Kumpulan filsafat ilmu filsafat oleh Dirgantara Wicaksono

Jumat, 12 April 2013
KRITERIA KEBENARAN DALAM FILSAFAT

KRITERIA KEBENARAN
Oleh : Dirgantara Wicaksono
Pengetahuan dan Kebenaran
Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap
gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada
termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS
DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Keraguan
terhadap sesuatu mendorong manusia untuk menggunakan fungsi panca inderanya, untuk
mendapatkan pengetahuan. Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan.Dorongan
mendapatkan pengetahuan didasari oleh beberapa tujuan yakni antara lain :
1.Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup
2.Mengembangkan arti kehidupan
3.Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4.Mencapai tujuan hidup.
Dari keempat tujuan diatas jelaslah bahwa pengetahuan adalah bagian dari kehidupan
manusia itu sendiri. Pengetahuan yang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar.
Pengetahuan tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek daripada tidak tahu.
Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan,

kesalahan dan malapetaka.Untuk Mendapatkan pengetahuan tersebut maka manusia harus
melakukan proses berfikir.
Berfikir adalah suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran.Apa yang disebut benar
oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu kriteria
atau ukuran kebenaran. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI) Kebenaran berarti
keadaan yang cocok dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Atau sesuatu yang
sungguh benar – benar ada. Sementara Kriteria berarti ukuran yang menjadi dasar penilaian
atau ketetapan sesuatu.
Teori – teori Kebenaran meliputi :
1. Teori Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau teori
saling berhubungan.Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa kebenaran
tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide – ide yang sebelumnya telah
diakui kebenarannya.The Consistence theory of truth/Coherence theory of truth mengatakan
bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-

putusan lain yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski
berpendapat bahwa kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal
dengan pikiran atau idea.Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan
yang bersifat konsisten secara timbal balik , dan tiap –tiap pernyataan memperoleh kebenaran

dari sistem tersebut secara keseluruhan”.
Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling berhubungan)
dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh pernyataan tersebut
koheren dengan pengalaman kita.



Misalnya :
Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang hujan
(air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang mendung,gelap dan
temperatur dingin dan fakta –fakta yang menunjang.
Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan yang benar, maka
pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan pasti mati adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.

Kesimpulan Teori :
1. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan – pernyataan
lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.
2. Teori ini dinamakan juga teori justifikasi /penyaksian tentang kebenaran, karena menurut
teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian – penyaksian /justifikasi

oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui
kebenarannya.
3. Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi

2. Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika
tidak maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu
keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.



Misalnya :
Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia, maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta.Karena secara faktual
sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.

Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah benar sebab
pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota Indonesia.

Kesimpulan Teori ini :
1. Menurut teori ini kita mengenal 2 (dua) hal yaitu : Pernyataan dan Kenyataan.

2. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu
sendiri.
3.

Teori Pragmatis (pragmatic theory)

Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap suatu
pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan
manfaat bagi kehidupan manusia.Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan(utility), dapat dikerjakan(workability), dan
akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada
kebenaran yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan
akibatnya.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan

kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan
dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya
pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu
sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun,
1990:59),



Misalnya :
Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.
Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada.

Kesimpulan Teori ini :
1. Kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
pragmatis atau fungsional dalam kehidupan praktis.






Kesimpulan Ketiga Teori dan Kriteria Kebenaran
Ketiga teori diatas memiliki beberapa persamaan yakni meliputi :
Seluruh teori melibatkan logika baik formal maupun material (deduktif dan induktif).
Melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu.
Menggunakan pengalaman untuk mengetahui kebenaran.

Kriteria kebenaran cenderung menekankan salahsatu atau lebih dari tiga pendekatan yaitu :
(1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita. (2) yang benar adalah yang dapat
dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan
hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme)
itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut
dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian
yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti
adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah

pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang
kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis

(Titus, 1987:245).

Sumber Pustaka :



Suriasumantri S. Jujun. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta Penerbit
Sinar Harapan,1985.

Suhartono,Ph.D. Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta Penerbit AR RUZZ
MEDIA. 2005.


Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN .Sekolah
Farmasi ITB 2008

TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT
BAB I
RINGKASAN MATERI
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai

yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran
itu semakin tinggi nilainya

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia
sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang
dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence  menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency  Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran.
Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari
satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3. Teori Pragmatisme  Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra
pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran.
Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem
yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di
dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan
utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk
ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.
4. Kebenaran Religius  Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan
individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia,
karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang
disampaikan melalui wahyu.


BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama
untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran.
Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus
apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran,
tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut
bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya
ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula
kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian
dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia
6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
diolah pula dengan rasio

7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran
itu semakin tinggi nilainya
8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga
proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek
yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya
pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran
itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
– Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
– Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
– Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran,
sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan
dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia
sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya
dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang
dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani
merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu
bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima
kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama
menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas
kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman
filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini
mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,
fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika
ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek,
maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth)  menerangkan bahwa kebenaran atau
sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang
serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan
kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore
dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta
oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini.
Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga
pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral
yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini
harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilainilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwaperistiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah
kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas
normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk
tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek,
nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik
bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam
waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan
atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan
subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada
subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu
realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman
subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di
dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.

Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini
lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang
teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti
kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti
kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar
bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna
pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu
pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang
konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika
A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus
Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan
(klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru
yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal
dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode
project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar
hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu
itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan
tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia
selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan
penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih
jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang
dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau
dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan
manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat
dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh
karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada
manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya
adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey
(1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada
konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah
terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan
konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara
langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada
realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam
program solving.
4. Kebenaran Religius

Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan
realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara
antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat
superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini
adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran
ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan
sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber
dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan
kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan
koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama
dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan
manusia, termasuk kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas.
Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu
itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang
sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilainilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang
mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah,

jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek
(mental,r asio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam
semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang
mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius
Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan

Friday, April 27, 2012
KRITERIA & CARA MENEMUKAN KEBENARAN
Dosen : Khaerul Azmi, S.Sos.I, M.Sos.I
A.

KRITERIA KEBENARAN

Apakah “benar” itu?
Randall & Bucher: “Persesuaian antara pikiran dan kenyataan”.
Jujun S. Suriasumantri: “Pernyataan tanpa ragu”.
Ketika kita mengakui kebenaran sebuah proposisi bahwa bumi bergerak mengelilingi
matahari, dasar kita, tidak lain adalah sesuai tidaknya proposisi tersebut dengan
kenyataannya.
B.

TEORI PENENTUAN KEBENARAN

1. Teori Koherensi (Teori kebenaran saling berhubungan)

“Suatu proposisi (pernyataan) dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat konheren
atau konsisten atau saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar.
Contoh: jika kita menganggap bahwa, “semua makhluk hidup pasti akan mati” adalah
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makluk hidup dan
pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan
yang pertama.
Teori koherensi dipergunakan pada proses penalaran teoritis yang didasarkan pada logika
deduktif.
2. Teori Korespondensi (Teori saling berkesesuaian)
Teori ini digagas oleh Bernard Russell (1872-1970). Menurutnya pernyataan dikatakan benar
bila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan tersebut saling berkesesuaian dengan
objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Contoh: jika seseorang mengatakan bahwa “tugu monas ada di kota Jakarta” maka
pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan tersebut sesuai dengan fakta bahwa tugu
monas berdiri di kota Jakarta.
Teori korespondensi digunakan untuk proses pembuktian secara empiris dalam bentuk
pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan yang telah dibuat sebelumnya.
3. Teori Pragmatisme (Teori konsekuensi kegunaan)
Teori yang dicetuskan oleh Peirce (1839-1914) ini disandarkan pada teori pragmatisme.
Penganut teori ini menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
“apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis?”. Artinya, suatu
pernyataan dikatakan benar jika konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.
Pragmatisme bukanlah suatu aliran filsafat yang memiliki doktrin-doktrin falsafati, melainkan
teori dalam penentuan kriteria kebenaran.
C.

CARA PENEMUAN KEBENARAN

Antara Pengetahuan dan Ilmu
Pengetahuan (knowledge) sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” kenyataan sesuatu,
sedangkan ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa yang dituntut
oleh pengetahuan.
Contoh: Si Buyung mengetahui bahwa pelampung kailnya selalu terapung di air, ia akan
membantah jika dikatakan bahwa gabus pelampungnya itu tenggelam, sampai disini wilayah
pengetahuan. Namun, jika ia memahami bahwa berat jenis pelampung lebih kecil
dibandingkan berat jenis air sehingga mengakibatkan pelampung selalu terapung, maka ini
telah memasuki wilayah ilmu.
Untuk mencapai kebenaran pengetahuan dan ilmu tersebut ditempuh oleh manusia dengan
cara “ilmiah” dan “non-ilmiah”.

Cara penemuan kebenaran ilmiah
Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian ilmiah dan
dibangun atas teori-teori tertentu. kita dapat pahami bahwa teori-teori tersebut berkembang
melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol
berdasarkan data-data empiris yang ditemukan di lapangan.
Teori yang ditemukan harus dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya. Artinya, jika
penelitian ulang dilakukan dengan langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama maka
akan diperoleh hasil yang sama atau hampir sama.
Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan berpikir ilmiah
yang harus dilewati, yaitu: 1) Skeptik; 2) Analitik; dan 3) Kritis.
1. Skeptik
Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam menerima kebenaran
informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima begitu saja, namun dia berusaha untuk
menanyakan fakta atau bukti terhadap tiap pernyataan yang diterimanya.
2. Analitik
Ciri ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia selalu berusaha
menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan dan mana
yang menjadi masalah utama dan sebagainya.Dengan cara ini maka jawaban terhadap
permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.
3. Kritis
Ciri berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu berupaya
mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan yang dihadapinya secara
objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola berpikir yang diterapkan selalu logis.
Cara penemuan kebenaran non-ilmiah
1. Akal sehat (common sence)
Akal sehat menurut Counaut adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk
kegunaan praktis bagi manusia. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang
dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori.
2. Prasangka
Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat kebanyakan diwarnai oleh
kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan akal sehat mudah berubah
menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah perbuatan generalisasi yang
terlalu dipaksakan, sehingga hal tersebut menjadi prasangka.
3. Pendekatan intuitif
Dalam pendekatan ini orang memberikan pendapat tentang suatu hal yang berdasarkan atas
“pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tidak disadari
atau tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dengan intuitif orang memberi penilaian tanpa
didahului oleh suatu renungan.

4. Penemuan kebetulan dan coba-coba
Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat berguna.
Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Misalnya, seorang anak yang terkunci
dalam kamar, dalam kebingungannya ia mencoba keluar lewat jendela dan berhasil.
5. Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah
Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh pendidikan formal
tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman profesional atau kerja ilmiah
dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor). Pendapat mereka seringkali diterima
sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji, karena apa yang mereka telah dipandang benar.
Padahal, pendapat otoritas ilmiah tidak selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak
disandarkan pada hasil penelitian, namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.

Senin, 26 Juli 2010
KRITERIA KEBENARAN
A. Pendahuluan
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menentukan pengetahuan yang benar. Apa yang
disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses
berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun berbeda-beda. Dapat dikatakan
bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut dengan kriteria kebenaran, dan kriteria
kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran
merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tia-tiap jenis penalaran mempunyai
kriteria kebenaran masing-masing. Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk
menghasilkan pengetahuan yang benar atau kriteria kebenaran.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran,
namun masalahnya tidak hanya sampai disitu. Problem kebenaran inilah yang memacu
tumbuh dan berkembangnya epistimologi. Telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa
orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu
kebenaran epistimologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Kebenaran
epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran
dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakekat segala
sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti simantis adalah kebenaran yang
terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Kiranya cukup terang dan jelas mengenai makna apa yang didukung oleh perkataan
kebenaran tampaknya dapat dijawab dengan mudah. Tetapi kesulitan-kesulitan akan timbul
bagaimana cara untuk mengetahui bila proposisi atau pernyataan itu benar dengan perkataan
lain, ukuran apakah yang dapat diterapkan pada proposisi-proposisi untuk menentukan
kebenarannya atau kenyataannya.
Dengan demikian, dalam makalah ini sebagai batasan masalah penulis akan membahas
kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, yang meliputi pengertian
kebenaran, kriteria kebenaran yang didasarkan kepada teori-teori kebenaran dan sifat dari
kebenaran ilmiah.

B. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Kata
“kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika
subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi atau makna yang dikandung
dalam suatu pernyataan (statement) yang benar. Apabila subjek menyatakan kebenaran
artinya bahwa yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan
nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas,
sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.
Persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya
pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar
adalah pengetahuan obyektif.
Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan
kepercayaan tersebut. Artinya kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara satu
kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih dari luar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada,
maka kepercayaan itu adalah salah. Dengan demikian kepercayaan tetap benar jika fakta yang
merupakan pertaliannya dengan dunia luar atau merupakan tanda kejadiannya dan jika tidak
ada fakta seperti itu maka hal itu tetap salah.
C. Kriteria Kebenaran
Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa teori yang
mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau konsistensi, teori
korespondensi, dan teori pragmatis.
1. Teori Koherensi
Teori koherensi ini dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Hegel dan
Bradley . Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Secara singkat paham ini mengatakan bahwa suatu proposisi cenderung benar jika proposisi
tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau
jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita.
Artinya suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila
proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang
bernilai benar.
Sebagai suatu contoh bila kita menganggap bahwa ‘semua manusia pasti akan mati’ adalah
suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ‘ si Polan adalah seorang manusia dan
si Polan pasti akan mati’ adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konssisten dengan
pernyataan pertama.
Diantara bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori
koherensi adalah ilmu matematika dan turunannya. Matematika disusun pada beberapa dasar
pernyataan yang dianggap benar, yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma
maka disusun suatu teorema. Diatas teorema dikembangkan kaidah matematika yang secara

keseluruhan merupakan system konsisten. Contoh, 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai
dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika.
Mengenai teori ini dapatlah disimpulkan sebagai berikut : Pertama : Kebenaran menurut teori
ini adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sesudah lebih
dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar. Kedua: teori ini aganya dapat dinamakan
teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan
dianggap benar apabila ada penyaksian-penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusanputusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.
2. Teori Korespondensi
Eksponen utamanya adalah Bertrand Rusell (1872-1970). Menurut teori ini, suatu pernyataan
adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan
benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu
pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan
fakta-faktanya. Dengan kata yang lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar
apabila pengetahuan itu mempunyai kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.
Kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif. Yaitu, suatu
pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi. Kebenaran
ialah kesesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta
aktual; atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang
diberi interpretasi.
Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta”
maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual
yakni Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang
menyatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu
adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini
maka faktual “Ibu Kota Republlik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta”.
Dari contoh di atas kita mengenal dua hal, yaitu pertama, pernyataan dan kedua, kenyataan.
Dengan demikian ukuran kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara pernyataan
tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
3. Teori Pragmatis
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang
terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika
yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini
di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.
Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan
adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Jadi menurut teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar
bila proposisi itu mempunyai konseuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara

inhern dalam pernyataan itu tadi.
Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan,
apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh
kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi bagi penganut pragmatis,
batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequenced).
Yang dimaksud dengan hasil yang memuaskan antara lain :
a. Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia
b. Sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen,
c. Sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu dalam perjuangan hidup biologis
untuk tetap ada.
Sebagai contoh sekiranya ada orang yang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan
dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar,
maka teori X tersebut dianggap benar, sebab teori X ini fungsional dan mempunyai kegunaan.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah
dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar
suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka
ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka
pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian,
disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka
pernyataan itu ditinggalkan.
C. Sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah. Artinya suatu kebenaran tidak mungkin
tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu
adalah tahap-tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa
teori, melalui metodologi ilmiah yang telah baku sesuai dengan sifat dasar ilmu. Maksudnya
adalah bahwa setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat apakah objek itu
berupa hal konkret atau abstrak.
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa
kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan objektivannya. Kenyataan yang dimaksud
adalah kenyataan yang berupa suatu yang dapat dipakai acuan kenyataan yang pada mulanya
merupakan objek dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.
Kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para
ilmuwan pada bidangnya. Pernyataan tersebut karena kebenaran ilmu harus selalu merupakan
kebenaran yang disepakati dalam konvensi, maka keuniversalan sifat ilmu masih dibatasi
oleh penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya menolak penemuan
terdahulu atau bertentangan sama sekali. Jika terdapat hal semacam itu maka diperlukan
suatu penelitian ulang yang mendalam. Dan, jika hasilnya memang berbeda maka kebenaran
yang lama harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-duanya berjalan bersama dengan
kekuatan atau kebenarannya masing-masing.
D. Kesimpulan

Kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman, dalam pengertian laink ebenaran adalah persesuaian antara pengatahuan dan
obyeknya. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi
pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, apabila memenuhi beberapa kriteria, seperti yang
diungkapkan oleh beberapa teori kebenaran diantaranya :
1. Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Hal ini didasarkan
kepada teori koherensi atau konsistensi, yang menyatakan suatu proposisi itu atau
makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai
hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar
2. Suatu pernyataan dianggap benar apabila ada kesesuaian antara pernyataan tentang
sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Kriteria ini didasarkan kepada teori
korespondensi yang menyatakan bahwa kebenaran atau keadaan benar berupa
kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan
dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan
fakta-faktanya.
3. Suatu pernyataan dianggap benar diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Kriteria ini didasarkan kepada
teori pragmatism yang menyatakan bahwa suatu proposisi bernilai benar bila
proposisi itu mempunyai konseuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara
inhern dalam pernyataan itu tadi.
4. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa
kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus
didukung oleh fakta-fakta berupa kenyataan yang dapat dipakai acuan dalam
pembentukan pengetahuan ilmiah itu.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : RajaGrapindo Persada), 2010
Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta : Gramedia), 1983
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka), 1989
Kattsof, Louis O, Elements of Philosopphy, Terj. Soejono Soemargono, Pengantara Filsafat,
(Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya), 2004
Poedjawijatna, I.R., Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, (Jakarta: Bina
Aksara), 1987
Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Prespektif, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), 2009
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
(Yogyakarta : Liberty Yogyakarta), 2003
Wathloly, Al-Holiab, Tanggung Jawab Pengetahuan, (Yogyakarta : Kanisius), 2001