KAJIAN PENGARUH JARAK ANTAR CINCIN BAJA SEBAGAI EXTERNAL CONFINEMENT TERHADAP MODULUS ELASTISITAS BETON

KAJIAN PENGARUH JARAK ANTAR CINCIN BAJA SEBAGAI EXTERNAL CONFINEMENT TERHADAP MODULUS ELASTISITAS BETON

Study Of Spacing EffectsBetween Steel Ring As External Confinement Against Elastic Modulus ofConcrete SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : MUHAMMAD IRVAN SYAH PUTRA

I 0108117

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

MOTTO

Lakukan yang terbaik, karena Allah tau apa yang terbaikbagikita Memangbaikmenjadi orang penting, tapilebihpentingmenjadi orang baik Berkarya, bukanberkarir, karya yang besarpastimenjadikarir yang tinggi,

sedangkarir yang tinggibelumtentumenjadikarya yang besar Bekerjadenganjujurdancerdas, you can do anything, but not everything Real Leaders is an ordinary man with extraordinary determination Finally, Take care of your body, it's the only place you have to live

PERSEMBAHAN

Sebuahkaryakecilini, kupersembahkanuntuk, Allah SWT yang mempunyai 99 namamulia, yang selalupunyarencanaindahuntukkehidupan, kepada-Mu lahakumemohonperlindungandanpertolongan Mama, yang selaluada di sampingku, terimakasihatasperjuangannya, dukungannyadandoanya, janganpernahberhentiya ma memangakutakakanbisamembalassemuaitu, kuhanyabisamemohon,supaya Allah SWT selalumelimpahkanmukebahagiaan, kesehatan, kesabaran, daniman yang teguh Abi, Arif, Eyang, Ibu,terimakasihya, sudahmendampingi mas mu inisampaibisa lulus kuliah, saatbersama kalian semua di rumahkecilkita tidakakanpernahtergantidanterbelidenganapapun Arum Kesumaningtyas, yang selalu ada buat aku, menerima aku apa adanya, harapanku, semoga jarak dan waktu tidak akan pernah merubah rasa itu, aku tidak bisa menjanjikan masa depan, namun aku selalu berusaha yang terbaik untuk kehidupan kita kelak, pray for me sweetheart Dina, Darto, Tim PKM, Cah2 EC, Asisten2 tubesku, Staf pengajaran dan

semua armada sipil 2006-2010, terima kasih atas kisah klasik selama ini,

sukses buat semua

Bu Endah, Pak Basuki, Pak Sunarmasto, Pak Djumari, Pak Budi Utomo, Pak Bambang, Pak Edy, Pak Wibowo, dan semua dosen2ku

terima kasih atas ilmunya, pengalamannya, terima kasih atas semuanya....

ABSTRAK

Muhammad Irvan Syah Putra, 2013. Kajian Pengaruh Jarak antar Cincin Baja sebagai External Confinement terhadap Modulus Elastisitas Beton.

Tugas Akhir . Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Indonesia sering mengalami gempa bumi karena terletak pada sabuk gempa pasifik. Keruntuhan bangunan yang terjadi saat gempa memperlihatkan bahwa struktur bangunan tersebut tidak memiliki daktilitas yang tinggi. Penelitian terdahulu (Roeder, 2010) bahwa pemberian kekangan (confinement) pada Concrete Filled Steel Tubes (CFST) terbukti meningkatkan kekuatan dan daktilitas beton. Penelitian ini menggunakan tabung baja yang dipotong menyerupai cincin dengan lebar (a) yang bernilai konstan untuk menyelimuti beton dengan variasi jarak antar cincin (b). Penelitian ini bertujuan meninjau pengaruh variasi jarak (b) terhadap modulus elastisitas beton dan berapa rasio a/b yang menghasilkan nilai modulus elastisitas beton maksimum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksperimen di laboratorium dengan benda uji beton berupa silinder diameter 150-160 mm dan tinggi 300-310 mm dengan masing –masing variasi rasio a/b yaitu (0/300 = 0); (40/90 = 0,444); (40/47 =0 ,851); (40/25 = 1,6). Pengujian beton dilaksanakan pada umur 28 hari dan selanjutnya dilakukan analisis modulus elastisitas beton terhadap masing- masing variasi rasio a/b. Hasil pengujian dan analisis data menunjukkan bahwa pemakaian external confinement cincin baja akan meningkatkan nilai modulus elastisitas beton seiring semakin kecilnya jarak antar cincin pada beton. Modulus elastisitas beton maksimum = 29186,506 MPa pada rasio a/b optimum = 1,6.

Kata kunci: Beton terkekang, cincin baja, external confinement, modulus elastisitas beton, rasio a/b.

ABSTRACT

Muhammad Irvan Syah Putra, 2012. Study Of Spacing Effects Between Steel Ring As External Confinement Against Elastic Modulus of Concrete.

Thesis.Civil Engineering Faculty of Engineering. Sebelas Maret University Surakarta.

Earthquake frequently happened in Indonesia caused by its location on the ring of fire. The building collapse in the earthquake can be seen that the structure doesn't meet the high ductility. Pre-research by Roeder on 2010 said that giving confinement to CSFT proved in increasing the strength and ductility of concrete. This research use the steel tubes which cut as ring-like by width (a) which the value is constant to cover the concrete with the varieties spacing between ring (b). The purpose is to study the effects of ring space (b) against the elastic modulus of concrete and what is the value of maximum elastic modulus and the optimum a/b ratio This research use experimental method in laboratory by using the cylindrical sample with diameter is about 150-160 mm and the height is about 300-310 mm with each a/b ratio. The ratio are( 0/300 = 0); ( 40/90 = 0,444); (40/46,67 = 0,851); (40/25 = 1,6). The test done at the concrete age 28 days, then do the analysis about the value of elastic modulus of each sample with varieties a/b ratio. The result and the data analysis show that the use of steel ring as external confinement will increase the value of elastic modulus of concrete parallel with the decreasing of spacing between the steel ring. The maximum value of modulus = 29186,506 MPa at optimum a/b ratio = 1,6.

Keywords: Confinement concrete, steel ring, external confinement, elastic modulus of concrete, ratio a/b.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat serta hidayah- Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dengan judul “Kajian Pengaruh Jarak Antar Cincin Baja Sebagai External Confinement Terhadap Modulus Elastisitas Beton ” guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian untuk tugas akhir ini, merupakan bagian dari penelitian milik Endah Safitri, ST, MT selaku ketua penelitian sekaligus dosen pembimbing I tugas akhir.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penyusun mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Pimpinan beserta semua staf dan karyawan Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Endah Safitri, ST., MT selaku Dosen Pembimbing I.

3. Achmad Basuki, ST., MT selaku Dosen Pembimbing II.

4. Ir. Sunarmasto, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Tim validator dan penguji pendadaran tugas akhir.

6. Orang tua, adik, eyang dan kekasih saya yang selalu mendukung & mendoakan saya.

7. Tim skripsi dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2008.

8. Semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian tugas akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan untuk kesempurnaan tugas akhir ini dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak- pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Februari 2013

2.2.4. Tegangan ........................................................................... 13

2.2.5. Regangan ........................................................................... 14

2.2.6. Kurva Tegangan-Regangan ............................................... 14

2.2.7. Modulus Elastisitas ........................................................... 15

2.2.8. Momen Inersia................................................................... 16

2.2.9. Kekakuan Material ............................................................ 17

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Benda Uji Penelitian ...................................................................

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ..........................................................

3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian ...................................................

3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Beton ..............

3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus .....................................

3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar .....................................

3.5. Pengujian Bahan Dasar Beton ....................................................

3.5.1. Pengujian Agregat Halus (Pasir) .......................................

3.5.1.1. Pengujian Kadar Zat Organik ..................................

3.5.1.2. Pengujian Kadar Lumpur ........................................

3.5.1.3. Pengujian Specific Gravity ......................................

3.5.1.4. Pengujian Gradasi ...................................................

3.5.2. Pengujian Agregat Kasar (Kerikil) .................................

3.5.2.1. Pengujian Specific Gravity ......................................

3.5.2.2. Pengujian Gradasi ...................................................

3.5.2.3. Pengujian Abrasi .....................................................

3.6. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) .............................

3.7. Pembuatan Benda Uji .................................................................

3.8. Pengujian Nilai Slump ...............................................................

3.9. Perawatan Benda Uji ..................................................................

3.10. Prosedur Pengujian Modulus Elastisitas Beton ........................

BAB 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar .....................................................

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus .........................................

33

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar .........................................

33

4.2. Hasil Perhitungan Rancang Campur Adukan Beton ..................

34

4.3. Hasil Pengujian Slump...............................................................

34

4.4. Hasil Pengujian Berat Jenis Beton..............................................

35

4.5. Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton................................

36

4.6. Hubungan antara Efek kekangan Cincin Baja sebagai

External Confinement terhadap Modulus Elastisitas Beton .....

41

4.7. Hasil Perhitungan Nilai Kekakuan Material Beton....................

42

4.8. Hubungan antara Efek kekangan Cincin Baja sebagai

External Confinement terhadap Kekakuan Material Beton ......

44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

xvi

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Cincin Baja................................................................................

12

Gambar 2.2. Ilustrasi Efektifitas Daerah Kekangan......................................

13 Gambar 2.3. Kurva Tegangan-Regangan tipikal beton.................................. 15 Gambar 2.4. Kurva Tegangan-Regangan untuk berbagai kekuatan beton..... 15 Gambar 2.5. Modulus Sekan dan Modulus Tangen Beton............................

16

Gambar 3.1. Benda Uji Penelitian.................................................................

18

Gambar 3.2. Benda Uji Beton dengan Rasio a/b bervariasi (nilai a konstan) 19 Gambar 3.3. Bagan Alir Tahapan Penelitian.................................................

23

Gambar 4.1. Grafik tegangan-regangan benda uji MOE (0/300) A..............

37 Gambar 4.2. Hubungan antara Rasio a/b terhadap Modulus Elastisitas Beton........................................................

39

Gambar 4.3. Grafik Regresi Peningkatan MOE............................................

40

Gambar 4.4. Daerah Kekangan pada Beton dengan Cincin Baja..................

41

Gambar 4.5. Grafik Regresi Peningkatan Kekakuan Material......................

44 Gambar 4.5. Hubungan Tegangan- Regangan Beton Terkekang dan dan Beton Tidak Terkekang......................................................

44

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.

Komposisi Bahan Utama Semen................................................. 8

Tabel 2.2. Tabel 2.3.

Jenis Semen Portland di Indonesia sesuai SII 0013-81............... Batasan Susunan Butir Agregat Halus SK-SNI-T-15-1990-03...

Tabel 2.4.

Persyaratan Gradasi Agregat Kasar ASTM C33-74................... 11

Tabel 3.1.

Benda Uji dengan Variasi Jarak antar Cincin Baja..................... 19

Tabel 3.2.

Pengaruh Kandungan Zat Organik Terhadap Penurunan Kekuatan Beton........................................................................... 25

Tabel 4.1.

Hasil Pengujian Agregat Halus................................................... 33

Tabel 4.2.

Hasil Pengujian Agregat Kasar................................................... 34

Tabel 4.3.

Berat Jenis beton dengan Rasio a/b............................................. 35

Tabel 4.4.

Hasil Persamaan Regresi linier fungsi tegangan – regangan arah aksial untuk benda uji beton................................................ 38

Tabel 4.5.

Hasil Pengujian Modulus Elastisitas Beton................................. 39

Tabel 4.6.

Peningkatan Modulus Elastisitas Beton Terkekang terhadap Beton Normal.............................................................................. 40

Tabel 4.7.

Hasil Perhitungan Kekakuan Material Beton............................. 43

Tabel 4.8.

Peningkatan Kekakuan Material Beton Terkekang terhadap Beton Normal.............................................................................. 43

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

% = Persentase σ = Tegangan π

= Phi (3,14285)

f c’ = Kuat Desak Beton °C

= Derajat Celcius

A = Luas permukaan benda uji tertekan ASTM = American Society for Testing and Material cm

= Centimeter

D = Diameter f.a.s

= Faktor air semen

f y =Tegangan baja

G 0 = berat pasir sebelum dicuci

G 1 = berat pasir setelah dicuci gr

= Gram Kg

= Kilogram lt

= Liter m

= Meter mm

= Milimeter MPa = Mega Pascal N

= Newton P

= Beban P max = Beban Maksimal

SK SNI = Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia SSD

=Saturated Surface Dry T

= Tinggi

V =Volume beton W

= Berat beton

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Hasil Uji Material Lampiran B. Rencana Adukan Beton Lampiran C. Hasil Pengujian Beton Lampiran D. Dokumentasi Lampiran E. Form Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sering mengalami gempa bumi tektonik, karena terletak pada sabuk gempa pasifik, yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi yang mengelilingi cekungan samudra pasifik. Disebut demikian karena 90% dari gempa bumi terbesar yang terjadi di bumi berada pada sabuk gempa ini. Beberapa gempa tektonik besar terbaru yang terjadi di Indonesia antara lain Gempa Aceh (2004), Gempa Yogya (2006) dan Gempa Padang (2009) yang telah mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerugian akibat runtuhnya bangunan. Keruntuhan bangunan yang terjadi saat gempa memperlihatkan bahwa struktur bangunan tersebut tidak memiliki daktilitas yang tinggi sehingga kemampuan berdeformasinya kurang memadai, khususnya dalam kondisi plastis, oleh sebab itu, dibutuhkan sistem struktur berdaktilitas tinggi yang mampu berdeformasi secara optimal, sehingga saat bangunan mengalami gempa kuat, kegagalan struktur yang berakibat runtuhnya bangunan dapat dihindari.

Tuntutan akan kebutuhan suatu desain elemen struktur tahan gempa berdaktilitas tinggi tersebut membuat peneliti berlomba untuk meningkatkan daktilitas material yang ada dengan metode – metode yang baru. Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah dengan beton terkekang silinder baja. Material beton yang diberi kekangan (confinement) akan meningkat daktilitasnya karena ekspansi lateral yang terjadi akibat efek pembebanan dapat termobilisasi oleh adanya kekangan. Concrete Filled Steel Tubes (CFST) ini sangat cocok bila digunakan pada kolom bangunan tahan gempa karena kolom merupakan elemen struktur yang menerima gaya tekan aksial yang paling besar. Maka apabila digunakan material yang daktilitasnya tinggi, akan memungkinkan terbentuknya sendi plastis terlebih Tuntutan akan kebutuhan suatu desain elemen struktur tahan gempa berdaktilitas tinggi tersebut membuat peneliti berlomba untuk meningkatkan daktilitas material yang ada dengan metode – metode yang baru. Dalam penelitian ini metode yang dilakukan adalah dengan beton terkekang silinder baja. Material beton yang diberi kekangan (confinement) akan meningkat daktilitasnya karena ekspansi lateral yang terjadi akibat efek pembebanan dapat termobilisasi oleh adanya kekangan. Concrete Filled Steel Tubes (CFST) ini sangat cocok bila digunakan pada kolom bangunan tahan gempa karena kolom merupakan elemen struktur yang menerima gaya tekan aksial yang paling besar. Maka apabila digunakan material yang daktilitasnya tinggi, akan memungkinkan terbentuknya sendi plastis terlebih

Tolak ukur yang umum dari sifat elastisitas suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari desakan yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan panjang sebagai akibat dari desakan yang diberikan. Modulus elastisitas beton yang besar menunjukkan kemampuan beton menahan tegangan yang cukup besar dalam kondisi regangan yang masih kecil, artinya bahwa beton tersebut mempunyai kemampuan menahan tegangan yang cukup besar akibat beban-beban yang terjadi pada suatu regangan yang kecil. Dengan adanya confinement, akan meningkatkan kekuatan dan deformability beton. Hal ini dikarenakan retak yang terjadi pada beton akibat pembebanan terhambat oleh adanya aplikasi tegangan lateral oleh confinement. Sehingga modulus elastisitas beton (E) akan meningkat seiring peningkatan nilai tegangan (σ) dan regangan (ε) tekan maksimum beton tersebut.

Pada penelitian sebelumnya oleh Roeder (2010) mengenai Concrete Filled Steel Tubes (CFST), silinder baja menyelubungi seluruh tinggi kolom, karena berfungsi untuk confinement juga berfungsi sebagai external reinforcement. Namun hal tersebut sangatlah mahal bila ditinjau dari segi biaya konstruksi. Pada penelitian ini digunakan silinder baja yang dipotong dengan lebar tertentu (a) sehingga berbentuk menyerupai cincin dan dipasang pada jarak antar cincin tertentu (b). Dengan menggunakan variabel bebas berupa variasi rasio a/b diharapkan dapat diketahui rasio a/b yang optimum yang menghasilkan nilai modulus elastisitas beton maksimum. Selain itu, pada penelitian ini silinder baja hanya berfungsi sebagai external confinement, sehingga tidak perlu menyelubungi seluruh tinggi kolom dan dapat menghemat biaya konstruksi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh jarak antar external confinement terhadap modulus elastistas beton.

b. Berapa nilai optimum jarak antar external confinement yang dapat menghasilkan modulus elastisitas beton maksimum.

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan agar penelitian terarah dan tidak meluas maka dalam penelitian ditetapkan pembatasan masalah sebagai berikut :

a. Mix design rencana menggunakan metode SK.SNI.T-15-1990-03

b. Umur beton pengujian untuk beton adalah umur 28 hari, yang ditinjau adalah beton dengan kuat tekan, f’c = 20 Mpa

c. Semen yang digunakan adalah semen tipe PCC.

d. Pembebanan aksial sentris.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jarak antar external confinement terhadap modulus elastisitas beton.

b. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai optimum jarak antar external confinement yang dapat menghasilkan modulus elastisitas beton maksimum.

c. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh jarak antar external confinement terhadap kekakuan material beton.

d. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai optimum jarak antar external

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi konstribusi terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang teknik sipil dan mengembangkan penelitian mengenai penggunaan external confinement cincin baja pada beton. Sehingga diharapkan akan menghasilkan metode baru yang dapat diaplikasikan pada struktur bangunan tahan gempa.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Salah satu profil baja komposit yang digunakan adalah baja yang berintikan beton atau Concrete Filled Steel Tube (CFST). Efek utama dari beton terkekang adalah penundaan tekuk lokal dari beton dapat dicegah oleh tabung baja. Profil ini mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan profil baja pada umumnya atau beton bertulang. Salah satu keuntungan utamanya adalah interaksi antara baja dengan beton inti, tekuk lokal profil baja direduksi oleh beton dan kekuatan beton akan menjadi tinggi karena efek kekang dari baja (Yudha,2011).

Material beton menunjukkan perilaku mekanik yang lebih baik jika diberi kekangan (confinement). Adanya confinement menyebabkan termobilisasinya tegangan tekan lateral pada saat beton menahan beban tekan aksial, sehingga timbul kondisi tegangan tekan tiga arah atau, dalam batas-batas tertentu, tegangan tekan triaksial simetris. Semakin tinggi nilai tekanan lateral yang termobilisasi akibat kekangan, semakin membaik perilaku beton yang dihasilkan terhadap beban aksial tekan, ditandai dengan tertundanya mekanisme ekspansi yang terjadi akibat efek poison selama pembebanan berlangsung sehingga memungkinkan terbentuknya sendi plastis yang daktail dan selanjutnya memungkinkan terjadi disipasi energi yang baik pada struktur (Imran,2010).

CFST merupakan elemen struktur komposit yang terdiri dari sebuah tabung baja dan beton pengisi. Pada dasarnya tabung baja diisi oleh material beton, sehingga dalam kondisi tekanan triaksial akan meningkatkan tegangan dan regangan beton, karena tabung baja berfungsi untuk confinement juga berfungsi sebagai external reinforcement (Roeder,2010).

Kolom komposit dapat juga digunakan untuk menolak tekanan luar, seperti gelombang laut, es, gempa bumi karena sifatnya yang baik seperti kekuatannya tinggi, daktilitas tinggi, dan penyerapan energi yang lebih besar (Kuranovas,2007).

Struktur komposit yang terdiri dari tabung baja persegi yang diisi beton banyak digunakan dalam struktur yang melibatkan kontruksi – konstruksi besar, terutama diterapkan pada bangunan di zona rawan gempa. Salah satunya profil baja komposit yang digunakan adalah baja yang berintikan beton atau Concrete Filled Tubes (CFT) banyak dimanfaatkan sebagai kolom, balok dan balok-kolom dalam menguatkan struktur frame. Dua tipe utama kolom komposit baja dengan beton yakni material baja yang terbungkus beton bertulang dan tabung baja yang diisi oleh beton (CFST) (Morino,2003). Keuntungan CFST tercantum di bawah ini:

a. Interaksi antara tabung baja dan beton, tekuk lokal beton dapat ditunda oleh tabung baja, dan kemerosotan kekuatan setelah tekuk lokal dimoderasi oleh tabung baja

b. Beton rontok (spalling) dapat dicegah oleh tabung baja.

c. Pengeringan penyusutan dan rangkak beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang biasa.

d. Tahan aus dan tahan bakar, sehingga perawatannya lebih murah.

e. Tabung baja bertindak sebagai bekisting tetap pada beton.

f. Kekuatan tekan yang relatif lebih tinggi.

g. Lebih mudah dalam perakitannya

Beton mempunyai sifat getas dan kuat tekan yang tinggi sedangkan baja memiliki sifat kuat tarik dan daktilitas yang tinggi. Dengan menggabungkan keunggulan kedua material itu maka didapat material baru yang disebut beton komposit. Secara umum material komposit dibentuk oleh dua material atau lebih yang mempunyai sifat alami dan makroskopik yang berbeda (Nawy,1990)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Beton

Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air dan agregat dengan atau bahan tambahan (kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan buangan non- kimia, pozzolan, dan sebagainya) pada perbandingan tertentu. Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak dan padat (Tjokrodimulyo,1996).

2.2.2. Berat Jenis Beton

Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan relatif antara berat sebuah material dengan volume material tersebut. Berat jenis dapat dihitung dengan Persamaan

2.1 berikut : Bj = W V ...............................................................................................................(2.1)

Dengan : W = Berat benda (kg)

V = Volume benda (m 3 )

Pada penelitian ini, dihitung berat jenis beton, yaitu berat jenis benda uji silinder beton. Perhitungan tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah beton yang kita buat sudah sesuai dengan acuan yang berlaku.

Beton normal memiliki berat jenis antara 2200-2400 kg/m 3 (Tjokrodimulyo, 1996)

2.2.3. Bahan Penyusun Beton

2.2.3.1. Semen Portland

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland yang dikenal pertama kali pada tahun 1824 oleh Joseph Aspadin yaitu dengan membakar campuran batu kapur dengan tanah liat sampai suhu cukup tinggi, kemudian ditumbuk halus. Karena warnanya berupa abu-abu seperti batuan yang ada di pulau Portland, maka dinamakan Semen Portland (Tjokrodimulyo,1996).

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete) (Mulyono, 2003).

Material-material utama dari semen portland disajikan dalam Tabel 2.1 Tabel 2.1.Komposisi Bahan Utama Semen Portland

Komposisi

Persentase (%)

Kapur (CaO)

Silika (SiO 2 )

Alumina (Al 2 O 3 )

Besi (Fe 2 O 3 )

Magnesia (MgO)

Sulfur (SO 3 )

Potash (Na 2 O+K 2 O)

Sumber: Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)

Perubahan komposisi semen yang dilakukan dengan cara mengubah persentase empat komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai jenis pemakaiannya. Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2.Jenis –Jenis Semen Portland di Indonesia sesuai SII 0013-81

Jenis Semen

Karakteristik Umum

Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain

Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan

panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat

Sumber: ASTM C-150-18

2.2.3.2. Agregat

Agregat merupakan bahan utama pembentuk beton disamping pasta semen. Kadar agregat dalam campuran berkisar antara 60-80 % dari volume total beton. Oleh karena itu kualitas agregat berpengaruh terhadap kualitas beton. Penggunaan agregat bertujuan untuk memberi bentuk pada beton, memberi kekerasan yang dapat menahan beban, goresan dan cuaca, mengontrol workability, serta agar lebih ekonomis karena menghemat pemakaian semen. Agregat beton dapat berasal dari bahan alami, buatan (batu pecah) maupun bahan sisa produk tertentu. Selain persyaratan teknis yang harus dipenuhi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis agregat adalah faktor ekonomisnya (Nugroho,1983).

Persyaratan teknis agregat beton mengacu pada standar ASTM C 33-97. Sebagai material penyusun beton, agregat yang digunakan dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar yang masing-masing mempunyai spesifikasi khusus.

a. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm) Dalam pemilihannya agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.Hal tersebut sangat berpengaruh pada kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan.Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan (Tjokrodimulyo,1996).

Menurut SK SNI T-15-1991-03, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir dihasilkan oleh industri pemecah batu (artificial sand) dan mempunyai ukuran butiran antara 0,15-5,0 mm. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. Batasan susunan butiran agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus SK-SNI-T-15-1990-03

Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos saringan Daerah

100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10

100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10

100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10

100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15

Keterangan: Daerah 1

: Pasir kasar

Daerah 2

: Pasir agak kasar

Daerah 3

: Pasir agak halus

Daerah 4

: Pasir halus

b. Agregat Kasar

Agregat kasar didefinisikan sebagai butiran yang tertahan saringan 4,75 mm (No 4 standart ASTM). Agregat kasar sebagai bahan campuran untuk membentuk beton dapat berupa sebagai berikut :

1. Kerikil adalah bahan yang terjadi karena hasil disintegrasi alami dari batuan dan terbentuklah agak bulat serta permukaannya yang licin atau diperoleh dengan cara meledakkan, memecah maupun menyaring.

2. Batu pecah (kricak) adalah bahan yang diperoleh dari batu yang dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5-70 mm. Butir-butirannya berbentuk tajam sehingga sedikit lebih memperkuat betonnya.

Sifat-sifat bahan bangunan sangat perlu untuk diketahui, karena dengan mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan tersebut, kita dapat menentukan langkah-langkah yang diambil dalam menangani bahan bangunan tersebut. Sifat-sifat dari agregat kasar yang perlu untuk diketahui antara lain ketahanan (hardness), bentuk dan tekstur permukaan (shape and texture surface), berat jenis agregat (spesific gravity), ikatan agregat kasar (bonding), modulus halus butir (finenes modulus), dan gradasi agregat (grading).Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Persyaratan gradasi agregat kasar SK-SNI-T-15-1990-03

Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos saringan

95-100 30-70 10-35 0-5

95 – 100 22-55 0-10

Sumber: Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)

2.2.3.3.Air

Air merupakan bahan pembuat beton yang sangat penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen sehingga terjadi reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan pada beton, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan 25% dari berat semen saja. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah dicor (Tjokrodimuljo, 1996).

Syarat-syarat air untuk campuran beton sesuai standar PBI 1971/NI-2 Pasal 3.6 :

a. Tidak mengandung organik (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.3.4. Cincin Baja

Cincin baja terbuat dari tabung baja yang dipotong dan berbentuk melingkar. Dalam kasusnya, cincin ini berfungsi sebagai cincin pengaku yang diisi dengan inti beton. Selain itu cincin baja juga berperan sebagai bekesting permanen.

Gambar 2.1. Cincin Baja

Sama halnya dengan sengkang pada beton bertulang, cincin baja yang melapisi selimut beton juga memberi pengaruh pada daktalitas kolom. Konsep kekangan sengkang maupun cincin baja pada daerah beton akan menimbulkan tekanan merata ke sekeliling penampang. Pengembangan ini menyebabkan tulangan sengkang atau cincin baja yang melingkupi inti beton menjadi tertarik dan menimbulkan efek tegangan lateralpada inti beton. Dalam kondisi terkekang, beton memiliki kuat tekan aksial yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih daktail (Imran dkk.,1996; Mander dkk, 1988)

Gambar 2.2. Ilustrasi Efektifitas Daerah Kekangan (Mander et al,1988)

2.2.4. Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja pada suatu benda dengan luas penampang yang menerima gaya tersebut. Pada beton, tegangan biasa disebut kuat tekan, yaitu parameter kekuatan beton dalam menerima beban yang diterimanya. Tegangan beton disimbolkan dengan f’c.

Kulit beton Bagian beton tak

terkekang

Bagian beton yang terkekang cincin

Tegangan merupakan aksi dari reaksi yang diterima. Menghitung tegangan ( σ ) yang terjadi dengan Persamaan 2.2

Tegangan (σ) = P

.............................................................................................(2.2) Dimana :

P = Beban yang diberikan pada benda uji (N)

A = Bidang luasan tekan beban terhadap benda uji (mm 2 )

2.2.5. Regangan

Regangan didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awalnya. Pertambahan panjang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah deformasi lateral yang terjadi pada beton akibat beban yang diterima. Beton memberikan respon berupa regangan bersamaan dengan aksi yang timbul akibat pembebanan. Panjang awal yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah jarak antar ring perletakan LVDT yaitu berjarak 20 cm / 200 mm. Menghitung regangan ( ɛ ) yang terjadi dengan Persamaan 2.3 Regangan (ɛ) = Δl

.............................................................................................(2.3) Dimana :

Δl

= Deformasi yang terjadi saat benda uji menerima P (mm)

L = Tinggi beton relatif (Jarak antar ring perletakan LVDT) = 200 mm

2.2.6. Kurva Tegangan-Regangan

Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk menurunkan Persamaan-Persamaan analisis dan desain juga prosedur-prosedur pada struktur beton. Gambar 2.3, memperlihatkan kurva tegangan-regangan tipikal yang diperoleh dari percobaan dengan menggunakan benda uji silinder beton dan dibebani tekan uniaksial selama beberapa menit. Bagian pertama kurva ini (sampai sekitar 40% dari f’c) pada umumnya untuk tujuan praktis dapat dianggap linier. Sesudah mendekati 70% tegangan hancur, materialnya banyak kehilangan kekakuannya sehingga menambah ketidaklinieran diagram. Pada beban batas, Hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui untuk menurunkan Persamaan-Persamaan analisis dan desain juga prosedur-prosedur pada struktur beton. Gambar 2.3, memperlihatkan kurva tegangan-regangan tipikal yang diperoleh dari percobaan dengan menggunakan benda uji silinder beton dan dibebani tekan uniaksial selama beberapa menit. Bagian pertama kurva ini (sampai sekitar 40% dari f’c) pada umumnya untuk tujuan praktis dapat dianggap linier. Sesudah mendekati 70% tegangan hancur, materialnya banyak kehilangan kekakuannya sehingga menambah ketidaklinieran diagram. Pada beban batas,

Gambar 2.3. Kurva Tegangan-Regangan Tipikal Beton (Nawy,1990)

Gambar 2.4. Kurva Tegangan-Regangan Berbagai kekuatan Beton (Nawy,1990)

2.2.7. Modulus Elastisitas

Karena kurva tegangan-regangan beton seperti yang diperlihatkan pada Gambar

2.5 adalah kurvilinier pada taraf pembebanan awal, maka modulus elastisitas (modulus Young) dari bahan ini adalah garis singgung dari kurva tegangan- regangan pada titik pusatnya. Kemiringan garis singgung ini didefinisikan sebagai modulus tangen awal. Bisa saja dibuat modulus tangen untuk tiap titik lain pada kurva tegangan-regangan. Kemiringan suatu garis lurus yang menghubungkan titik pusat dengan suatu harga tegangan (sekitar 0,40 f’c) disebut modulus elastisitas sekan dari beton. Harga ini pada perhitungan desain disebut modulus elastisitas . Modulus ini memenuhi asumsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama pembebanan pada dasarnya dapat dianggap elastis (pada keadaan beban dihilangkan bersifat reversibel penuh), dan regangan lainnya dianggap sebagai rangkak (Nawy,1990)

Gambar 2.5. Modulus Tangen dan Sekan pada Beton (Nawy,1990)

Modulus Elastistisitas beton (Ec) dapat dihitung dengan Persamaan 2.3 Ec = S2−S1

..................................................................................................(2.3) Dengan : Ec : modulus elastisitas beton (MPa)

S 2 : kuat tekan pada saat 40% dari beban maksimum, dalam MPa S 1 : kuat tekan pada saat regangan longitudinal mencapai ε 1 = 0,00005

ε 2 : regangan longitudinal yang dihasilkan pada saat S 2

2.2.8. Momen Inersia

Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi terhadap porosnya. Benda uji pada penelitian ini berbentuk silinder dan penampangnya berbentuk lingkaran. Momen inersia benda uji dihitung dengan persamaan 2.4

I= 1 64 πD 4 ......................................................................................................(2.4)

Dengan :

I = Momen inersia (mm 4 )

D = Diameter lingkaran (mm)

2.2.9. Kekakuan Material

Pada analisis struktur metode matriks, dikenal istilah kekakuan / stiffness yang didefinisikan sebagai aksi yang diperlukan untuk menghasilkan unit displacement Kekakuan menahan beban yang diaplikasikan pada suatu struktur / material. Kekakuan juga merupakan parameter seberapa besar kemampuan suatu material / struktur dalam menahan beban. Semakin tinggi nilai kekakuan suatu material, maka semakin tinggi pula beban yang mampu ditahan oleh material / struktur tersebut. Kekakuan dapat dihitung dengan persamaan 2.5

k= E.I L ..............................................................................................................(2.5)

Dengan ; k = kekakuan (Nmm)

E = Modulus elastisitas (MPa)

I = Momen Inersia (mm 4 )

L = Panjang (mm)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Benda Uji Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu dengan cara mengadakan suatu percobaan di laboratorium untuk mendapatkan hasil dengan menegaskan variabel –variabel yang ada.

Variabel dapat diartikan sebagai faktor –faktor yang berperan penting dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

Benda uji pada pengujian modulus elastisitas menggunakan beton silinder dengan diameter 150-160 mm dan tinggi 300-310 mm. Dengan a adalah lebar cincin dan

b adalah jarak antar cincin baja. Visualisasi benda uji disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1.Benda Uji Penelitian

Dalam pengujian ini, dibuat benda uji dengan 4 variasi rasio a/b dengan nilai (a) konstan (lihat Gambar 3.2). Jumlah total benda uji 10 buah dengan perincian masing – masing sebanyak 2 buah untuk setiap variasi rasio a/b dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Benda Uji dengan Variasi Jarak antar Cincin Baja

Kode

Lebar cincin (a) mm

Jarak antar cincin (b) mm

Rasio a/b

Jumlah Benda Uji

Gambar 3.2 Benda Uji Beton dengan Rasio a/b bervariasi (nilai a konstan)

Dalam penelitian ini rasio a/b sebagai variabel bebas, sedangkan f’c beton normal sebagai variable terikat. Faktor-faktor yang lain seperti proporsi campuran, cara pemadatan, cara perawatan dan sebagainya dianggap tidak berpengaruh.

Setelah sampel berumur 28 hari dilakukan pengujian terhadap masing-masing sampel. Untuk pengujian modulus elastisitas beton dilakukan dengan UTM di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM. Alat tersebut dilengkapi dengan LVDT dan dihubungkan dengan Portable Data Logger Output dari pengujian tersebut nantinya berupa print out yang menunjukkan nilai kekuatan (p) dan deformasi (Δ)

3.2.Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk membuat benda uji pada penelitian ini antara lain:

a. Semen Portland tipe PCC

b. Air

c. Agregat Halus (Pasir)

d. Agregat Kasar (Kerikil)

e. Cetakan beton yang terbuat dari pipa baja hitam 6” tebal 2,8 mm Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

a. Timbangan dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 0,1 kg digunakan untuk mengukur berat semen dan agregat sebelum dicampur.

b. Gelas ukur dengan kapasitas 2000 ml untuk mengukur air sebagai bahan susun.

c. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38,1 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5 mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat.

d. Oven dengan temperatur 220 o

C dan daya listrik 1500 W yang digunakan untuk mengeringkan agregat

e. Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan SSD agregat halus.

f. Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm, lengkap dengan tongkat baja penusuk yang ujungnya ditumpulkan dengan panjang 60 cm dan diameter 16 mm. alat ini digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton

g. Mesin Los Angelos berbentuk silinder container besar berdiameter 1 m yang dilengkapi dengan 12 buah bola baja dan pengatur jumlah putaran.Alat ini digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasion) dari agregat kasar.

h. Bak air untuk merendam (merawat) benda uji selama perawatan.

i. Universal Testing machine digunakan untuk pengujian modulus elastisitas i. Universal Testing machine digunakan untuk pengujian modulus elastisitas

pengganti dial gauge untuk mendeteksi deformasi pada benda uji akibat pembebanan.

k. Portable Data Logger yang digunakan untuk menampilkan hasil pengujian

modulus elastisitas beton oleh UTM melalui print out. l. Alat bantu lain:

1) Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar Lumpur dan kandungan zat organic dalam pasir

2) Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air

3) Cetok semen

4) Alat Tulis

5) Kamera Digital

6) Stopwatch, dll

3.3.Tahap dan Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut :

a. Tahap I, Persiapan Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan

terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar. Pembuatan cetakan beton atau bekisting benda uji beton juga dilakukan pada tahap ini.

b. Tahap II, Uji bahan Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan yang akan digunakan. Dari

pengujian-pengujian tersebut dapat diketahui apakah bahan yang akan digunakan untuk penelitian tersebut memenuhi syarat atau tidak bila digunakan sebagai bahan adukan beton. Tahap ini dilakukan pengujian :

1) Agregat halus, antara lain dilakukan uji :

a) Kadar lumpur

b) Kadar organik

c) Specific gravity

d) Gradasi

2) Agregat kasar, antara lain dilakukan uji :

a) Abrasi

b) Specific gravity

c) Gradasi

c. Tahap III, Pembuatan mix design Pada tahap ini dilakukan pembuatan mix design dengan kuat tekan rencana

beton 20 MPa. Hasil mix design tersebut dipakai untuk pembuatan benda uji silinder beton.

d. Tahap IV, Pembuatan benda uji Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut:

1) Pembuatan adukan beton.

2) Pengecoran ke dalam bekisting.

3) Pelepasan benda uji dari cetakan.

4) Perawatan benda uji pada kolam perawatan (curing).

e. Tahap V, Pengujian Pada tahap ini dilakukan pengujian modulus elastisitas pada benda uji setelah

beton mencapai umur 28 hari. Pengujian ini dilakukan dengan mesin UTM yang terdapat di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM.

f. Tahap VI, Analisis data Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pegujian dianalisis untuk

mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

g. Tahap VII, Pengambilan kesimpulan Pada tahap ini, data yang telah dianalisa dibuat suatu kesimpulan yang

berhubungan dengan tujuan penelitian.

Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.3 berikut

Perhitungan Rancang Campur

(Mix Design)

Perawatan (Curing)

Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji Silinder d: 15 cm, t: 30 cm

Pengujian Modulus Elastisitas Beton

Analisis Data danPembahasan

Selesai

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Tahap IV

Tahap V

Tahap VI

Tahap VII

Uji Bahan: - kadarlumpur - kadarorganik

- specific gravity - gradasi

Uji Bahan: - abrasi - specific gravity - gradasi

Pengujian Slump

Agregat Kasar

Semen Agregat Halus

Air Cincin Baja

Kesimpulan dan Saran

Mulai

3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Beton

Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan dasar penyusun beton maka perlu dilakukan pengujian. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar.

3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus.

Pengujian terhadap agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk tes kandungan zat organik dalam agregat halus.

b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk agregat yang lolos saringan no.200 dengan pencucian.

c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat halus.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar.

Pengujian terhadap agregat kasar dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity agregat kasar.

b. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.

c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian abrasi (keausan) agregat kasar

3.5. Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian bahan dasar beton bertujuan untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design terhadap satu target tertentu. Pengujian bahan dasar beton hanya dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar.

3.5.1. Pengujian Agregat Halus (Pasir)

3.5.1.1. Pengujian Kadar Zat Organik

Pasir yang digunakan biasanya diambil dari sungai sehingga kemungkinan kotor akibat tercampur lumpur atau zat organik sangat besar. Pasir sebagai agregat halus tidak boleh mengandung terlalu banyak zat organik, hal ini dapai dilihat dari percobaan warna Abram Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai standar ASTM C-40. Hasil pengujian dibandingkan dengan Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pengaruh Kandungan Zat Organik Terhadap Penurunan Kekuatan

Beton

No Warna

Persentase ( % )

1 Jernih

2 Kuning muda

0 - 10

3 Kuning tua

10 - 20

4 Kuning kemerahan

20 - 30

5 Coklat kemerahan

30 - 50

6 Coklat tua

50 - 100

Sumber : Prof. Ir. Rooseno (1954)

3.5.1.2. Pengujian Kadar Lumpur

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar lumpur agregat halus. Kadar lumpur agregat halus tidak boleh lebih dari 5% dari berat keringnya. Apabila lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. Perhitungan kadar lumpur dengan menggunakan Persamaan 3.1

Kadar lumpur =

dengan :

G 1 : berat kering awal

G 2 : berat kering akhir

3.5.1.3. Pengujian Specific Gravity

Pengujian spesific gravity agregat halus mengacu pada ASTM C 128. Pengujian ini ditujukan agar mendapatkan :

a. Bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total.

b. Bulk spesific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.

c. Apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume butir pasir.

d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering. Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s/d 3.5 sebagai berikut:

Bulk Specific Gravity

Bulk Specific Gravity SSD

Apparent Specific Gravity