Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

(1)

TESIS

Oleh :

LISA MANALU

097011072/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LISA MANALU

097011072/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : Lisa Manalu Nomor Pokok : 097011072 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn

2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum


(5)

Nama : LISA MANALU NIM : 097011072

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERJADINYA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAS DASAR PENGUASAAN FISIK (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.475//PK/PDT.2010)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan, 22 Agustus 2011 Yang Membuat Pernyataan

Nama : LISA MANALU NIM : 097011072


(6)

dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria, bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Pengalihan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara subjek hukum. Mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah juga dapat dilakukan dengan cara penguasaan fisik hak atas tanah., sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa masa penguasaan fisik di atas 20 tahun dapat dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah. Kata Kunci : Analisis Hukum, Pengalihan Hak Atas Tanah , Penguasaan Fisik


(7)

need land as the medium through the acquisition of land for development and the high population growth in Indonesia have caused the increasing activities in land endorsement. The person entitled to land nowadays is not the first one. The effect is that both the government and the people who need a piece of land have to ascertain who the real owner of the land is. Land endorsement is a legal act which is aimed to endorse from one party to another. The formulations of the in the problems in this thesis were as follow : how about the mechanism of the land endorsement in the agrarian system, how the position of the third party who controlled the right of the land when the land endorsement occurred, and how about the analysis on the case in the verdict of the Supreme Court No. 475/PK/Pdt.2010.

This research was descriptive analytic. It was called descriptive because this research described the land endorsement which was controlled physically without any right. It was analytic because the data were an analyzed qualitatively. The data were gathered from the secondary data conducted from the materials of the primary law, not from the materials of the secondary or tertiary law. It was done by taking inventory and gathering books, reading materials, and considering legal provisions, and other documents.

Endorsement is one of the methods of obtaining proprietary rights. This which is aimed to endorse the property of a certain thing done by a legal subject. The mechanism of land endorsement in the agrarian system can be done in many ways, such as by transact, an exchange, grant, investment, and other legal acts concerning other endorsements. An endorsement through auction can only be registered if it can be proved with an official document of PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority to write the land endorsement and ascertains the validity of the land proprietary rights and the skill and the authority of the person who wants to endorse or receive the land endorsement physically, according to the Government Regulation No. 24/1997 which states that physical control of the land in more than 20 years can become the principle of the principle of the registration of land endorsement.


(8)

yang telah memberikan Rahmat dan hidayah`Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini, dengan judul “Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).”

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan sutudi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU. Akan tetapi menurut Penulis, tesis ini adalah merupakan amanah yang diberikan dan harus dipertanggung jawabkan sedaya mampu dalam hakekat kemanusiaan yang penuh keterbatasan. Semoga bermanfaat bagi seluruh ummat. Amin.

Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K)selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen


(9)

yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

5. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn selaku Dosen Pembimbing III yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

6. IbuDr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji.

7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

8. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda (alm). Birnald Manalu dan ibundaKhadijah Siratyang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan dalam dukungan moril dan finansial kepada ananda, serta do’anya yang tak pernah putus pada ananda.

10. Kepada suamiku tercinta (alm)Donny Parhimpunan Harahap, SH yang selalu ada dalam hati Penulis selamanya. Meskipun sudah berada di sisi Allah, kasih sayangnya selalu menemani penulis hingga akhir hayat.

11. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya teman-teman sekelas dengan penulis,


(10)

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalam

Medan, Agustus 2011 Penulis


(11)

Nama : LISA MANALU Tempat/Tgl Lahir : Medan, 17 Juli 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara

II. KELUARGA:

Nama Ayah : Birnald Manalu (alm)

Nama Ibu : Khadijah Sirait

Nama Suami : Donny Parhimpunan Harahap, SH (alm) Nama Anak : Bonar Siddiq Harahap

III. PENDIDIKAN:

- TK Damara Sei Rotan 1990 - 1992

- Sekolah Dasar Negeri 104206 Sei Rotan 1992 - 1998

- SMP Swasta Eria Medan 1998 - 2001

- SMA Swasta Prayatna Medan 2001- 2004

- Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara 2005 - 2009 - Program Studi Magister Kenotariatan Universitas


(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dn Konsepsi ... 12

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat Penelitian ... 22

2. Sumber Data... 23

3. Alat Pengumpul Data ... 24

4. Analisis Data ... 24

BAB II MEKANISME PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DALAM SISTEM HUKUM AGRARIA A. Penguasaan Fisik dari Tanah... 25

B. Hak Penguasaan Atas Tanah... 34

C. Dasar Hukum Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah... 51

D. Penguasaan Fisik dari Tanah... 54

E. Hak Penguasaan Atas Tanah... 58


(13)

B. Hambatan Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah terhadap Tanah Yang Dikuasai secara Fisik Oleh Pihak Lain Tanpa

Bukti Hak... 79

BAB IV ANALISIS KASUS TERHADAP PENGALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIKUASAI SECARA FISIK OLEH PIHAK LAIN A. Kasus Posisi ... 88

B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak yang Telah Melakukan Pengalihan Hak Atas Tanah ... 94

C. Penyelesaian Sengketa Pengalihan Hak Atas Tanah ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran... 112


(14)

Chaos : Kekacauan

Conservatoir Beslaagh : Sita Jaminan

Derivative : Berasal dari ketentuan peraturan

perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya

Domein Veerklaring : Hak Memiliki Memerintah Atas Tanah

Dubius : Penafsiran Mendua

Enforce : Melaksanakan

Enforceable : Ditegakkan

Erfopvlging : Pewarisan

Hegemoni : Pengaruh Negara Yang Satu Terhadap Negara

Yang Lain

Levering : Pengalihan Dan Penyerahan

Lichamelijk : Barang-Barang Yang Berwujud

Natrekking : Ikutan

Operational Definition : Defenisi Operasional

Onrechtmatige Overheisdaad : Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa

Onlichamelijk : Barang-Barang Yang Tidak Berwujud

Ontoerende Zaaken : Benda Tidak Bergerak


(15)

Rechtsverweking : Lembaga Kadaluarsa

Roerende Zaak : Benda Bergerak

Toeegening : Pendakuan

Verbruikbaar Zaken : Benda Yang Dapat Dipakai Habis

Verplaas Baar : Benda Yang Dapat Dipindahkan


(16)

dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria, bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Pengalihan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara subjek hukum. Mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah juga dapat dilakukan dengan cara penguasaan fisik hak atas tanah., sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa masa penguasaan fisik di atas 20 tahun dapat dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah. Kata Kunci : Analisis Hukum, Pengalihan Hak Atas Tanah , Penguasaan Fisik


(17)

need land as the medium through the acquisition of land for development and the high population growth in Indonesia have caused the increasing activities in land endorsement. The person entitled to land nowadays is not the first one. The effect is that both the government and the people who need a piece of land have to ascertain who the real owner of the land is. Land endorsement is a legal act which is aimed to endorse from one party to another. The formulations of the in the problems in this thesis were as follow : how about the mechanism of the land endorsement in the agrarian system, how the position of the third party who controlled the right of the land when the land endorsement occurred, and how about the analysis on the case in the verdict of the Supreme Court No. 475/PK/Pdt.2010.

This research was descriptive analytic. It was called descriptive because this research described the land endorsement which was controlled physically without any right. It was analytic because the data were an analyzed qualitatively. The data were gathered from the secondary data conducted from the materials of the primary law, not from the materials of the secondary or tertiary law. It was done by taking inventory and gathering books, reading materials, and considering legal provisions, and other documents.

Endorsement is one of the methods of obtaining proprietary rights. This which is aimed to endorse the property of a certain thing done by a legal subject. The mechanism of land endorsement in the agrarian system can be done in many ways, such as by transact, an exchange, grant, investment, and other legal acts concerning other endorsements. An endorsement through auction can only be registered if it can be proved with an official document of PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority to write the land endorsement and ascertains the validity of the land proprietary rights and the skill and the authority of the person who wants to endorse or receive the land endorsement physically, according to the Government Regulation No. 24/1997 which states that physical control of the land in more than 20 years can become the principle of the principle of the registration of land endorsement.


(18)

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga mempunyai hubungan yang emosional dengan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bukan hanya dalam kehidupannya saja, untuk meninggalpun manusia masih memerlukan tanah sebagai tempat peristirahatan. Manusia hidup senang serba kecukupan jika mereka dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tentram dan damai jika mereka dapat menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial, politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam perkembangan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) permasalahan tanah menjadi semakin kompleks. Di satu sisi kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. Di sisi lain, kompleksitas ini muncul karena luas tanah relatif tidak bertambah.1

1 Iswan B. Padu. Dkk. “Laporan Orientasi di Direktorat Sengketa Tanah BPN RI.” http://sarmanpsagala.wordpress.com/2010/06/02/laporan-orientasi-di-direktorat-sengketa-tanah/,


(19)

Saat ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang memiliki nilai jual yang tinggi karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan hingga akhir hayat. Saat ini pembangunan di segala bidang terus dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan. Jumlah tanah yang tetap dan kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi membuat tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan tanah itu dapat memicu timbulnya berbagai macam permasalahan.

Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat,searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.

Secara umum motif dan latar belakang penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan adalah:

1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lampau 2. Harga tanah yang meningkat

3. Kondisi masyarakat yang semakin menyadari dan menyadari akan kepentingan dan haknya.

4. Iklim keterbukaan sebagai salah satu kebijaksanaan yang digariskan pemerintah.


(20)

5. Masih adanya oknum-oknum pemerintah yang belum dapat menangkap aspirasi masyarakat.

6. Adanya pihak-pihak yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan materil yang tidak wajar atau menggunakan untuk kepentingan politik.2

Karenanya oleh Pemerintah kebijaksanaan mengenai tanah ini telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dikenal dengan UUPA yang berlaku sebagai induk dari segenap peraturan pertanahan di Indonesia bertujuan:

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.3

Dari tujuan Undang-undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) seperti tersebut di atas, terlihat bahwa UUPA berlaku sebagai alat untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, maka setiap warga negara wajib mengakui dan menghormati adanya hak-hak tersebut.4

2 Ali Chomzah, Hukum Pertanahan Seri III dan Seri IV, Prestasi Pustaka, Jakarta, Tahun 2003, hal. 21

3Penjelasan Undang-Undang Pokok Agraria


(21)

UUPA adalah sebuah Undang-Undang yang memuat dasar-dasar pokok di bidang Agraria yang merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum agraria guna dapat diharapkan memberikan adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan bersama secara adil. Tegasnya ialah untuk mencapai kesejahteraan dimana masyarakat dapat secara aman melaksanakan hak dan kewajiban yang diperolehnya sesuai dengan peraturan yang telah memberikan jaminan perlindungan terhadap hak dan kewajiban tersebut.

Kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah sebagai media yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia menyebabkan tingginya lalu lintas peralihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik sebidang tanah tersebut.

Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki dikuasai disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak


(22)

penguasaan yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah secara fisik. Kreditor pemegang jaminan hak atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara fisik tetap ada pada yang empunya tanah.

Kegiatan pembangunan yang memerlukan tanah sebagai media dengan dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia membuat tingginya kegiatan pengalihan hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya baik pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerlukan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik bidang tanah tersebut.

Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia akan tanah menyebabkan kedudukan tanah menjadi sangat penting terutama menyangkut kepemilikan, penguasaan dan penggunaannya. Mengingat kebutuhan untuk menempati tanah selalu meningkat akan mendorong laju tingkat pengalihan hak. Fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam.

Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Salah satu contoh hak atas tanah


(23)

yang dapat dialihkan melalui jual beli adalah Hak Milik. Hak Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial. Apabila sudah dilakukan pengalihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah.5

Pengalihan hak milik atas tanah yang dikarenakan jual beli tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud untuk memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain. Di mana berpindahnya hak milik atas tanah tersebut diinginkan oleh kedua belah pihak melalui jual beli Permasalahan ini sering terjadi pada waktu pemindahan hak atas tanah berlangsung, yang menyebabkan hak atas tanah beralih dari seseorang kepada orang lain, misalnya pada saat jual beli, waris, hibah, tukar menukar dan lain-lain.6 Hal ini merupakan perbuatan hukum dan mengakibatkan berpindahnya suatu hak atas tanah pada orang lain.

Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Salah satu contoh dari pengalihan hak atas tanah adalah melalui Hibah. Hibah yaitu suatu persetujuan dalam mana suatu pihak berdasarkan atas kemurahan hati, perjanjian dalam hidupnya memberikan hak milik atas suatu barang kepada pihak kedua secara percuma dan yang tidak dapat ditarik kembali, sedangkan pihak kedua menerima baik penghibahan ini. Salah satu 5 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah,(Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hal. 90.


(24)

contoh hak atas tanah yang dapat dialihkan melalui hibah adalah Hak Milik. Hak Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak itu mempunyai fungsi sosial. Apabila sudah dilakukan pengalihan hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah. Namun hal ini bukan berarti terlepas dari sengketa.

Pada Putusan Mahkamah Agung No. 475 K/Pdt/2010, dapat dilihat adanya sengketa akibat pengalihan hak atas tanah karena hibah. Kasus yang terjadi merupakan sengketa antara Ambrosius alias Akong Bin De Nogo C, (Pada kasus disebutkan dengan istilah Penggugat) versus (1) Presiden Republik Indonesia di Jakarta Cq.Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia di Jakarta Cq. Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Pangkalpinang Cq. Walikota Pangkalpinang Cq. Camat Pangkalbalam di Belitung Cq. Lurah Rejosari dan (2) Presiden Republik Indonesia di Jakarta Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta Cq. Kepala Kepolisian Daerah Bangka Belitung di Pangkalpinang Cq Kepala Kepolisian Daerah Resort Kota Pangkalpinang di Pangkalpinang masing-masing merupakan Tergugat I dan Tergugat II.

Bahwa Penggugat bersama-sama masyarakat kelurahan Rejosari, kecamatan Pangkalbalam lainnya yang menguasai/mengusahakan fisik tanah negara tersebut pernah mengajukan permohonan hak atas tanah Negara tersebut kepada Camat Pangkalbalam selaku pejabat pembuat akta tanah, Bahwa pada Tahun 2004 pemerintah kota Pangkalpinang pernah mendata tanah negara yang


(25)

dikuasai/diusahakan oleh warga masyarakat dengan keputusan walikota Pangkalpinang Nomor: 154 Tahun 2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang pembentukan tim penyelesaian kasus tanah di kelurahan Rejosari, kecamatan Pangkalbalam, kota Pangkalpinang dan diusahakan oleh warga masyarakat dan melakukan pendataan tanah negara di kelurahan Rejosari yang dikuasai/diusahakan oleh warga masyarakat.

Kota Pangkalpinang yang dibentuk walikota Pangkalpinang tersebut, kepada 21 (dua puluh satu) warga masyarakat kelurahan Rejosari yang menguasai/ mengusahakan fisik tanah tersebut termasuk Penggugat, diberikan hak untuk mengajukan permohonan hak atas tanah negara tersebut dengan kewajiban membayar uang konstribusi kepada pemerintah kota Pangkalpinang berdasarkan luas tanah yang dikuasai oleh masing-masing masyarakat Pemohon.

Bahwa Penggugat ditetapkan untuk membayar konstribusi yang besarnya Rp 3.331.200,- (tiga juta tiga ratus tiga puluh satu ribu dua ratus rupiah) dan dari seluruh kewajiban tersebut Penggugat telah membayar sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada pejabat yang ditugaskan dan diantara 21 (dua puluh satu) orang masyarakat pemohon hak penguasa fisik tanah atas tanah negara tersebut, beberapa orang warga surat keterangan penguasaan fisik tanah telah dikeluarkan oleh lurah Rejosari, sedangkan beberapa warga masyarakat pemohon lainnya termasuk Penggugat belum keluar/diberikan surat keterangan penguasaan fisik tanah tanpa alasan yang jelas.

Bahwa pada Tahun 2006, Penggugat mengetahui di atas lahan tanah yang dikuasai/ diusahakan Penggugat telah terpancang papan yang bertuliskan "Di atas


(26)

tanah ini akan dibangun Mako Polsek Pangkalbalam” yang dipasang oleh Kepala Kepolisian Resort Kota Pangkalpinang.

Perbuatan Tergugat sebagaimana yang telah diuraikan di atas, secara langsung telah menimbulkan kerugian materil dan moril terhadap Penggugat oleh karena itu sebagaimana diatur dan ditentukan Pasal 1365 KUHPerdata Penggugat sebagai pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan kerugian.

Pada beberapa sengketa dibidang pertanahan banyak terjadi kebingungan dari masyarakat pencari keadilan, khususnya tentang kepastian hukum terhadap tanah yang dimilikinya baik dimiliki dengan cara membeli maupun dengan cara menguasai secara fisik dalam kurun waktu yang cukup lama.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai

“Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka: 1. Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria? 2. Bagaimana kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah

terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah?

3. Bagaimana analisa terhadap kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010 ?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria

2. Untuk mengetahui kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah.

3. Untuk mengetahui tanggapan atas kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan perbandingan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian tentang terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.

b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan peraturan perundangan-undangan tentang pengaturan yang mengatur mengenai pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum tentang terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.


(28)

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas dasar Penguasaan Fisik (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010) yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan sudah pernah dilakukan oleh Muaz Effendi dengan judul “ Pengalihan Hak Atas Tanah yang Belum Bersertifikat di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran Haknya di Kantor Pertanahan Medan)”. Adapun perumusan masalahnya adalah:

1. Mengapa terjadi ketidakseragaman pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat di Kecamatan Medan Johor?

2. Bagaimana bentuk-bentuk surat pengalihan hak atas tanah sebagai landasan pengalihan hak atas tanah yang belum bersertifikat ?

3. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah yang belum bersertifikat serta kendala-kendala umum yang dihadapi masyarakat dalam pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Medan.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah dilakukannya, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian yang dilakukan


(29)

peneliti lebih memfokuskan diri pada terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Apabila ada pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan, maka unsur keadilan harus dikedepankan dan dimenangkan. Kepastian hukum adalah sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu antara para pihak yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan yang telah disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta enforceable oleh aparat hukum sebagai penjelmaan dari kedaulatan birokrasi negara.

Saluran formal yang mengedepankan kepastian hukum tidak mencerminkan adanya keadilan, maka pencari keadilan akan menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum. Kepastian hukum yang ideal adalah hukum yang memberi keadilan. Namun manakala keadilan tersebut tidak ditemukan lewat saluran formal, akan terjadi apatisme hukum, yang bahkan pada titik ekstrim akan dapat menjelma menjadi chaos karena masing-masing pihak akan mencari, menafsirkan dan mengenforcekeadilan menurut persepsinya


(30)

masing-masing. Fenomena yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran hukum post modernisme yang bernamacritical legal studies.

Munir Fuady mencatat, aliran critical legal studies merupakan suatu aliran yang bersikap anti liberal, anti objektivisme, anti formalisme, dan anti kemapanan dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir post modern, secara radikal mendobrak dan menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat/ mayoritas/ berkuasa/ kaya dalam rangka mempertahankan hegemoninya, serta menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, serta menolak kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dihasilkan lembaga-lembaga formal negara.7

Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya(droit de suite), dan memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya.8

7 Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. hal. 34.

8Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, PT. Alumni, Bandung, 1997, hal. 31


(31)

Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan penetapan hak atas tanah maka harus dapat dibuktikan terlebih dahulu adanya dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal untuk pengajuan hak kepemilikannya.

Penguasaan dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah sudah merupakan suatu "hak". Kata "penguasaan" menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya.9 Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda/bukti bahwa tanah tersebut telah dikuasainya. Tanda/bukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis (bukti yuridis).

Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tertulis tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahan/pengalihan hak. Bila dikatakan perolehan hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hak atas obyek tanahnya.10

Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik.11 Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada 9Badan Pertanahan Nasional, Hak-hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional, Jakarta, Tahun 2002, hal. 18

10 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum PendaftaranTanah,Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008, hal. 235

11 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, Tahun 1994, halaman 19.


(32)

bukti penguasaan tanahnya secara hukum (biasanya dalam bentuk surat-surat tertulis), maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian.

Penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat dilegitimasi/diformalkan haknya melalui penetapan/pemberian haknya kepada yang bersangkutan.

Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai:

Bukti penguasaan-atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain.12

12Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendafataran Tanah, Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008, hal. 237


(33)

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara. Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya. Penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu penguasaan yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum.

Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui penetapan Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produkn ya adalah sertifikat tanah.13 Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara,


(34)

maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh Negara/Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

AP. Parlindungan menyatakan bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA dapat diterbitkan haknya karena penetapan Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atas tanah di atas hak tanah lain (misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik) dan juga karena ketentuan konversi hak, sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembagauit wi zingproceduresebagaimana diatur dalam pasal 548 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak.14

Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti Hak-hak Adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari Hak-hak Barat.15

Adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah:

1. Hak agrarisch egeindom. Lembaga agrarisch egeindom ini adalah usaha dari Pemerintah Hindia Belanda dahulu untuk mengkonversi tanah hukum adat, baik

14 A. P. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1993, hal. 69-70

15A. P. Parlindungan, Pen daft aran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1993, hal 3


(35)

yang berupa milik perorangan maupun yang ada hak perorangannya pada hak ulayat dan jika disetujui sebagian besar dari anggota masyarakat pendukung hak ulayatnya, tanahnya dikonversikan menjadiagrarisch egeindom.

2. Tanah hak milik, hak Yasan, adar beni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini. Istilah dan lembaga-lembaga hak atas tanah ini merupakan istilah lokal yang terdapat di Jawa.

3. Grant Sultan yang terdapat di daerah Sumatra Timur terutama di Deli yang dikeluarkan oleh Kesultanan Deli termasuk bukti-bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh para Datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. Di samping itu masih ada lagi yang disebut grant lama yaitu bukti hak tanah yang juga dikeluarkan oleh Kesultanan Deli.

4. Landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak-hak usaha atas bekas tanah partikulir. Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada hukum adat ada juga hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan nama antara lain ganggan bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain.

Sedangkan hak-hak barat dapat berupa hak eigendom, hak opstal, dan hak

erfpacht. Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah sebelumnya (dasar penguasaan/alas hak lama) masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku pada masa itu.


(36)

Sementara itu, menurut Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun pengalihan kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu:16

a. Hukum Kodrat, menyatakan dimana penguasaan benda-benda yang ada di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia b. Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi

pemiliknya dan dapat diwariskan.

c. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk pengalihan tanah.

d. Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh karena hasil kerja dengan cara membukukan dan mengusahakan tanah.

Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik yang diikuti dengan pendaftaran pengalihan hak atas tanah untuk mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti tetapi merupakan syarat mutlak adanya perjanjian penyerahan.

Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan akta otentik adalah sah, sepanjang diikuti dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh

16Aslan Noor,Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 28-29


(37)

Boedi Harsono dan R. Soeprapto.17 Penyerahan yang sifatnya konsensual sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan penyerahan yang sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat pada dasarnya adalah bertentangan dan dapat terjadi dualisme dalam penafsiran kepastian hukumnya.

Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran pada proses pengalihan hak atas tanah, tidak semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru milik, belum hak.18 Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak atas tanah adalah adanya asas publisitas.

2. Konsepsi

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut denganoperational definition19. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.20

17 John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 34-35

18Djuhaendah Hasan,

Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 76

19 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.

20 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara(Medan: PPs-USU, 2002), hal. 35.


(38)

Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Hukum berasal dari kata analisa dan hukum. Analisa adalah penyelidikan tentang kemampuan dan kepribadian seseorang dihubungkan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya21 Sedangkan hukum peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat. patokan (kaidah, ketentuan). keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan.22

2. Pengalihan Atas Tanah dan Bangunan adalah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalihan adalah pergantian /perlintasan dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Sedangkan pengertian dari hak adalah milik/kepunyaan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang (aturan). Jadi pengalihan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak dari satu pihak kepada pihak lain. 3. Akta Tanah adalah akta yang memuat data otentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah

4. Dikuasai secara fisik berarti objek tanah ditempati oleh orang atau badan hukum. 5. Pihak lain adalah pihak yang bukan merupakan pihak yang memiliki hak atas

tanah.

21W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, hal. 32


(39)

6. Bukti Hak merupakan alat bukti mengenai kepemilikan atas tanah yang telah didaftarkan.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pengalihan hak atas tanah yang dikuasai secara fisik tanpa alas hak. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengacu kepada peraturan-peraturan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

a. Bahan hukum primer berupa UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Putusan Mahkamah Agung No.475//PK/Pdt.2010 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya


(40)

ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, kamus bahasa Inggris, Kamus bahasa Indonesia, dan artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengkajian ilmu hukum normatif terdiri studi dukumen yaitu pengumpulan data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan, dilakukan dengan studi kepustakaan/literatur. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain. Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentang apa yang tercakup di dalam fokus permasalahan yang akan diteliti dengan jalan mengadakan pencatatan langsung mengenai data yang berupa dukumen ataupun mengutip keterangan-keterangan yang dibutuhkan.

3. Analisis Data

Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode deduktif.


(41)

A. Tinjauan tentang Pengalihan Hak Atas Tanah

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni 1. Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti

ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik.

2. Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu:

1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tesebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tesebut, belum berarti orang tersebut langsung


(42)

memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah.

2) Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi Hak Milik.

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak atas tanah kapada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.


(43)

Secara khusus Herman Soesangobeng mengatakan falsafah kepemilikan atas tanah dalam hukum adat, hakekat dasarnya adalah dari pertautan manusia dengan tanah dan alamnya dan bukan pada hak, melainkan pada hubungan kuatnya pertautan hubungan yang melahirkan kewenangan (hak). Oleh karena itu hak lahir melalui proses intensitas hubungan antara manusia dengan tanah tidak dari keputusan pejabat.20Dalam filosofi adat, hak dipahamkan sebagai suatu yang relatif dan mudah berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga hak sesuatu yang tidak mutlak.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah; Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

20 Herman Soesangobeng,

Filosofi Adat dalam UUPA,Makalah dipresentasikan dalam Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, 1998, hal. 4.


(44)

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu:

1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer

Yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah-tangankan kepada orang lain atau ahliwarisnya. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (lebih lanjut disingkat dengan UUPA) terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu:

a. Hak Milik atas tanah. b. Hak Guna Usaha. c. Hak Guna Bangunan. d. Hak Pakai.21

2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder

Yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara. Dikatakan bersifat sementara, karena hak-hak tersebut dinikmati dalam waktu terbatas, dan hak-hak itu dimiliki oleh orang lain. Hak atas tanah yang bersifat sementara dapat dialihkan kapan saja si pemilik berkehendak. Terhadap beberapa hak, hak atas tanah yang bersifat sementara memiliki jangka waktu yang terbatas, seperti Hak Gadai dan Hak Usaha bagi hasil. Kepemilikan terhadap hak atas tanah hanya bersifat sementara saja.


(45)

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu:

1) Hak Gadai.

2) Hak Usaha Bagi Hasil. 3) Hak Menumpang.

4) Hak Menyewa atas Tanah Pertanian.22

Tata cara memperoleh hak atas tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah sebagai berikut:

1. Permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika tanah yang diperlukan berstatus Tanah Negara.

2. Pemindahan Hak, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak ;

b. Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang sudah ada ; c. Pemilik bersedia menyerahkan tanah.

3. Pelepasan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak ulayat suatu masyarakat hukum adat ;

22 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 64. Pendapat lain menayatakan bahwa disebut sebagai hak yang bersifat sementara karena eksistensinya pada suatu saat nanti akan dihapuskan, karena mengandung sifat-sifat yang kurang baik bertentangan dengan jiwa UUPA.


(46)

b. Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak yang sudah ada; c. Pemilik bersedia menyerahkan tanahnya.

4. Pencabutan hak yang dilanjutkan dengan permohonan dan pemberian hak atas tanah, jika:

a. Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak; b. Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya;

c. Tanah tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

Dalam sistem KUHPerdata maupun dalam sistem UUPA kita kenal adanya pengalihan sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Pengalihan ini adalah salah satu kewajiban para pihak dalam suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang yang dilakukan diantara mereka.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa di dalam KUHPerdata yaitu pada Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan bahwa ada lima cara untuk memperoleh hak milik atas suatu kebendaan. Kelima cara tersebut antara lain adalah:

1. Pendakuan(toeegening)

Pendakuan ini dilakukan terhadap barang-barang yang bergerak yang belum ada pemiliknya (res nullius). Contoh dari pendakuan ini yaitu yang terdapat di dalam Pasal 585 KUHPerdata yaitu pendakuan dari ikan-ikan di sungai, binatang-binatang liar di hutan dan lain-lain.


(47)

2. Ikutan(natrekking).

Hal ini diatur dalam Pasal 588 – Pasal 605 KUHPerdata. Yaitu cara memperoleh benda karena benda itu mengikuti benda yang yang lain. Contoh dari

natrekkingini adalah: hak-hak atas tanaman, hak itu mengikuti tanah yang sudah menjadi milik orang lain.

3. Lampaunya waktu(Verjaring).

Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan karena lampaunya waktu. Artinya pemilik yang lama dari benda tersebut tidak berhak lagi atas benda tersebut karena jangka waktu kepemilikannya telah lewat waktu oleh hukum. hal ini diatur dalam Pasal 610 KUHPerdata dan diatur lebih lanjut dalam buku keempat KUHPerdata.

4. Pewarisan(erfopvolging)

Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak karena terluangnya atau jatuhnya warisan terhadap seseorang sehingga ia berhak atas benda tersebut.

5. Pengalihan Dan Penyerahan(levering).

Ini adalah cara untuk memperoleh hak milik yang paling penting dan paling sering terjadi di masyarakat. Yaitu cara memperoleh hak milik atas suatu kebendaan dengan cara mengalihkan hak milik atas suatu kebendaan dari pemilik yang lama kepemilik yang baru.


(48)

Pasal 20 ayat 2 UUPA menyebutkan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, sifat milik pribadi ini walau dibatasi oleh ketentuan Pasal 6 UUPA dapat dioperkan hanya kepada orang lain dengan hak yang sama.

Umpamanya jika menjual, menghibah, tukar menukar, mewariskan, ataupun memperoleh hak karena perkawinan/kesatuan harta benda, maka hak atas tanah yang semula hak milik tetap akan menjadi hak milik. Hak milik adalah: “Hak turun temurun, artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut tanpa perlu diturunkan derajatnya ataupun hak itu menjadi tiada atau memohon haknya kembali ketika terjadi perpindahan tangan.23

Hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, namun hal ini berbeda dengan hak eeigendom vide Pasal 571 KUHPerdata, di mana dikatakan bahwa hak milik tersebut mutlak tidak dapat diganggu gugat. Hak milik menurut UUPA mengandung arti bahwa hak ini merupakan hak yang terkuat, jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan dan lain-lain.

Luasnya hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada di atasnya, sebagai suatu penjelmaan dari ciri-ciri khas hukum adat yang menjadi dasar hukum Agraria Nasional. Mengenai pertambangan diatur sendiri, yang artinya


(49)

bahwa untuk melakukan pertambangan di bumi memerlukan suatu izin khusus yang dinamakan kuasa pertambangan. Dengan demikian hak milik ini masih ada pembatasannya, meskipun dikatakan meliputi seluruh bumi dengan isinya.

Dalam pengalihan hak milik yang merupakan pelaksanaan dari perikatan yang dimaksud, timbul persoalan apakah antara perbuatan hukum lanjutan tersebut dan hubungan hukum yang menjadi dasarnya atau dengan kata lain apakah pengalihan itu tergantung pada alas haknya ataukah merupakan hal yang terpisah satu sama lainnya.

Hubungan antara pengalihan dengan alas haknya ada dua ajaran yaitu ajaran abstrak dan ajaran kausal (sebab akibat). Baik ajaran abstrak maupun ajaran kausal sama-sama, menekankan bahwa sahnya suatu pengalihan bertujuan untuk mengalihkan hak milik tersebut tergantung pada alas haknya harus tegas dinyatakan, sedangkan menurut ajaran abstrak, maka penyerahan itu tidak perlu adanya titel yang nyata, cukup ada alas hak atau titel anggapan saja.

Dari uraian di atas, terlihat hubungan jelas antara perjanjian obligatoir dari perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atau benda tidak bergerak dengan balik nama yang merupakan pengalihan hak milik itu sendiri. Ditegaskan oleh R. Subekti, bahwa: menurut pendapat yang lazim dianut oleh para ahli hukum dan hakim, dalam KUHPerdata berlaku apa yang dinamakan “kausal stelsel” di mana memang sah tidaknya suatu pemindahan hak milik tergantung sah tidaknya perjanjianobligatoir”.


(50)

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sahnya atau tidaknya suatu balik nama tergantung pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir

yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk menurut dan melaksanakan isi perjanjian yang berupa pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut. Di atas telah disebutkan bahwa sah tidaknya suatu balik nama adalah tergantung pada sah tidaknya perjanjian obligatoir, dengan demikian sah atau tidaknya perjanjian

obligatoir yang menyebabkan timbulnya suatu kewajiban untuk mengalihkan suatu kepemilikan benda tidak bergerak, adalah merupakan syarat sahnya balik nama. Selanjutnya untuk mengetahui sahnya perjanjian obligatoir, maka harus diketahui pula tentang sah atau tidaknya perbuatan-perbuatan hukum yang menyebabkan timbulnya kewajiban untuk mengalihkan benda tidak bergerak yang merupakan objek dari perbuatan hukum tersebut. Jual beli, tukar menukar maupun penghibahan, adalah merupakan suatu perbuatan hukum yang disebut perjanjian atau dengan istilah lain “perikatan” dan oleh karena itu untuk sahnya suatu perbuatan hukum tersebut harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.

B. Cara-cara Pengalihan Hak Atas Tanah

Pengalihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian


(51)

berarti setiap pengalihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut.

Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.

Adapun yang menjadi syarat-syarat terjadinya pengalihan terhadap kebendaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengalihan tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berhak untuk mengalihkan kebendaan tersebut. Tidak selamanya pemilik suatu kebendaan dapat diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu hal misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet). Disini ia merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan yang mengatakan ia pailit maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda tersebut.


(52)

Adapun sebaliknya orang tersebut tidak merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, di mana pihak ini menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik yang sah dari suatu kebendaan, tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai dapat mengalihkan benda tersebut.

2. Pengalihan itu dilakukan secara nyata.

Artinya pengalihan itu harus benar-benar terjadi dan dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Melihat persyaratan tersebut di atas pengalihan terhadap benda-benda bergerak cukup hanya melakukan penyerahannya begitu saja, tetapi terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam suatu akte sangat penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut. Terhadap benda tidak bergerak, di samping dengan pengalihan nyata, maka untuk mengalihkan hak milik atas barang tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan pengalihan secara yuridis.

Bahwa Pasal 1682 BW menyatakan bahwa hibah terhadap barang tidak bergerak harus dinyatakan dengan akta otentik. Bahwa hibah yang dilakukan Tergugat I kepada Tergugat II tidak dilekatkan dalam suatu akta otentik sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1682 KUHPerdata. Oleh karena tanah objek gugatan secara hukum bukanlah milik pemerintah kota Pangkalpinang sebagai pihak pemberi


(53)

hibah dan pernyataan hibah tidak dinyatakan/dilekatkan dalam akta otentik, maka perbuatan hukum hibah atas objek gugatan kepada Tergugat II adalah batal demi hukum.

Bahwa Tergugat I telah salah dalam mengartikan hak menguasai Negara atas tanah sebagaimana dimaksud UU Nomor. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Hak menguasai negara atas tanah menurut UU Nomor: 5 Tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria, bukan merupakan domein veerklaring atau hak memiliki pemerintah atas tanah, sebagaimana yang Penggugat sampaikan bahwa pemerintah sebagai badan hukum publik juga merupakan subjek hukum tanah sama halnya dengan hak-hak rakyat lainnya.

Penggugat telah mengusahakan dan menguasai fisik tanah objek gugatan sejak Tahun 1975 atau sudah selama waktu 31 tahun tanpa ada pihak lain yang menggugatnya. Dengan demikian maka status tanah objek gugatan tidak lagi merupakan tanah negara bebas tetapi telah menjadi (berstatus) tanah negara tidak bebas. Sebagai warganegara Republik Indonesia maka menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU. Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria Penggugat berhak dan dilindungi hak-haknya untuk memperoleh hak atas tanah negara dan Tergugat I tidak dapat lagi memberikan hak penguasaan atas fisik tanah terhadap tanah yang berstatus tanah negara yang tidak bebas (telah dikuasai/diusahakan) oleh Penggugat.


(54)

Bahwa perbuatan Tergugat I yang telah menghibahkan tanah dan memberikan hak penguasaan atas fisik tanah objek gugatan yang telah dikuasai dan diusahakan Penggugat sejak Tahun 1975 kepada Tergugat II dikwalifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) sebagaimana diatur Pasal 2 RO/Pasal 1365 KUHPerdata dan telah melanggar hak-hak subjektif Penggugat.

Yang dimaksud dengan pengalihan yuridis adalah berupa pencatatan dalam perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut dalam suatu akte yang otentik di depan para pejabat yang berwenang dan kemudian mendaftarkannya dalam register umum yang telah disediakan khusus.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan panduan yang nyata dalam pelaksanaan otonomi daerah, juga merupakan politik hukum otonomi daerah. Dengan dasar kekuatan tersebut, pelaksanaan otonomi daerah diwujudkan dalam kebijakan yang terukur, terarah, dan terencana oleh pemerintah pusat. Oleh sebab itu, otonomi daerah yang dijalankan selain bersifat nyata dan luas, tetap harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Maksudnya otonomi daerah harus dipahami sebagai perwujudan pertanggungjawaban konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan


(55)

kewajiban yang harus dilaksanakan daerah. Tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, penegakan keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sangat jelas mengatur mengenai pertanahan, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 14 yang menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi poin (k) tentang pelayanan pertanahan. Kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah itu juga, sesuai dengan yang terdapat dalam penjelasan poin (b), yang menyebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini.

Hal di atas mengartikan bahwa daerah memiliki kewenangan membuat arah kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya juga kebijakan nasional di bidang pertanahan saat ini, melalui kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi, secara tegas dijelaskan bahwa sebagian kewenangan


(56)

pemerintah di bidang pertanahan, dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, meliputi:

1. Pemberian izin lokasi;

2. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; 3. Penyelesaian sengketa tanah garapan;

4. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan satuan tanah untuk pembangunan; 5. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah

kelebihan maksimum dan tanah absentee;

6. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; 7. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; 8. Pemberian izin membuka tanah;

9. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.24

Dalam bidang pertanahan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan pengaturan meliputi penyelenggaran kegiatan dibidang pertanahan, dan memberikan kewenangan pengaturannya kepada Pemerintah Daerah propinsi maupun kabupaten/kota.

Kewenangan yang telah dimiliki oleh daerah dengan berlakunya otonomi daerah tersebut, maka pemerintah daerah baik itu kabupaten/kota serta desa merupakan lini pertama yang dapat melindungi hak masyarakat hukum adat serta

24M. Rizal Akbar dkk, Tanah Ulayat dan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat, LPNU Press, Pekanbaru, 2005, Hal.9.


(57)

tanah ulayatnya. Karena jajaran Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang amat luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, akan tetapi tentu saja dengan benar-benar memahami dan mampu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang berada di daerahnya tersebut. Selain itu juga masyarakat hukum adat tersebut juga tidak harus tinggal diam akan tetapi juga harus turut serta mendayagunakan hak sipil dan hak politiknya dengan cara menata dan mengorganisasikan diri mereka secara nyata dan melembaga. Dengan cara inilah maka masyarakat hukum adat itu akan nampak dan akan lebih di dengar keberadaannya oleh para pengambil keputusan.25

Mengenai hak-hak penguasaan atas tanah tetap berdasarkan UUPA. Adapun pengertian “penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek perdata dan publik. Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki.

Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik, atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak

25 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 63-64


(58)

penguasaan yuridisnya, berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya.26

Hak menguasai tanah oleh negara adalah hak yang memberi wewenang kepada negara untuk mengatur 3 hak seperti termuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA,27 Hak ulayat dari unsur/aspek hukum publik juga memberi wewenang kepada masyarakat hukum adat untuk mengelola, mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan tanah ulayat. Jika kedua hal tersebut dihubungkan satu dengan yang lain, maka hak menguasai tanah oleh negara semacam hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang tertinggi yaitu, meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pengalihan hak atas tanah dapat terjadi dikarenakan: 1. Pewarisan tanpa wasiat

Menurut hukum perdata, jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Pengalihan tersebut kepada ahliwaris, yaitu siapa-siapa yang termasuk ahliwaris, berapa bagian masing-masing dan bagaimana cara pembagiannya, diatur oleh Hukum Waris almarhum pemegang hak yang bersangkutan, bukan oleh Hukum Tanah.

26Boedi Harsono, Op.Cit, Hal. 23

27Menurut Pasal 2 ayat (2) UU PA Tahun 1960, maka Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.


(59)

Hukum tanah memberikan ketentuan mengenai penguasaan tanah yang berasal dari warisan dan hal-hal mengenai pemberian surat tanda bukti pemilikannya oleh para ahli waris. Menurut ketentuan Pasal 61 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk pendaftaran pengalihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu enam bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya.

2. Pemindahan hak

Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Bentuk pemindahan haknya bisa dikarenakan:

a. Jual-Beli, b. Hibah,

c. Pemasukan dalam perusahaan atau “inbreng” dan d. Hibah-wasiat atau “legaat

Perbuatan-perbuatan tersebut, dilakukan pada waktu pemegang haknya masih hidup dan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai atau langsung, kecuali hibah wasiat. Artinya, bahwa dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain.


(60)

Dalam hibah wasiat, hak atas tanah yang bersangkutan beralih kepada penerima wasiat pada saat pemegang haknya meninggal dunia.

Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian menurut adat dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disingkat PPAT, yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan di hadapan PPAT, telah dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang “gelap”, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi).

Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan hukum jual-beli yang dilakukan. Dengan demikian sifat jual-beli, yaitu tunai, terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut secara implisit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Tetapi hal itu baru diketahui oleh dan karenanya juga baru mengikat para pihak dan ahliwarisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.

Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya pemindahan haknya didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kota/ Kotamadya, untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan. Dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut pada sertifikat haknya, diperoleh surat tanda


(61)

bukti yang kuat. Karena administrasi pengalihan hak atas tanah yang ada di kantor pertanahan Kota/Kotamadya mempunyai sifat terbuka bagi umum, maka dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut pada buku tanah haknya, bukan hanya yang memindahkan hak dan ahliwarisnya, tetapi pihak ketiga pun dianggap mengetahui, bahwa penerima hak adalah pemegang haknya yang baru.28

1. Jual beli

Pengertian jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah yang disebut “penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui. Yang diperjualbelikan menurut ketentuan Hukum Barat ini adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak barat”, yaitu tanah-tanah Hak Eigendom,

Erfpacht, Opstal.

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata, yaitu: “jual dan beli”. Kata “jual” menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan kata “beli” adalah adanya perbuatan membeli. Maka dalam hal ini, terjadilah peristiwa hukum jual beli. Menurut pengertian syariat, yang dimaksud dengan jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan

28 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1. Cetakan ke-9. (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 329.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Mekanisme pengalihan hak atas tanah dalam sistem hukum agraria dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Pengalihan hak atas tanah juga dapat dilakukan dengan cara penguasaan fisik hak atas tanah., sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa masa penguasaan fisik di atas 20 tahun dapat dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah.

2. Kedudukan pihak ketiga yang menguasai objek hak atas tanah terhadap terjadinya pengalihan hak atas tanah adalah merupakan pihak yang tidak memiliki hak, karena pihak ketiga menguasai objek hak atas tanah dengan mengabaikan pihak lain yang sudah menguasai fisik hak atas tanah selama lebih dari 20 tahun. Hal ini menyebabkan pihak ketiga tidak berhak atas bentuk


(2)

pengalihan apapun, termasuk cara yang tidak sah. Hal ini berakibat pemilik asli harus melakukan upaya-upaya hukum yang tentu saja akan menghabiskan banyak waktu dan biaya.

3. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 475 K/Pdt/2010, disebutkan bahwa pengalihan hak atas tanah dapat dilakukan berdasarkan penguasaan fisik atas tanah. Pihak penggugat yang menguasai tanah garapan selama 31 (tiga puluh satu) tahun memiliki hak prioritas kesempatan pertama untuk mengajukan permohonan sertifikat hak milik atas tanah obyek sengketa, sesuai dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3283 K/Pdt/1994 tertanggal 27 Maret 1997 menyatakan bahwa “Penggarap yang menguasai tanah milik Negara mempunyai prioritas untuk memperoleh hak atas tanah”. Hal ini berbeda dengan dua putusan sebelumnya, yang tidak mengakui keberadaan penggugat sebagai penguasa fisik hak atas tanah.

B. Saran

1. Kepada masyarakat sebaiknya menghindari adanya kepemilikan hak atas tanah yang tidak sekaligus dikuasai secara fisik. Hal ini akan menimbulkan sengketa di belakang hari, karena dapat mengakibatkan pihak lain menempati tanah tersebut dalam waktu yang lama, dan akhirnya memberi kesempatan pada pihak lain untuk menguasainya.


(3)

2. Diharapkan lebih meningkatkan lagi sosialisasi mengenai cara mendaftarkan tanah dan arti pentingnya pendaftaran tanah, dengan dituangkan dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat

3. Hendaknya masyarakat, ketika akan melakukan pengalihan hak atas tanahnya sekaligus juga melakukan pendaftaran pengalihan haknya pada Kantor Pertanahan. Hal ini untuk menghindari adanya penguasaan hak atas objek tanah sekaligus penerbitan sertifikat palsu, jika pemilik asli tidak segera melakukan pendaftaran atas tanah miliknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Sutedi Adrian, 2009,Pengalihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya,Jakarta: Sinar Grafika.

Noor Aslan, 2006, Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Nasution Bahder Johan, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju.

Harsono Boedi, 2007, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta.

Dalimunthe Chadijah, 2000, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahnya, Fakultas Hukum USU Press, Medan.

Djuhaendah Hasan, 1996,Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Perangin Effendi, 1994, Mencegah Sengketa Tanah. Jakarta: Rajawali Press.

Harsono Boedi, 2003, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Djambatan, Jakarta, 2003.

Soesangobeng Herman,Filosofi Adat dalam UUPA,Makalah dipresentasikan dalam Sarasehan Nasional “Peningkatan Akses Rakyat Terhadap Sumberdaya Tanah”, Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN bekerjasama dengan ASPPAT, tanggal 12 Oktober 1998, di Jakarta, 1998, Kamello Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara(Medan: PPs-USU, 2002). Soemarjono Maria S.W.. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,

Kompas Jakarta, 2001.

Badrulzaman Mariam Darus, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, BPHN, Alumni, Bandung, 1997


(5)

Yamin Muhammad.. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003.

Yamin Muhammad, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2010.

Parlindungan A. P., 1994, Bunga Rampai Hukum Agraria Serta Landreform, Bagian II, Mandar Maju, Bandung.

Perangin Efendi.1994.Hukum Agraria Indonesia.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Saleh K. Wantjik, 1977, Hak Anda Atas Tanah,Ghalia Indonesia: Jakarta.

Sauni Herawan dan M. Yamani Komar (ed), 1998, Hukum Agraria, Beberapa Pemikiran dan Gagasan Prof. A. P. Parlindungan, USU Press, Medan.

Seoprapto R., 1986, UUPA Dalam Praktek, Mitra Sari, Jakarta.

Siregar Tampil Anshari, 2001, Undang-undang Pokok Agraria dalam Bagan, Kelompok Study Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan. Soejendro J. Kartini, 2001, Perjanjian Pengalihan Hak atas Tanah yang Berpotensi

Konflik, Kanisius, Jakarta.

Subekti,Aneka Hukum Perjanjian,Pradnya Paramita, Bandung, 1995.

Sumardjono Maria S.W, 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi & Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Supriadi,Hukum Agraria,(Jakarta: Sinar Grafika, 2008).

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993),

Tampil Anshari, Undang-undang Pokok Agraria dalam Bagan, Kelompok Study Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 2001.

A. Karya Ilmiah

Iswan B. Padu. Dkk. “Laporan Orientasi di Direktorat Sengketa Tanah BPN RI.”


(6)

Muliadi Nur,Tipologi Penelitian Hukum,Pojok Hukum Online Meia belajar Hukum dan Ilmu Hukum, diakses tanggal 09 Juli 2010.

Redaksi,”Kriminalisasi Penyerobotan Tanah Bukan Solusi”, http://www. riaumandiri.net/rm/index.php?option=com, diakses tanggal 20 Nopember 2010.

B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Kitab Undang-undang Hukum Perdata


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Aspek Hukum Pengalihan Hak Atas Saham Pada Perseroan Tertutup.

6 99 87

Analisis Yuridis Atas Pengalihan Harta Warisan Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Yang Berupa Hak Atas Tanah

7 78 136

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat Adat Di Atas Tanah Register 40 Pasca Putusan Pidana No.2642 K/PID/2006 AN.Terpidana D.L Sitorus

2 52 119

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

1 55 132

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Studi Kasus Terhadap Hak Atas Tanah Terdaftar Yang Berpotensi Hapus Di Kota Medan

1 40 208

Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni Lukis (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.596k/Pdt.Sus/2011)

0 22 131

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15