BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengukuran Indeks Glikemik Cookies Tepung Talas Belitung (Xanthosoma Sagittifolium)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Masalah gizi merupakan masalah global yang terjadi di sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia. Indonesia masih dihadapkan pada masalah gizi ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Sampai saat ini permasalahan gizi kurang belum dapat diselesaikan namun permasalahan gizi lebih semakin meningkat. Tingginya prevalensi gizi kurang dapat menyebabkan turunnya imunitas tubuh dan meningkatnya penyakit infeksi. Sedangkan peningkatan prevalensi gizi lebih berdampak pada meningkatnya penyakit degeneratif.

  Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (DM), obesitas, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dll merupakan penyebab utama kematian di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Berdarkan laporan riskesdas (2013), prevalensi diabetes mellitus (DM) yang terdiagnosa dokter dengan gejala adalah 2,1% dari jumlah penduduk usia >15 tahun. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes care, 2004 dalam Depkes, 2009).

  Salah satu cara dalam penatalaksanaan permasalahan gizi lebih maupun gizi kurang adalah dengan cara pengaturan makan atau diet yang dapat dilakukan melalui pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan menggunakan konsep Indeks Glikemik. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), Konsep indeks glikemik (IG) menekankan pada pentingnya mengenal pangan (karbohidrat) berdasarkan kecepatannya menaikkan kadar glukosa darah setelah pangan tersebut dikonsumsi.

  1 Memilih makanan dengan IG rendah secara tidak langsung berarti mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Oleh karena itu, pengaturan diet dan pemilihan makanan dengan konsep IG juga mendukung upaya penganekaragaman makanan.

  Konsep IG berguna untuk membina kesehatan, mencegah obesitas, mengurangi resiko penyakit degeneratif dan memilih pangan untuk berolahraga. Pangan yang memiliki indeks glikemik rendah bermanfaat bagi orang yang sedang menurunkan berat badan dan bagi penyandang diabetes mellitus agar dapat mengontrol kadar glukosa darah sehingga tidak meningkat secara drastis. Pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi bermanfaat untuk menunjang penampilan dan daya tahan atlet (Rimbawan & Siagian 2004).

  Menurut Miller, dkk. (1991) dalam Rimbawan dan Siagiaan (2004), studi pemberian jangka-menengah pangan dengan IG rendah pada penderita diabetes menunjukkan bahwa pangan dengan IG rendah berhubungan dengan peningkatan pengendalian gula darah. Menurut Ludwig (2000), karbohidrat dengan indeks glikemik rendah dapat melindungi terhadap obesitas.

  Umbi-umbian merupakan salah satu bahan pangan alternatif sumber karbohidrat yang berpotensi memiliki indeks glikemik rendah. Menurut Ratnawati, dkk. (2012) sebagian penderita DM dan kelebihan berat badan sering berusaha menghindari konsumsi nasi dan menggantinya dengan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian. Menurut Nurcahya (2013), talas sebagai salah satu jenis umbi- umbian dapat digunakan sebagai pengganti nasi bagi penderita diabetes, karena talas mengandung serat dan protein yang cukup tinggi yang bisa menurunkan kadar glukosa darah.

  Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, talas belitung atau kimpul digunakan oleh sebagian orang sebagai salah satu sumber karbohidrat alternatif pengganti nasi bagi penderita diabetes. Biasanya kimpul diolah dengan cara direbus atau dikukus dan dijadikan sebagai alternatif pengganti nasi untuk sarapan pagi. Penggunaan talas belitung rebus/kukus sebagai alternatif pengganti nasi bagi penderita diabetes dianggap cukup efektif dalam mengendalikan kadar glukosa darah.

  Beberapa penelitian yang difokuskan untuk meneliti indeks glikemik umbi- umbian, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Utami (2008) yang menyatakan bahwa umbi suweg kukus memiliki nilai indeks glikemik sebesar 36 sedikit lebih tinggi dari umbi garut kukus yang memiliki nilai IG sebesar 32. Menurut Lukitaningsih (2012), umbi walur memiliki nilai indeks glikemik sangat rendah yaitu 16,9 kemudian diikuti umbi porang dengan nilai indeks glikemik sebesar 20,6 dan umbi gayong sebesar 20,8 sedangkan nilai indeks glikemik umbi uwi dan suweg masing-masing yaitu sebesar 23,1 dan 68,8.

  Berdasarkan data penelitian dari The University Of Sydney, nilai indeks glikemik talas (Colocasia esculenta) yaitu sebesar 54. Untuk coco yam (Xanthosoma.sp) yang dikupas, dipotong dadu, dan direbus selama 30 menit, nilai indeks glikemiknya yaitu sebesar 61. Sedangkan nilai indeks glikemik talas belitung (Xanthosoma sagittifolium) yaitu sebesar 63. Nilai indeks glikemik talas belitung (Xanthosoma sagittifolium) yang dikupas dan direbus selama 30 menit yaitu sebesar 50.

  Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, bahan pangan yang sama memiliki indeks glikemik berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan oleh varietas tanaman sumber pangan, pengolahan (misalnya penggilingan dan pemanasan), dan pemilihan pangan acuan (roti atau glukosa) (Rimbawan dan Siagian, 2004). Perbedaan nilai indeks glikemik pada satu bahan pangan juga dapat terjadi karena perbedaan metode pengujian yang dilakukan. Perbedaan dalam metode pengujian meliputi penggunaan berbagai jenis sampel darah (kapiler atau vena), periode waktu percobaan yang berbeda, dan bagian-bagian yang berbeda dari makanan (Foster-Powell, dkk., 2002).

  Dari beberapa jenis umbi-umbian yang ada di Indonesia, talas belitung atau kimpul (Xanthosoma sagittufolium) adalah jenis umbi yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. Pengolahan umbi talas belitung yang sangat sederhana seperti direbus, dikukus, dan digoreng mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi talas tersebut. Talas belitung atau kimpul (Xanthosoma sagittifolium) merupakan salah satu sumber pangan lokal alternatif sumber karbohidrat serta mengandung zat gizi lain seperti protein, lemak, dan serat. Menurut Slamet (1980) dalam Gardjito, dkk. (2013), kandungan energi pada 100 g talas belitung yaitu 145 kal, karbohidrat 34,2 g, protein 1,2 g, Lemak 0,4 g dan seratnya 1,5 g. Talas belitung juga mengandung vitamin C sebesar 2 mg dan kalsium 26 mg.

  Pemanfaatan talas dengan basis teknologi yang telah ada yakni talas telah diproses dalam bentuk tepung talas. Menurut Indrasti (2004), untuk mengurangi kandungan oksalat pada talas belitung, dilakukan perendaman dalam larutan garam dapur 3% selama 5 menit. Selain perendaman dalam larutan garam dapur juga dilakukan perendaman dengan larutan natrium bisulfit 0,3% selama 15 menit untuk mempertahankan warna tepung dan mutu selama penyimpanan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrasti (2004), peneliti melakukan proses pembuatan tepung talas belitung sesuai dengan yang dilakukan oleh Revitriani (2013), dimana untuk mengurangi kandungan oksalat pada umbi talas belitung dilakukan perendaman pada larutan garam dapur 30% selama ± 30 menit.

  Salah satu produk olahan tepung talas yaitu dalam bentuk cookies. Adapun pemilihan cookies sebagai bentuk makanan kesehatan adalah karena mempunyai masa simpan yang lama, mudah dibawa (praktis), dan juga umumnya disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Menurut Indrasti (2004), kandungan kimia pada

  cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung yaitu kadar karbohidrat

  65,51%, kadar air berkisar 2,20%, kadar abu 3,26%, kadar lemak 24,14%, dan kadar protein 6,99%. semakin tinggi kandungan tepung talas belitung dalam cookies maka semakin rendah kandungan proteinnya.

  Berdasarkan uji organoleptik cookies tepung talas belitung yang dilakukan oleh Indrasti (2004), cookies dengan kandungan 40% tepung talas belitung masih dapat diterima oleh panelis dari segi rasa dan warna. Aroma cookies dengan penambahan 60% tepun talas belitung tidak berbeda dengan cookies standar tanpa tepung talas belitung. Untuk parameter tekstur, penambahan 20% tepung talas belitung dianggap sama dengan cookies standar. Dengan demikian secara organoletik penambahan tepung talas dalam pembuatan cookies dapat dilakukan sampai 40%.

  Pembuatan cookies dari campuran tepung terigu dan tepung talas belitung diharapkan dapat menambah keanekaragaman pangan dan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan pangan impor seperti terigu sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan nasional.

  Penelitian mengenai nilai indeks glikemik pangan saat ini telah banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Namun, kajian mengenai nilai indeks glikemik dari olahan pangan lokal alternatif sumber karbohidrat seperti umbi talas masih terbatas. Berdasarkan hal ini penulis tertarik untuk meneliti indeks glikemik cookies tepung talas belitung (Xanthosoma sagittifolium).

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaiman nilai indeks glikemik cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung (xanthosoma sagittifolium).

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Mengetahui nilai indeks glikemik produk olahan cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung (xanthosoma sagittifolium).

  1.3.2 Tujuan Khusus

  Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui kandungan karbohidrat-amilosa, kadar abu, kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein cookies dengan penambahan 40% tepung talas belitung (xanthosoma sagittifolium ).

1.4 Manfaat Penelitian

  Memberikan informasi mengenai nilai indeks glikemik yang terdapat dalam produk olahan dari talas belitung (Xanthosoma sagittifolium). Sehingga dapat menambah referensi makanan dengan nilai indeks glikemik.