Analisis Kualitas Pohon di Beberapa Jalur Hijau Kota Pematangsiantar

ANALISIS KUALITAS POHON DI BEBERAPA JALUR HIJAU
KOTA PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

Oleh:
ANNIE N HUTAGALUNG
111201077/ BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

ABSTRAK
ANNIE NOVRI HUTAGALUNG: Analisis Kualitas Pohon Di Beberapa Jalur
Hijau Kota Pematangsiantar. Dibimbing oleh DELVIAN dan DENI ELFIATI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pohon dan kualitas pohon
yang terdapat di 5 jalur hijau kota Pematangsiantar. Penelitian ini dilakukan di
sepanjang jalan Medan, jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta sembiring, jalan
Ahmad yani dan jalan D.I Panjaitan.Penelitian ini menggunakan metode sensus

dan metode skoring.Penilaian yang dilakukan yaitu kesehatan pohon mencakup
kesehatan batang dan tajuk, kemudian teknis pohon mencakup ancaman terhadap
bangunan, ancaman terhadap jalan, trotoar dan drainase, dan ancaman terhadap
kabel listrik dan telepon.
Hasil penelitian menunjukkan jenis pohon yang dijumpai di jalur hijau
sebanyak 9 pohon.Pohon yang paling banyak dijumpai adalah pohon mahoni
(Swietenia mahagoni).Kualitas pohon di 5 jalur hijau bila ditinjau dari kesehatan
pohon masuk dalam kategori ringan, dan untuk teknis pohon masuk dalam
kategori sedang.Kualitas pohon yang paling bagus terdapat pada jalan Ahmad
yani sementara kualitas pohon yang paling rendah terdapat pada jalan Rakutta
sembiring. Hal ini dibuktikan dari nilai kumulatif≥2,5 jalan Rakutta sembiring
memiliki persentase paling tinggi yaitu 14,93%.
Kata kunci :Jalur hijau, jenis pohon, kualitas pohon.

i

ABSTRACT
ANNIE NOVRI HUTAGALUNG: Tree quality analysis on some green belt in
Pematangsiantar. Supervised by DELVIAN and DENI ELFIATI.
This study aims to determine the tree species and quality of trees were

found on five green belt in Pematangsiantar. This study was carried out along the
Medan road, Sisingamangaraja road, Rakutta sembiring road, Ahmad yani road
and D. I Panjaitan road.this research uses census method and scoring method.
Assessment conducted of tree health involved trunk health and crown health,and
then the technical trees involved threat to buildings, threats to roads, sidewalks
and drainage, and threats to electric and telephone wires.
Results showed that tree species found in five green belt as much as nine
trees. The trees most often found are mahogany (Swietenia mahogani). The
quality of trees in five green belt when viewed from the tree health included in
light category, and from technical trees included in moderate category. The most
good quality tree located on Ahmad yani street, while the most low quality trees
are on the Rakutta sembiring street. This is indicated from the cumulative value
≥2,5 on Rakutta sembiring road has the highest percentage that is 14,93 %.
Keywords: Green belt, tree species, tree quality.

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas
segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Pohon di Beberapa Jalur Hijau Kota
Pematangsiantar”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pohon dan
kualitas pohon yang terdapat di 5 jalur hijau kota Pematangsiantar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
Dr.

Delvian,

SP,

MP

selaku

ketua

komisi

terima kasih kepada
pembimbing,


kepada

Dr. Deni Elfiati, SP, MPselaku anggota pembimbing, kepada orang tua dan
kepada teman–teman atas waktu, bimbingan, arahan, doa, dukungan, dan
kesabarannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun agar penelitian ini berjalan dengan
baik. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau .............................................................................
Jalur Hijau ..............................................................................................
Kualitas Pohon .......................................................................................
Pemeliharaan Tanaman Pada Jalur Hijau ..............................................

5
8
14
16

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 21
Bahan dan Alat ....................................................................................... 21
Metode Penelitian .................................................................................. 21
Kriteria Kesehatan Pohon................................................................ 21
Kriteria TeknisPohon ...................................................................... 23
Prosedur Penelitian ................................................................................. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Jenis Pohon di Jalur Hijau Kota Pematangsiantar ................. 27
Kualitas Pohon ...................................................................................... 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................. 41
Saran ...................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA

iv

DAFTAR TABEL
Hal
1. Total jenis dan jumlah pohon di 5 jalur hijau ........................................ 27
2. Total kualitas pohon di 5 jalur hijau yang memiliki nilai

kumulatif ≥2,5 ....................................................................................... 33
3. Total keseluruhan kualitas pohon ........................................................... 36

v

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Lampiran 1 kualitas pohon yang terdapat di 5 jalur hijau ..................... 42
2. Lampiran 2 jenis pohon yang terdapat di 5 jalur hijau ......................... 47

vi

ABSTRAK
ANNIE NOVRI HUTAGALUNG: Analisis Kualitas Pohon Di Beberapa Jalur
Hijau Kota Pematangsiantar. Dibimbing oleh DELVIAN dan DENI ELFIATI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pohon dan kualitas pohon
yang terdapat di 5 jalur hijau kota Pematangsiantar. Penelitian ini dilakukan di
sepanjang jalan Medan, jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta sembiring, jalan
Ahmad yani dan jalan D.I Panjaitan.Penelitian ini menggunakan metode sensus
dan metode skoring.Penilaian yang dilakukan yaitu kesehatan pohon mencakup

kesehatan batang dan tajuk, kemudian teknis pohon mencakup ancaman terhadap
bangunan, ancaman terhadap jalan, trotoar dan drainase, dan ancaman terhadap
kabel listrik dan telepon.
Hasil penelitian menunjukkan jenis pohon yang dijumpai di jalur hijau
sebanyak 9 pohon.Pohon yang paling banyak dijumpai adalah pohon mahoni
(Swietenia mahagoni).Kualitas pohon di 5 jalur hijau bila ditinjau dari kesehatan
pohon masuk dalam kategori ringan, dan untuk teknis pohon masuk dalam
kategori sedang.Kualitas pohon yang paling bagus terdapat pada jalan Ahmad
yani sementara kualitas pohon yang paling rendah terdapat pada jalan Rakutta
sembiring. Hal ini dibuktikan dari nilai kumulatif≥2,5 jalan Rakutta sembiring
memiliki persentase paling tinggi yaitu 14,93%.
Kata kunci :Jalur hijau, jenis pohon, kualitas pohon.

i

ABSTRACT
ANNIE NOVRI HUTAGALUNG: Tree quality analysis on some green belt in
Pematangsiantar. Supervised by DELVIAN and DENI ELFIATI.
This study aims to determine the tree species and quality of trees were
found on five green belt in Pematangsiantar. This study was carried out along the

Medan road, Sisingamangaraja road, Rakutta sembiring road, Ahmad yani road
and D. I Panjaitan road.this research uses census method and scoring method.
Assessment conducted of tree health involved trunk health and crown health,and
then the technical trees involved threat to buildings, threats to roads, sidewalks
and drainage, and threats to electric and telephone wires.
Results showed that tree species found in five green belt as much as nine
trees. The trees most often found are mahogany (Swietenia mahogani). The
quality of trees in five green belt when viewed from the tree health included in
light category, and from technical trees included in moderate category. The most
good quality tree located on Ahmad yani street, while the most low quality trees
are on the Rakutta sembiring street. This is indicated from the cumulative value
≥2,5 on Rakutta sembiring road has the highest percentage that is 14,93 %.
Keywords: Green belt, tree species, tree quality.

ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.Dalam
kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota

didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada
kenyataaannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi.
Manusia dapat mencatat dan menganalisanya dari berbagai perspektif seperti
moral, sejarah manusia, hubungan timbal balik antara manusia dengan habitatnya,
pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan politik, dan berbagai kenyataan dari
kehidupan manusia (Zoer’aini, 2007)
Dampak dari pembangunan kota yang tidak berwawasan lingkungan pada
umumnya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung
lingkungan. Kegiatan pembangunan seharusnya berkelanjutan dan mengacu pada
kondisi alam.Tumbuh-tumbuhan dapat menyerap hasil pencemaran udara berupa
karbon dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2). Tumbuh-tumbuhan akan
menghisap dan mengurangi polutan, dengan melepaskan gas oksigen maka akan
mengurangi jumlah polutan di udara. Semakin banyak tumbuh-tumbuhan ditanam
-sebagai paru-paru kota- maka kualitas udara akan semakin sehat sehingga akan
mendukung program penghijauan (Sunu, 2001).
Menurut

Dahlan

(1992)Pembangunan


kota

sering

lebih

banyak

dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan
oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan kota pada saat ini
mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga

1

menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan banyak dialihfungsikan menjadi
pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain.
Ruang terbuka hijau (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai
tumbuh-tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu
dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan
yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status
penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan
tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan

penutup tanah lainnya),

sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap
dan

penunjang

fungsi

ruang

terbuka

hijau

yang

bersangkutan

(Purnomohadi, 1995).
Soriaatmaja (1991) dalam Hakim (2002) menyatakan bahwa peranan dan
posisi tumbuhan di perkotaan tidak hanya bertahan pada fungsi produktifnya
dipandang dari nilai ekonomis, fungsi estetis dan segi arsitektural, melainkan juga
meluas pada fungsi ekologisnya seperti : perubahan iklim makro, pencemaran
udara, variasi naik turunnya suhu, penyilauan sinar, pengikisan tanah, penahan
angin dan penghalang pandangan kumuh.
Pada umumnya ruang terbuka hijau didominasi oleh tanaman dan
tumbuhan, dimana unsur ini banyak berpengaruh terhadap kualitas udara
perkotaan. Tanaman dapat menciptakan iklim makro yaitu adanya penurunan suhu
sekitar, kelembaban yang cukup dan kadar O2 yang bertambah. Hal ini karena ada
proses asimilasi dan evapotranspirasi dari tanaman disamping itu, tanaman juga

2

menyerap/ mengurangi CO2 yang dihasilkan kendaraan bermotor, industri dan
sebagainya (Hakim, 2002).
Adanya peranan pohon dalam mengarbsorbsi berbagai jenis pohon hutan,
maka di wilayah perkotaan telah dikembangkan Ruang Terbuka Hijau. Namun,
perlu dilakukan penelitian mengenai kualitas pohon yang ada di ruang terbuka
hijau tersebut, sehingga pemeliharaan dan perawatan ruang terbuka hijau dapat
dilakukan untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan. Menurut Dahlan (2002),
bahwa kualitas tegakan pohon perlu diteliti secara berkala agar dapat diketahui
perlakuan apa yang perlu diberikan, supaya pohon dalam keadaan yang selalu
baik.
Pembangunan yang lebih mengarah pada pembangunan fisik telah
meminimalkan keberadaan ruang terbuka hijau, khususnya jalur hijau jalan.Hal
ini sangat mempengaruhi kualitas pada pohon-pohon tersebut, yang dapat kita
lihat melalui berbagai gejala kerusakan pohon seperti batang dan tajuk yang tidak
sehat serta keberadaan pohon yang menjadi ancaman di lingkungan tempat
tumbuhnya.
Kesehatan pohon-pohon tersebut perlu dijaga karena jika terjadi kerusakan
pada pohon seperti kerusakan pada batang dan tajuk, maka dapat menyebabkan
penurunan kemampuan pohon dalam menyerap karbon dan jenis polusi lainnya
yang akan berdampak pada kualitas lingkungan. Manfaat pohon sebagai peneduh,
pemecah angin maupun penahan silau juga akan terganggu apabila kualitas pohon
tersebut rendah.Oleh karena itu pengelolaan dan pemeliharaan di areal jalur hijau
harus di tangani dengan serius terutama pada lingkungan perkotaan.

3

Penghijauan merupakan salah satu upaya yang saat ini perlu dilakukan
untuk

mengimbangi

pembangunan

yang

berlebihan

di

wilayah

perkotaan.Penghijauan yang banyak dijumpai biasanya dalam bentuk jalur hijau,
yaitu penanaman pohon di ruas jalan baik itu di sebelah kiri jalan, sebelah kanan
jalan maupun bagian tengah jalan.Penghijauan di jalur hijau dengan pepohonan
harus memberi dampak yang positif dan tidak mengganggu pengguna
jalan.Kondisi pepohonan harus dalam keadaan baik dan sehat agar memberi
kenyamanan bagi pengguna jalan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
kualitas pohon di kawasan jalur hijau tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi jenis pohon yang berada di jalur hijau sepanjang Jalan
Asahan, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan
Medan, Jalan D.I Panjaitan yang berada di kota Pematangsiantar.
2. Menilai kualitas pohon yang berada di jalur hijau sepanjang Jalan
Asahan, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan
Medan, Jalan D.I Panjaitan yang berada di kota Pematangsiantar,
Sumatera Utara.
3. Menentukan pohon yang harus dipertahankan dan yang ditebang
berdasarkan penilaian kualitas pohon-pohon di jalur hijau.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :

4

1. Memberikan informasi mengenai jenis pohon di jalur hijau sepanjang
Jalan Asahan, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan
Medan, Jalan D.I Panjaitan yang berada di kota Pematangsiantar.
2. Menganalisis kualitas pohon dari segi kesehatan pohon di jalur hijau
sepanjang Jalan Asahan, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta
Sembiring, Jalan Medan, Jalan D.I Panjaitan yang berada di kota
Pematangsiantar.
3. Menganalisis kualitas pohon dari segi teknis di jalur hijau sepanjang
Jalan Asahan, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan
Medan, Jalan D.I Panjaitan yang berada di kota Pematangsiantar.
4. Memberikan masukan bagi pihak pengelolaan Pertamanan kota
Pematangsiantar tentang kualitas pohon yang berada di jalur hijau yaitu
pohon mana yang layak untuk dipertahankan dan pohon mana yang
akan dilakukan penebangan di sepanjang Jalan Asahan, Jalan
Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan Medan, Jalan D.I
Panjaitan yang berada di kota Pematangsiantar.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang

tumbuh

secara

alamiah

maupun

yang

sengaja

ditanam

(Pedoman dan Pemanfaatan RTH di kawasan Perkotaan, 2008).
Dalam ketentuan Intruksi Menteri dalam negeri no 14 tahun 1988 tentang
Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)
merupakan titik berat dari ruang terbuka kota yang diwujudkan dalam bentuk
taman, jalur hijau, hutan kota, lapangan dan pekarangan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa RTHK adalah ruang-ruang yang terdapat dalam kota baik berupa
koridor/ jalur maupun area/penghubung/tempat pemberhentian dimana unsur hijau
atau vegetasi yang alami dan sifat ruang yang terbuka lebih dominan (Hakim,
2002)
Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi sebagai berikut:
A. Fungsi utama (intrinsik) yaitu:
1) Fungsi ekologis yaitu memberi jaminan pengadaan RTH menjadi
bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota)
2) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancar
3) Sebagai peneduh
4) Penghasil oksigen
5) Penyerap air
6) Penyerap polutan dari media udara, air dan tanah
6

7) Penahan angin
B. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1) Fungsi sosial dan budaya yang menggambarkan ekspresi budaya lokal
2) Merupakan media komunikasi warga kota
3) Tempat rekreasi
4) Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
alam
C. Fungsi ekonomi yaitu :
1) Sumber produk yang dapat dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun,
sayur mayur
2) Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain.
D. Fungsi estetika yaitu :
1) Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro seperti halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro
yaitu lansekap kota secara keseluruhan
2) Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota
3) Pembentuk faktor keindahan arsitektural
4) Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak
terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama diatas dapat dikombinasikan
sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti
perlindungan

tata

air,

keseimbangan

ekologi

dan

konservasi

(Pedoman dan Pemanfaatan RTH di kawasan Perkotaan, 2008).

7

hayati

Dalam Irwan (2008) mengelompokkan ruang terbuka hijau berdasarkan
bentuk, yaitu sebagai berikut :
1. Jalur yaitu komunitas vegetasinya tumbuh mengikuti jalur bentukan alam
(seperti pantai, sungai dan lembah) dan bentukan manusia (seperti jalan dan
saluran).
2. Menyebar yaitu komunitas vegetasinya tumbuh menyebar berupa rumpun atau
gerombol kecil seperti yang tumbuh di pekarangan atau halaman-halaman
bangunan maupun yang ditanam pada lahan sisa dan median jalan.
3. Bergerombol atau menumpuk yaitu komunitas vegetasinya terkonsentrasi di
suatu tempat dengan paling sedikit 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak
beraturan yang tumbuh seperti bentukan hutan alam.
Jalur Hijau
Green belt atau jalur hijau adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan
pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada
di sekeliling luar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktifitas/kegiatan yang
menimbulkan polusi (Anggraeni, 2005).Menurut peraturan Menteri Pekerjaan
Umum tentang Pedoman dan Pemanfaatan RTH di kawasan Perkotaan (2008)
Jalur hijau adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang
terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang
pengawasan jalan (RUWASJA).Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen
lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Penyebab kurangnya luasan jalur hijau area di kota-kota besar secara
umum adalah: 1) industrialisasi, 2) pembangunan ekonomi yang tidak terencana
dengan

baik,

3)

tidak

adanya

mekanisme

8

kontrol

yang

baik

untuk

mempertahankan jalur hijau dan 4) daya dukung lingkungan yang sudah
berkurang memperburuk kondisi perkotaan (Basri, 2009).
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan.
Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan dua hal, yaitu
fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis
tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat
evapotranspirasi rendah (Tutur, 2011).
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan (2008)
menyebutkan bahwa sabuk hijau atau jalur hijau merupakan RTH yang berfungsi
sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu
dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari
faktor lingkungan sekitarnya.
Jalur hijau unsur utamanya berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi
sebagai pembersih atmosfir dengan menyerap polutan yang berupa gas dan
partikel melalui daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup yang
menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi dan
atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara dapat meningkat
dengan pelepasan oksigen di udara (Shannigrahi et al,2003).
Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996) tentang tata cara
perencanaan teknik lansekap jalan nomor 033/t/bm/1996, pemilihan jenis tanaman
ditentukan oleh kondisi iklim habitat dan areal dimana tanaman tersebut akan
diletakkan dengan memperhatikan ketentuan geometrik jalan dan fungsi tanaman.

9

Menurut bentuknya, tanaman dapat merupakan tanaman pohon, tanaman perdu
atau semak dan tanaman penutup permukaan tanah. Persyaratan utama yang perlu
diperhatikan dalam memilih jenis tanaman lansekap jalan antara lain :perakaran
tidak merusak konstruksi jalan, mudah dalam melakukan perawatan, batang atau
percabangan tidak mudah patah, daun tidak mudah rontok atau gugur.
Usaha untuk menurunkan tingkat polusi dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat adalah dengan upaya green belt development.Green belt development
merupakan solusi yang tepat karena secara ekonomi dan teknologi layak
dikembangkan.Upaya ini dibagi menjadi 2 solusi yaitu berdasarkan parameter
biofisik dan sosial ekonomi. Parameter biofisik yang dimaksud disini adalah
bagaimana pengembangan green belt yang ideal dan bermanfaat optimum untuk
suatu kota dari segi spesies tanaman, tinggi tanaman, lebar green belt dan jarak
green belt dari pusat pencemar (Basri, 2009).
Persyaratan untuk pohon peneduh jalan menurut Departemen Kehutanan
(1992) adalah sebagai berikut :
a) Mudah tumbuh pada tanah yang padat
b) Tidak memilki akar yang besar di permukaan tanah
c) Tanah tahan terhadap hembusan angin yang kuat
d) Dahan dan ranting tidak mudah patah
e) Pohon tidak mudah tumbang
f) Buah tidak terlalu besar
g) Serasah yang dihasilkan sedikit
h) Tahan terhadap pencemar dari kendaraan motor dan industri
i) Luka akibat benturan mobil mudah sembuh

10

j) Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap
k) Kompatibel dengan tanaman lain
l) Daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhannya
indah
Pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd) dan pohon Glodokan
(Polyalthia longifolia Bent & Hook. F) merupakan jenis tanaman yang banyak
digunakan sebagai tanaman peneduh jalan. Hal ini dikarenakan kedua jenis
tanaman tersebut memiliki akar yang dapat bertahan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh getaran kendaraan, mudah tumbuh di daerah panas dan tahan
terhadap angin sehingga cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan yang
akan dapat menyerap unsur pencemaran (Antari dan Sundra, 2002).
Beberapa jenis tanaman pelindung yang biasa ditanam di sisi kanan kiri
jalan ataupun ditengah terbagi menjadi 3 bagian yaitu jenis pohon besar, jenis
pohon sedang dan jenis pohon kecil. Jenis pohon besar yaitu kenari
(Canarium vulgare), mahoni (Swietenia mahagoni), angsana (Pterocarpus
indicus), palem raja (Oreodoxa regia), saga (Adenanthera pavoninna), asam jawa
(Tamarindus indica) dan bungur (Lagestroemia londonii). Jenis pohon sedang
yaitu glodokan (Polyalthia longifolia), tanjung (Mimusops elengi), cemara kipas
(Thuja occidentalis) dan biola cantik (Ficus lyrata). Sedangkan jenis pohon kecil
yaitu palem merah (Cryrtostachys lakka), palem botol (Mascarena lagenicaulis),
palem putri (Vitsia merini) dan pinang (Areca catechu) (Nazaruddin, 1996).
Sedangkan menurut Permen PU nomor 05/prt/m/2008, fungsi dan kriteria
vegetasi RTH jalur jalan dibagi menjadi beberapa fungsi dengan kriteria vegetasi
sebagai berikut :

11

1) Vegetasi peneduh :
a. Ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi median)
b. Percabangan 2 m di atas tanah
c. Bentuk percabangan batang tidak merunduk
d. Bermassa daun padat
e. Berasal dari perbanyakan biji
f. Ditanam secara berbaris
g. Tidak mudah tumbang.
2) Vegetasi penyerap polusi udara :
a. Terdiri dari pohon, perdu atau semak
b. Memiliki kegunaan untuk menyerap udara
c. Jarak tanam rapat
d. Bermassa daun padat.
3) Vegetasi peredam kebisingan :
a. Terdiri dari pohon, perdu atau semak
b. Membentuk massa
c. Bermassa daun rapat
d. Berbagai bentuk tajuk.
4) Vegetasi pemecah angin :
a. Tanaman tinggi, perdu atau semak
b. Bermassa daun padat
c. Ditanam berbaris atau membentuk massa
d. Jarak tanam rapat < 3 m.
5) Vegetasi penahan silau lampu kendaraan :

12

a. Tanaman perdu atau semak
b. Ditanam rapat
c. Ketinggian 1,5 m
d. Bermassa daun padat
Menurut Dahlan (2004) persyaratan penting dalam pemilihan jenis pohon
pelindung jalan diantaranya adalah faktor keamanan bagi pemakai jalan. Tajuk
pohon memberikan naungan yang sempurna tapi tidak terlalu teduh, agar tidak
mengganggu lalu lintas.Tanaman yang tumbuh di tepi jalan harus tergolong dalam
jenis tanaman yang mempunyai batang dan percabangan kuat, tidak mudah patah
serta memiliki kelenturan yang cukup, sehingga pada saat tertiup angin yang kuat,
tanaman tidak patah jatuh menimpa pemakai jalan.Tanaman juga tidak mudah
roboh, karena memiliki perakaran yang kuat serta akarnya menghujam masuk ke
dalam tanah, tidak menyebar di atas permukaan tanah saja.Fungsi tanaman
pelindung antara lain sebagai paru-paru kota karena tumbuhan itu menghasilkan
gas oksigen yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, sebagai penyerap
gas/partikel beracun untuk mengurangi pencemaran udara, sebagai peredam
kebisingan dan sebagai habitat burung.
Jenis tanaman yang akan ditanam pada jalur hijau sebaiknya tidak hanya
mempunyai satu manfaat, melainkan ada manfaat lain yaitu dari aspek
ekologis,aspek estetika, aspek keselamatan dan aspek kenyamanan.Bagian dari
tanaman yang menjadi pertimbangan pemanfaatannyaadalah dari organ (batang,
daun, buah, bunga dan perakaranya sertasifat perkembangannya. Sebagai contoh,
dari tajuk, bunga dan daundapat menimbulkan kesan keindahan (estetika), dari
beberapa bungayang mengeluarkan aroma segar dan warna yang menarik, batang

13

dandaun dapat bermanfaat sebagai peneduh, pembatas, penghalangangin,
penghalang silau dari lampu kendaraan dan cahaya matahari (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum, 2012)
Kualitas Pohon
Untuk menjaga peran pohon sebagai pohon pelindung dan peneduh jalan
dilakukan usaha perawatan. Usaha perawatan diperlukan untuk pohon seperti:
membersihkan lubang luka tersebut dengan mengecat untuk memperbaiki
penampilan pohon dan menutup khususnya terhadap kambium yang terbuka,
membuang jaringan kayu yang telah mati dan yang dapat menjadi sarang
berkembangnya sumber penyakit. Menyediakan permukaan yang kuat untuk
jaringan

kalus

baru

guna

merangsang

penyembuhan

luka

dan

dapat

menghilangkan tempat bersarangnya hama dari sumber penularan hama sehingga
penularan penyakit tidak dapar berkembang dan menyebar ( Dahlan, 1992).
Menurut Pedoman dan Pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan (2008)
Kriteria pemilihan vegetasi untuk jalur hijau ini adalah sebagai berikut:
a) Peredam kebisingan : untuk fungsi ini dipilih penanaman dengan
vegetasi berdaun rapat. Pemilihan vegetasi berdaun rapat berukuran
relatif besar dan tebal dapat meredam kebisingan lebih baik
b) Ameliorasi iklim mikro : tumbuhan berukuran tinggi dengan luasan
area yang cukup dapat mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan
oleh radiasi energi matahari
c) Penapis cahaya silau : peletakan tanaman yang diatur sedemikian rupa
sehingga dapat mengurangi dan menyerap cahaya
d) Mengatasi penggenangan

14

Pada pohon berdaun lebar seperti angsana, glodokan, kerai payung dan
kenari – ketidakseimbangan antara beban batang, tajuk dan ukuran tajuk dengan
kemampuan menopang akar merupakan kelemahan struktural yang umum terjadi.
Kelemahan lain adalah mudah busuknya bagian dalam batang yang menjalar ke
dahan atau ranting dan terkadang kelainan ini tidak terlihat dari luar. Pada pohon
berdaun jarum seperti pinus dan cemara , kelemahan struktural biasanya terjadi
pada pangkal akar dan daerah perakaran (Pramukanto, 2007).
Penelitian

yang

dilakukan

Wonorahardjo

et

al

(2007)

menyatakanpengendalian iklim mikro kota dapat dilakukan dengan vegetasi dan
infrastruktur lainnya seperti jalan, lapangan terbuka dll. Hasil penelitian
didapatkan bahwa vegetasi berupa pohon sangat berpengaruh positif terhadap
lingkungan termalnya dalam hal laju penurunan temperatur udara dan temperatur
udara rata-rata.Dengan demikian berubahnya lingkungan termal tidak dapat
dianggap sebagai fenomena pemanasan global saja, karena terbukti dalam skala
lingkungan mikro (kawasan kota) aspek karakteristik fisik permukaan seperti
kualitas vegetasi dan tutupan lahan sangat berpengaruh pada temperatur udara
sekitar perkotaan.
Penelitian yang dilakukan Manik (2011) menyatakan bahwa pepohonan
yang ada di jalur hijau di lokasi penelitian memiliki kualitas yang sangat bagus
dari segi kesehatan, karena hanya sedikit pohon yang dijumpai dalam keadaan
tidak sehat. Tetapi dari segi teknis kualitas pohon sangat buruk karena banyak
pepohonan dikawasan jalur hijau tersebut yang mengganggu pondasi trotoar
karena akar pohon menembus badan trotoar, disamping itu jarak tanaman juga
tidak efektif karena kita melihat tajuk antar pepohonan sangat mengganggu

15

keberadaan kabel listrik dan kabel telepon serta menimpa jalan, sehingga
pepohonan di lima kawasan jalur hijau yang dilakukan penelitian penanamannya
kurang efektif dan tidak mengindahkan nilai estetika lingkungan.
Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2002 pasal 15 ayat (2), menawarkan
bentuk-bentuk hutan kota, yaitu : jalur, mengelompok atau menyebar. Lalu diatur
dalam pasal 8 ayat (2) menyatakan luas hutan kota dalam suatu hamparan yang
kompak paling sedikit 0,25 Ha. Kaitanyya dengan pasal 15 ayat (2) untuk
keperluan ameliorasi iklim mikro, sebaiknya menekankan pada bentuk jalur dan
menyebar dan menghindari bentuk mengelompok. Jika bentuk mengelompok
tersebut berada dalam suatu hamparan kompak yang luas, tentu hal ini tidak
efektif dan tidak efisien. Tidak efektif karena tidak mengayom seluruh kota, dan
tidak efisien karena sebagian vegetasi tidak berperan maksimal dalam
mendinginkan areal diluarnya.
Pemeliharaan Tanaman pada Jalur Hijau
Salah satu contoh upaya yang baik untuk mengembalikan kualitas dan
kuantitas penghijauan kota yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman
adalah beberapa kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah Kota. Pada kawasan
terbangun kota, harus disediakan ruang terbuka hijau yang cukup yaitu untuk
kawasan yang padat, minimum disediakan area 10% dari total luas kawasan.
Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan Ruang
Terbuka Hijau minimum 15% dari luas kawasan. Sedang kawasan yangkepadatan
bangunannya rendah harus disediakan Ruang Terbuka Hijau minimum 20%
terhadap luas kawasan secara keseluruhan (Irwan, 2007).

16

Dahlan (2004) menyatakan hal-hal yang perlu diperhatikan pada
pemeliharaan pohon di hutan kota adalah sebagai berikut :
1. Mengganti atau menebang pohon yang sudah tua atau mati. Sebaiknya sebelum
pohon itu menjadi tua, sudah disiapkan pohon penggantinya.
2. Perencanaan dan keterpaduan yang baik antar instansi pemerintah. Hal ini
perlu diperhatikan sungguh-sungguh agar tanaman tidak mengganggu fasilitas
atau instalasi yang sudah ada (telepon, listrik, air minum maupun saluran
drainase) dan sebaiknya pemasangan dan pemeliharaan fasilitas atau instalasi
tidak mengganggu hutan kota.
3. Upaya-upaya pemeliharaan seperti pemupukan, pengairan, pemberantasan
hama dan penyakit serta gulma perlu dilakukan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
4. Penggemburan tanah perlu dilakukan agar akar dapat tumbuh lebih baik.
5. Pemasangan beton dan penopang tanah di sekeliling perakaran perlu dilakukan
agar akar yang muncul keluar dapat ditutupi.
6. Tumbuhan yang tanahnya terancam longsor pada salah satu bidangnya agar
dipasangi dinding penopang.
7. Pemangkasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk membang bagian dahan
atau ranting tertentu, mengendalikan pertumbuhan tinggi pohon, membuang
bagian yang terkena penyakit, untuk keselamatan para pengguna jalan maupun
fasilitas disekitarnya dan untuk memberikan kesempatan bagi pohon lain untuk
tumbuh lebih baik.
8. Pohon-pohon yang harus dihilangkan adalah pohon-pohon yang memenuhi
kriteria sebagai berikut : mati, membahayakan, saling berhimpitan, sebagian

17

besar bagian pohon terkena penyakit dan dapat mengancam pohon lain, pohonpohon yang tingkat ancamannya tinggi terhadap bangunan maupun saluran
drainase, jalan dan trotoar serta kabel listrik dan telepon.
Pohon-pohon yang terdapat luka pada batang akibat pemasangan reklame,
spanduk, paku dan lain-lain dapat dilakukan upaya-upaya tertentu. Menurut Haller
(1986) dalam Dahlan (1992) menyatakan usaha perawatan terhadap lubang luka
dapat dilakukan dengan cara membuang jaringan kayu yang mati dan rusak yang
dapat menjadi sumber penyakit serta membersihkan dan mengecat luka khususnya
terhadap kambium yang terbuka.
Penyiraman

dilakukan

untuk

menjaga

tanaman

agar

tidak

matikekeringan.Penyiraman dilakukan setiap hari pada musim kemaraupada pagi
hari pukul 06.00 - 09.00 dan sore hari pukul 15.00 - 18.00.Siraman tidak boleh
terlalu keras sehingga media tanam dan tanamantidak terganggu, dan dilakukan
merata pada seluruh tanaman. Airyang dipergunakan untuk menyiram tanaman
harus bebas dari segalakotoran minyak, zat kimia atau lainnya yang dapat
mengganggupertumbuhan tanaman dan temperatur air antara 150 - 250
Celcius(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012).
Pendangiran dan penyiangan merupakan pekerjaan penggemburantanah
dan pembersihan tanaman rumput liar di sekitar tanaman,pendangiran dan
penyiangan dilakukan minimal 1 (satu) bulan sekaliagar tanah teraerasi dan
memudahkan pertumbuhan akar sehinggatanaman menjadi kokoh.Tumbuhan liar
harus dicabut sampai keperakarannya dan penggemburan tanahnya harus
dilaksanakansecara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman.Pekerjaan ini
tidak perlu dilakukan apabila:Tanaman mempunyai perakaran dalam, terutama

18

jenis pohon dan pada lokasi yang curam (lereng) karena pekerjaan tersebut
dapatmenyebabkan terjadinya erosi(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012).
Pemangkasan dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan tanamanyang
sudah tidak teratur dan mengganggu lingkungan/pandanganbebas pemakai jalan,
serta mempertahankan bentuk/dimensi ukurantanaman.Pemangkasan terhadap
tanaman perdu/semak dilakukanmiring (45°) dan rata agar air hujan tidak
tergenang pada batang yangbaru dipotong.Sedangkan rumput dipangkas dengan
batas ketebalantidak lebih dari 5 cm dari permukaan tanah.
Pemangkasan pada pemeliharaan rutin dilakukan bertujuan untuk :
a. Untuk mengendalikan pertumbuhan tanaman yang sudah tidakteratur dan
mengganggu lingkungan/penglihatan pemakaijalan.
b. Untuk menjaga kesehatan tanaman bila ada daun, atau ranting yang
terkena penyakit, jamur atau parasit lainnya, perlu segeradipangkas agar
tidak meluas ke bagian tanaman lainnya.
c. Untuk menghilangkan dahan/ranting yang tua/rusak dan mati.
d. Untuk mempertahankan bentuk atau dimensi dan ukurantanaman.
e. Untuk mengurangi penguapan pada musim kemarau panjangsehingga
tanaman tidak mati kekeringan (dilakukan pada akhirmusim hujan).
f. Untuk mengurangi jumlah daun sehingga dahan tidak patahpada musim
hujan.
g. Untuk menjaga pertumbuhan tanaman dengan baik, waktupemangkasan
perlu diatur dengan tepat yaitu:
i.

setelah musim berbunga/berbuah

ii.

pada akhir musim hujan

19

iii.

untuk membuat bentuk pohon/tanaman yang ideal seperti yang
rencanakan pemangkasan harus dilakukan pada saat tanaman
sedang berdaun lebat.

(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012).
Pemupukan
sekalimenggunakan

tanaman
pupuk

dilakukan
anorganik

minimal
atau

1

pupuk

(satu)

bulan

organik/pupuk

kandang.Penaburan pupuk dilakukan pada tanah yang sudah didangir sedalam0,15
– 0,20 m di sekeliling batang pohon selebar diameter tajuktanaman. Cara lain
pemupukan dengan pupuk anorganik yaitucampuran pupuk dengan air yang
kemudian disiramkan di sekelilingperakaran tanaman, sedangkan untuk memupuk
daun disemprotkanpada daun(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012).
Pencegahan dan pemberantasan hama atau penyakit tanamandiperlukan
untuk menjaga agar tanaman tidak terserang olehhama/penyakit yaitu dengan
penyemprotan

pestisida

ke

arah

batang,daun

serta

semua

percabangan.Penyemprotan tidak boleh dilakukan di bawah sinar matahari
yangterik,

karena

dapat

menyebabkan

terbakarnya

daun.Usahakan

agarpenyemprotan merata pada seluruh bagian tanaman. Untuk penggantian
tanaman, tanaman yang perlu diganti adalah tanaman yang sudah mati atau rusak
serta terkena seranganhama yang parah sehingga dapat menular ketanaman
lain(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2012).

20

BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sepanjang kawasan jalur hijau. Kriteria
pemilihan jalur hijau yang diamati dalam penelitian ini adalah jalur hijau yang
banyak ditumbuhi pepohonan dan banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalur
hijau yang memenuhi kriteria tersebut yaitu Jalan Sisingamangaraja (4.450 m),
Jalan Rakutta Sembiring (3.850 m), Jalan Medan (5.450 m), Jalan Ahmad Yani
(2.050 m) dan Jalan D.I Panjaitan (1.650 m) yang berada di kota Pematangsiantar,
Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Mei sampai Agustus
2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon-pohon yang
berada di sepanjang Jalan Sisingamangaraja, Jalan Rakutta Sembiring, Jalan
Medan, Jalan Ahmad Yani dan Jalan D.I Panjaitan. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teropong binokuler untuk melihat tajuk pohon, pita meter
untuk mengukur jarak, pensil untuk menulis data dan buku data untuk mencatat
data yang diperoleh di lapangan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 5 jalur hijau yang ada di kota Pematangsiantar.
Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus dan metode skoring yang terdiri
atas kesehatan pohon di hutan kota. Untuk penilaian kesehatan pohon digunakan
metode modifikasi dari penilaian kualitas pohon berdasarkan Manual Kehutanan
(1992) dan kriteria penilaian menurut Tampubolon, dkk (2002) sebagai berikut :
1. Kesehatan Pohon (bobot nilai 60%)
21

a. Kesehatan batang (bobot 50%)
b. Kesehatan tajuk (bobot 50%)
2. Teknis (bobot bilai 40%)
a. Ancaman terhadap rumah (bobot 40%)
b. Ancaman terhadap jalan, trotoar dan drainase (bobot 30%)
c. Ancaman terhadap kabel listrik dan telepon (bobot 30%)
setiap faktor dari kedua kriteria tersebut dinilai dengan nilai 1 – 4 dengan tingkat
penilaian sebagai berikut :
a. Sangat berat dengan nilai 4
b. Berat dengan nilai 3
c. Sedang dengan nilai 2
d. Ringan dengan nilai 1
Panduan untuk nilai faktor dari kedua kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
I. Kriteria Kesehatan Pohon
A. Kesehatan batang mencakup penilaian pada batang pohon hutan kota
terdapat gerowong, pangkal batang berlubang, kanker batang dan cabang
dan serangan hama dan penyakit.
1) Tingkat penilaian batang sangat berat (nilai 4) yang dicirikan dengan
terdapat lubang pada batang atau batang gerowong.
2) Tingkat

penilaian

batang

berat

(nilai

3)

yang

dicirikan

denganterdapat kanker batang dan cabang yang dapat dilihat dengan
adanya pembengkakan pada batang dan cabang yang letaknya
sporadik dan pada kulit dan cabang yang membengkak, mengelupas
dan berwarna lebih gelap.

22

3) Tingkat penilaian sedang (nilai 2) yang dicirikan dengan terdapat
serangan hama dan penyakit dengan adanya lubang gerek pada
batang dan cabang yang mudah dilihat adanya kotoran serbuk kayu
dan getah berwarna gelap yang keluar dari lubang gerek.
4) Tingkat penilaian ringan (nilai 1) yang dicirikan dengan ada atau
tidaknya serangan hama penyakit pada batang berupa lubang gerek
dan kotoran serta getah yang keluar dari lubang gerek tersebut.
B. Kesehatan tajuk mencakup penilaian apakah tajuk pohon terjadi proses
degenerasi (mati) atau apakah terjadi mati pucuk.
1) Tingkat penilaian tajuk sangat berat (nilai 4) apabila setengah atau
lebih banyak tajuk pohon yang mati dicirikan tajuk secara merata,
kering, meranggas (bukan pada saat meluruhkan daun atau musim
kemarau).
2) Tingkat penilaian tajuk berat (nilai 3) apabila kurang dari setengah
tajuk pohon mati atau terdapat mati pucuk (pucuk utama).
3) Tingkat penilaian tajuk sedang (nilai 2) apabila terdapat beberapa
pucuk cabang mati.
4) Tingkat penilaian tajuk ringan (nilai 1) apabila terdapat serangan
daun yang dapat dilihat dengan adanya bercak kuning pada daun
secara merata atau terdapat klorosis pada daun berupa daun berwarna
hijau kekuningan.
II. Kriteria teknis

23

A. Ancaman terhadap rumah atau bangunan lainnya : mencakup penilaian
pohon hutan kota rentan terhadap tumbang dan mengenai rumah atau
bangunan lainnya.
1) Tingkat penilaian ancaman terhadap rumah sangat berat (nilai 4)
apabila kondisi pohon dan pertajukan sangat rentan tumbang dan
mengenai rumah dan bangunan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat kemiringan pohon mencapai ≤600 kearah rumah atau tajuk
berat yang mengarah kerumah atau gejala pohon roboh (uprooted)
dengan adanya tanah retak melingkar sekitar perakaran.
2) Tingkat penilaian ancaman terhadap rumah berat (nilai 3) dengan
tingkat kemiringan 60-700 ke arah rumah atau ada sebagian kecil
tanah pada sistem perakaran retak.
3) Tingkat penilaian ancaman terhadap rumah sedang (nilai 2) dengan
tingkat kemiringan 70-800 ke arah rumah atau ketebalan tajuk sedang
ke arah rumah.
4) Tingkat penilaian terhadap ancaman rumah ringan (nilai 1) dengan
tingkat kemiringan 80-900 ke arah rumah atau ketebalan tajuk sedang
ke arah rumah.
B. Ancaman terhadap jalan, trotoar dan jaringan drainase mencakup
penilaian apakah sistem perakaran lateral pohon di jalur hijau sudah
menimbulkan kerusakan badan jalan, trotoar, parit atau saluran drainase
atau fondasi bangunan.
1) Tingkat penilaian ancaman terhadap jalan, trotoar dan jaringan
drainase sangat berat (nilai 4) apabila perakaran lateral telah

24

merusak sarana tersebut yang dapat dilihat dengan adanya badan
jalan yang retak bergelombang, trotoar rusak, parit, jaringan
drainase rusak dan fondasi rumah dan bangunan lainnya.
2) Tingkat penilaian ancaman terhadap jalan, trotoar dan jaringan
drainase berat (nilai 3) apabila perakaran lateral telah merusak
trotoar dan parit.
3) Tingkat penilaian ancaman terhadap jalan, trotoar dan jaringan
drainase sedang (nilai 2) apabila perakaran lateral sebanyak 3-4
akar telah muncul di permukaan tanah.
4) Tingkat penilaian ancaman terhadap jalan, trotoar dan jaringan
drainase ringan (nilai 1) apabila perakaran lateral sebanyak 1-2
telah muncul di permukaan tanah.
C. Ancaman terhadap kabel listrik dan telepon mencakup penilaian apakah
pohon rentan menjadi tumbang dan mengenai jaringan listrik dan
telepon.
1) Tingkat penilaian ancaman terhadap kabel listrik dan telepon
sangat berat (nilai 4) apabila kemiringan pohon dan pertajukan
sangat rentan terhadap tumbang dan mengenai jaringan tersebut.
tingkat kemiringan pohon≤600 ke arah jaringan, atau tajuk berat
mengarah ke jaringan atau ada gejala pohon roboh.
2) Tingkat penilaian ancaman terhadap kabel listrik dan telepon berat
(nilai 3) dengan tingkat kemiringan pohon 60-700 ke arah jaringan
atau ketebalan tajuk cukup berat atau ada sebagian tanah pada
sistem perakaran retak.

25

3) Tingkat penilaian ancaman terhadap kabel listrik dan telepon
sedang (nilai 2) dengan tingkat kemiringan pohon 70-800 atau
ketebalan tajuk sedang ke arah jaringan.
4) Tingkat penilaian ancaman terhadap kabel listrik dan telepon
ringan (nilai 1) dengan tingkat kemiringan pohon 80-900 atau
kelebatan tajuk ringan ke jaringan.
Prosedur penelitian
1. Ditentukan lokasi penelitian.
2. Diidentifikasi tingkat kualitas pohon yang terdapat di lokasi penelitian
dengan kriteria yang telah ditentukan.
3. Kriteria kualitas pohon yang dinilai untuk kesehatan pohon yaitu
kesehatan batang (A1), kesehatan tajuk (A2) dan kriteria teknis pohon
yaitu ancaman terhadap rumah (B1), ancaman terhadap trotoar dan jalan
(B2), ancaman terhadap kabel listrik dan telepon (B3). Nilai dicantumkan
pada kolom data dengan kisaran nilai 1-4 sesuai dengan tingkat penilaian
pohon yang diberikan.
4. Nilai kriteria untuk masing-masing faktor adalah :
Nilai A = Bobot A1 x Skor kriteria A x Nilai A1
Nilai B = Bobot B1 x Skor kriteria B x Nilai B1
Hasil penilaian dari masing-masing faktor akan diperoleh nilai kumulatif,
dimana

apabila

nilai

kumulatifnya
≥2,5 maka

pohon

tersebut

dapat

direkomendasikan untuk dilakukan penebangan karena memiliki kualitas yang
buruk baik dari segi kesehatan pohon maupun segi teknis pohon.

26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Jenis Pohon di Jalur Hijau Kota Pematangsiantar
Tabel 1. Total Jenis dan Jumlah Pohon di 5 Jalur Hijau
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Spesies

Nama Jalan
Rakutta
Sisingamasembiring
ngaraja

D.I
Panjaitan

Total

388

73

1460

33

-

-

189

39

8

5

21

99

-

-

11

5

-

16

-

-

-

12

-

12

-

-

-

7

-

7

-

-

-

-

6

6

-

-

-

5

-

5

-

-

-

-

4

4

Medan

Ahmad
yani

656

40

303

-

156

26

Mahoni
(Swietenia mahagoni)
Tanjung
(Mimusops elengi)
Glodokan
(Polyalthia longifolia)
Talok
(Muntinga calabura)
Mangga
(Mangifera indica)
Angsana
(Pterocarpus indicus)
Kerai payung
(Filicium decipiens)
Rambutan
(Nephelium lappaceum)
Jambu air
(Syzygium aqueum)

Dari tabel 1 diatas menunjukkan terdapat 9 jenis pohon yang ditemui pada
kelima jalur hijau yang diteliti. Jenis yang paling mendominasi adalah mahoni
(Swietenia mahagoni) dengan jumlah pohon sebanyak 1460 pohon. Sementara
yang terbanyak kedua adalah jenis tanjung (Mimusops elengi) sebanyak 189
pohon, kemudian jenis glodokan (Polyalthia longifolia) sebanyak 99 pohon dan
disamping itu ada beberapa jenis pohon yang jumlahnya tidak terlalu banyak yang
ditemui di lima jalur hijau yaitu jenis Mangga (Mangifera indica) sebanyak 12
pohon,

talok

(Muntinga

calabura)

berjumlah

11

pohon,

angsana

(Pterocarpus indicus) berjumlah 7 pohon, kerai payung (Filicium decipiens)
sebanyak 6 pohon, rambutan (Nephelium lappaceum) berjumlah 5 pohon dan
jambu air (Syzygium aqueum) sebanyak 4 pohon.

27

Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazarudin (1996) yang menyatakan
bahwa mahoni merupakan pohon yang pantas untuk dijadikan pohon pelindung
karena memiliki perakaran dan percabangan batang yang kuat.Menurut Fakuara
(1991) mahoni dan kerai payung cocok ditanam pada jalur hijau karena kedua
jenis tersebut dapat menyerap timbal (Pb) dengan baik dan mempunyai toleransi
yang tinggi.
Menurut Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul (2010) Pohon mahoni
sangat cocok dijadikan sebagai tanaman peneduh jalan karena mampu tumbuh
hingga puluhan tahun, tidak mudah terkena hama atau penyakit, tidak mudah
tumbang dengan struktur kayu yang kuat, tumbuh lurus ke atas dengan tajuk
tinggi di atas batas ketinggian kendaraan. Pohon mahoni selain untuk perindang
jalan, sebenarnya dapat juga ditanam sebagai tanaman produksi, hal ini karena
kayu pohon mahoni bernilai ekonomis yang sangat tinggi.Kayu pohon mahoni
cukup keras, awet dan memiliki motif serta memiliki warna yang menarik.
Pohon mahoni, glodokan, kerai payung dan angsana merupakan pohon
yang dapat ditanami pada jalur hijau karena mampu menyerap Nitrogen Oksida
(N0x). Selain itu pohon jenis mahoni juga merupakan tanaman yang dapat
menyerap air dengan baik (Kurniawan dan Alfian, 2010). Pohon tanjung dan kerai
payung dapat meredam suara dengan caramengabsorpsi gelombang suara oleh
daun, cabang, dan ranting, karena jenis tanaman (pohon, perdu/semak) yang
paling efektif untukmeredam suara adalah yang mempunyai tajuk yang tebal
danbermassa daun padat.
Pohon glodokan juga banyak ditemui di jalur hijau, hal ini sesuai dengan
literatur Antari dan Sundra (2002) yang menyatakan bahwa glodokan memiliki

28

akar yang dapat bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran
kendaraan, mudah tumbuh di daerah panas dan tahan terhadap angin sehingga
cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan yang akan dapat menyerap unsur
pencemaran. Glodokan sangat cocok ditanam pada jalur hijau karena akar
glodokancukup menembus ke dalam tanah, tidak dangkal, tetapi juga tidak
menjalar dengan ekstensif yang bisa mengganggu struktur seperti trotoar, jalan
dan bangunan di dekatnya.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2012) pohon jenis glodokan
jugadapat dimanfaatkan sebagai penghalang pandanganterhadap hal-hal yang
tidak menyenangkan untuk ditampilkanatau dilihat, seperti timbunan sampah,
tempat pembuangansampah, dan galian tanah. Jenis tanaman tinggi dan
perdu/semakyang

bermassa

daun

padat

dapat

ditanam

berbaris

ataumembentukmassa dengan jarak tanam rapat.
Pemilihan tanaman yang ditanam sepanjang koridor jalan akanberfungsi
sebagai pemecah angin, dengan demikian mengu