Sejarah Karate internasionsal di BKC

gertian yang sebenarnya, didirikan di Bandung pada tanggal 16 Juni 1966 oleh Iwa
Rahadian Arsanata. BKC berpusat di kota Bandung, Jawa Barat Indonesia dengan
cabang-cabangnya tersebar di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia. Sejak tahun
1962, telah dirintis pendiriannya dengan nama Bandung Karate School for Self
Defence. Gedung Mardisantosa yang terletak di Jalan sunda No. 2 Bandung adalah
tempat pertama BKC didirikan. Tercatat sebagai anggota pertama terdiri dari siswasiswi Sekolah Guru Pendidikan Jasmani, SMAN Jalan Belitung, STMN I jalan Rajiman
serta beberapa orang mahasiswa UNPAD dan ITB. Sejak tahun 1967 hingga tahun
1972 tempat latihan pindah ke pendopo sekolah Tinggi Olah raga Jalan Van
Deventer Bandung.

DASAR DAN TUJUAN PENDIRIAN BKC
Menghimpun para pemuda, pelajar, mahasiswa dan karyawan sipil maupun militer
yang mempunyai kegemaran dalam bidang Ilmu Bela Diri Karate pada khususnya
dan kegemaran berolahraga pada umumnya serta berbagai kalangan dalam
pembinaan olah raga beladiri berdasarkan kekeluargaan hormat-mengahormati
serta saling mencintai antara satu dan sesamanya. Secara umum BKC bertujuan
untuk membina setiap anggota menjadi Insan Beladiri yang Mandiri, yang
memahami makna hidup dan kehidupan. Sehingga pada akhirnya, ilmu yang
diperolehnya dapat bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Setiap anggota
BKC dituntut untuk mampu melaksanakan Tri Ratna Keanggotaan berdasarkan
kiprahnya. Mendidik dan membina setiap anggota dalam kekuatan fisik dan mental,

karakter, kedisiplinan dan keterampilan agar kelak dengan ilmu yang diperolehnya
dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan masyarakat serta bertanggung jawab
demi kepentingan Bangsa, Negara dan Kemanusiaan. Membantu dan berpartisipasi
terhadap usaha Program Pemerintah dalam bidang pendidikan pada khususnya, dan
pengembangan olah raga pada umumnya. Serta turut membantu mensukseskan
Program Pemerintah dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

DASAR PENDIDIKAN BELA DIRI BKC
Sumber ajaran beladiri yang diajarkan di BKC sepenuhnya bersumberkan kepada
Tuntunan ajaran Jalaksana yang merupakan Ilmu Teturunan dari Pendiri Perguruan.
Kemudian sumber ajaran ini disesuaikan dan digabungkan dengan berbagai ajaran
ilmu beladiri yang ada, baik yang datang dari luar maupun dengan yang telah ada
di Indonesia. Dalam hal ini BKC berprinsip, mana yang baik diambil dan mana yang
buruk dibuang walaupun itu budaya bangsa terlebih yang datang dari luar. Dasar
pendidikan yaitu kekuatan fisik, kedisiplinan, keterampilan dan sebagai pendidikan
pelengkap diantaranya pengetahuan umum tentang asal-usul Ilmu Bela Diri, budi
pekerti serta keagamaan berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

TEKNIK PELAJARAN BKC
Teknik pelajaran sepenuhnya berdasarkan kepada Tuntunan Ajaran Jalaksana yang

merupakan Ilmu Teturunan dari Pendiri Perguruan BKC. Pada perinsipnya tidak
bersifat Jepang minded, tidak semua dasar pendidikan serta kedisiplinan Jepang
diterapkan atau ditiru dengan begitu saja, akan tetapi disesuaikan dengan alam
kepribadian Bangsa Indonesia yang luhur, dengan menggunakan bahasa pengantar
sehari-hari dalam latihan ialah Bahasa Indonesia disamping bahasa Jepang sebagai
pengetahuan. Mengutamakan mutu dan prestasi di bidang teknik, kekuatan, fisik
dan mental dengan menerapkan dan penggemblengan disesuaikan kondisi fisik,
tingkat, usia, jenis kelamin serta norma susila dan keagamaan. Mempunyai corak
dan ciri khas tersendiri, berdiri sendiri dengan tidak menginduk pada perguruan
karate yang lain, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia.
Menjalin kerjasama antar Perguruan, atas dasar kekeluargaan, hormat
menghormati, baik yang ada di luar Indonesia, BKC cinta damai tetapi lebih cinta
kemerdekaan. BKC tidak bernaung pada organisasi sejenis yang telah ditetapkan
oleh pemerintah.

PARA PIMPINAN BKC DARI TAHUN KE TAHUN
Tercatat sebagai Ketua Umum BKC angkatan pertama Mardisantosa, yaitu Budiarjo,
S.H. kemudian dari tahun 1968-1970 BKC dipimpin oleh Kolonel (Purn) H. Anwar
Tamim. Dari tahun 1971-1972 Kolonel (Purn) R. Oetje Djunjunan alm. Wali
Kotamadya Bandung waktu itu berkenan menjadi Ketua Umum BKC, selanjutnya

dari tahun 1973-1980 kembali BKC dipimpin oleh H. Anwar Tamim. Dan dari tahun
1981-1982 dipimpin oleh Kolonel (Purn) saleh M. Yoenoes. Dari tahun 1983 hingga
sekarang ini Ir.H. Awal Kusumah M.S alm. (Putra dari H. Anwar Tamim) terpilih
sebagai Ketua Umum Pengurus Besar BKC.

KEGIATAN-KEGIATAN BKC
Sejak awal berdirinya, BKC telah berhasil menyusun program kegiatan yang terpadu
sebagaimana layaknya perguruan yang sudah besar antara lain Ujian Kenaikan
Tingkat, Penataran Kepelatihan, Latihan Lapangan di gunung, sungai dan pantai.
Kejuaraan Intern serta pada tahun 1967, Pendiri Perguruan dilantik di Sukabumi
oleh Ditjora (KONI sekarang) Jawa Barat sebagai Wakil Umum PORKI Jawa Barat (ibu
Yusuf dari INKAI sebagai Ketua Umum). Kejurnas PORKI pertama diikuti, yaitu di
Jakarta pada tahun 1971 kemudian di penghujung 1972 dalam Musyawarah
Lembaga Aliran Karate di Jakarta yang dipimpin oleh Jendral Surono dan Widjojo
Suyono, BKC dikukuhkan sebagai anggota FORKI. Dalam masalah kegiatan bentuk

apapun yang dilaksanakan, BKC senantiasa berpedoman pada Dua Sesanti
Perguruan : “ Pribadi Budi Ciri Mandiri Dan Mandiri Kharsa Puja Walagri “

Tujuan Seseorang Belajar Beladiri

Beladiri pada saat ini bukanlah dianggap sebagai alat untuk mempertahankan diri
dari keadaan genting tapi cenderung lebih ke arah gaya hidup.
Banyak yang belum tahu sama sekali tentang apa itu beladiri, kebanyakan orang
awam hanya melihatb beladiri sebagai teknik untuk berkelahi... walau
kenyataannya seperti itu namun beladiri itu sangat dalam dan banyak fungsinya
sesuai tujuan...
Banyak juga alasan orang mempelajari beladiri mulai dari ingin menjadi kuat,
sekedar hobi, prestasi, bahkan jalan hidup. Namun untuk tujuan berbeda akan
menghasilkan hasil yang berbeda...
Sebenarnya beladiri memiliki banyak sekali philosophy kehidupan yang bisa
dijadikan sebagai pegangan hidup atau pencarian makna hidup.. inilah yang dicari
oleh orang yang menghayati jalan beladiri..
Tahapan belajar beladiri adalah mulai dari
mengenal : dimana kita mulai tau seperti apa beladiri itu dalam bayangan kasar
mempelajari: kita mulai mempelajari dasar dan bentuk beladiri tersebut dan seperti
apa
menekuni: disini adalah tahapan dimana kita melatih apa yang sudah kita pelajari
berkali-kali
mencintai: dimana kita sudah sangat menyukai dan nyaman dalam mempelajari
dan menekuni beladiri yang kita miliki

menghayati: dimana seluruh philosophy kehidupan dan inti dari beladiri tersebut
berusaha kita resapi dalam diri
Sedangkan tahap pribadi seseorang dalam belajar beladiri adalah sebagai berikut
1. untuk melukai orang lain
2. untuk menunjukan kebanggan diri/ kekuatan diri.
3. untuk menjadi yang terkuat
4. untuk menjaga kedamaian

5. untuk menjadi tujuan hidup
6. mencari pencerahan
Sayangnya kebanyakan mereka yang menekuni beladiri hanya sampai pada tahap
mempelajari dan untuk kebanggan diri

Beladiri sendiri dalam tujuan umum dibagi menjadi dua yaitu SPORT dan
TRADISIONAL, dimana ;
Beladiri SPORT bertujuan untuk meraih prestasi tentunya ada jurus-jurus atau
gerakan yang dihilangkan dan dilarang sehingga jika digunakan maka akan
berakibat pelanggaran. Karena itulah dalam pelatihannya beladiri SPORT memang
ditujukan untuk bertarung mengikuti aturan-aturan yang berlaku, untuk
memenangkan pertandingan, bukan memenangkan pertarungan.

Sedangkan beladiri tradisional lebih mengutamakan ke jalan hidup, yang dipelajari
masih gerakan-gerakan untuk melumpuhkan, membunuh dan menghabisi, namun
pada tingkatan tertinggi pada beladiri tradisional kita akan diarahkan untuk bersatu
dengan alam dan mencapai pencerahan karena tujuan beladiri tradisional adalah
sebagai jalan hidup.
Diposkan oleh karate di 03.29 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
TENAGA KI DALAM KARATE

PEMAMFAATAN ENERGI KI DALAM PERTARUNGAN

Sebagai praktisi dari suatu seni beladiri tentunya Kita sering mendengar
tentang Ki (dalam seni beladiri Jepang). Apakah Ki itu? Ki atau tenaga dalam, dalam
seni beladiri adalah gabungan pikiran, hati, dan semangat. Seorang praktisi seni
beladiri yakin akan adanya kekuatan yang mengalir lewat alam dan hal itu bisa
membuka jalan kekuatan ini menjadi selaras dengannya. Ki ini bisa dilatih untuk
mencapai keselarasan oleh praktisi beladiri dengan melatih raga dan pikiran hanya
memfokuskan pada apa yang sebetulnya penting saat itu. Seorang praktisi seni
beladiri harus melatihnya hingga bisa melakukan ini diluar sadar, dan seorang

praktisi bila ia merasakan ketegangan mental berarti ada yang kurang dalam Ki.
Bila raga, hati, dan semangat dalam keselarasan ini sudah menyatu pada praktisi
seni beladiri maka segala kehidupan yang dijalaninya relatif lebih dikuasai dan
orang lain akan merasakan keyakinan yang kuat ini sebagai kehadiran, sebagai
kekuatan yang tak terlihat.
Dalam psikologi orang yang mampu menguasai dirinya dan mengembangkan
kepribadian sesuai dengan keinginan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya
disebut mencapai aktualisasi diri, yang dalam teori yang dikembangkan oleh
Maslow merupakan hirarki tertinggi apa yang harus dicapai oleh manusia. Bila
ditinjau dari pembahasan tentang Ki tadi maka aktualisasi diri
merupakan Ki tertinggi yang bermanfaat bagi kehidupan.
Tentunya untuk mencapai Ki atau aktualisasi diri kita senantiasa harus
mengasahnya dengan belajar dan melatihnya.
Terlepas pengertian Ki yang bersifat kekuatan supranatural, penulis di sini mencoba
mengambil pendekatan yang agak filosofi dan ilmiah agar semua praktisi beladiri
dapat melatih sehingga dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencapai hidup yang selaras dan mampu mencapai aktualisasi diri.
Untuk melatih Ki ini kita harus melatih keseimbangan kekuatan dengan melatih dan
membentuk empat pilar.
Empat pilar itu adalah:

1.
2.
3.
4.

Kejujuran
Disiplin
Kreativitas
Menguasai diri dari rasa takut

KEJUJURAN
Kejujuran merupakan seluruh karakter moral yang harus dijalankan dengan
ketulusan, berarti benar terhadap visi dan tujuan anda sendiri.
DISIPLIN

Disiplin adalah belajar dan latihan, orang yang sukses dalam bidang apapun apalagi
dalam seni beladiri dan bisa menjadi yang terbaik atau terhebat selalu orang-orang
yang membebankan dirinya sendiri dengan disiplin yang lebih keras dari apa saja
yang dibebankan oleh orang lain.
KREATIVITAS

Kreativitas, orang selalu terkesan dengan kreativitas, bila kita melakukan sesuatu
diluar kebiasaan, terutama sekali jika kita memperlihatkan bahwa kita peduli orang
melihatnya. Kreativitas harus menjadi bagian dari kita untuk bertindak.

MENGUASAI DIRI DARI RASA TAKUT
Menguasai diri dari rasa takut, satu-satunya yang harus ditakutkan adalah rasa
takut itu sendiri untuk menguasai diri dari rasa takut dengan menghilangkan
ketidakpedulian terhadap rasa takut dengan membentuk pilar lain yaitu kejujuran,
disiplin, dan kreativitas.
Dalam halnya menguasai diri dari rasa takut, di karate ada suatu konsep/falsafah
lama yang berbunyi” Mizu no Kokoro (pikiran layaknya air), Tsuki no Kokoro (pikiran
layaknya bulan)’, yang mengajarkan bagaimana mengatasi rasa takut dengan
pikiran layaknya permukaan air yang tenang dan bulan. Dalam kaitannya dengan
prinsip bertarung ala Karate, Ungkapan:
1. Mizu no Kokoro(pikiran layaknya air) ini mengandung arti bahwa kita harus
membayangkan/memikirkan air yang tenang yang mampu memantulkan semua
bayangan benda dalam jangkauannya secara utuh. Dan jika pikiran selalu dalam
kondisi seperti ini, maka pemahaman pada kemampuan lawan (baik fisik dan
psikologisnya) akan terjadi dengan akurat dan segera. Dan begitu pula dengan
respon bertahan dan menyerang akan terarah dan akurat. Sebaliknya, jika

permukaan air itu terganggu maka bayangan benda juga akan kabur. Secara
analogi, jika pikiran dipenuhi dengan keinginan untuk menyerang dan bertahan,

maka tidak mampu membaca keinginan lawan. Akhirnya justru menciptakan sebuah
peluang bagi lawan untuk menyerang.

2. Tsuki no Kokoro (pikiran layaknya bulan)
mengandung arti pentingnya kesadaran total kepada lawan berikut gerakannya,
mirip cahaya bulan yang menerangi semua benda dalam jangkauannya. Dengan
mengembangkan kemampuan ini sepenuhnya, kesadaran kita akan selalu waspada
saat pertahanan lawan terbuka.
Awan yang menutupi cahaya bulan serupa dengan rasa gugup atau gangguan
untuk memahami gerakan lawan yang benar. Dan hal itu berarti mustahil
menemukan sebuah celah untuk melancarkan teknik yang sesuai.

KEKUATAN KESEIMBANGAN
Untuk memancarkan Ki yang baik tentunya seorang praktisi beladiri harus
menyeimbangkan antara kejujran, disiplin, kreativitas, dan menguaasai rasa takut
secara seimbang dan selaras.
ORANG-ORANG YANG BERHASIL MENCAPAI KI TERTINGGI

Morihei Ueshiba, tokoh Aikido, bekerja keras dan lama sekali untuk
menyempurnakan Ki-nya. Di akhir usia tujuhpuluhan, ia sering mendemonstrasikan
kebolehannya dengan melawan lima atau enam lawan sekaligus dan selalu dapat
mengalahkan lawannya. Beliau menjelaskan, "Tidak peduli bagaimana cepatya
lawan menyerang atau betapa lambatnya saya bertindak, saya tidak bisa
dikalahkan, ini bukan berarti teknik saya lebih cepat….. ini sama sekali tidak ada
hubungannya dengan kecepatan, saya menang dari awalnya. Begitu pikiran
menyerang melintasi pikiran lawan saya, ia sudah kalah tidak peduli bagaimanapun
cepatnya menyerang. Saya melihat dengan jelas bahwa gerakan dalam seni beladiri
berkobar-kobar bila pusat Ki dikonsentrasikan dalam pikiran dan raga seseorang.
Semakin tenang, semakin jelas pikiran saya jadinya. Saya bisa melihat pikiranpikiran dengan intuitif, termasuk maksud-maksud kekerasan dari orang lain".
Demikian pula dengan tokoh-tokoh karateka legendaris, seperti Yasutsune Ankoh
Itosu yang pada usia 75 tahun masih melakukan pertarungan dan selalu
dimenangkannya dan beliau dengan kreativitasnya berhasil menciptakan banyak
kata.

Semua contoh di atas ini diperoleh dari hasil kejujuran, disiplin, kreativitas, dan
menguasai diri dari rasa takut. Mereka berhasil mengaktualisasikan dirinya sesuai
dengan keinginannya.
Diposkan oleh karate di 02.35 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Kamis, 04 Agustus 2011
Pengalaman Pertama Ikut Beladiri Karate.
Awalnya sih.. saya malas Menerbitkan Entri ini , tetapi dari pada bosan di rumah,
mending nulis ini aja deh,... heheh.... :D
ya...kita mulai sekitar 8 tahun yang lalu, waktu itu saya masih kelas 3 SD. ya...gitu
de... namanya juga anak-anak, jdi saya sering berkelahi dengan teman saya.
Sampai-sampai saya pernh mengalami beberapa kali Hampir patah tulang.
ckck...sungguh tragis..:'(
ya...hingga suatu hari ni ya... saya selalu saja ditindas sama temanku.. sampe2
membuat saya nangis.. haha,... ( maklum masih anak anak. hehe. :D ) ya saya
ngadu de ke orng tua gue....
so, pace ku datang deh kesekolah . hha...

Jadi, karena kejadian itu orang tua saya menyuruh saya Ikut beladiri Karate,
awalnya sih tdk mau. Tapi saya terus dipaksa dan dipaksa. akhirnya ikut juga
deh,...huft..-__-'
awalnya sih, gak betah.. soalnya malu karena gerakannya kayak orang menari
( maaf ya :D) tpi sewaktu saya diperlihatkan BUNKAI dri setiap gerakan, wah..saya
kagum.... setiap gerakan memiliki fungsi yg berbeda.... akhirnya saya tumbuh
hingga mendapatkan sabuk cokelad di salah satu Ranting DI SUDIANG. Dan saya
putuskan untuk keluar dri ranting tersebut, untuk mencari pengalaman dan latihn d
tempat yg berbeda... kayak Nomaden gitu.. saya berpindah2 ranting dri ranting
satu ke ranting lainnya.
DAn akhirnya saya menetap di ranting SMA Negeri 5 Makassar.

Dan Insya Allah tahun depan setelah kuliah Saya berencana mengambil sabuk
HItam DAN 1. sebenarnya sih sekarang sdh bisa, tetapi saya mash kelas 3 SMA.
saya lebih mementingkan pendidiakn lah.... jdi niatku saya tunda dulu hingga 1-2
tahun kedepan.

INI CERITAKU, APA CERITAMU...... ???????? :D
Diposkan oleh karate di 23.11 1 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Melatih Kekuatan Kuda-Kuda

Ketika kita belajar Beladiri, maka kita pasti akan
belajar berlatih kuda2. Tidak perduli baik seorang pemula maupun senior sekalipun
dalam beladiri dituntut untukberlatih terus belajar dan berlatih kuda2. Kenapa kita
perlu mempelajari dan berlatih kuda2 secara terus menerus? Karena beladiri
tanpa kuda-kuda ibarat rumah tanpa pondasi.Karena hampir seluruh beladiri
mempunyai kuda-kuda, baik kuda-kudaumum maupun kuda-kuda khusus.
Sedemikian pentingnya kuda-kuda bagi beladiri khususnya Karate maka pelajaran
mengenai hal ini sudah harus mulai dilatih dengan serius pada tingkat dasar.
Banyak ragam metode untuk menguatkan kuda-kuda, misalnya dengan berdiam diri
dengan posisi kuda-kuda dengan waktu yang lama. Di beladiri tertentu bahkan
terdapat jurus khusus untuk menguatkan kuda-kuda,semakin tinggi tingkatan
maka penguatan kuda-kuda dapat ditingkatkan dengan
menggunakan beban. Metode yang juga sangat penting adalah dengan
memperbanyak lari, sebaiknya lari ini tidak hanya dilakukan di tanah datar, tetapi
juga dilakukan di tanah mendaki, menurun atau bergelombang. Dengan latihan
seperti ini maka kaki akan semakin kokoh menapak disegala posisi karena ketika
bertarung kita tidak sepenuhnya dapat menentukan lokasi pertempuran, misalnya
kita hanya mau bertarung di daerah datar atau daerah yang berumput saja. Latihan
kuda-kuda akan semakin bagus untuk dilatih di daerah yang licin atau daerah yang

statis misalnya di atas perahu, metode penguatanyang lain adalah dengan
cara berlatih di laut dengan menahan hantaman ombak, jenis latihan ini harus hatihati karena kalau belum kuat dan tidak didampingi rekan latihan bisa membawa
petaka yaitu terseret ombak laut. Yang sedikit lebih aman adalah dengan berlatih di
bawah air terjun dengan cara menahan diri dari terjangan air terjun. Dan masih
banyak lagi metode untuk menguatkan kuda-kuda,
Kuda-kuda mempunyai fungsi yang sangat esensial dalam setiap serangan,
pertahanan maupun langkah hindaran, dimana semua gerakan ini terangkum dalam
jurus (KATA) yang sudah formulasikan dalam setiap tingkatannya. Tanpa kuda-kuda
yang kokoh maka serangan akan menjadi lemah karena tidak adanya penopang
yang kuat, demikian juga ketika menahan serangan, tanpa kudakuda yang kokoh maka akan mudah robohlah pertahanan kita dan ketika melakukan
langkah hindaranpun keberadaan kuda-kuda sangat diperlukan, karena tidak
mungkin langkah hindaran ini dapat dilakukan dengan lincah dan cepat tanpa
adanya kuda-kuda yang kokoh.
Diposkan oleh karate di 22.36 1 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Melatih Pukulan Karate
Pada tingkat awal, jurus pertama yang diperkenalkan dalam Karate adalah Tsuki
(pukulan). Cukup banyak jenis pukulan yang diajarkan, mulai dari pukulan lurus
(choku tsuki) ,Pukulan pisau tangan (Shuto Uchi), pukulan melebar U (Yama
tsuki), pukulan tinju ke atas (Tate Tsuki) dan lain-lain. Jenis pukulan akan semakin
bertambah banyak pada tingkatan selanjutnya. Dalam tahap
pengenalan pukulan, hal pertama yang diajarkan pembimbing adalah
bagaimana memukul dengan benar, dimulai dari cara menggenggam, perputaran
gerakan, posisi tangan ketika memukul dan juga cara penyaluran tenaganya.
Setelah bentuk dari pukulan benar maka masuk ketingkat berikutnya yaitu
meningkatkan kekuatan, kecepatan serta ketepatan dalam
mempergunakan pukulan dalam berjurus (KATA) maupun bertanding (KUMITE).
Melatih pukulan sebenarnya bukan sesuatu yang sulit, karena struktur tangan yang
pendek dan sendi yang sangat elastik sehingga tidak memerlukan senam khusus
untuk membuat tangan menjadi lentur, hal ini sangat berbeda ketika melatih
tendangan karena perlu senam khusus untuk mendapatkan kelenturan. Beberapa
hal penting ketika melatih pukulan adalah menggenggamlah dengan benar, karena
sering sekali hal ini kurang diperhatikan. Jika anda terbiasa mengendurkan
genggangam, sehingga tenaga lebih banyak terletak di lengan maupun di tungkai
tangan. Bahaya lain dari kebiasaan tidak mengggenggam dengan baik adalah
ketika memukul dalam turgul akan mengalami cidera, misalnya jari keseleo atau
tangan bengkak karena tidak kuat menahan benturan. Tahap kedua setelah dapat

melakukan pukulan dengan benar adalah melatih kekuatan. Sebagai alat tambahan
untuk menambah kekuatan pukulan bisa juga dipakai:
1. Sandsack, berupa target yang diisi dengan bubuk kayu atau potongan karet.
2. Beras/gabah, pasir atau bahkan pasir panas, alat ini digunakan untuk tingkat
lanjutan dengan
tujuan untuk memperkuat jari tangan, sehingga ketika menggunakan jurus yang
memerlukan cakar, jari, tapak dan lain-lain akan tetap dahsyat hasilnya.
3. Lilin yang juga bisa dijadikan target keberhasilan pukulan, pukullah lilin dari jarak
sekitar 5 cm, apabila lilin padam maka pukulan kita sudah lumayan baik, dan untuk
seterusnya tambahkan jarak pukulan dari lilin, dari 5cm, menjadi 7 cm, 10 cm dan
seterusnya.

4. Kayu/papan (Makiwara), yaitu satu papan kayu berukuran 4 x 4 inci dengan
panjang 8 kaki yang ditanam ke dalam tanah kira 3 s/d 4 kaki, dengan target
menggunakan bantalan jerami, atau bantalan yg diisi busa padat dan dilapisi oleh
kalaf atau kulit yang tebalnya sekitar 2 inci. Catatan: Seorang pemula dalam Karate
sebaiknya berlatih memukul Makiwara, dari berbagai posisi (Seiken, uraken, hiji,
shuto), minimal 100 kali perhari. Setelah tiga sampai enam bulan berlatih,
sebaiknya ditingkatkan sampai rata-rata 300 kali perhari dengan berbagai posisi.
Jika anda terus berlatih dengan cara ini setiap hari selama setahun, anda akan
cukup kuat untuk memukul jatuh siapapun dengan mudah dengansatu pukulan.
Latihan ini akan mengembangkan tenaga (power), kecepatan(speed) dan kekuatan
(strength); bagaimanapun, ini hanyalah salah satu metode latihan dalam Karate.
Cara ini telah lama dipakai oleh para Master-master Karate terdahulut erutama oleh
Master Ginchin Funakoshi pendiri aliran karate shotokan, tetapi lain halnya dengan
Master Masutatsu Oyama pendiri aliran Karate Kyokushinkai ia merasa latihan

dengan menggunakan Makiwara adalah bukan suatu cara metoda latihan yang
terbaik. Berikut adalah kutipan dari pernyataan Oyama dalam bukunya “ what is
karate” terbitan tahun 1963:” Saya telah melakukan metode ini (memukul
makiwara) untuk melatih kepalan tangan saya selama 20 tahun, memukul ratarata300 kali perhari. Sebelumnya saya merasa sangat bangga dengan ukuran dan
kekerasan dari ‚kapalan2’ yg terbentuk di kepalan saya, apalagi kapalan2 itudapat
dipukul dengan palu tanpa saya merasa sakit. Ini adalah fakta bahwa, pukulan dari
kepalan tangan saya sangatlah kuat sekali. Saya mengikuti metode2 tersebut
karena „Master Karate“ terdahulu, berlatih dengan cara tersebut. Akhir2 ini,
bagaimanapun, saya mulai percaya bahwa metode ini bukanlah yang terbaik, dan
sebetulnya terbukti menghasilkan tenaga yang lebih sedikit dibandingkan metode2
lain. Saya percaya bahwa saya dapat menjadi seseorang yg jauh lebih kuat dari
sekarang ini apabila saya mengadopsi metode2 yang lebih masuk akal dalam
latihan. Sungguh, latihan memukul Makiwara berguna untuk memperkuat
pergelangan dan kepalan; bagaimanapun, saya telah menemukan bahwa latihan
dengan memukul sesuatu yang keras akan memperlambat pengembangan
kecepatan. Saya tergerak untuk mengembangkan suatu metode latihan baru
dimana bukannya Makiwara, melainkan sebuah spon tebal yang digunakan. Training
dengan spon tidak hanya mengembangkan kekuatan pergelangan, tapi kecepatan
akan meningkat pula. Metode yang sama dapat digunakan juga untuk latihan
Tendangan. Cara lain untuk meningkatkan kecepatan adalah menusuk dan memukul
dengan kepal tangan pada selembar kertas yang tergantung. Manfaat dari metode
ini akan ditunjukkan lewat contoh berikut. Saya memilih dua orang murid, dan
meminta salah satunya untuk berlatih dengan kertas yang digantung. Sementara
murid lainnya berlatih dengan Makiwara dengan cara yang biasa. Setahun
kemudian, saya membandingkan mereka. Murid yang berlatih dengan Makiwara,
memang, nampak terlihat sebagai seorang Karateka sejati, dengan kapalan di
kepalannya. Namun, dalam percobaan memecahkan genteng, batu dan papan,
keduanya sama kuat. Keduanya berhasil memecahkan sepuluh buah genteng, batu
dan papan dengan ketebalan yang sama. Dalam pandangan saya, murid yang
berlatih dengan memukul kertas jauh lebih gesit dalam pergerakannya (body
movement), dan tangannya lebih cepat, mengungguli murid yang satunya.
Diantara banyak orang yang berlatih karate, beberapa menganggap dirinya sebagai
Karateka papan atas, hanya karena mereka mempunyai kepal tangan yang ada
kapalannya, hasil latihan dengan Makiwara. Mereka bangga pada kekerasan
kepalannya dan berusaha mengatur-atur yg lain dalam ber-Karate. Sedihnya, saya
menemukan orang-orang tersebut, khususnya di Amerika.”
5. Kertas yang digantung seperti yang dilakukan Master Masutatsu Oyama di atas.
Tahapan ketiga adalah melatih kecepatan, dalam tahap ini biasakan melatih
pukulandengan cara beruntun, dimulai dari dua kali beruntun , tiga kali dan
semakin lama semakin banyak pukulan beruntun. Dalam tahap ini juga sudah
mengkombinasikan sasaran pukulanmaupun jenis pukulan, sasaran bawah tengah

atas dan jenis pukulan lurus. Dengan caramelatih kecepatan dan
variasi pukulan seperti ini maka lawan sulit untuk menghindar atau
menangkis pukulan kita. Cara sederhana untuk melatih kecepatan pukulan adalah
dengan cara push-up dengan genggaman di samping badan bukan di depan
pundak, push up ini harus dilakukan dengan agak cepat layaknya
melakukan pukulan pada posisi yang benar. Sebagai tambahan dan bisa juga
dijadikan target keberhasilan pukulan, pukulah lilin dari jarak sekitar 5 cm, apabila
lilin padam maka pukulan kita menjadi sudah lumayan baik, dan untuk seterusnya
tambahkan jarak pukulan dari lilin, dari 5 cm, 7 cm, 10 cm dan seterusnya.
Diposkan oleh karate di 22.34 0 komentar
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Pentingnya Beladiri Bagi Pelajar
Tawuran antar pelajar sekolah sering kita temukan sehari-hari di jalan. Entah apa
yang menjadi pemicunya yang jelas aktivitas ini sangat merugikan remaja itu
sendiri disamping berdampak buruk bagi lingkungan, orang tua, bahkan tentunya
korban tawuran itu sendiri.Mungkin penyebabnya hanya masalah sepele, tapi dasar
anak abg energi mereka meluap-luap, jika tidak disalurkan pada tempatnya maka
akan meledak dan dimuntahkan pada sarana dan tempat yang tidak tepat, yang
ujung2nya merugikan mereka sendiri serta orang lain di sekitarnya. sehingga
gagallah tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Masa2 muda adalah masa yang
penuh dengan energi, oleh karena itu energi yang penuh tersebut harus disalurkan
ke berbagai kegiatan yang positif, sebab bila tidak maka energi tersebut akan
menjadi destruktif. Pada masa2 remaja emosi pelajar belum stabil alias masih labil
atau masih gampang tersulut emosi dengan hanya hal yang sepele saja, yang
ujung2nya dapat melakukan tindak kekerasan. Oleh karena itu dengan adanya
kelas2 Beladiri yang ada di sekolah2 pada jam2 sehabis pelajaran sekolah atau
pada hari libur sangat membantu untuk menyalurkan energi2 yang berlebihan
tersebut. Kelas beladiri seperti belajar Karate akan membantu siswa sekolah dalam
hal pengelolaan emosi mereka sehingga mereka tidak mudah untuk terjun dalam
tindak2 kekerasan seperti halnya tawuran. Berikut ini adalah penelitian tentang
mamfaat latihan beladiri khususnya Karate terhadap pengelolaan emosi pelajar.

Masa remaja sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa menyebabkan
munculnya perubahan-perubahan dalam diri individu, salah satunya adalah
perubahan emosional. Emosi yang sering kali menimbulkan masalah bagi remaja
bila tidak dikendalikan dan diekspresikan secara tepat adalah emosi marah. Emosi
marah dapat muncul melalui situasi-situasi di sekeliling remaja (anteseden), dimana
pemaknaannya bila merujuk pada teori yang dikembangkan oleh Spielberger
(2003), tergantung pada pengalaman remaja itu sendiri (trait dan state) dalam hal

pengekspresian (expression) maupun pengendalian (control) rasa marah. Sejalan
dengan itu, pada masa remaja, individu mulai terlibat aktif di berbagai aktivitas baik
di dalam maupun di luar sekolah, salah satunya adalah kegiatan olahraga beladiri.
Olahraga beladiri memiliki berbagai nilai positif dalam melatih pengelolaan emosi,
ketahanan fisik dan sportifitas. Gerakan-gerakan yang dipelajari juga
merepresentasikan gerakan yang ditemui jika remaja sedang merasa marah, seperti
menyerang, memukul atau menjatuhkan lawan. Keuntungan lain khususnya dalam
membina aspek spiritual juga membedakan olahraga beladiri dengan kegiatan lain
seperti bidang musik, sains bahkan olahraga lainnya. Walaupun demikian, kegiatan
non-beladiri ternyata juga memberikan kontribusi dalam menciptakan emosi yang
lebih positif saat remaja menghadapi masalah, misalnya dengan suasana yang lebih
santai, detil kegiatan yang unik dan menantang, serta kepopuleran yang mereka
dapatkan bila terlibat di dalamnya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan anteseden, pengalaman,
ekspresi dan kontrol marah pada kelompok remaja yang mengikuti olahraga beladiri
dengan kelompok remaja yang tidak mengikuti olahraga beladiri, peneliti
menggunakan 2 (dua) kuesioner yakni kuesioner Anteseden Kemarahan yang
dirancang Dewi (2004) dan STAXI-2 yang dikembangkan oleh Spielberger &
Reheiser (2003). Karakteristik sampel penelitian ini adalah remaja laki-laki usia 1618 tahun di wilayah Jakarta serta terlibat secara rutin dalam olahraga beladiri. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pada trait marah khususnya sub skala
Temperamen serta Anger Expression-out antara remaja laki laki yang mengikuti
olahraga beladiri dengan remaja laki-laki yang tidak mengikuti olahraga beladiri. Di
sisi lain, tidak terdapat perbedaan pada anteseden subjektif, objektif, interpersonal;
State marah; Anger Expression-in, Anger Control-in dan Anger Control-Out antara
remaja laki-laki yang mengikuti olahraga beladiri dengan remaja laki-laki yang tidak
mengikuti olahraga beladiri. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
olahraga beladiri memiliki nilai lebih dibandingkan kegiatan-kegiatan lain yang
diikuti remaja khususnya dalam membantu meredam rasa marah yang muncul
tanpa stimulus tertentu (traittemperamen) dan mengekspresikan rasa marah ke
luar diri (anger expression-out). Kesimpulan ini tidak menjadikan olahraga beladiri
sebagai satu-satunya sarana bagi
remaja untuk mengelola emosi. Kegiatan-kegiatan non beladiri lainnya seperti
bidang musik, sains, dan jenis olahraga lain juga sama pentingnya dalam
membentuk aspek emosional remaja. Penelitian lebih lanjut yang dilengkapi dengan
metode kualitatif diperlukan agar secara lebih spesifik mampu melihat bagaimana
remaja memaknai setiap kegiatan yang dilakukan di luar jam sekolah sebagai
sarana
pengelolaan emosi, khususnya emosi marah. Dengan adanya hasil penelitian ini
semakin memperkaya dan mempertebal keyakinan kita akan nasehat master2

Beladiri zaman dahulu bahwa latihan beladiri itu banyak mamfaat, nah bagaimana
dengan anda? :D

29 Things About Karate You
Ought To Know
By Jesse Enkamp

Internet is great and all, but sometimes I’m thinking that there’s one huge
drawback.
Everything is recorded…
Forever.

So, this means that what I wrote two years ago can be read by somebody
today. And naturally, what I wrote two years back wasn’t what I would write
today. Sometimes it’s even the opposite!
I’ve evolved, just like you and everyone else.
But a new reader doesn’t think about that.

And that’s why I’m always trying to write more “timeless” stuff. With timeless, I
mean an article that is thought-provoking, interesting, informative, a little bit
disturbing and a bit funny.
It’s universal.
And if you read it in two years, it will (hopefully) still be as true at it is today.
So, with that being said, today I decided to put together some general
thoughts, or guidelines, of Karate that will probably never be old. A
timeless list of statements and facts(?) that hopefully just reinforces what any
half-decent Karateka already knows.
Written yesterday on a plane from Amsterdam.
With my lap full of tomato juice.
Here goes.

29 Things About Karate You Ought
To Know
1. No matter what they tell you, Karate is easy. The hard part is being good at
it.
2. Two techniques remembered is worth more than twenty techniques
forgotten.
3. Don’t look; try to see. Don’t hear; try to listen. Don’t do; be.

4. Karate attracts all kinds of strange and unusual people. Accept this.
5. A black belt is not the end. It is the very beginning.
6. Comparing two equally technical fighters, my money is on the stronger one.
7. Comparing two equally strong opponents, my money is on the more
technical one.
8. Kata is stone dead. It is your job to make it live. Not many people succeed.
9. A black belt tells as much about your skills in Karate as a Rolex tells about
your skills in reading the time.
10. A gi is great. No gi is even greater.
11. Understand the straight punch and you’ve come a long way to
understanding Karate.
12. Sometimes it’s more important to be kind than to be right. People train
Karate because it makes them feel good. Don’t ruin that.
13. We all need a brutal awakening now and then.
14. Observe, analyze, and think.
15. Don’t think, just do.
16. A week has 168 hours. If three or five of those hours go to Karate, don’t
waste them on not doing your absolute best.

17. Anybody can find a fault. Few can find the reason to a fault, and how to
improve a fault.
18. The purpose of Karate is to flip out and kill people. (Just wanted to see if
you’re still awake!)
19. It’s not what you do, it’s how you do it.
20. Actually, sometimes it’s not how you do it, it’s what you do.
21. Finding similarities is twice as hard as finding differences. It also gives you
twice as much.
22. Karate is one of a few activities where young and old people interact. Use
this opportunity.
23. The more you dislike competing, the more it will give you.
24. Karate makes us see sides of ourselves that we either neglect or
intentionally hide. The sooner you start working on these, the better.
25. Karate can make you lose weight, become stronger, healthier, happier and
feel better. But so can jogging, ice hockey, baseball, soccer, golf, basketball
and swimming.
26. A good sensei teaches you what you need. Not what you want.
27. Trying harder and trying smarter are two sides of the same coin.
28. The paradox of Karate is that you’re using it when you’re not. And that is
also the goal.

29. Do what your sensei says, not what your sensei does. Everyone is human.





Facebook
Twitter
Email
MORE ARTICLES

Nintai – Perseverance (pt. 2)

The 3 Habits of Highly Effective Karate Fighters

5 Ways to Get a Fantabulous Shiko-Dachi Stance: Looking Beyond Static Stretching

24 COMMENTS



Batman
June 27, 2010 at 6:37 pm

Excellent list, plenty of good stuff to ponder on.
R EP LY



gary
June 28, 2010 at 12:06 am

Brilliant, Jesse.
R EP LY



Diego Romero
June 28, 2010 at 4:26 am

awesome!
R EP LY



Alan
June 28, 2010 at 4:53 pm

I don't get number 23? any comments?
R EP LY



Jesse
June 29, 2010 at 12:34 pm

Well, my idea went something like this: The reason that many
people might dislike competing is in fact because they fear it. Fear
is related to the specific behaviors of escape and avoidance, which
makes it easy to cover up the fear by saying "I dislike/hate
competing". It is a basic survival mechanism. We do this all the
time.So, what is there to be afraid of then? Well, competing
includes such common fear factors such as the fear of failure, and
the fear of public performance.Fear is not a rational response to
whatever challenges stare at us in life. Just like panicking - which
also is natural, but not rational. And it is all in our mind, within us.
Fear imposes limits on our minds, removing our clarity and leaving
negative thought patterns (including words like "dislike" and "hate"

in our example).So how do we fight this disguised fear? The best
method to fight any fear is to take positive action against whatever
it is that you are afraid of. Like competing.Who doesn't dislike
public speaking? A politician. Who doesn't dislike spiders? A zoo
owner.It's the same principle.This is one interpretation.
R EP LY



Leo
July 7, 2010 at 5:14 pm

Your comment got me thinking. I am not very
enthusiastic about competition (practicing Shôtôkan,
can you believe it?), in my view it doesn't fit into the
concept of a Karate that is understood as a "Dô-art", so
to speak. By that I mean that competition is replacing
the ideal of getting better (than yourself), with the ideal
of getting better than others. I see a vast difference in
those two. In short I think that competition chiefly feeds
self-importance; I am against that and I don't argree
that it is compatible with Karate. However, I can't deny
you have a good point for competition. Fear. I would be
a filthy liar, if I wouldn't admit that it is also fear that
keeps me from attending competition. Competition may

be a good way to learn to handle this fear, but
..#25.Just my two eurocents.And by the way, your
articles are worth my time in gold (I won't pay you).
Informative and entertaining. Thanks, I'm having a good
read here.
R EP LY



Tibz
July 7, 2010 at 5:42 pm

Have you actually competed? I thought like
you before but had the opportunity to
compete a couple times. The fear wasn't so
much of a factor to me, but I could see
during these events very talented people,
and that made me want to work even harder
to be on-par with them. It's true it comes
from "the ideal of getting better than others",
but are both ideals really mutually
exclusive? I think if you want to improve,
you have to want to be better than
something or someone that is better than
you - your sensei, other people, etc. That

doesn't mean you have to be crazy about
beating your sensei, just that you have to try
your best to reach their skills. Like climbing
a mountain is certainly more beneficial than
climbing a hill.
R EP LY



Leo
July 8, 2010 at 2:19 am

My competition experience was
made in an early age; propably
I'm biased because of this. I
understand your point of view,
but I don't share it.My main point
for dismissing competition is: I
see Karate as a way of selfimprovement on a most personal
level (and that's not rechanting
JKA-ideals, while filling the
aspect of ethical education with
void). And I see the "get better
by competition"-paradigm as a

false conclusion -applied on
improvement of personality. It is
just so deep buried in western
ideology, that we don't even
notice; Nietzsche brought it on
point: "What doesn't kill me,
makes me stronger." If one
should mix western traditions
with Karate, if it is a possible
thing to do or an impossible
thing not to do, I don't want to
discuss here. What I want to
discuss is: does it reflect the
origin? This question is
important, because it helps to
understand the circumstances,
under which Karate developed. I
want to compare it to Japanese
archery (based on Eugen
Herrigel's record of "Zen in der
Kunst des Bogenschießens"
[Zen in the Art of Archery]): at
the beginning the student
doesn't even get to shoot a
single arrow, it is just about
drawing the bow. Then it is about

shooting at a target only few
metres away. This is not to
frustrate the student on the
Japanese way, but to make him
only (be able to) think about one
task -and that with full
concentration and commitment.
The desire to hit the target is
counterproductive in this way of
practicing, because it is a way to
distract from current happening
to a world of illusion (in the
sense of "I want to hit the target"
instead of just doing it). In a
similar way I see Karate
competition. I would maybe fix
my counsciousness on
something that's around me, but
not myself. Propably the hope of
getting a medal or the fear of
emberassing myself by a loss. I
want to practice "moved
meditation", and that's what
defines the Dô of Karate-Dô in
opposite to "Jutsu", in my book. I
don't say, this wouldn't be

possible in competition, but I
think it is as likely as singing a
perfect octave in a hurricane.
You get my point?If you choose
competition as your way of
Karate, I want to be the last one
condemning this. Still I can't
appreciate competition for what
it is.


Jesse
July 8, 2010 at 11:56 am

I'd rather lose a match, knowing I
did my very best, than to win a
match, knowing I didn't perform
at my best. This is why I
personally compete. Many of my
most memorable tournament
experiences are losses, because
I felt that I had done my very
best, and if that wasn't enough to
win - it didn't matter. It still
doesn't. But I guess it's another

story when you're aprofessional,
and your paycheck depends on
your medal... :/


Drew
June 28, 2010 at 5:30 pm

Great list Jesse!
R EP LY



frank
June 29, 2010 at 1:19 am

Fantastic. How simple, yet deep!
R EP LY



gary

June 29, 2010 at 3:44 pm

My thoughts of #23 are similar. I'm always nervous but with each tournament
that I compete, I always leave with at least some satisfaction. Even if its
something as simple as one judge telling me that he liked my kata. There's
always going to be the fear of failure to some extreme. For example, there will
always be somebody at the tournament who will see you compete for the first
time......if that makes sense.
R EP LY