Latar Belakang - Analisis Kesehatan Pohon dan Simpanan Karbon di Jalur Hijau Kota Binjai

PENDAHULUAN Latar Belakang

  Kota merupakan suatu tempat dimana terdapat konsentrasi penduduk dengan pusat aktivitasnya seperti industri, perdagangan, pendidikan dan jasa.

  Dengan jumlah penduduk yang relatif besar menuntut tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Kebutuhan akan sarana dan prasarana dapat terpenuhi dengan pembangunan, baik fisik maupun non fisik, yang intensitasnya akan terus meningkat.

  Penurunan kualitas lingkungan perkotaan ditandai dengan semakin meningkatnya pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, limbah rumah tangga, dan aktivitas industri yang mengemisikan gas-gas seperti CO2 dan logam berat (Pb). Hal-hal tersebut dapat memperburuk dampak pemanasan global.

  Salah satu pendekatan penting dalam mengantisipasi terjadinya penurunan kualitas lingkungan di Kota Binjai adalah melakukan penanaman pohon dengan jenis-jenis yang mampu menyerap karbondioksida (CO2) dalam kadar yang tinggi sekaligus tahan terhadap tekanan fisik.

  Pembangunan yang lebih mengarah pada pembangunan fisik telah menyampingkan keberadaan ruang terbuka hijau, khususnya jalur hijau jalan. Hal ini mempengaruhi kondisi fisik yang ada pada pohon dengan terlihatnya berbagai gejala kerusakan secara fisik dan visual.

  Kesehatan pohon perlu dijaga karena jika terjadi kerusakan pada pohon baik penyakit maupun mekanik dapat menyebabkan penurunan kemampuan pohon dalam menyerap karbon dan jenis polusi lainnya yang akan berdampak pada kualitas lingkungan. Oleh sebab itu pengembangan, penggelolaan, dan pemeliharaan jalur hijau harus di tangani dengan serius terutama pada lingkungan perkotaan.

  Jenis pohon yang ditanami di jalur hijau juga menentukan kualitas lingkungan. Jika pohon yang ditanam sesuai dengan kriteria untuk kawasan jalur Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan perhitungan atau analisis biomassa, simpanan karbon dan serapan CO

  2 tanaman di jalur hijau jalan Kota

  Binjai dan mengidentifikasi kesehatan pohon yang ditanam pada jalur hijau kota dalam perannya sebagai jasa lingkungan.

  Tujuan Penelitian 1.

  Mengidentifikasi jenis-jenis tanaman yang ada di jalur hijau jalan Kota Binjai.

  2. Menganalisis potensi nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada jenis tanaman dan jalur hijau jalan Kota Binjai.

  3. Mengidentifikasi kesehatan pohon pada jalur hijau jalan kota Binjai.

  Manfaat Penelitian

  

1. Memberikan informasi mengenai kondisi jalur hijau jalan dalam menyerap

  CO 2 di Kota Binjai.

  2. Sebagai dasar pertimbangan bagi pengambilan keputusan dan kebijakan

  dalam penentuan jenis dan luas jalur hijau jalan selanjutnya 3. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian di lokasi yang sama.

TINJAUAN PUSTAKA

  Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi seperti jalur hijau, taman kota, pekarangan, lahan pertanian dan hutan yang banyak dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, rekreasi juga industri. Berkurangnya tutupan lahan yang bervegetasi akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Sebagaimana diketahui vegetasi dapat melakukan proses fotosintesis dengan merubah CO menjadi O dan gula. Gas CO dari buangan

  2

  2

  2

  kendaraan bermotor dan industri akan dirubah kembali melalui proses fotosintesis menjadi O

  2 . Namun, bila vegetasi semakin berkurang, dan disertai dengan

  peningkatan jumlah CO

  2 maka akan mengakibatkan polusi udara yang akhirnya menyebabkan pemanasan global (Lestari et al, 2005).

  Menurut Kovack (1992) dalam Karliansyah (1999), salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Kemampuan masing-masing tumbuhan untuk menyesuaikan diri berbeda-beda sehingga menyebabkan adanya tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka. Tingkat kepekaan tumbuhan ini berhubungan dengan kemampuannya untuk menyerap CO dan logam berat. sehingga tumbuhan adalah

  2

  bioindikator pencemaran yang baik. Dengan demikian daun merupakan organ tumbuhan sebagai bioindikator yang paling peka terhadap pencemaran.

  Pohon Angsana (Pterocarpus indicus Willd) dan pohon Glodogan (Polyalthia longifolia Bent & Hook. F) merupakan jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai tanaman peneduh jalan. Hal ini karena kedua jenis tanaman tersebut memiliki akar yang dapat bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran kendaraan, mudah tumbuh di daerah panas dan tahan terhadap angin sehingga cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan yang akan dapat menyerap unsur pencemaran (Antari, 2002).

  Ruang Terbuka Hijau

  RTH atau ruang terbuka hijau sendiri didefinisikan sebagai area memanjang, jalur, dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, dan merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam. Proporsi luas ruang terbuka hijau pada kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau 30 % tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, meningkatkan ketersediaan udara bersih bagi masyarakat dan juga meningkatkan nilai estetika kota (UU No. 26 tahun 2007).

  Fungsi utama ruang terbuka hijau yaitu fungsi ekologis untuk menjamin sistem sirkulasi udara kota, pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyerap polutan, habitat satwa, dan penahan angin. Ruang terbuka hijau selain memiliki fungsi ekologis juga memiliki fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika. RTH juga memiliki fungsi sosial budaya dan fungsi ekonomi. Ruang terbuka hijau juga berfungsi untuk memperindah lingkungan kota dan menciptakan keseimbangan dan keserasian suasana pada area yang terbangun dan tidak terbangun (Peraturan Menteri No. 05 Tahun 2008).

  Hutan Kota dan Jasa Lingkungan

  Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Ini dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan (Nazaruddin, 1996).

  Secara umum bentuk hutan kota adalah :

  1. Jalur Hijau, berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan.

  2. Taman Kota, diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

  3. Kebun dan Halaman, jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.

  4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang, dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

  5. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut (Dahlan, 1992).

  Peran hutan kota sebagai jasa lingkungan adalah: 1. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara, daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap partikel dalam daun yang mempunyai permukaan halus.

  2. Penyerap Partikel Timbal, kendaraan bermotor merupakan sumber utama 3.

  Penyerap Debu Semen, sejumlah tanaman dapat dimanfaatkan untuk pengembangan Hutan Kota karena memiliki ketahanan tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan tinggi dalam menyerap (absorpsi) debu Semen.

  4. Peredam Kebisingan, dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%; 5. Mengurangi Bahaya Hujan Asam; pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsure diantaranya ialah Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula

  6. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen yaitu damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina);

  7. Tinggi dan lebar jalur Hutan Kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik. Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa Hutan Kota.

  8. Penapis Cahaya Silau; keefektifan pohon dalam meredam dan melemahkan cahaya bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya 9. Sebagai Habitat Burung; masyarakat moderen kini cenderung kembali ke alam

  (back to nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami perkotaan adalah burung. (REDD Indonesia, 2013).

  Jalur Hijau Jalan

  Jalur hijau adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling luar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktifitas/kegiatan yang menimbulkan polusi (Anggraeni, 2005).

  Terdapat beberapa struktur pada jalur hijau jalan yaitu daerah sisi jalan, median jalan, maupun pulau lalu lintas (traffic islands). Daerah sisi jalan adalah daerah yang berfungsi untuk keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan, kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan dan melindungi bentukan alam (Rudianto, 2008).

  Vegetasi merupakan faktor penting dalam lingkungan sehingga pemilihan vegetasi harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan karakteristik vegetasi yang ditanam, terutama untuk penanaman jalur hijau di lingkungan perkotaan yang berada di lingkungan yang penuh polusi dan keadaan yang kurang mendukung. Pemilihan tanaman untuk suatu lanskap harus memperhatikan aspek agronomis, arsitektural tanaman dan nilai identitas tertentu, misalnya tanaman langka, unik, eksklusif dan lainnya (Nurisjah, 1991).

  Menurut Fandeli (2004) penanaman pohon untuk kawasan jalur hijau harus sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Karakteristik tanaman: struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak menggangu pondasi Kecepatan tumbuhnya bervariasi 3. Dominan jenis tanaman tahunan 4. Berupa tanaman lokal, dan tanaman budidaya 5. Jarak tanam setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.

  Pohon sebagai Penyerap CO2

  Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan keseluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah dan Rahayu, 2007).

  Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan

  Tingginya potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya. Tipe hutan dengan komposisi jenis pohon yang mempunyai berat jenis tinggi akan mempunyai potensi simpanan yang cenderung lebih tinggi daripada tipe hutan dengan kerapatan tinggi tetapi jenis pohonnya mempunyai berat jenis rendah. Pengukuran biomassa memberikan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan karbon yang tersimpan dalam tanaman pada umur tertentu di areal tertentu juga (Maulana, 2009).

  Karakteristik dan Kesehatan Pohon

  Vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan diperkotaan. Selain merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, mengurangi pantulan cahaya, seta mengurangi bau. Kumpulan bunga dan dedaunan yang memberikan aroma sedap berguna untuk mengurangi bau busuk. Daun dan ranting-ranting mampu memperlambat aliran angin dan curahan hujan. Akar yang menjalar akan menahan erosi tanah, baik oleh air hujan maupun oleh angin. Daun yang tebal berguna untuk menghalangi cahaya. Daun-daun yang tipis untuk menyaring cahaya serta ranting-ranting berduri untuk menghalangi gerak-gerik manusia.

  (Zoer’aini, 2007).

  Pohon yang tumbuh sehat pada jalur hijau kota menampilkan sifat fisik yang diinginkan sesuai desain penanaman, ditentukan oleh faktor (1) pemilihan tanaman, (2) metode penanaman, dan (3) pengelolaan pemeliharaan tanaman toleran dengan lingkungan tempat penanaman. Metode penanaman yang benar akan menyiapkan tempat yang menjamin dengan baik pertumbuhan akar dan tajuk. Pemeliharaan yang tepat akan menjamin pertumbuhan dengan kecepatan yang normal, terhindar dari gangguan hama penyakit dan vandalisme. Sebaliknya jika faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan tersebut tidak tepat, maka tanaman akan tumbuh lamban, tidak menampilkan sifat fisik yang diinginkan, dan bahkan tanaman akan sewaktu waktu tumbang (Nasrullah, 2005).

  Menurut Dahlan (1992), luka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: a) luka yang terbatas hanya pada kulit luar saja dan b) luka yang terjadi pada kulit luar, kulit dalam dan juga luka pada kayu gubal dan kayu teras. Semua bentuk dan ukuran luka dapat berfungsi sebagai tapak infeksi, mulai dari luka yang ditimbulkan oleh serangga makroskopik sampai luka karena aktivitas pemotongan batang serta cabang. Banyak patogen yang memanfaatkan luka sebagai tapak infeksi alternative dan mengambil keuntungan melalui jaringan yang menjadi rentan.

  Beberapa jenis tanaman pelindung yang biasa ditanam di sisi kanan kiri jalan ataupun ditengah terbagi menjadi 3 bagian yaitu jenis pohon besar, jenis pohon sedang dan jenis pohon kecil. Jenis pohon besar yaitu kenari (Canarium

  

vulgare ), mahoni (Swietenia mahagoni), angsana (Pterocarpus indicus), palem

  raja (Oreodoxa regia), saga (Adenanthera pavoninna), asam jawa (Tamarindus

  

indica ), dan bungur (Lagestroemia londonii). Jenis pohon sedang yaitu glodogan

  biasa atau tiang (Polyalthia longifolia), kupu-kupu (Bauhinia blakeana), kiara payung (Filicium decipiens), tanjung (Mimusosp elengi), cemara kipas (Thuja

  

occidentalis ), dan biola cantik (Ficus lyrata). Sedangkan jenis pohon kecil yaitu

putri (Vitsia merini) dan pinang (Areca cathecu) (Nazaruddin, 1996).

  Pemeliharaan Pohon

  Pemeliharaan pohon dibedakan dalam dua bagian, yaitu pemeliharaan umum dan pemeliharaan khusus terhadap pohon yang tidak normal. Pemeliharaan umum mencakup pemindahan tanaman, pemupukan, pemangkasan, perlakuan terhadap luka, penambalan lubang pohon, penguatan dan pengawatan, sedangkan pemeliharaan khusus meliputi diagnosis terhadap pohon, kontrol hama dan penyakit, penyiraman, kontrol kerusakan dan sebagainya (Pirone, 1972).

  Tingkat pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan intensif, semi intensif, dan eksktensif. Jalur hujau jalan termasuk kedalam tingkatan semi intensif seperti 1) penyiangan, pengendalian gulma, 2) penggemburan tanah, pengaerasian tanah, 3) penyiraman, irigasi, 4) pemupukan, 5) penyulaman tanaman, 6) pengendalian hama dan penyakit (Arifin, 2002).

  Pendugaan Biomassa dan Karbon

  Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in

  situ ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk

  masing-masing metode di atas, persamaan alometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan alometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan alometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standar ini dapat mengakibatkan galat (eror) yang (Australian Greenhouse Office, 1999).

  Mengukur biomassa dan karbon pohon perkotaan didasarkan pada persamaan umum biomassa alometrik. Model statistik juga dapat digunakan untuk lebih memahami pengaruh biofisik kayu pohon perkotaan dan penyerapan karbon serta untuk menilai keakurasian model simpanan karbon (Timilsina et al, 2014).

  Metode alometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara proporsional (Parresol, 1999).

  Penetapan persamaan alometrik yang akan dipakai dalam pendugaan biomassa merupakan tahapan penting proses pendugaan biomassa. Setiap persamaan alometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan demikian, pemakaian suatu persamaan yang dikembangkan di suatu lokasi tertentu, belum tentu cocok apabila diterapkan di daerah lain. Sebagai contoh, persamaan-persamaan yang dikembangkan di daerah beriklim sedang (temperate) yang komposisi vegetasinya cenderung homogen, akan kurang tepat apabila diterapkan di daerah tropika yang variasi spesiesnya tinggi, persamaan yang dikembangkan di daerah lembab/basah juga tidak cocok bila diterapkan di daerah kering atau sebaliknya (Sutaryo, 2009).

  Keuntungan menggunakan persamaan umum yang distratifikasi misalnya berdasarkan zona ekologi atau kelompok spesies adalah kecenderungan bahwa persamaan tersebut disusun dengan jumlah sample pohon yang banyak dan dengan rentang diameter yang besar, hal ini akan meningkatkan presisi dari persamaan yang mencakup pohon-pohon dengan diameter besar terutama pada hutan yang tumbuh sempurna (mature) karena proporsi terbesar biomassa terkandung pada pohon dengan diameter besar; Sekitar 30 hingga 40% biomassa atas permukaan ditemukan pada pohon pada diameter >70 cm (Brown, 1997).

  Hasil-Hasil Penelitian yang Terkait

  Penelitian yang dilakukan oleh Purwasih (2013) di Jalur Hijau Jalan Kota Medan memberikan hasil bahwa potensi serapan karbon yang dimiliki oleh hutan kota bentuk jalur hijau berkisar antara 4,38 Ton CO2/Ha hingga 137,59 Ton CO2/Ha.

  Penelitian yang dilakukan oleh Laengge (2012) untuk biomassa tanaman penghijauan angsana (Pterocarpus indicus Willd) di jalur hijau jalan kota Manado memberikan hasil pendugaan biomassa tanaman penghijauan angsana di Jalan Sam Ratulangi menunjukkan nilai rata-rata adalah 252,12 kg, sedangkan di Jalan Toar sebesar 230,93 kg. Besarnya kandungan biomassa berdasarkan diameter dan tinggi pohon angsana di Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Toar disebabkan oleh besarnya ukuran diameter batang dan tinggi tanaman itu sendiri. Seperti yang diketahui, biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, di mana biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik melalui fotosintesis.

  Penelitian yang dilakukan oleh Rusdianto (2008) sistem informasi pohon pada jalur hijau jalan di kota Bogor studi kasus jalan pajajaran memberikan hasil jalur hijau jalan Pajajaran memiliki peringkat kerusakan HPT dan kerusakan mekanik yang masih sangat sedikit ini terlihat pada total kerusakan HPT dan sebesar 80,0 %.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih dan Suhesti (2010) di hutan kota Pekanbaru memberikan hasil bahwa potensi rata-rata biomassa yang dimiliki oleh hutan kota bentuk jalur adalah 122,07 Ton/Ha sedangkan bentuk gerombol adalah 151,02 Ton/Ha. Perbedaan biomassa per hektarnya pada dua bentuk hutan kota disebabkan oleh perbedaan tingkat kerapatan pohon per hektarnya. Perbedaan kandungan karbon disebabkan adanya perbedaan kerapatan, diameter, tinggi pohon dan faktor lingkungan, dimana semua faktor ini berkorelasi positif dengan potensi karbon tegakan per hektar.