita hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan beberapa dari responden yang menderita hipertensi tetapi memiliki pola makan yang teratur mengatakan bahwa mereka merokok, dan aktivitas fisik yang tidak teratur. Sedangkan sebanyak 24 responden (44,4%) yang mempunyai pola makan tidak teratur, ada 18 responden (75,0%) menderita hipertensi dan 6 responden (25.0%) tidak menderiita hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, responden yang memiliki pola makan yang tidak teratur tetapi tidak menderita hipertensi mengatakan bahwa mereka tidak memiliki orang tua yang menderita hipertensi. Uji satatistik Pearson

  Chi-Square diperoleh nilai p = 0.005

  (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian hipertensi.

  Penelitian ini sejalan dengan penelitiaan Zulkifli Jufri (2012), mengatakan bahwa pernahh mengonsumsi dan ada juga yang mnegatakan masi mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kadar lemak jenuh tinggi, garam, natrium tinggi, makanan dan minuman dalam kaleng, makanan yang diawetkan dan makanan yang banyak mengandung alkohol dimana dari pola makan yang tidak sehat tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.

  Sesuai dengan teori (Suiraoka, 2012), mengatakan bahwa pola makan yang sehat dengan gizi yang seimbang sangat penting dilakukan dalam usaha mengontrol tekanan darah. konsumsi lemak berlebihan dapat meningkatkan kejadian hipertensi, terutama pada asupan lemak jenuh dan kolesterol.

  Makanan yang berlemak jika dikomsumsi secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan bagi penderita darah tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan darah menjadi lengket pada dinding pembuluh darah sehingga darah menjadi mudah mengumpal.

  Peneliiti berkesimpulan bahwa pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi. Terutama jika terlalu banyak mengkonsumsi kadar lemak jenuh tinggi, garam, natrium tinggi makanan dan minuman kaleng yang diawetkan. sehingga semakin tidak teratur pola makan seseorang maka akan lebih berisiko menderita hipertensi.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada hubungan aktifitas fisik, faktor stres, faktor merokok dan faktor pola makan dengan kejadian hipertensi di RSU Salewangang Maros.

  SARAN

  Disarankan bagi pasien penderita hipertensi agar dapat beraktifitas secara teratur, menghindari stres, mengurangi dan menghindari merokok, dan menjaga pola makan dan diharapkan bagi pelayanan kesehatan agar lebih meningkan penyuluhan kesehatan.

  DAFTAR PUSTAKA Dahlan, Sopiyudin M. 2014. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan.

  Jakarta: Sagung Seto. Hasnar, Hasjim. 2013. Buku Ajar Biologi Medik. Jakarta: EGC. Hidayah, Ainun. 2011. Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Jogjakarta: Buku Biru.

  Hidayat, A. Aziz Alimun. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmojo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Priyoto. 2014. Konsep Manajemen Stress. Yogyakarta: Nuha Medika.

  Proverawati, Atikah; Rahmawati, Eni. 2012. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Yogyakarta: Nuha Medika. Riyadi, Sujono. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Saputra, Lyndon. 2014. Organ System: Visual Nursing Kardiovaskuler. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara. Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiadi. 2013. Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Degenartif. Yogyakarta: Nuha Medika. Sutanto. 2010. CEKAL (Cegah & Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta: C.v AndiI Offest. Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

  Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika. Wijaya, Andra Saferi; Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Zuraida, Maksuk, Nadi Apriliadi. 2012. Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertesi Pada Masyarakat Di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2012. Di Akses pada tanggal 15 April 2015, pukul 15:30 WITA. http://poltekkespalembang.ac.id/userfiles/files/analisis_faktor_risiko_penyakit_hipertensi_pada_masyara kat_di_kecamatan_kemuning_kota_palembang_tahun_2012.pdf

  136