MANAJEMEN KEUANGAN sub risiko risk

PAJAK PENGHASILAN UNTUK
TRANSAKSI KHUSUS
A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (PPh YANG BERSIFAT
FINAL)
Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 adalah pajak atas penghasilan dengan perlakuan
tersendiri yang diatur melalui peraturan pemerintah. Pajak ini sering disebut juga dengan
penghasilan final atau bersifat rampung sehingga pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
lain tidak dapat diperhitungkan atau dikreditkan oleh wajib pajak ketika melaporkan pajaknya
yang terutang dalam SPT tahunan pada akhir tahun.
Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari diberikannya pertimbangan ini adalah demi
kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajaknya
agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun direktorat jendral pajak
serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Pajak penghasilan atas bunga, sewa dan imbalan jasa konsultan dan jasa kontruksi yang
diatur dengan peraturan pemerintah (PPh Pasal 4 Ayat 2) menyebutkan, bahwa: Atas penghasilan
berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.



Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Deposito Dan Tabungan, Dan
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta

diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan Peraturan Pemerintah No.131 Tahun
2000.Menurut PP No.131 Tahun 2000, atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito
dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari
jumlah Bruto. Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap, besarnya PPh
yang dipotong adalah 20% dari jumlah Bruto atau tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda yang berlaku.
Pemotongan PPh ini tidak dilakukan terhadap:
1. Bunga dan Diskonto yang diterima atau diperoleh Bank yang didirikan di Indonesia atau
Cabang Bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga Deposito dan Tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah
Deposito dan Tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp
7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
terpecah-pecah.
3. Bunga Deposito dan Tabungan, serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana

Pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bunga Tabungan pada Bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka kepemilikkan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannnya (termasuk
Bunga dan Diskonto) dalam satu tahun pajak tidakl melebihi PTKP, atas pajak yang telah
dipotong dapat diajukan permohonan Restitusi.


Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Atau Diskonto Obligasi Yang
Dijual Di Bursa Efek.

Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Bunga atau Diskonto Obligasi yang dijual
di Bursa Efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2002. Menurut PP No.6 Tahun
2002 atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak berupa Bunga dan Diskonto Obligasi yang
diperdagangkan dan/atau dilaporkan di Bursa Efek dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
Final.Besarnya pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Atas Bunga Obligasi dengan Kupon (interest bearing bond) sebesar:


a. 20% (Dua Puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.
b. 20% (Dua Puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk / berkedudukan diluar
negeri, dari jumlah Bruto Bunga sesuai dengan masa kepemilikkan (holding periode)
obligasi.
2. Atas Diskonto Obligasi dengan Kupon sebesar:
a. 20% (Dua Puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk / berkedudukan diluar
negeri.
b. 20% (Dua Puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan P3B yang berlaku, bagi Wajib
Pajak penduduk atau berkedudukan diluar negeri, dari selisih harga jual Obligasi atau
nilai nominal diatas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan
(Accrued Interest).
3. Atas Diskonto Obligasi tanpa Bunga (zero coupon bond) sebesar:
a. 20% (Dua Puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.
b. 20% (Dua Puluh persen) atau tarif sesuai dengan ketentuan persetujuan penghindaran
pajak berganda yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk atau berkedudukan diluar
negeri, dari selisih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan Obligasi.
Atas bunga dan Diskonto Obligasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang Bank Luar Negeri di Indonesia.

2. Dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
3. Reksadana yang terdaftar pada badan pengawas pasar modal (BAPEPAM), selama 5
tahun pertama sejak pendirian atau pemberian izin usaha; Tidak Dikenakanpemotongan
pajak penghasilan yang bersifat Final.


Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah Dan/Atau Bangunan.
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan

diatur dengan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2002. Menurut ketentuan tersebut penghasilan berupa sewa
tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang bersifat Final. Besarnya PPh yang dipotong

adalah sebesar 10% baik atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang
pribadi dari jumlah Bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Contohnya:
PT.BDS menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor dengan nilai sewa
sebesar Rp 40.000.000,- PPh Pasal 4 Ayat 2 yang dipotong oleh PT.BDS adalah:
10% x Rp 40.000.000,- = Rp 4.000.000,


PPh Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.

a. Wajib Pajak orang pribadi dan Yayasan atau Organisasi yang sejenis yang mengalihkan Hak
atas Tanah dan/atau Bangunan wajib membayar PPh Final 5% dari jumlah Bruto nilai
pengalihan (Nilai tertinggi antara nilai berdasarkan Akta jual beli/pengalihan dan NJOP
Tanah dan Bangunan sesuai SPPT PBB).
b. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
jumlah Brutonya kurang dari Rp 60.000.000,- penghasilan yang diperoleh dari pengalihan
tersebut merupakan objek pajak penghasilan, dan pajak penghasilan terutang yang bersifat
Final sebesar 5% dari jumlah Bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh wajib pajak
dengan surat setoran pajak final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali
penghasilan yang diperoleh dari pengalihan penjualan, tukar menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
c. Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan Diluar
Kegiatan Usaha Pokoknya, diwajibkan menyetor PPh 5% melalui Bank persepsi. Setoran
PPh tersebut tidak bersifat Final, sehingga merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan

yang dapat dikreditkan.
d. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan termasuk Koperasi yang
usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 17
UU PPh. Dengan demikian, kewajiban pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan
dihitung dan dilaksanakan sendiri berdasarkan ketentuan Pasal 25.



Usaha Jasa Kontruksi.
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi diatur dengan

Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2008.Berikut ini adalah beberapa pengertian menurut PP
No.51 Tahun 2008:
Jasa Kontruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan kontruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan kontruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan kontruksi.
Pekerjaan Kontruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencangkup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Perencanaan Kontruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa kontruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan
dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain .
Pelaksanaan Kontruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa kontruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk
fisik lain, termasuk didalamnya pekerjaan kontruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi
layanan dalam model pembangunan perencanaan, pengadaan, pembangunan (engineering,
procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
(desain and build).
Pengawasan Kontruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli profesional dibidang jasa kontruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan
sejak awal pelaksanaan pekerjaan kontruksi sampai selesai dan diserah terimakan.
Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencanaan kontruksi, pelaksanaan
kontruksi dan pengawas kontruksi maupun sub-subnya.
Atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi dikenakan pajak penghasilan yang bersifat
Final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:

1. 2% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan oleh penyediaan jasa yang memiliki

kualifikasi usaha kecil.
2. 4% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
3. 3% untuk pelaksanaan kontruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa
sebagaimana dimaksud dalam angka dan angka 2.
4. 4% untuk perencanaan kontruksi atau pengawasan kontruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha.
5. 6% untuk perencanaan kontruksi atau pengawasan kontruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Pajak penghasilan atas jasa kontruksi:
a. Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal penggunaan jasa
merupakan pemotongan pajak.
b. Disetor sendiri oleh penyedia jasa dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotongan pajak.


Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian.
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam

Peraturan Pemerintah No.132 Tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan tersebut penghasilan

berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong atau dipungut Pajak Penghasilan
yang bersifat Final. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut adalah
sebesar 25% dari jumlah Bruto hadiah undian.
Contohnya:
PT. Dipta dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undian dengan
hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000,- PPh Pasal 4 Ayat 2 yang dipotong oleh PT.
Dipta adalah:
25% x Rp 100.000.000,- = Rp 25.000.000,

PPh Final Atas Penghasilan Dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka
Yang Diperdagangkan Di Bursa.

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak
berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan Pemerintah No.17 Tahun
2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebesar 25% dari margin awal.
• Yang Dapat Bertindak sebagai Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah :
1.
2.

3.
4.

Koperasi
Penyelenggara kegiatan
Otoritas bursa
Bendaharawan
• Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)adalah :

1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2. Penerima hadiah undian.
3. Penjual saham dan sekuritas lainnya.
4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan.
Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final.Karena bersifat final, maka
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan. Omset terkait transaksi yang dikenakan
PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset
penghasilan yang telah dipotong PPh Final.

B. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 (KREDIT PAJAK LUAR NEGERI)

Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terhutang pajak atas seluruh penghasilan,
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringkan beban
pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh diluar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak

penghasilan yang terhutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.Pengkreditan
pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan
penghasilan di Indonesia.Indonesia menganut Tax Credit yang Ordinary Credit Method dengan
menerapkan Per Country Limitation.


Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terhutang atau dibayar di luar negeri,

Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jendral Pajak dengan dilampiri:
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotocopy surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak diluar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terhutang atau dibayar diluar negeri tersebut
dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri :
1. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan dengan
pajak penghasilan yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun
pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia
3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih
rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri dan jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh penghasilan kena
pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak
dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari
jumlah penghasilan kena pajak).
Atas permohonan wajib pajak, kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.

1. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib
pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas
kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
3. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan
tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang
pajak lainnya.


Penggabungan Penghasilan Luar Negeri
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:

1. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh) dilakukan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan
keputusan Menteri Keuangan.


Perubahan Besarnya Penghasilan Di Luar Negeri
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib

pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan
melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.Apabila karena pembetulan
tersebut menyebabkan pajak penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak
dikenakan sanksi bunga.Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan pajak penghasilan
lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah
diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya.


Batas Maksimum Kredit Pajak

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan
sebagai berikut:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari penghasilan saham
dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak
adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tidak gerak adalah
Negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada.
5. Penghasilan untuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalm perusahaan pertambangan adalah Negara
tempat lokasi penambangan berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap berada.
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap
adalah Negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah diantara 3 unsur / perhitungan
berikut ini:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2. (Penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif pasal 17
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan
kena pajak adalah lebih kecil dari pada penghasilan luar negeri.
Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit.Kredit pajak luar negeri
lebih lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002.Pajak
penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak.

Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian
dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut UU ini harus ditambah
dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka penghitungan kredit
pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan perbandingan antara
penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak dikalikan dengan pajak yang
terutang atas penghasilan kena pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas
penghasilan kena pajak dalam hal Penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar
negeri.



Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagai Kredit Pajak Luar Negeri
1. PPh atas seluruh penghasilan
2. Penggabungan penghasilan
3. Kerugian
4. PPh Pasal 24 dapat dikreditkan, terhadap PPh yang terutang di Indonesia
5. Jumlah kredit pajak
6. Jumlah tertentu
7. Kredit pajak untuk masing-masing negara
8. PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final
9. Jumlah pajak yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan
10. Permohonan kredit pajak luar negeri
11. Perpanjangan jangka waktu penyampaian lampiran permohonan
12. Perubahan penghasilan dari LN dengan pembetulan SPT
13. Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga
14. Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang pajak



Rumus dalam PPh 24, yaitu:

1. Cara mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP= PNDN +PNLN
Cat: jika DN mengalami rugi maka kerugian tersebut harus dikurangkan dalam perhitungan
PKP dan jika LN mengalami rugi maka tidak perlu diperhitungkan sebagai pengurang
(diabaikan)
2. Cara mencari PPh terutang dari jumlah PKP
Tarif PPh pasal 17 ayat 1 (b) x PKP
3. Cara Mencari Pajak Yang telah dibayar di LN

Negara x: Persentase x laba negara X
Negara y: Persentasex laba negara
4. Cara Mencari Kredit Pajak LN'
KPLN = Penghasilan luar negeri x PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
5. Bandingkan antara Pajak yang telah dibayar di LN dengan KPLN, lalu ambil yang terendah
6. Jumlahkan (dilihat point 3 dan 5 ) lalu ambil yang terendahnya.



Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di

LN, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada
kredit pajak LN semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan Wp dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian
tersebut.
Perubahan besarnya penghasilan luar negeri
Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
1.

jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang
mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi lebih besar
daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang terutang di LN menjadi
kurang bayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang
bayar. Sesuai dengan pasal 8 UU No. 16 tahun 2000 tentang ketentuan Umum dan tatacara
perpajakan, apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang
menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah

pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan
tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.

Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang dilaporkan
dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan
pajak penghasilan yang terutang di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak
penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan
kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

C. KETENTUAN KHUSUS PPh ATAS TRANSAKSI / INDUSTRI
TERTENTU
1. Penghasilan Modal Ventura
Perusahaan modal ventura merupakan

sarana dalam rangka mendorong

pemerataan pembangunan dan untuk lebih meningkatkan peran serta dari seluruh lapisan
masyarakat, yaitu dengan melakukan penyertaan modalnya pada perusahaan pasangan
usaha khususnya yang merupakan pengusaha kecil dan menengah atau perusahaan yang
bergerak di sektor-sektor usaha tertentu yang mengingat keadaan perekonomiannya perlu
memperoleh prioritas untuk dikembangkan.
Atas penghasilan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan pajak penghasialn yang
bersifat final apabila perusahaan pasangan usaha memenuhi syarat sebagai berikut:
 Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh mentri keungan.
 Sahmnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia
Perusahaan modal ventura bisa menerima penghasilan yang bukan objekpajak
PPh, penghasilan yang dikenai PPh bersifat final, dan penghasilan yang tidak dikenai PPh
bersifat tidak final. Untuk itu perusahaan modal ventura diharuskan mencatat dan
membukukan secara terpisah:
1. Penghasilan yang merupakan objek PPh serta biaya yang terkait dengan penghasilan
yang merupakan objek PPh.
2. Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh serta biaya yang terkait dengan
penghasilan yang bukan objek PPh.
3. Penghasilan yang dikenakan secara final serta biaya terkait dengan penghasilan yang
dikenai PPh final.

Pada akhir tahun pajak, perusahaan modal ventura yang berstatus sebagai WP
dalam negeri/ BUT wajib melaporkan semua penghasilan yang diperolehnya, baik yang
final maupun yang tidak final, dalam SPT tahunan PPh WP badan ke KPP.

Tarif pajak modal ventura :
Besarnya pajak penghasilan adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal.
-

Transaksi lewat bursa efek

Bila transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui
bursa efek, maka pengenaan pajak penghasilannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pajak penghasilan atas
penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa.
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 250/KMK.04/1995
TENTANG
PERUSAHAAN KECIL DAN MENENGAH PASANGAN USAHA DARI PERUSAHAAN
MODAL VENTURA DAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENYERTAAN MODAL
PERUSAHAAN MODAL VENTURA
Pasal 1
Perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j angka (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 adalah
perusahaan yang penjualan bersihnya setahun tidak melebihi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 2
1. Penyertaan modal perusahaan modal ventura pada setiap perusahaan pasangan usaha
dilakukan selama perusahaan pasangan usaha tersebut belum menjual saham di bursa efek dan
untuk jangka waktu tidak melebihi 10 (sepuluh) tahun.
2. Penghasilan berupa bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan Obyek Pajak
Penghasilan.
3. Apabila perusahaan pasangan usaha menjual sahamnya di bursa efek, perusahaan modal
ventura harus menjual sahamnya pada perusahaan pasangan usaha selambatlambatnya 36 (tiga
puluh enam) bulan sejak perusahaan pasangan usaha tersebut diizinkan oleh Badan Pengawas
Pasar Modal menjual sahamnya di bursa efek.
4. Penghasilan berupa bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setelah
lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), merupakan Obyek Pajak
Penghasilan kecuali apabila bagian laba tersebut memenuhi ketentuan Pasal 4 angka (3) huruf f
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang undang
Nomor 10 Tahun 1994.
Pasal 3
Perusahaan modal ventura wajib membukukan secara terpisah penghasilan yang merupakan
Obyek Pajak penghasilan, dan penghasilan yang bukan merupakan Obyek Pajak Penghasilan.
Pasal 4
Dengan

berlakunya

Keputusan

ini,

maka

Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor:

227/KMK.01/1994 tanggal 9 Juni 1994 tentang sektor-sektor Usaha Perusahaan Pasangan Usaha
dari Perusahaan Modal Ventura dan Perlakuan Perpajakan atas Penyertaan Modal dan/atau
Pengalihan Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juni 1995
MENTERI KEUANGAN,

ttd.
MAR'IE MUHAMMAD

2. Transaksi Pasar Modal
Penghasilan dari penjualan saham di bursa merupakan objek PPh yang bersifat
final. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan saham.Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif 0,5%
(setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa.
2) Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997,
maka nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum
perdana.
3) Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh emiten atas nama
pemilik saham pendiri:
 Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham perusahaan telah
diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1997 ditetapkan.
 Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di
bursa, apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat
atau setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan (tanggal 29
Mei 1997)
4) Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya tidak berdasarkan
angka 3 di atas, atas penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan
PPh sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undangundang PPh.
Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham dibursa efek sebagai berikut :
No Tarif
1 0,1% (nol koma satu persen)
2 Tambahan 0,5% (nol koma lima

Besaran Transaksi Saham
Nilai transaksi penjualan saham
Nilai saham perusahaan pada saat

3

persen)
Tambahan 0,5% (nol koma lima

penutupan bursa efek di akhir tahun 1996
Nilai saham pada saat Penawaran Umum

persen)

Perdana (IPO) dalam hal saham perusahaan
diperdagangkan di bursa efek setelah 1
Januari 1997

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan
dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997.

3. Penghasilan yang Dibebankan Pada Keuangan Daerah / Negara
Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 80 tahun 2010 tentang tarif
pemotongan dan pengenaan pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan yang menjadi
beban anggaran pendapatan dan belanja Negara atau anggaran dan pendapatan belanja
daerah.
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final
dengan tarif :
 Sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi
PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya
 Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi
PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira
Pertama, dan Pensiunannya
 Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain
bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

4. Konstruksi

Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008. Berikut ini adalah beberapa pengertian
menurut PP No. 51 tahun 2008, yaitu:
Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan
pekerjaan konstruksi.
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
perlengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang professional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunnan fisik lain.
Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk
bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi
yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan,
dan pembagunan (engineering,procurement and construction) serta modal penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai
dan diserahterimakan.
Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyediaan jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,
yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencanaan
konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
Nilai kontrak jasa adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa kontruksi
secara keseluruhan.

•Tarif Pajak
Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan tarif pajaknya sebagai berikut:
1. 2% x jumlah pembayaran/ penerimaan pembayaran yan tidak termasuk PPN, untuk
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedian jasa yang memiliki kualifikasi
usaha kecil.
 Yang dimaksud dengan jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran
merupakan bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi
 Yang dimaksud dengan kualifikasi usaha adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan
sertifikasi yan dikeluarkanoleh lembaga pengembangan jasa konstruksi.
2. 4% x jumlah pembayaran/ penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN, untuk
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi usaha.
3. 3% x jumlah pembayaran/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN, untuk
pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa pada
angka 1 dan angka 2.
Yang dimaksud dengan penyedia jasa selain penyedia jasa pada angka 1 dan angka 2
antara lain penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi
usaha besar.
4. 4% x jumlah

pembayaran/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN, untuk

perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa
yang memiliki kualifikasi usaha.
5. 6% x jumlah pembayaran/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN, untuk
perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa
yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Pembayaran Pajak Penghasilan jasa konstruksi:
1. Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Penggunaan Jasa
merupakan pemotongan pajak
2. Disetor sendiri oleh Penyediaan Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan
pemotong pajak.
Pemotong dan bukan pemotong pajak:

a.

Pemotong pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk
usaha tetap, atau orang pribadi yang ditunjuk oleh direktur jendral pajak sebagai
pemotong pajak penghasilan.
Bukan merupakan pemotong pajak antara lain badan international yang bukan subjek

b.

pajak dan perwakilan Negara asing.

5. Pajak Penghasilan atas Dana Pensiun
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 234/PMK.03/2009 bahwa
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dari penanaman modal berupa:
1. Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada
bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank Indonesia
2. Bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga
Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang diperdagangkan dan / atau
dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia
3. Dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek di Indonesia,
dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan
6. Restrukturisasi Hutang
Restrukturisasi hutang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2001
mengenai pemberian keringanan Pajak Penghasilan kepada Wajib Pajak yang melakukan
restrukturissi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk pemerintah.
Restrukturisasi hutang hanya dapat dilakukan oleh Satuan Tugas Prakarsa Jakarta.
Keringanan pajak diberikan pada kreditur dan juga debitur berdasar rekomendasi Komite
Kebijakan Standar Keuangan yang berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1. Restrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk Pemerintah
adalah restrukturisasi dalam rangka penyelesaian utang usaha antara debitur dan
kreditur yang dilakukan berdasarkan perjanjian yang sah sesuai dengan program

kebijakan Pemerintah melalui mediasi Satuan Tugas

Prakarsa Jakarta (Jakarta

Initiative Task Force).
2. Utang usaha adalah pinjaman yang diperoleh dan telah dipergunakan oleh debitur
untuk menjalankan kegiatan usaha di Indonesia.
3. Satuan Tugas Prakarsa Jakarta yang selanjutnya disebut STPJ adalah lembaga khusus
yang dibentuk

oleh Pemerintah sebagai fasilitator dan mediator penyelesaian

restrukturisasi utang-utang swasta di luar pengadilan.
4. Debitur adalah Wajib Pajak dalam negeri menurut ketentuan Undang-undang
Perpajakan yang mempunyai utang usaha kepada kreditur, yang terdaftar di STPJ
dan dinyatakan secara tertulis oleh STPJ

sebagai

debitur

yang

memenuhi

persyaratan dalam rangka restrukturisasi utang usaha.
5. Kreditur adalah pihak yang berkedudukan di dalam negeri atau di luar negeri yang
memberikan pinjaman usaha kepada debitur, yang terdaftar di STPJ dan dinyatakan
secara tertulis oleh STPJ sebagai kreditur yang memenuhi persyaratan dalam rangka
restrukturisasi utang usaha.
6. Pihak Ketiga adalah pihak selain debitur dan kreditur yang disepakati bersama oleh
debitur, kreditur dan STPJ untuk diikutsertakan dalam rangka restrukturisasi utang
usaha.
Restrukturisasi utang usaha terdiri dari :
1. Pembebasan utang (hair cut)
2. Pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang (debt to asset swap)
3. Perubahan utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap).
Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan karena pembebasan utang (hair
cut) yang diperoleh

debitur dibebaskan sebesar 30% (tiga puluh persen). Pajak

Penghasilan yang tidak dibebaskan atas keuntungan sebagaimana dimaksud dalam ayat
1dapat diangsur pembayarannya sejak tanggal Ketetapan Pajak, paling lama 5 (lima)
tahun kecuali

apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir perusahaan debitur

dibubarkan atau dialihkan kepada pihak lain.
Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau
pihak ketiga karena pengalihan harta kepada kreditur (debt to asset swap) untuk
penyelesaian utang dibebaskan sepanjang pengalihan harta tersebut dinilai sebesar nilai
buku harta pihak yang mengalihkan. Apabila nilai buku harta sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) lebih besar dari nilai buku utang, atas selisihnya merupakan kerugian

debitur yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak dan merupakan keuntungan
kreditur yang terutang Pajak Penghasilan.
Apabila nilai buku harta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah dari
nilai buku utang, atas selisihnya merupakan kerugian kreditur yang dapat dikurangkan
dari Penghasilan Kena Pajak dan merupakan keuntungan debitur yang dikenakan Pajak
Penghasilan sesuai ketentuan Pasal 4.
Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau
kreditur karena perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur pada perusahaan
debitur (debt to equity swap) baik langsung maupun melalui pihak ketiga, dibebaskan
sepanjang penyertaan modal tersebut dinilai sebesar nilai buku utang pihak debitur. Atas
utang bunga yang diberikan pembebasan tidak terutang Pajak Penghasilan oleh kreditur.
Apabila terdapat Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 atas utang bunga yang
diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah disetorkan oleh
debitur, maka Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 tersebut dapat dikembalikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Atas utang bunga yang tidak diberikan pembebasan termasuk utang bunga yang
diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal, tetap terutang Pajak Penghasilan
oleh kreditur. Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 oleh
debitur berkenaan dengan utang bunga yang tidak diberikan pembebasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) :
1. Untuk utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal tetap
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Untuk utang bunga lainnya, diberikan penundaan hingga saat pembayaran dan paling
lama 5 (lima) tahun.
Selain itu, dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) huruf k
mengatur pembebasan pajak dengan mengurangi Pendapatan Kena Pajak debitur sebesar
pembebasan pajak yang diterima debitur bagi debitur yang menerima pembebasan
hutang hinga batasan 350 juta Rupiah. (Pembebasan itu tidak menjadi penghasilan bagi
debitur) Kreditur juga menerima keringanan pajak berupa pengurangan penghasilan
sebesar pembebasan pajak yang diberikan kreditur seperti diatur di dalam UU PPh pasal
6 ayat (1) huruf h.

Hal ini juga berlaku bagi pembebasan bunga.( Tidak akan mengurangi peghasilan
kena pajak kreditor) Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor Kep.
28/PJ71999, pengakuan penghasilan atas pembebasan hutang bagi wajib pajak tertentu
memutuskan bahwa keuntungan dari penghapusan hutang dari kreditur dalam
pelaksanaan program pemerintah, pengakuan penghasilan atas penghapusan hutang
tersebut dapat diakui bertahap selama 5 tahun, tiap tahun sebesar 20% dari total
penghapusan hutang.
Kreditur juga dapat memilih untuk mengakui keuntungan pembebasan hutang
tersebut secara sekaligus. Kreditur harus melaporkan hal ini kepada Kantor Pelayanan
Pajak setempat, jika tidak, maka kreditur akan dianggap mengakui keuntungan
pembebasan hutang tersebut secara sekaligus.
7. Holding Company, Merger dan Akuisisi
Holding Company adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk menguasai
saham perusahaan lain dan mengontrol aktivitasnya. Contoh perusahaan yang melakukan
holding company adalah PT. Semen Gresik. PT Semen Gresik Tbk membentuk
perusahaan induk (holding company) bagi Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen
Tonasa.
Permodalan Semen Gresik masih yang paling kuat, sedangkan pertumbuhan kinerja
Semen Padang dan Tonasa berada di peringkat terbawah sehingga PT Semen Gresik Tbk
melakukan Holding company untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Merger terjadi
manakala dua organisasi yang berukuran kurang lebih sama bersatu untuk membangun
satu jenis usaha.
Jenis-jenis merger (Brigham dan Houston 2001):
1. Merger horizontal
Merger horizontal adalah penggabungan dua jenis perusahaan yang menghasilkan
jenis produk atau jasa yang sama. Merger ini terjadi apabila perusahaan dalam jenis
usaha yang sama saling bergabung, misalnya jika suatu pabrikan komputer
mengakuisisi pabrikan lain.
2. Merger vertikal
Merger vertikal adalah penggabungan atau merger antara satu perusahaan dengan
salah

satu

pemasok

atau

pelangganya.

Contoh

merger

vertikal

adalah

pengambilalihan pabrik baja oleh suatu pemasoknya, seperti perusahaan minyak
yang mengakuisisi sebuah perusahaan petrokimia yang menggunakan minyak
sebagai bahan baku.
3. Merger kongenerik
Merger kongenerik adalah penggabungan perusahaan yang bergerak dalam industri
umum yang sama tetapi tidak ada hubungan pelanggan dan pemasok diantara
keduanya. Merger ini melibatkan perusahaanperusahaan yang berkaitan satu sama
lain tetapi bukan merupakan produsen produk yang sama (horizontal) dan juga tidak
mempunyai hubungan sebagai produsen pemasok (vertikal). Contoh dari merger
jenis ini adalah pengambilalihan Lotus oleh IBM .
4. Merger konglomerat
Merger konglomerat adalah penggabungan perusahaan dari industri yang benar-benar
berbeda, seperti halnya pengambilalihan Mongtomery oleh Mobil Oil.
Akuisisi adalah pengambilan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau asset suatu
perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih
atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah
Akuisisi dapat dibedakan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
b. Akuisisi horizontal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang masih
dalam bisnis yang sama.
c. Akuisisi vertical, yaitu akuisisi pemasok atau pelanggan badan usaha yang dibeli.
d. Akuisisi konglomerat, yaitu akuisisi badan usaha yang tidak ada hubungannya sama
sekali dengan badan usaha pembeli.
Klasifikasi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas akuisisi saham dan
akuisisi asset, yaitu:
1. Akuisisi saham
Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan,
dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual
kepada pembeli.Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akisisi yang paling
umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.
2. Akuisisi Asset
Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat
membeli sebagian atau seluruh aktiva atau asset perusahaan lain tersebut. Jika

pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan
akuisisi parsial. Akuisisi asset secara sederhana dapat dikatakan merupakan Jual beli
(asset) antara pihak yang melakukan akuisisi asset ( sebagai pihak pembeli ) dengan
pihak yang diakuisisi assetnya (sebagai pihak penjual), Jika akuisisi dilakukan dengan
pembayaran uang tunai. Atau Perjanjian tukar menukar antara asset yang diakuisisi
dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi
tidak dilakukan dengan cara tunai.

8. Pelayaran , Penerbangan, pengeboran
Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak
tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3)
ditetapkan Menteri keuangan. Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan
Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran
minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer").
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis,
atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna
menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
Tabel tariff PPh pasal 15
No Uraian

Tarif x DPP

Penyetoran & Pelaporan

1

Charter

1,8%x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong

Penerbangan

yang diterima

Dalam Negeri

berdasarkan perjanjian bulan berikutnya.
Setor dengan menggunakan
charter.
TIDAK FINAL
SSP, dengan:
KAP: 411129,
KJS: 101
Dilaporkan dalam SPT Masa

paling lambat tanggal 10

PPh Pasal 15, dilaporkan

Dasar Hukum
KMK
475/KMK.04/1996
SE 35/PJ.4/1996

paling lambat tanggal 20
bulan berikut.
Disetor oleh
pemotong: disetor paling
lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling
lambat tanggal 15 bulan

Perusahaan
2

KMK
Pelayaran Dalam 1,2% x Peredaran brutoberikutnya
Setor dengan menggunakan 416/KMK.04/1996
FINAL
Negeri
SE 29/PJ.4/1996
SSP, dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan
paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya.
Disetor oleh
pemotong:disetor paling
lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling
Perusahaan
pelayaran dan

3

lambat tanggal 15 bulan
2,64% x Peredaran

penerbangan Luar Bruto
FINAL
Negeri

KMK
berikutnya
Setor dengan menggunakan 417/KMK.04/1996
SE 32/PJ.4/1996
SSP, dengan:
KAP: 411128,
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Pasal 15, dilaporkan
paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.

4

WPLN yang

Untuk negara yang

Disetor sendiri paling

KMK

mempunyai kantor tidak ada P3B dengan lambattanggal 15 bulan

634/KMK.04/1994,

perwakilan dagang Indonesia:
0,44% x nilai ekspor
di Indonesia

berikutnya setelah bulan

berlaku mulai 1

diterima penghasilan.

Januari 1995

bruto
Disetor dengan
Penghasilan neto= 1%
menggunakan SSP dengan:
x nilai ekspor bruto
KAP: 411128
KEP
Untuk negara yang
KJS: 413
667/PJ/2001,berlaku
Dilaporkan paling lambat
mempunyai P3B
mulai 29 Oktober
tanggal 20bulan berikutnya
dengan Indonesia:
2001
disesuaikan dengan
dengan
SE 2/PJ.03/2008,
tarif P3B, untuk contoh menggunakan Formulir
ditetapkan tgl 31 Juli
penghitungan lihat di dalam Lampiran I KEP
2008.
SE 2/PJ.03/2008.
667/PJ./2001 dan
FINAL
dilampiri SSP lembar ke-3.
7% x tarif
tertinggi Pasal 17 ayat
(1) huruf