Kebisingan di lingkungan kerja Industri

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dewasa ini, Berbagai aktivitas/kegiatan masyarakat baik yang disadari ataupun tidak
disadari dapat menimbulkan sumber kebisingan dengan tingkat intensitas yang berbeda. Seiring
dengan perkembangan zaman atau di era globalisasi tekhnologi dibidang industry semakin
canggih dan berkembang, hal ini diakibatkan oleh karena kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat. Manusia membutuhkan industry untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun
kebanyakan

aktifitas

dalam

suatu

industri

terutama


proses

produksi,

dapat

menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat pekerja yang biasa terpapar
dengan sumber kebisingan secara khusus maupun masyarakat sekitarnya secara umum.
Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada tempatnya
akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. upaya pengawasan dan
pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam
menangani

masalah

lingkungan

yang


muncul.

Kebisingan merupakan

salah

satu

aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan
bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan,
maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai
macam cara.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi Rumusan Masalah adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kebisingan?
2. Bagaimana pengaruh kebisingan terhadap kesehatan masyarakat?
3. Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebisingan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisasn makalah ini adalah Memberikan pengetahuan ataupun
Memberikan gambaran secara umum bahwa kebisingan merupakan salah satu faktot yang dapat

menurunkan derajat kesehatan masyarakat terutama masyarakat yang biasa terpapar oleh sumber
kebisingan maupun yang belum terpapar guna untuk upaya pencegahan (upaya kuratif).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1

Definisi Kebisingan

Pencemaran fisis yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan
dapat bersumber dari suara kenderaan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya.
Keputasan Menteri Negara lingkungan hidup No.32Kep-48/MENLH/11/1996, tentang baku
tingkat Kebisingan menyebutkan: “ kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertuntu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan” Berikut ini definisi kebisingan menurut para ahli:
Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan
sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai
ke gendang telinga.”
Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak
sesuai dengan tempat dan waktunya.”Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang

mengganggu
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi dilingkungan.
Terdaat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini,
frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai ditelingasetiap detiknya. Sedangkan intensitas
merupakan besranya arus energi yng diterima oleh telinga manusia.
2.2 Sifat dan Sumber Bunyi
a. Sifat Kebisingan
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):Kadarnya
berbeda;Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;Bising perlu
dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
b. Sumber Bunyi
Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran
sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekulmolekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan
energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang
diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu
sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.
Jika dilihat di sekitar kita sumber bising sangatlah banyak. Sumber bising ialah sumber
bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun

tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan,

pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri,
sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Mesin merupakan kebisingan yang berasal dari mesin.
2. Vibrasi, Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,
benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila,
3.

batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
Pergerakan Udara, Gas dan Cairan Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas,
dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet

2.3

pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain
Jenis-jenis Kebisingan
Perbedaan frekuensi dan intensitas menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi 4 bagian


1.
2.
3.
4.

yaitu:
Kebisingan kontinyu dengan spectrum frekuensi sempit, misalnya suara mesin gergaji sirkuler
Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang dibandara.
Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise) misalnya tembakan meriam, ledakan.
Kembisingan implusif berulang misalnya suara mesin tempa.
Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat pada Tabel
1.1Tabel 1.1
Tabel 1.1
Tipe Kebisingan Lingkungan yang tertuang dakam KMNLH (1996)
TIPE
Kebisingan Spesifik

URAIAN
Kebisingan di antara jumlah kebisingan
yang dapat dengan jelas dibedakan untuk

alasan-alasan akustik. Seringkali sumber

Kebisingan Residual

kebisingan dapat di identifikasikan.
Kebisingan
yang
tertinggal
sesudah
penghapusan seluruh kebisingan spesifik
dari jumlah kebisingan di suatu tempat

2.4

tertentu dalam suatu waktu tertentu.
Kebisingan Latar Belakangan Semua
kebisingan
lainnya
ketika
memusatkan

perhatian
pada
suatu
kebisingan tertentu.
Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita
lebih kuat dari pada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai
jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel

merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat
kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya
meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan dapat menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat
bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat: Noise Level
Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan; Peralatan audiometric, untuk
mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan
dilingkungan kerja.
1. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya pada satu atau
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan
yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari jetinggian 1 meter. Selain itu
juga harus diperhatikan arah mikrofon alat ukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menetukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area.
Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai
dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambar
keadaan kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan
diatas 90dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.
3. Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi
yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interfal yang sama diseluruh
lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak
yang sama, misalnya: 10 x 10 M. kotak tersebut ditandai dengan batis dan kolom untuk
memudahkan identitas.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter,
sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk

permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup
banyak memberikan informasi.
a. Sound Level Meter (SLM)

SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator,3
jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi
sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai
dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun
tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon
manusia

terhadap

berbagai

frekuensi.

Tiga


pembobotan

tersebut

berfungsi

untuk

mengkompensasi perbedaan respon manusia.
b. Octave Band Analyzer (OBA)
Bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang
berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja
tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang
digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk
pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada
2.5

adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
Nilai ambang batas kebisingan dan Standar Kebisingan
Nilai batas amabang kebisingan adalah 85 dB yang ditanggap aman untuk sebagaian besar
tenega kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan
ditempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima
tenega kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Berikut ini table waktu maksimum untuk
bekerja.
Table 1.2
Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai

No

TINGKAT KEBISINGAN
(dBA)

PEMAPARAN HARIAN

1.

85

8 Jam

2.

88

4 Jam

3.

91

2 Jam

4.

94

1 Jam

5.

97

30 menit

6.
100
15 menit
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan
tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan
oleh

berbagai

pihak

berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
Tingkat Kebisingan (dB A)
Maksimum yang
Maksimum yang

NO

Zona

1

A

dianjurkan
35

diperbolehkan
45

2

B

45

55

3

C

50

60

4

D

60

70

Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb,
Zona B diperuntukan

perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C

diperuntukan untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta Zona D
industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
2.6

Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera
pendengar. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan
terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus-menerus
mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.
Dempak kebisingan tergantung kepada besar tingkat kebisingan. Tingkat kebisingan adalah
ukuran energy bunyi yang dinyatakan dalam satuan desiBell (dB). Pemantauan tingkat
kebisingan dapat dilakukan dengan alat sound Level Meter.
Selain gangguan kesehatan kerusakan terhadap indera-indera pendegar, kebisingan juga
dapat menyebabkan : gangguan kenyamanan, kecemasan dan gangguan emosional, stress, denyut
jantung bertambah dan gangguan-gangguan lainnya. Secara umum pengaruh kebisingan

terhadapa masyarakat dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Gangguan fisiologi, dan Gangguan
psikologis Pengaruh bising terhadap masyarakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Ganguan Fisiologis
Ganguan fisiologis yang diakibatkan oleh kebisingan yakni gangguan yang langsung terjadi
pada faal manusia. Gangguan ini diantaranya:
 Perederan darah terganggu oleh kerena permukaan darah yang dekat dengan permukaan kulit
menyempit akibat bising > 70 dB.
 Otot-otot menjadi tegang akibat bising > 60 dB
 Gangguan tidur
 Gangguan pendengaran, oleh karena bunyi yang terlalu keras dapat merusak gendang telinga.
Penerunan daya dengar dapat dibagi menjadi 3 kategori meliputi:
a. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti
sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga
dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani,
putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising
dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau
saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).
b. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara
Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan
ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan
kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang
disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila akhir
pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas
tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan
berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan
terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar
yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja
diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009).
c. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga
tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-

alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap
bising yang berulang.
 Gangguan pencernaan
 Gangguan system saraf
2. Gangguan Psikologis
Gangguan yang secara tidak langsung terhadap manusia dan sukar untuk diukur. Gangguan
psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, dan cepat marah.. Bila
kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa
gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
Bising juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja bagi masyarakat pekerja.
Pengaruh bising terhadap produktivitas kerja yaitu:
1. kuantitas hasil kerja sama, kualitas berbeda bila dalam keadaan bising
2. kerja yang banyak menggunakan pemikiran lebih banyak terganggu dibanding dengan kerja
manual.
Selain sisi negative berupa gangguan fisiologis dan psikologis bising juga memberikan sisi
negataif salah satunya adalah menambah produktifitas music.
2.6

Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang di sebut
baku tingkat kebisingan. Dimana baku tigkat kebisingan adalah batas maksimal. Tingkat
kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolekan dibuang kelingkungan
dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan
lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama dengan erkantoran,
sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan kegiatan rumah sakit juga tidak sama
dengan kegiatan lingkungan sekolah.

2.7

Pengendalian Kebisingan
Mengingat dampak negative dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat, sebisa mungkin
diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat
kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian kebisisngan pada sumbernya,
penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi ataupun proteksi pada masyarakat yang
terpapar.

Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang
melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) yang mengelurkan bunyi dengan tingkat
kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat
dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising
dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bamboo disekitar kawasan
industry dapat mereduksi bising yang diterima masyarakat ataupun proteksi kebisingan ada
masyarakat yang terpapar dapat dilakukan pengguanaan sumbat telinga pada masyarakat yang
berada dekat kawasan industry yang menghasilkan kebisingan
BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kami tentang “Kebisingan” maka dapat kami simpulkan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan ataupun bunyi yang tidak sesuai dengan tempat
dan waktu yang bersumber dari segala aktivitas/kegiatan manusiayangdapat berpengaruh
terhadap derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena Masyarakat yang terpapar oleh kebisingan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan pendengaran serta
kenyamanan lingkungan, karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan kebisingan
yang ada dilingkungan tersebut.

3.2

Saran
Adapun yang menjadi saran kami adalah dengan adanya pengetahuan masyarakat terhadap
kebisingan terutama dampak kebisingan terhadap kesehatan dan lingkungan diharapkan
masyarakat perlu mengendalikan aktivitasnya untuk mengendalikan kebisingan terhadap kualitas
lingkungan hidupnya karena penurunan kualitas lingkungan dapat berakibat negative terhadap
kualitas hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
 Darsono, Valentinus, 1995, Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Penerbitan Universitas
Atma Jaya.
 Joko, S (Penerjemah), 1995, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. WHO.

 Kadir, sunarto, 2010, Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Gorontalo: Universitas negeri
Gorontalo.
 Machfoeds, ircham, 2003, Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:
fitramaya
 Mulia, ricki, 2005, Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Grahara Ilmu.

Diposkan 2nd April 2013 oleh Anto Paulutu
0

Ergonomi (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatansudah
menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan.Artinya peralatan dan
teknologi

merupakan

penunjang

yang

penting

dalam

upayameningkatkan

produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itudisisi lain akan terjadi
dampak negatifnya, bila kita kurang waspadamenghadapi bahaya potensial yang
mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi berbagai resiko
yangmempengaruhi

kehidupan

para

pekerja.

Berbagai

risiko

tersebut

adalahkemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebabkankecacatan
atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihakdengan cara
penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.Pendekatan ini dikenal
sebagai pendekatan ergonomik.
Di Gorontalo, banyak industry yang berkembang dan mulai bersaing dengan
industry-industri kerajinan dari provinsi lainnya yang ada di Indonesia, salah satunya
adalah industry karawo atau industry karawang. Kerajinan ini sudah berkembang
sejak lama dan kini sudah menjadi sental kerajinan khas gorontalo.Dengan adanya
industry kerajinan kerawang ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat gorontalo pada umumnya.
Industry karawo juga perlu memperhatikan serta menerapkan sisi ergonomic
suatu industry dengan baik guna mengantisipasi kemungkinan penyakit akibat kerja
atau kecelakaan akibat kerja, sehingga industry kerrawang bias lebih berkembang
lebih baik lagi.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu:
 Bagaimana pengaruh sisi ergonomic terhadap perkembangan suatu industry?
 Bagaimana ergonomic industry krawang “cahaya krawang” biawu?

1.3 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
 Untuk mengetahui pengaruh sisi ergonomic terhadap perkembangan suatu industry guna
mengatasipasi kecelakaan dan penyakit yang diakibatkan oleh kerja.
 Untuk mengatahui bagaimana ergonomic industry krawang “cahaya krawang” biawu

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Ergonomi
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka.Sasaran penelitian ergonomi ialahmanusia pada saat bekerja dalam
lingkungan. Secara singkat dapatdikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas
pekerjaan dengankondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan
dihadapi.Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengandimensi
tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dankelembaban bertujuan agar
sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Ergonomi berasal dari dua kata bahasa yunani ergon dan nomos, yang berarti kerja
dan aturan.Pendapat lain diungkapkan oleh Sutalaksana (1979) Ergonomi adalah ilmu
atau kaidah yang mempelajari manusia dari komponen dari suatu system kerja mencakup
karakteristik fisik, keterbatasan manusia, dan kemampuannya dalam rangka merancang
suatu system yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Definisi eronomi dilakukan dengan cara menjabarkan dalam focus, tujuan dan
pendekatan mengenai ergonomic (Mc Coinick 1993) dimana dalam penjelasannya
disebutkan sebagai berikut:
 Secara focus

Ergonomic memefokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk,
dengan peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia hidup
dan bekerja.
 Secara tujuan
Tujuan ergonomic ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja seperti
peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan keselamatan kerja, pengurangan
rasa lelah dan sebagainya.

 Secara pendekatan
Pendekatanergonomic adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasan-keterbatasan
manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motifasi untuk merancang prosedur
dan lingkungan tempat aktifitas manusia tersebut sehari-hari.
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomic dapat terangkum
dalam definisi yang dikemukakan chapanis (1985), yaitu ergonomic adalah ilmu untuk
menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai perilaku manusia,
kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan,
mesin, system, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan produktifitas, keselamatan
kemyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia.
Definisi ergonomic juga dating dari Iftikar Z. Sutalaksana (1979) yang
mendefinisikan ergonomic sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sisitem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sisitem itu
dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif,
aman dan nyaman (Sutalaksana Dkk, 1979).

2.2 Pelatihan Ergonomi
Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya berlatar
belakang pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun ada juga yang
dasar keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain. Akan tetapi semuanya ditujukan
pada aspek proses kerja dan lingkungan
kerja.

2.3 Metode Ergonomi
1.

Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja,inspeksi tempat
kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomik checklist dan pengukuran
lingkungan kerja lainnya.Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana

sampaikompleks.
2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat
diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan demensi
fisik pekerja.
3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektifmisalnya
dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit,nyeri bahu dan siku,
keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secaraobyektif misalnya dengan parameter
produk yang ditolak, absensisakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

2.4 Aplikasi/penerapan Ergonomik:
1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi dudukdimana kaki
tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabilselama bekerja. Sedangkan pos