Menuju Pemenuhan Perlindungan Maternitas Bagi Perempuan Pekerja

Menuju Pemenuhan
Perlindungan Maternitas Bagi
Perempuan Pekerja
Subtitle

Data Perempuan Pekerja di Indonesia
▪ Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) 2016, jumlah total
buruh/karyawan/pegawai dari 17 sektor pekerjaan
sebanyak 45,8 juta orang. Terdiri dari 29,3 juta
laki-laki dan 16,4 juta perempuan. Dengan kata
lain, tenaga kerja Indonesia tahun 2016 lalu ratarata masih didominasi oleh pekerja laki-laki
sebanyak 64 persen.

Pekerja laki-laki lebih
banyak mengisi dalam
14 sektor pekerjaan,
sedangkan perempuan
mendominasi tiga sektor
sisanya yaitu sektor Jasa
Pendidikan, sektor Jasa

lain serta sektor Jasa
Kesehatan dan Kegiatan
Sosial. Dari sisi
besarnya upah ratarata, dalam 12 sektor
masih lebih tinggi upah
bagi kaum laki-laki.
Sektor dan upah kerja
bagi perempuan pekerja

Dari sisi upah,
upah rata-rata
untuk pekerja
laki-laki lebih
tinggi dari pekerja
perempuan pada
12 sektor
pekerjaan. Bila
dirata-rata, selisih
besar upahnya
mencapai Rp600

ribu dalam 12
sektor tersebut.

Kebutuhan Perlindungan Maternitas
▪ Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2015 mengenai
prosentase perempuan bekerja di Indonesia didapati bahwa
perempuan bekerja mayoritas dimulai pada usia 15 tahun. Pada
usia 15-24 tahun, prosentase perempuan bekerja hanya
sebesar 10% lebih sedikit jika dibandingkan dengan perempuan
bekerja pada usia 25 tahun keatas yang mencapai 45%.
Artinya, pada usia 25 tahun keatas perempuan memutuskan
untuk bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya, dan pada
usia 25 tahun keatas mayoritas perempuan bekerja sudah
menikah.
▪ Jika mayoritas perempuan bekerja sudah menikah, maka ini
berarti mayoritas perempuan bekerja juga melahirkan dan
menyusui anaknya

Problem Terkait Pemenuhan Hak Bagi
Perempuan Pekerja -1

▪ Kesetaraan Pendapatan
▪ Ketimpangan upah/gaji pada posisi dan
tanggungjawab yang sama
▪ Ketimpangan tunjangan
▪ Ketimpangan pemotongan pajak

Problem Terkait Pemenuhan Hak Bagi
Perempuan Pekerja -2
▪ Jaminan Keamanan
▪ Keamanan fsik
▪ Aman dari pelecehan
▪ Situasi dan waktu kerja

Problem Terkait Pemenuhan Hak Bagi
Perempuan Pekerja -3
▪ Jaminan Perlindungan Maternitas
▪ Haid
▪ Hamil
▪ Melahirkan
▪ Menyusui

▪ (termasuk persoalan penyediaan ruang laktasi)

▪ (plus) cuti bagi ayah

Regulasi Terkait Perempuan Pekerja
▪ Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Againts Women yang telah diratifkasi dengan UU No. 7 Tahun
1984 (CEDAW)
▪ UU No 39 Tahun 1999 tentang hak Asasai Manusia khususnya
Pasal 49 (2) yang menyatakan bahwa Wanita berhak untuk
mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan
pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan
dengan fungsi reproduksi wanita.
▪ UU No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
▪ UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan)

▪ PP No.33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif,
▪ Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 3 Tahun 1989 yang

mengatur larangan PHK kepada perempuan pekerja atas
dasar alasan menikah, hamil dan melahirkan
▪ Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus
Menyusui Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu

▪ Konvensi ILO No.100 Tahun 1951 yang diratifkasi melalui UU No.80
Tahun 1957 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional No.100 Mengenai Pengupahan Bagi Pekerja Laki-laki dan
Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya,
▪ Konvensi ILO No.111 Tahun 1958 yang diratifkasi melalui UU No.21
Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan,
▪ Konvensi ILO No.29 Tahun 1930 yang diratifkasi melalui UU No.19
Tahun 1999 Tentang Pegesahan Konvensi ILO Mengenai Penghapusan
Kerja Paksa, dan
▪ Konvensi ILO No.183 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Maternitas
(meskipun sampai saat ini, konvensi tentang perlindungan maternitas
tersebut belum diratifkasi oleh Indonesia)


Detil Hak Perempuan Pekerja Dalam Regulasi

▪ Pasal 76 Ayat 1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang
dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul
23:00 s.d. 07:00.
▪ Pasal 76 Ayat 2. Pengusaha dilarang mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya sendiri
apabila bekerja antara pukul 23:00 s.d. 07:00.
▪ Pasal 76 Ayat 3. Perempuan yang bekerja antara pukul 23:00 s.d.
07:00 berhak mendapatkan makanan dan minuman bergisi serta
jaminan terjaganya kesusilaan dan keamanan selama bekerja.
▪ Pasal 76 Ayat 4. Perempuan yang bekerja diantara pukul 23:00 s.d.
05:00 berhak mendapatkan angkutan antar jemput.

▪ Pasal 81. Perempuan yang sedang dalam masa haid dan
merasakan sakit, lalu memberitahukan kepada pengusaha,
maka tidak wajib bekerja di hari pertama dan kedua pada
waktu haid.
▪ Pasal 82 ayat 1. Perempuan berhak memperoleh istirahat

selama 1,5 bulan sebelum melahirkan, dan 1,5 bulan setelah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau
bidan.
▪ Pasal 82 ayat 2. Perempuan yang mengalami keguguran
kandungan berhak mendapatkan istriahat 1,5 bulan atau
sesuai keterangan dokter kandungan atau bidan.
▪ Pasal 83. Perempuan berhak mendapatkan kesempatan
menyusui anaknya jika harus dilakukan selama waktu kerja.

▪ Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.13/2003 yang berbunyi : Pengusaha
dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan
pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya.
▪ Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Permen 03/Men/1989, mengatur
tentang larangan PHK terhadap pekerja perempuan dengan
alasan menikah, hamil, atau melahirkan.
▪ Hal ini juga diatur dalam konvensi ILO No. 183 / 2000 pasal 8 bahwa
sekembalinya ke tempat kerja, perusahaan dilarang melakukan
diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang baru saja kembali
setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya

serta mendapatkan gaji yang sama dengan gaji yang diterima
sebelum cuti melahirkan.

▪ Sejak 1 Januari 2014, penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Dan
perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota BPJS
Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2015. BPJS Kesehatan
memberikan pelayanan kesehatan bagi anggotanya termasuk
pemeriksaan kehamilan dan persalinan. BPJS menetapkan besaran tarif
persalinan normal di Faskes I sebesar Rp. 600.000. Jika biaya
persalinan normal lebih dari Rp 600.000, selebihnya peserta harus
membayar sendiri.
▪ Apabila perusahaan ternyata belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS
Kesehatan, maka perusahaan harus menanggung pelayanan kesehatan
pekerjanya sesuai manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan. Selain
tentunya ada sanksi administratif lain yang siap mengancam
perusahaan.

▪ Pasal 128 Undang - Undang No. 39/2009 tentang
Kesehatan

1. Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis
2. Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi
secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus
3. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diadakan di tempat kerja dan di tempat sarana umum

Lalu dimana Masalahnya?
▪ Rendahnya kesadaran pekerja perempuan akan hakhaknya
▪ Rendahnya kemauan pengusaha/perusahaan memenuhi
hak-hak pekerja perempuan
▪ Lemahnya dukungan dari serikat pekerja/buruh terkait hak
khusus pekerja perempuan
▪ Lemahnya pengawasan di tingkat dinas terkait
▪ Minimnya sosialisasi mengenai hak perlindungan
maternitas bagi perempuan pekerja

Apa yang bisa dilakukan?
▪ Meningkatkan kesadaran dan pemahaman hak maternitas

pada perempuan pekerja
▪ Mendorong serikat pekerja/buruh untuk memperjuangkan
pemenuhan hak perlindungan maternitas perempuan pekerja
ini seiring pemenuhan hak umum pekerja kepada perusahaan/
pengusaha
▪ Bersama serikat perkerja/buruh atau komponen masyarakat
lainnya mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk
peduli dan bergerak memenuhi hak perlindungan maternitas
▪ Perlu didorong penguatan fungsi pengawasan ketenagakerjaan
di masing-masing Kota/Kabupaten

▪ Memanfaatkan momentum pilkada untuk
meminta komitmen pada Cakada tidak hanya
pada persoalan meningkatkan upah minimum
tetapi juga komitmen untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja diantaraya dengan
optimalisasi perllindungan maternitas bagi pekerja
perempuan

Catatan khusus

▪ Secara regulasi pemenuhan hak maternitas perempuan pekerja bisa
dilakukan dengan membuat Undang-undang baru, menerbitkan PP, Permen
atau bahkan perda. Hanya perlu diingat bahwa banyak kajian dan
pertimbangan yang harus diambil sebagai konsekuensi dari setiap pilihan.
▪ Aceh adalah satu contoh. Berdasarkan Pergub No 49 Tahun 2016 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif melahirkan kebijakan yang memungkinkan
perempuan ASN mendapat cuti hamil dan melahirkan selama 6 bulan
▪ Ratifkasi konvensi ILO no 183 juga merupakan satu pilihan baik sepanjang
dapat terus didorong bersama kepada pemerintah
▪ FPKS sendiri terus meneguhkan komitmen untuk meningkatkan
kesejateraan pekerja termasuk mendukung pemberian cuti hamil dan
melahirkan selama 14 pekan dan termasuk yang mendukung program 14
hari cuti bagi ayah saat pilgub DKI lalu