Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan

(1)

TESIS

Oleh

JULIA FRANCISKA

107011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIA FRANCISKA

107011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Rosniaty Siregar, SH, MKn 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : JULIA FRANCISKA

Nim : 107011046

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KAJIAN YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH

WARISAN YANG SEDANG DIBEBANI HAK

TANGGUNGAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :JULIA FRANCISKA


(6)

dalam Pasal 19 ayat 1 telah direalisasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1961 yang kemudian diganti dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku padatanggal 8 Oktober 1997. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya, baik itu mengagunkan, dialihkan dan beralih.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dari data primer, data sekunder serta wawancara yang sifatnya untuk mendukung data-data kepustakaan, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa peralihan hak atas tanah warisan merupakan peralihan hak karena hukum, oleh karena itu meskipun masih dalam pembebanan hak tanggungan, hak atas tanah tetap dapat beralih. Ahli waris yang dengan secara tegas menyatakan penolakannya terhadap hak warisnya mengakibatkan ahli waris tersebut dianggap tidak pernah ada. Penolakan ahli waris atas warisan hak atas tanah yang sedang dalam pembebanan hak tanggungan tidak mengakibatkan hak tanggungan yang sedang membebaninya menjadi hapus (dikenal sebagai asas droit de suite) seperti halnya dalam Hipotik memberikan sifat kepada Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan (hak yang mutlak) artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun juga yang menganggu haknya itu. Sifat droit de suite disebut juga

zaaksgevolg artinya pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mengikuti obyek Hak Tanggungan meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain. Faktor penghambat yang dihadapi oleh kreditur terkait dengan peralihan hak atas tanah warisan yang masih dibebani hak tanggungan yakni hambatan dalam proses balik nama keahliwaris. Hambatan proses balik nama objek hak tanggungan keatasnama ahliwaris berupa ahliwaris wajib melengkapi dokumen-dokumen terlebih dahulu, ketidakmampuan ahliwaris untuk melanjutkan perjanjian kredit yang tadinya dilaksanakan oleh almarhum, ketidakmampuan ahliwaris membiayai keperluan dalam proses baliknama dan karakter ahliwaris yang tidak bersahabat dengan kreditur.


(7)

Republic of Indonesia. The government’s regulation (PP) meant in Article 19 paragraph 1 has been realized in PP No.10/1961 which came into effect on March 23, 1961 and then it was amended with PP No. 24/1997 which came into effect on October 8, 1997. The right to land is the right giving an autorithy to the right holder to use or take advantage of the land he/she legally owns whether it is collateralized, shifted or transferred.

The data for this descriptive analytical normative juridical study were the secondary data obtained through library research supported by the primary data obtained thropugh interviews. The data obtained were then analyzed through qualitative analysis method.

The result of this study showed that the transfer of the right to inherited land was the transfer of right because of law, therefore, even though it is still in the imposition of mortgage, the right to land can still be transferred. The heir who strongly refuses his/her inheritance right is considered as never exist. The refusal of a heir to his/her inheritance right to the land which is still in the imposition of mortgage did not result in the elimination of the mortgage imposed (known as droit de suite) as in a Mortgage giving the collateral right the right of material (absolute right) that can be maintained against anyone. The right owner has the right to sue those who interferes with the right he/she holds,. The nature of droit de suite is also called zaaksgevolg meaning that the owner of collateral right has the right to follow the object of the collatera right although the object has shifted and belongs to the other parties. The inhibiting factor faced by the creditor realted to the transfer of the right to inherited land still imposed in the collateral right was the transfer the title to the heirs. The constraint of the process of the transfer of title of the object of collateral right to the heirs was that the heirs must complete the documents in advance, the inability of the heirs to continue the credit agreement previously carried out by the deceased, the inability of the heirs to finance what needed in the process of tranferring the title, and the heirs were not friendly with the creditor.


(8)

dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul ” Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan”

Disadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, baik secara substansi materi maupun metodologinya. Karena itu peneliti mohon masukan dari pembaca untuk penyempurnaannya.

Didalam penyelesaian tesis ini peneliti banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak. Jadi tepatlah kiranya pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara,

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk dapat menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, M.S, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang memberikan masukan dan kritikan serta dorongan kepada peneliti.

4. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan perhatian dengan penuh ketelitian, mendorong serta


(9)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini.

6. Chairani Bustami, SH, SpN, M.Kn. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada peneliti.

7. Notaris Rosniaty Siregar, SH, M.Kn. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada peneliti.

8. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen pengajar serta para staf pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran dan bantuan selama saya menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Orangtua dan saudara-saudari peneliti tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungannya hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Khususnya kelas Reguler Khusus angkatan 2010 yang selalu memberikan semangat dan inspirasi, terima kasih atas kekompakannya selama ini.

11. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu persatu.

Akhir kata, peneliti berharap tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan dan wacana bagi kita semua.

Medan, Agustus 2013 Peneliti


(10)

Nama : JULIA FRANCISKA, S.H Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 11 JULI 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Notaris

Agama : Buddha

Status : Belum Menikah

Alamat Kantor : Jalan Asahan No.1c Medan

Telepon Kantor : 061-4560427

Alamat Rumah : Jalan Aksara No.134c Medan

Telepon/HP : 0617359907 / 0819897953

II. PENDIDIKAN FORMAL

SD Methodist-3 Medan Lulus tahun 1997 SLTP Methodist-3 Medan Lulus tahun 2003 SLTA Methodist-2 Medan Lulus tahun 2006

S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Lulus tahun 2010 S-2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU Lulus tahun 2013


(11)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II PENGATURAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH ... 25

A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 25

B. Pengaturan Peralihan Hak Milik Atas Tanah karenaWarisan .. 32


(12)

A. Pengaturan Pewarisan Menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata ... 68

B. Akibat Hukum Penolakan Warisan oleh Ahli Waris ... 75

C. Akibat Hukum Penolakan Ahli Waris TerhadapWarisan Hak Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan ... 81

D. Proses Pembebanan Hak Tanggungan... 87

BAB IV HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH KREDITUR TERKAIT DENGAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG SEDANG DI BEBANIHAK TANGGUNGAN ... 93

A. Hambatan yang Dihadapi Oleh Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Pewarisan Objek Hak Tanggungan ... 93

B. Upaya Penyelesaian Hambatan yang Dihadapi Oleh Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Pewarisan Objek Hak Tanggungan ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107


(13)

Accesoiradalah perjanjian yang bersifat mengikuti perjanjian yang pertama.

Beschikbaar adalah bagian yang tersedia yang dapat dikuasai oleh pewaris, dapat menghibahkannya sewaktu ia masih hidup atau mewasiatkannya.

Covernote adalah surat yang berisi keterangan-keterangan yang dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta dibubuhi segel (cap) yang memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya, yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang.

Credietverband adalah pengikatan agunan berupa tanah yang umumnya belum bersertipikat.

Droit De Suiteartinya pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mengikuti obyek Hak Tanggungan meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain.

Droit De Preferenceartinya pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.

Erfpacht adalah usaha hak kebendaan untuk dinikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tidak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya baik berupa uang, hasil atau pendapatan.

HakHereditatis Petitioadalah hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada para ahli waris terhadap mereka, baik yang atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari harta peningggalan seperti juga terhadap mereka yang secara licik telah menghentikan penguasaan.

HakSaisinediberikan oleh Undang-Undang kepada para ahli waris terhadap mereka, baik yang atas dasar suatu titel atau tidak menguasai seluruh atau sebagian dari harta peningggalan seperti juga terhadap mereka yang secara licik telah menghentikan penguasaan.


(14)

Lichamelijkadalah barang berwujud.

Take Overadalah salah debitur menggantikan kedudukan debitur selaku debitur yang baru.

Onlichamelijkadalah barang tidak berwujud.

Overmachtadalah terjadinya keadaan yang tidak dapat diduga.

Parate Executie adalah kewenangan yang diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Testamentadalah pewarisan menurut Undang-Undang.

Voortdurendeovereenkomst adalah perjanjian pemberian Hak Tanggungan merupakan perjanjian kebendaan yang mempunyai karakter berkelanjutan yang diawali dengan perjanjian pemberian Hak Tanggungan dan berakhir pada saat pendaftaran.


(15)

BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPN = Badan Pertahanan Negara

BW = Burgelijk Wetbook

HAM RI = Hak Asasi Manusia Republik Indonesia KUHPer = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata NJOP = Nilai Jual Objek Pajak

SKHW = Surat Keterangan Hak Waris

SKMHT = Surat Keterangan Membebankan HakTanggungan SKPT = Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

STTS = Surat Tanda Terima Setoran

UUHT = Undang-Undang Hak Tanggungan UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah PBB = Pajak Bumi dan Bangunan PPH = Pajak Penghasilan


(16)

dalam Pasal 19 ayat 1 telah direalisasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1961 yang kemudian diganti dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berlaku padatanggal 8 Oktober 1997. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya, baik itu mengagunkan, dialihkan dan beralih.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dari data primer, data sekunder serta wawancara yang sifatnya untuk mendukung data-data kepustakaan, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa peralihan hak atas tanah warisan merupakan peralihan hak karena hukum, oleh karena itu meskipun masih dalam pembebanan hak tanggungan, hak atas tanah tetap dapat beralih. Ahli waris yang dengan secara tegas menyatakan penolakannya terhadap hak warisnya mengakibatkan ahli waris tersebut dianggap tidak pernah ada. Penolakan ahli waris atas warisan hak atas tanah yang sedang dalam pembebanan hak tanggungan tidak mengakibatkan hak tanggungan yang sedang membebaninya menjadi hapus (dikenal sebagai asas droit de suite) seperti halnya dalam Hipotik memberikan sifat kepada Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan (hak yang mutlak) artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun juga yang menganggu haknya itu. Sifat droit de suite disebut juga

zaaksgevolg artinya pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mengikuti obyek Hak Tanggungan meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain. Faktor penghambat yang dihadapi oleh kreditur terkait dengan peralihan hak atas tanah warisan yang masih dibebani hak tanggungan yakni hambatan dalam proses balik nama keahliwaris. Hambatan proses balik nama objek hak tanggungan keatasnama ahliwaris berupa ahliwaris wajib melengkapi dokumen-dokumen terlebih dahulu, ketidakmampuan ahliwaris untuk melanjutkan perjanjian kredit yang tadinya dilaksanakan oleh almarhum, ketidakmampuan ahliwaris membiayai keperluan dalam proses baliknama dan karakter ahliwaris yang tidak bersahabat dengan kreditur.


(17)

Republic of Indonesia. The government’s regulation (PP) meant in Article 19 paragraph 1 has been realized in PP No.10/1961 which came into effect on March 23, 1961 and then it was amended with PP No. 24/1997 which came into effect on October 8, 1997. The right to land is the right giving an autorithy to the right holder to use or take advantage of the land he/she legally owns whether it is collateralized, shifted or transferred.

The data for this descriptive analytical normative juridical study were the secondary data obtained through library research supported by the primary data obtained thropugh interviews. The data obtained were then analyzed through qualitative analysis method.

The result of this study showed that the transfer of the right to inherited land was the transfer of right because of law, therefore, even though it is still in the imposition of mortgage, the right to land can still be transferred. The heir who strongly refuses his/her inheritance right is considered as never exist. The refusal of a heir to his/her inheritance right to the land which is still in the imposition of mortgage did not result in the elimination of the mortgage imposed (known as droit de suite) as in a Mortgage giving the collateral right the right of material (absolute right) that can be maintained against anyone. The right owner has the right to sue those who interferes with the right he/she holds,. The nature of droit de suite is also called zaaksgevolg meaning that the owner of collateral right has the right to follow the object of the collatera right although the object has shifted and belongs to the other parties. The inhibiting factor faced by the creditor realted to the transfer of the right to inherited land still imposed in the collateral right was the transfer the title to the heirs. The constraint of the process of the transfer of title of the object of collateral right to the heirs was that the heirs must complete the documents in advance, the inability of the heirs to continue the credit agreement previously carried out by the deceased, the inability of the heirs to finance what needed in the process of tranferring the title, and the heirs were not friendly with the creditor.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA disebutkan alasan pentingnya pendaftaran

tanah, yaitu untuk memberikan kepastian hukum, karena dari proses pendaftaran

tanah akan menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Memperoleh

sertipikat bukan sekadar fasilitas, tetapi merupakan hak pemegang hak atas tanah

yang dijamin oleh Undang-Undang.Pengaturan pendaftaran tanah ini bukan hanya

mewajibkan pemerintah untuk mendaftarkan tanah-tanah yang ada, tetapi juga

mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan tanah miliknya. Untuk itu

diperlukan kesadaran masing-masing individu akan betapa pentingnya pendaftaran

tanah agar dapat tercipta suatu kepastian hukum yang dapat mengantisipasi setiap

permasalahan-permasalahan dibidang pertanahan.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah

bagi seluruh rakyat Indonesia maka pemerintah akan melakukan pendaftaran tanah di

seluruh wilayah Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat

(1) UUPA, yang menyebutkan bahwa “untuk menjamin kepastian hukum oleh

pemerintah diadakan pendaftaran tanah, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.1

1AP. Parlindungan.Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Mandar Maju. Bandung. 1993.hal. 133.


(19)

Adapun Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 telah

direalisasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku

pada tanggal 23 Maret 1961 yang kemudian diganti dengan PP Nomor 24 Tahun

1997 yang berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997.

Pasal 4 ayat 2 UUPA, menyebutkan bahwa “Hak atas tanah yang dimaksud

dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang

bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air dan ruang yang ada di atasnya

sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan

penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan

Peraturan-Peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah adalah hak yang

memberi wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.2

Ada 3 (tiga) macam perolehan hak atas tanah, yaitu:

1. Hak atas tanah yang diperoleh secara original atau primer, yaitu hak atas tanah yang bersumber pada hak bangsa Indonesia yang diberikan oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui permohonan hak (diperoleh untuk pertama kalinya). Macam-macam hak atas tanah ini berupa: Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan;

2. Hak atas tanah Derivatif atau Sekunder, yaitu hak atas tanah yang tidak langsung bersumber kepada hak bangsa Indonesia dan diberikan oleh pemilik tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak atas tanah yang termasuk dalam hal ini, yaitu :Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai, Hak Menumpang;

2 Sudikno Mertokusumo I, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Universitas Terbuka, Jakarta, 1988, hal 445.


(20)

3. Hak jaminan atas tanah, yaitu hak penguasaan atas tanah yang tidak memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut apabila pemilik tanah tersebut (debitur) melakukan wanprestasi.3

Dalam UUPA dinyatakan bahwa hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan

dari pemegang haknya kepada pihak lain. Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah

dengan cara beralih yaitu berpindahnya hak atas tanah kepada pihak lain karena

pemegang haknya meniggal dunia adalah melalui pewarisan. Peralihan hak atas tanah

ini terjadi karena hukum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak, maka ahli

warisnya memperoleh hak atas tanah tersebut.Dalam hal beralih ini, pihak yang

memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.4

Sedangkan bentuk peralihan hak atas tanah dengan cara dialihkan

(pemindahan hak) yaitu berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak kepada

pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar

pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa

jual beli, hibah, tukar menukar, pemberian dengan wasiat dan lelang.Dalam hal ini,

pihak yang mengalihkan hak harus berhak dan berwenang memindahkan hak,

sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai

pemegang hak atas tanah. Cara memperoleh hak atas tanah yang dialihkan dan beralih

ini termasuk dalam cara perolehan hak atas tanah secaraderivatif.

3Ahmad Farhan, Konversi Hak Atas Tanah, http://leonelaan.blogspot.com/2010/07/konversi-hak-atas-tanah.html, di akses pada tanggal 17 Maret 2012.


(21)

Macam-macam hakatas tanah menurut pasal 16 juncto Pasal 53 UUPA, hakatas tanah dikelompokkan menjadi :

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan Undang-Undang yang baru.Macam-macam hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil;

2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan oleh Undang-Undang, yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang;

3. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai (gadai tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (perjanjian bagi hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.5

Seiring perkembangan zaman, kebutuhan hidup manusia semakin meningkat

dan tidak jarang manusia memerlukan modal untuk meningkatkan taraf hidup ke arah

yang lebih maju.Pinjaman kredit pada bank merupakan salah satu bantuan modal

yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan usaha manusia.Sebelum lahirnya

UUHT, pembebanan atas benda tidak bergerak diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata Buku Kedua Bab XXI yang disebut dengan Hipotek.

Menurut Pasal 1162 BW I yang dimaksud dengan Hipotek adalah suatu hak

kebendaan atas benda-benda tak bergerak (kepunyaan orang lain), untuk mengambil

penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Seperti halnya tujuan gadai,

pengertian tersebut menunjukkan bahwa tujuan Hipotek adalah juga untuk memberi

jaminan kepada kreditur tentang kepastian pembayaran pelunasan atas uang yang

5PujiWulandari,HukumAgraria,http://www.google.co.id/.FHUKUM_AGRARIA.ppt, di akses pada tanggal 05 Maret 2012.


(22)

dipinjam debitur sedemikian rupa, bahwa apabila debitur wanprestasi maka

benda-benda yang dibebani Hipotek dapat dijual / dilelang dan pendapatan penjualan

tersebut dipergunakan untuk membayar hutang yang dijamin dengan Hipotek, kecuali

ditetapkan lain oleh Undang-Undang. Dengan demikian perjanjian Hipotek

merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian hutang piutang sebagai

perjanjian pokoknya.Selanjutnya di dalam Pasal 1163 ayat (2) BW I diterangkan

bahwa karena Hipotek tetap melekat pada bendanya, maka meskipun benda itu

kemudian dimiliki oleh orang lain Hipotek tetap melekat atas benda itu (jual beli,

pewarisan, hibah dan lainnya tidak menggugurkan Hipotek).

Dalam hal ini, menurut St. Remy Sjahdeini, Ketentuan tentang Hipotek tidak sesuai lagi dengan asas-asas hukum tanahnasional d a n d a l a m kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dan kemajuan pembangunan ekonomi. Asas-asas Hak Tanggungan yang dimaksud antara lain yaitu:

a. Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan,

b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah,

c. Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, dan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada di kemudian hari;

d. Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti.6

Pada tahun 1996 lahir Undang-Undang yang khusus mengatur tentang Hak

Tanggungan.Setelah keluar Undang-Undang Hak Tanggungan ini, istilah Hipotek

tidak dipergunakan lagi. Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah hukum adat dan

6 Dinda Permata Sari, Prinsip Dasar Hak Tanggungan Hak Atas Tanah,

http://www.scribd.com/Prinsip-prinsip-Dasar-Hak-Tanggungan-Atas Tanah, diakses pada tanggal 1 April 2012.


(23)

istilah Hak Tanggungan mulai dikenal dalam Pasal 51 UUPA yang antara lain

menyebutkan bahwa hak tanggungan dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna

Bangunan dan Hak Guna Usaha dalam Pasal 25,33, 39 UUPA yang kemudian diatur

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Pasal 1 ayat

(1) Undang-Undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa “Hak Tanggungan atas

tanah, beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur

tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”.

Hak Tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa

Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian

daripadanya, telah dilunasi sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya

sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan untuk sisa utang yang

belum dilunasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa elemen pokok, yaitu:7

1. UUHT adalah hak jaminan dan merupakan realisasi dari Pasal 51 UUPA juncto Pasal 1131 KUHPerdata tentang jaminan umum. Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa, “segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

7Mariam Darus Badrulzaman (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I), Serial

Hukum Perdata, Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana Medan Bekerjasama dengan Mandar Maju, Bandung, 2004, hal 15.


(24)

yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

2. Objek UUHT adalah hak atas tanah. Ketentuan ini juga merupakan realisasi dari Pasal 25, 33, 39, dan 51 UUPA yang mengatakan bahwa objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda lain (bangunan dan tanaman) yang melekat sebagai satu kesatuan dengan tanah tersebut.

3. Tujuan Hak Tanggungan tidak hanya sekedar melunasi utang yang timbul dari perjanjian pinjam uang, akan tetapi kewajiban memenuhi suatu perikatan. Hal ini mengacu pada pasal 3 UUHT, yang mengemukakan bahwa utang itu dapat terjadi berdasarkan perjanjian lain dari perjanjian pinjam uang. Konsep ini juga dianut oleh KUHPerdata.

4. Kreditur mempunyai kedudukan yang utama (Penjelasan Umum angka 4 UUHT). Maksudnya adalah jika debitur cidera janji (wanprestasi) kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dengan hak mendahului dari pada kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut, sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Sebagaimana menurut sifatnya hak atas tanah dapat beralih dan dialihkan,

maka dengan meninggalnya pemegang hak atas tanah, hak atas tanah akan beralih

demi hukum kepada ahli warisnya.

Pewarisan yang dimaksudkan di sini adalah pewarisan hak atas tanah.Dalam praktek disebut pewarisan tanah. Secara yuridis, yang diwariskan adalah hak atastanah bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan pewarisan hak atas tanah adalah supaya ahli warisnya dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanah bersangkutan.Dalam perkembangannya, yang diwariskan tidak hanya berupa hak atas tanah, tetapi juga hak kepemilikannya.8

Dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa


(25)

“…penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Hukum Waris menurut adat merupakan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang di dalamnya mengatur proses beralihnya hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang, baik berupa barang-barang harta benda yang berwujud, maupun yang tidak berwujud pada waktu wafatnya kepada orang lain yang masih hidup. Dalam kehidupan masyarakat yang masih teguh memegang adat istiadat, peralihan hak dan kewajiban tersebut dalam proses peralihannya dan kepada siapa dialihkan, serta kapan dan bagaimana cara pengalihannya diatur berdasarkan Hukum Waris Adat.

Hukum Waris Adat dikenal banyak ragam sistem, akan tetapi yang sangat menonjol dikenal di Indonesia ada tiga sistem kekeluargaan , diantaranya:9

1. Sistem Patrilineal/Sifat Ke Bapakan

Sistem ini pada dasarnya adalah sistem keturunan yang menarik garis keturunan dimana kedudukan seorang pria lebih menonjol dan hanya menghubungkan dirinya kepada ayah atas ayahnya dan seterusya atau keturunan nenek moyang laki-laki didalam pewarisan.10

2. Sistem Matrilineal /Sifat Ke Ibu-an

Sistem ini pada dasarnya adalah sistem keturunan yang menarik garis keturunan

dimana kedudukan seorang wanita lebih menonjol dan hanya menghubungkan

9Eman Supaman,Hukum Waris Indonesia, dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, hal 42. 10Ibid,hal 44


(26)

dirinya kepada ibunya dari ibunya ibu sampai wanita yang dianggap nenek

moyangnya dimana calon ibunya berasal dari keturunan ibunya di dalam pewarisan.11

3. Sistem Bilateral/ Parental ( Sifat Kebapakan/ Ke Ibu-an)

Sistem ini pada dasarnya adalah sistem yang menarik garis keturunan dimana

seseorang itu menghubungkan dirinya baik ke garis ayah maupun ke garis ibu,

sehingga dalam kekeluargaan. Semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan

antara pihak ibu dan pihak ayah di dalam pewarisan.12Pembagian harta waris dapat

dilakukan dengan mengikuti hukum adat maupun hukum waris islam.

Dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

maka hukum kewarisan Islam menjadi hukum positif di Indonesia, khususnya bagi

umat Islam. Dalam perkembangannya, hukum kewarisan Islam sebagai hukum

positif diwujudkan dalam bentuk tertulis berupa Kompilasi Hukum Islam (KHI).

KHI disebarluaskan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991. Meskipun oleh

sebagian pihak KHI ini tidak diakui sebagai hukum Perundang-Undangan (karena

memang KHI belum berwujud Undang-Undang, sehingga statusnya masih di bawah

Undang-Undang), para pelaksana di Peradilan Agama telah sepakat menjadikannya

sebagai pedoman dalam penyelesaian perkara di pengadilan. Di dalam KHI yang

memuat tiga buku, Hukum Waris Islam dicantumkan dalam Buku Kedua tentang

Hukum Kewarisan. Hukum Kewarisan yang diatur dalam Pasal 171 sampai dengan

193 pada umumnya telah sesuai atau sejalan dengan Hukum Faraidh Islam. Namun

11Hilman Hadikusumo,Hukum Waris Adat,Sinar Grafika, Jakarta, 1998, hal 23 12Ibid,hal 24


(27)

demikian, ada beberapa pasal krusial yang perlu diperhatikan, yaitu Pasal 173

tentang halangan mewarisi, Pasal 177 tentang kewarisan bapak, Pasal 183 tentang

perdamaian dalam pembagian warisan dan Pasal 185 tentang ahli waris pengganti.13

Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah nomor 10

Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang dalam Pasal 19 disebutkan bahwa setiap

perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas suatu tanah, memberikan hak baru

atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai

tanggungannya harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan

pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria.

Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 ini kemudian dicabut dan disempurnakan aturannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 08 Juli 1997. Dalam ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut ditentukan bahwa peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, sehingga berdasarkan pasal ini jelas bahwa hak atas tanah berpindah karena pewarisan setelah dilakukan peralihan haknya dihadapan PPAT.14

Sebagaimana yang telah dijabarkan di atas diketahui bahwa hak atas tanah yang

masih dibebani Hak Tanggungan tetap dapat beralih.Hal ini yang membuat peneliti

bertanya-tanya bagaimana pengaturan peralihan hak atas tanah yang masih dibebani

Hak Tanggungan, bagaimana jika ahli waris menolak warisan.

13Ibid, hal 13


(28)

Oleh karena itu peneliti merasa mengenai “Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas

Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan” sangat menarik untuk

dibahas dan dikaji.

B. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang permasalahan di atas, maka beberapa pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan peralihan hak atas tanah warisan yang sedang dibebani

hak tanggungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan

Peraturan-Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah?

2. Bagaimana akibat hukum penolakan ahli waris terhadap warisan hak atas tanah

yang sedang dalam pembebanan Hak Tanggungan?

3. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh debitur terkait dengan peralihan hak

atas tanah warisan yang masih dibebani Hak Tanggungan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk

lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis.15

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan peralihan hak atas tanah warisan yang sedang

dibebani Hak Tanggungan menurut Undang-Undang Uukum Perdata dan

15Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1998, hal 3.


(29)

Peraturan-Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

2. Untuk mengetahui akibat hukum penolakan ahli waris terhadap warisan hak atas

tanah yang sedang dalam pembebanan Hak Tanggungan.

3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh debitur terkait dengan peralihan

hak atas tanah warisan yang masih dibebani Hak Tanggungan.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini kegunaan utama dari penelitian ini diharapkann tercapai,

yaitu:

1. Kegunaan secara teoritis.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan wawasan serta sebagai referensi tambahan pada program studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya mengenai

Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Masih Dibebani Hak Tanggungan.

2. Kegunaan secara praktis.

Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun

masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin

megertahui secara jelas mengenai prosedur hukum praktek pelaksanaan peralihan

hak atas tanah akibat pewarisan yang masih dibebani Hak Tanggungan beserta


(30)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas

Sumatera Utara (USU) Medan, penelitian mengenai, “Kajian Yuridis Peralihan Hak

Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan”.Pada dasarnya belum

pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun ada beberapa penelitian

terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan tersebut sebagai berikut:

Peralihan Hutang Yang Dijaminkan Dengan Hak Tanggungan Karena

Pewarisan Berdasarkan KUHPerdata Di Kota Medan, oleh Sarjani J.M. Sianturi

(0407011060/MKn), dengan pemasalahan:

1. Bagaimanakah peralihan hutang seorang debitur yang telah dibebani Hak

Tanggungan kepada ahli warisnya yang tunduk kepada KUHPerdata?

2. Bagaimanakah tata cara pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dari pewaris

kepada ahli warisnya?

3. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan kreditur apabila ahli waris

menolak pembayaran pelunasan hutang pewaris?

Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti tersebut di

atas tidak sama dengan penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok

permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat


(31)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kelangsungan perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum selain

bergantung pada metodologis, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat

ditentukan oleh teori.16Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan gejala

spesifikasi atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus di uji dengan

menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

benarannya. 17 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan

arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.18

Kerangka teori dijadikan pisau analisis dalam penelitian tesis ini memiliki

pengertian yaitu merupakan kerangka pemikiran mengenai suatu kasus atau problem

yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Penelitian ini berusaha

memahami asas-asas hukum yang melekat pada hak atas tanah yang akan dialihkan

berdasarkan pewarisan, akan tetapi hak atas tanah yang akan dialihkan masih

dibebani Hak Tanggungan. Artinya penelitian ini berusaha memahami objek

penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum

sebagaimana yang ditentukan dalam Perundang-Undangan yang berkaitan dengan

masalah hak atas tanah yang akan dialihkan, prosedur pewarisan hak atas tanah

tersebut, dan kedudukan Hak Tanggungan yang didasarkan pewarisan.

16Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996, hal 6.

17JJJ. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Jilid I,Penyunting M. Hisyam, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996, hal 203.

18Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hal 35.


(32)

Teori hukum yang dipakai adalah hukum yang berkembang sesuai

perkembangan kebutuhan masayarakat.Dimana perubahan masyarakat di bidang

hukum tanah dan Hak Tanggungan harus berjalan dengan teratur dan diikuti dengan

pembentukan norma-norma sehingga dapat berjalan secara harmonis.19Kerangka teori

yang dimaksud adalah pemikiran, pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum,

yang dapat dijadikan bahan untuk dibandingkan, yang mungkin disetujui atau tidak

disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.

Teori Hukum Benda menurut Nin Yasmine Lisasih adalah Peraturan– Peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau barang-barang (zaken)

dan Hak Kebendaan (zakelijk recht).Pengertian benda dapat dibedakan menjadi pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian benda dalam arti sempit adalah setiap barang yang dapat dilihat saja (berwujud). Sedangkan pengertian benda dalam arti luas (Pasal 509 KUHPerdata) yaitu tiap barang-barang dan hak-hak yang dapat dikuasai dengan hak milik atau dengan kata lain benda (dalam konteks hukum perdata) adalah segala sesuatu yang dapat diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya, yang paling utama berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.20

Salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan adalah melalui penyerahan.

Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui peralihan berdasarkan

alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah, warisan dan

sebagainya.Dengan adanya penyerahan maka hak atas suatu benda berpindah kepada

siapa benda itu diserahkan.

19Satjipto Rahardjo,Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1997, hal 102.

20http://ninyasmine.wordpress.com/2011/08/14/teorihukumbenda/, di akses pada tanggal 10 Maret 2012.


(33)

Dalam menganalisis masalah ini, dibutuhkan pendekatan yang

mengisyaratkan terdapatnya kompleksnya masalah dalam masyarakat yaitu proses

peralihan hak atas tanah yang dibahas dalam tesis ini. Hal ini dikarenakan melibatkan

banyak pihak dalam proses mengurusnya, serta persyaratan yang harus dipenuhi

sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Asas-asas Hukum Agraria harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai asas Konstitusional21Berdasarkan sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa bagi masyarakat Indonesia, hubungan antara manusia dengan tanah tidak dapat dihilangkan oleh siapapun juga, termasuk oleh Negara, ini yang dinamakan sebagai sifat kodrat. Berdasarkan sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dimana hubungan manusia dengan tanah mempunyai sifat kolektif sebagai dwi tunggal. Berdasarkan sila ketiga, Persatuan Indonesia, pada sila ini dapat dirumuskan bahwa hanya orang Indonesia yang dapat mempunyai hubungan dengan tanah di Negara Indonesia.Berdasarkan Sila Keempat, Kerakyatan, mengandung makna tiap-tiap orang Indonesia dalam hubungannya dengan tanah mempunyai hak dan kesempatan yang sama, sehingga pedoman ini mengenai hubungan hak dan kekuasaan. Berdasarkan Sila Kelima, Keadilan Sosial, tiap-tiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama menerima bagian dari manfaat tanah, menurut kepentingan hak hidupnya, bagi diri sendiri dan bagi keluarganya.”22

Pasal 10 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa, “Pemberian Hak Tanggungan dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut”.Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian pokok, yaitu

21Mariam Darus Badrulzaman (selanjutnya disebut Mariam Darus Barulzaman II), Mencari

Sistem Hukum Benda Nasional,Alumni, Bandung, 1986, hal 14.


(34)

perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijaminkan pelunasannya.Perjanjian utang piutang tersebut dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu.23

Pasal 10 ayat (2) UUHT menyatakan bahwa, perjanjian pemberian Hak Tanggungan merupakan perjanjian kebendaan yang mempunyai karakter berkelanjutan (voortdurende overeenkomst) yang diawali dengan perjanjian pemberian Hak Tanggungan dan berakhir pada saat pendaftaran.Sepanjang pendaftaran belum dilakukan, perjanjian pemberian Hak Tanggungan ini belum merupakan perjanjian kebendaan”.24

Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian pokok. Salah satu perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Kredit yang menimbulkan utang yang dijamin. Dalam butir 8 penjelasan umum UUHT disebutkan oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau

accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang

piutang atau perjanjian lain maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

23Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanahbeserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

24Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik Tanah Negara dan Tanah


(35)

Hak Tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.25

Dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUHT bahwa yang dimaksud dengan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain ialah bahwa jika debitor cidera janji, kreditur-kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan, dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Juga dilengkapi dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT ditentukan sebagai berikut : Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT atau title eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT. Obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-Undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. Asas ini berlaku pula Hipotik yang dikenal dengan asasdroit de preference.

Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada, Pasal 7 UUHT menetapkan asas bahwa Hak Tanggungan

25Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.


(36)

tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada. Dengan demikian, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyjek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda itu berpindah. Asas ini dikenal sebagai droit de suite seperti halnya dalam Hipotik memberikan sifat kepada Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan (hak yang mutlak) artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun juga yang menganggu haknya itu. Sifat

droit de suite disebut juga zaaksgevolg artinya pemegang Hak Tanggungan

mempunyai hak mengikuti obyek Hak Tanggungan meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain. Contoh obyek Hak Tanggungan (tanah dan bangunan) telah dijual dan menjadi milik pihak lain, maka kreditur sebagai pemegang jaminan tetap mempunyai hak untuk melakukan eksekusi atas jaminan tersebut jika debitur cidera janji meskipun tanah dan bangunan telah beralih dari milik debitur menjadi milik pihak lain.26

2. Konsepsi

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan konsep khusus yang akan atau ingin diteliti. Hal ini untuk menghindarkan perbedaan pengertian dari istilah yang digunakan (defenisi operasional).Kerangka konsepsi merupakan suatu abstraksi dari suatu penelitian yang bersifat fakta.

Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk


(37)

mendefenisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik, yaitu:

a. Peralihan hak atas tanah adalah perubahan status kepemilikan, penguasaan, peruntukan atas tanah yang dilakukan karena terjadinya pewarisan.27

b. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar.28

c. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Petanahan Nasioal wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.29

d. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.30

e. Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih untuk saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.31 f. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas suatu tanah yang haknya

dialihkan akibat pemegang hak terdahulu meninggal dunia.32

27

Boedi Harsano,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003 , hal. 204

28Chandra,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah atau Persyaratan Permohonan di Kantor

Pertanahan,PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005, hal 30

29Gunardi dan Markus Gunawan, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan Himpunan

Peraturan Tentang Kenotariatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 223. 30Pasal 1 ayat (4) UUHT No.4 Tahun 1996.


(38)

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian berasal dari kata “Metode dan Logos”.Metode yang artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu atau pengertahuan.Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Penelitian adalah suatu keinginan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya.33

Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara

sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut

dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.34

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum.Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya juga diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.35Untuk tercapainya penelitian ini, sangat

32Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka Cipta, Cetakan Ketiga, Jakarta, 2000, hal 6

33Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi,Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal 1.

34Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif- suatu tinjauan singkat, Rajawali Pres, Jakarta, 1985, hal 1.


(39)

ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas.

Ditinjau dari segi sifatnya , penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukan komparisi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.36

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dimana dilakukan pendekatan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dengan mempelajari ketentuan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode pendekatan hukum normatif digunakan dengan titik tolak penelitian dan analisis terhadap Peraturan Perundang-Undangan di bidang peralihan hak atas tanah, pewarisan dan Hak Tanggungan.

2. Sumber Data Penelitian

Penelitian kajian yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan menggunakan bahan dari hasil penelitian kepustakaan yakni dengan pengumpulan data primer, data sekunder dan data tersier, yaitu: a. bahan hukum primer yaitu studi kepustakaan, berupa dokumen-dokumen,

Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan penelitian ini,

b. bahan hukum sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui penjelasan mengenai bahan hukum primer (pandangan para ahli hukum),

36Bambang Sugyjono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal 38.


(40)

c. bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan/studi dokumen dengan menganalisa secara sistematis dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek yang ditelaah dalam penelitian ini dan didukung oleh wawancara dengan beberapa informan, yaitu pegawai notaris.

3. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisa data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut. Untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.37

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder, maupun tersier) untuk mengetahui validitasnya, setelah itu, keseluruhan data tersebut akan disistimatisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula,38 dimana data-data yang diperlukan guna menjawab permasalahan, baik data primer maupun data sekunder, dikumpulkan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas dan relevansinya untuk kemudian ditentukan antara data yang penting dan yang tidak penting untuk menjawab permasalahan. Dipilih berdasarkan kualitas kebenaran sesuai materi penelitian, kemudian dikaji melalui pemikiran logis induktif, sehingga menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan serta pemecahan

37Soejono Soekanto,Op.Cit., hal. 251 38Bambang Sugyjono,Op.Cit., hal. 106.


(41)

secara jelas dan lengkap, sehingga hasil analisis diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.39

Analisa data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, metode penelitian

kualitatifadalah metode yang bersifat interaktif,40artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistimatis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.41

39Soerjono Soekanto,Op.Cit.,hal 32.

40Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode

Baru,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992, hal 15-20. 41Bambang Sugyjono,Op.Cit., hal. 107


(42)

BAB II

PENGATURAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Hukum Waris merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, memegang

peranan penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang

berlaku dalam masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum waris itu sangat erat

kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan

mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya yang merupakan

peristiwa hukum dan lazim disebut meninggal dunia. Meninggalnya seseorang

menimbulkan akibat hukum, tentang bagaimana kelanjutan pengurusan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu.

Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat

adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh Hukum Waris.

Hukum Waris itu dapat dikatakan sebagai himpunan dan Peraturan-Peraturan hukum

yang mengatur bagaimana caranya pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang

yang meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum lainnya.42

Hukum Waris itu memuat Peraturan-Peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang atau harta benda kepada

42M, Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam dan Kewarisan Menurut


(43)

keturunannya. Cara penerusan dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli

warisnya dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal

dunia.43

Istilah Hukum Waris diatas mengandung suatu pengertian yang mencakup

kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses beralihnya harta benda dan

hak-hak serta kewajiban-kewjiban setiap orang yang meninggal dunia, tetapi ada juga hak-hak

dan kewajiban yang tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya yaitu hak dan

kewajiban seorang laki-laki selaku ayah maupun selaku suami terhadap istri maupun

anak-anaknya. selain itu pula hak dan kewajiban seseorang sebagai anggota dari suatu

organisasi atau perkumpulan sosial maupun perkumpulan-perkumpulan komersial

yang hanya bertujuan untuk mencari keuntungan belaka.

Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “Pewaris hanya terjadi

atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang

yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak

untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat

itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Pada saat itu pula

para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan,

maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau

seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh/beralih kepada ahli waris yang

ada.”


(44)

Ketentuan Pasal 584 KUHPerdata, mengandung makna bahwa pewarisan

merupakan salah satu cara yang ditentukan untuk memperoleh Hak Milik, dan karena

Hak Milik merupakan salah satu unsur pokok daripada benda, maka Hukum Waris

diatur dalam Buku II KUHPerdata bersama-sama dengan pengaturan tentang benda

yang lain.

Pandangan bahwa pewarisan adalah cara untuk memperoleh Hak Milik

sebenarnya terlalu sempit dan dapat menimbulkan salah pengertian, karena yang

berpindah dalam pewarisan bukan hanya Hak Milik saja, tetapi juga hak-hak

kebendaan yang lain (hak kekayaan) dan disamping itu juga kewajiban-kewajiban

yang termasuk dalam Hukum Kekayaan.44

Dimasukkannya Peraturan-Peraturan mengenai pewarisan di dalam Buku II

KUHPerdata didasarkan atas anggapan, bahwa pewarisan merupakan salah satu cara

untuk memperoleh Hak Milik. Namun harus diingat, bahwa yang berpindah

berdasarkan pewarisan tidak hanya Hak Milik, tetapi juga hak-hak erfpacht, hak

tagihan, bahkan tidak hanya hak-hak dalam lapangan hukum kekayaan, tetapi juga

hak-hak tertentu yang berasal dari hubungan hukum kekeluargaan dan disamping itu

juga turut beralih semua kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan.

Sistem Hukum Waris Perdata, yaitu menganut :

1. sistem pribadi : ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris;

2. sistem bilateral : mewaris dari pihak ibu maupun bapak;

44 E.M.Meijers, seri Asser,”Handleiding tot de beoefening van het Nederlands

Burgelijkreht”,Jilid ke-empat “Erfrecht” cetakan ke lima, PT. Citra Aditya Utama, Jakarta. 1985, hal.2.


(45)

3. sistem perderajatan :ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris

menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.45

Penggolongan ahli waris menurut KUHPerdata:46

1. Golongan I terdiri dari :

a. anak-anak atau sekalian keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata).

Maksud sebutan “anak” disini adalah “anak sah”, yaitu anak yang

sedarah dengan pewaris yang mempunyai hak yang sama besarnya

dengan anak yang sedarah lainnya baik dari perkawinan dahulu

maupun perkawinan yang sekarang (Pasal 852 ayat 2), maupun anak

yang disahkan (Pasal 277 KUHPerdata) dan anak yang diadoptie

secara sah,

b. suami/istri yang hidup lebih lama. Adapun besarnya hak bagian seorang suami/istri atas warisan pewaris ditentukan sebesar bagian satu orang anak. Pada prinsipnya ahli waris harus mempunyai hubungan darah dengan pewaris, baik sah maupun tidak sah yang diakui sebelum terjadinya perkawinan yang sekarang.

2. Golongan II, terdiri dari :

a. ayah dan ibu mewaris bersama saudara (Pasal 854 ayat 1). Apabila

pewaris tidak memiliki keturunan maupun suami / istri sedangkan ayah

dan ibunya serta saudara dari pewaris masih hidup. Dengan kata lain

pewaris tidak meninggalkan ahli waris golongan I ,

45Effendi Perangin, SH,Hukum Waris,PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta 2005, hal 4. 46Ibid, hal 7


(46)

b. ayah atau ibu mewaris dengan saudara (Pasal 855). Apabila pewaris

tidak memiliki keturunan , suami / istri maupun ibu atau ayah

sedangkan ayah atau ibunya serta saudaranya masih hidup, maka ayah

atau ibu yang hidup terlama beserta saudara pewaris yang menjadi ahli

waris,

c. saudara-saudara sebagai ahli waris (Pasal 856). Apabila pewaris tidak

memiliki keturunan, suami / istri, ibu dan ayah, maka saudara-saudara

dari pewaris yang menjadi ahli waris,

3. Golongan III, terdiri dari:

setelah ahli waris golongan I dan golongan II tidak ada lagi, maka

muncullah ahli waris golongan III (keluarga sedarah dalam garis ayah dan

ibu lurus ke atas), yaitu kakek dan nenek baik dari ayah maupun ibu

(Pasal 853).

4. Golongan IV, terdiri dari:

ahli waris golongan IV muncul jika ahli waris golongan II dan golongan

III tidak ada. Golongan IV merupakan sanak saudara dalam garis yang

lain yang masih hidup. Dapat disimpulkan bahwa keluarga dalam garis

lurus keatas baik dari ayah maupun ibu (Pasal 858). Sanak saudara dalam

garis yang lain itu adalah keturunan dari paman dan bibi yang telah


(47)

Ahli waris memiliki tanggung jawab untuk melunasi hutang-hutang yang

ditinggalkan pewaris, baik hutang-hutang yang sudah ada pada saat pewaris

meninggal dan hutang-hutang yang timbul sehubungan dengan kematian pewaris.

Adapun kematian yang dimaksud dalam pasal 830 KUHPerdata ini masih bisa

diartikan dalam pengertian yang sangat luas, karena kematian itu sendiri dibedakan

menjadi 2 (dua) bagian,yaitu :

a. Kematian yang didasarkan pada kenyataan pengertian kematian ini dalam bahasa

sehari-hari diartikan bahwa pada saat seseorang menghembuskan nafasnya yang

penghabisan maupun dengan berhenti detaknya jantung seseorang, maka saat

itulah yang dinamakan kematian berdasarkan kenyataan.

b. Kematian yang didasarkan atas adanya dugaan hukum. Pengertian kematian itu

didasarkan dengan ketidakhadiran seseorang pada keadaan tertentu dan waktu

tertentu pula.

Untuk menentukan bahwa seseorang telah meninggal dunia berdasarkan

dugaan hukum, maka jalan yang harus ditempuh yaitu pihak-pihak yang

berkepentingan dalam hal ini para ahli waris dapat mengajukan permohonan kepada

pengadilan negeri agar Pengadilan Negeri menetapkan dugaan bahwa orang tersebut

barang kali sudah meninggal dunia.

Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang

yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut ketentuan


(48)

meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris, tetapi

ketentuan ini masih memiliki pengecualian-pengecualian.

Ada juga beberapa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terletak dalam

hukum kebendaan atau dalam hukum perjanjian sekalipun mempunyai nilai sebagai

harta kekayaan tidak ikut beralih kepada para ahli waris. Hak-hak itu sebagai

berikut:47

a. Hak menarik hasil.

Adalah hak yang diberikan seseorang kepada orang lain untuk menarik hasil dari

benda atau barang di pemberi hak tersebut. Hak yang bersifat pribadi sehingga

dengan meninggalnya orang yang diberi hak itu hapuslah haknya itu dan barang

itu kembali kepada si pemberi. Orang yang diberi hak menarik hasil tidak bisa

mewariskan haknya kepada ahli warisnya.

b. Dalam perjanjian perburuhan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan tenaga

sendiri. Misalnya seseorang mendapat pesanan untuk melukis sesuatu, kemudian

jika seseorang tersebut meninggal dunia maka tugas tersebut tidak bisa

digantikan oleh anaknya. Hal ini karena orang yang mendapatkan tugas khusus

untuk mengerjakan sendiri lukisan itu, yang diinginkan oleh pemesan adalah

lukisan karya orang tersebut, bukan karya anaknya atau orang yang ditunjuk

sebelum ia meninggal.

47Habib Adjie,Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah,Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 47


(49)

Berdasarkan uraian di atas harta atau barang warisan yang dapat diwarisi oleh ahli

waris hanyalah harta atau barang yang benar-benar menjadi milik si pewaris.

Barang-barang yang bukan milik si pewaris misalnya Barang-barang-Barang-barang jaminan yang ada

padanya tidak bisa diwaris oleh ahli waris.

B. Pengaturan Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan 1. Hukum Waris menurut BW

Hukum Waris menurut konsepsi Hukum Perdata Barat yang bersumber pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini jugatidak dapat diwariskan. Kiranya akan lebih jelas apabila kita memperhatikan rumusan hukum waris yang diberikan olehPitlodi bawah ini, rumusan tersebut menggambarkan bahwa hukum waris merupakan bagian dari kenyataan, yaitu :“Hukum Waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenaikekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka denganmereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.48

48Badriyah Harun. Panduan Praktis Pembagian Waris, Cetakan Kedua, PustakaYustisia, Yogyakarta, 2010, hal 59


(50)

Adapun kekayaan yang dimaksud dalam rumusan di atas adalah sejumlah

harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan

aktiva dan pasiva. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada

ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Oleh

karena itu, pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi tiga persyaratan, yaitu :

1. Ada seseorang yang meninggal dunia;

2. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh

warisan pada saat pewaris meninggal dunia;

3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris

Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian. Dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada pewaris, ahli waris dan harta kekayaan.

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari orang meninggal dan harta kekayaan yang ditinggalkan bisa immaterial maupun material, harta kekayaan material antara lain tanah, rumah ataupun benda lainnya.Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum


(51)

Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.49

Peralihan Hak Milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat dialihkan. Peralihan Hak Milik atas tanah dapat terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan Hak Milik atas tanah karena perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang Hak Milik atas tanah dengan sengaja mengalihkan hak yang dipegangnya kepada pihak lain. Sedangkan peralihan Hak Milik atas tanah karena peristiwa hukum, terjadi apabila pemegang Hak Milik atas tanah meninggal dunia, maka dengan sendirinya atau tanpa adanya suatu perbuatan hukum disengaja dari pemegang hak, Hak Milik beralih kepada ahli waris pemegang hak.

Pewarisan Hak Milik atas tanah tetap harus berlandaskan pada ketentuan Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pelaksanaannya. Penerima peralihan Hak Milik atas tanah atau pemegang Hak Milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Pokok Agraria dan Pasal 21 ayat (1) UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai Hak Milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara

49Ali Afandi. Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian. Cetakankeempat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 38


(52)

laki–laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Sebenarnya seorang warga Negara Asing dapat atau bisa memperoleh Hak Milik karena terbentur Pasal 21 ayat (1), karena pasal tersebut menyebutkan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Pasal 21 ayat (3) menyebutkan bahwa warga asing yang sesudah berlakunya Undang – Undang ini harus mendaftarkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tidak mendaftarkan status kewarganegaraannya.

Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berhak menerima warisan wajib meminta pendaftaran peralihan hak tersebut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak meninggalnya orang yang semula mempunyai Hak Milik tersebut dengan tidak melanggar ketentuan bahwa menerima Hak Milik atas tanah harus sesuai dengan Undang–Undang Pokok Agraria pasal 21.

Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak

yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak saat itu para ahli waris

menjadi pemegang haknya yang baru. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan

juga diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli

waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran, agar data yang tersimpan dan


(53)

Dalam Hukum Waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”.Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Ciri khas Hukum Waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depanpengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam Pasal 1066 BW, yaitu:

a) Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada;

b) Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut;

c) Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu tertentu;

d) Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun,

namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak.

Dari ketentuan Pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem Hukum Waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari Hukum Waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di


(54)

antaranya Hukum Waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.50

Pengertian yang dikemukakan oleh Pitlo ini, adalah Konsepsi Hukum Waris

menurut Hukum Perdata Barat yang bersumber dari Burgerlijk

Wetboek(BW).Hukum waris menurut konsepsi Hukum Perdata Barat merupakan

bagian dari Hukum Harta Kekayaan. Oleh karena itu, hanya mengatur mengenai hak

dan kewajiban terhadap harta kekayaan sebagai warisan dan yang akan diwariskan.

Adapun kekayaan yang dimaksud dalam rumusan di atas adalah sejumlah harta

kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva

dan pasiva. Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli

warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. (Pasal 830

KUH Perdata)

Berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 830 KUH Perdata, di dalam Hukum

Waris mengandung asas bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu

juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah yang termasuk dalam

lapangan hukum harta kekayaan. Peralihan hak dan kewajiban dari seseorang yang

telah meninggal dunia kepada sekalian ahli warisnya, terjadi secara sendiri atau


(1)

terlebih dahulu, ketidakmampuan ahli waris untuk melanjutkan perjanjian kredit yang tadinya dilaksanakan oleh almarhum, ketidakmampuan ahli waris membiayai keperluan dalam proses balik nama dan karakter ahli waris yang tidak bersahabat dengan kreditur.

B. Saran

1. Diharapkan penerima hak atas tanah yang berasal dari warisan segera mendaftarkan peralihan haknya pada kantor pertanahan, dengan cara membuat akta otentik yaitu Akta Pembagian Hak Bersama, sehingga segala macam bentuk perubahan data fisik maupun data yuridis objek pendaftaran tanahnya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi pemegang hak.

2. Ahli waris yang menyatakan penolakan warisan dinyatakan menolak segala harta peninggalan almarhum, baik itu berupa aktiva maupun passiva. Ahli waris tidak dapat melakukan penolakan warisan hanya karena tidak ingin melakukan pelunasan terhadap warisan yang sedang terbebani hak tanggungan, saat ahli waris memutuskan untuk menolak warisan maka segala hak mewaris untuk harta yang tidak terbebani hak tanggungan juga ikut ditolak secara bersamaan.

3. Untuk mempercepat dan mempermudah proses balik nama ahli waris, diharapkan kepada ahli waris dan kreditur dapat bekerja sama, dalam hal melengkapi dokumen-dokumen dan juga pengurusan balik nama ahli waris, sehingga posisi kreditur tidak menjadi posisi yang dirugikan sepihak.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur

Adjie, Habib, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2000.

Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian. Cetakan keempat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Ali, Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

Basuki, Sunaryo, HGU, HGB, Hak Pakai Sebagai Mana diatur Lebih Lanjut Dalam PP No. 40 Tahun 1996, Mata Kuliah Hukum Pokok-Pokok Hukum Tanah Nasional, Magister Kenotariatan Dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.

Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah atau Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan,PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2005. Darus Badrulzaman, Mariam, (selanjutnya disebut Mariam Darus Barulzaman II),

Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,Alumni, Bandung, 1986.

_________________, Mariam, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I), Serial Hukum Perdata, Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana Medan Bekerjasama dengan Mandar Maju, Bandung, 2004.

Gunawan, Markus dan Gunardi, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan Himpunan Peraturan Tentang Kenotariatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Harsono, Boedi dan Sudarianto Wiriodarsono, Konsepsi Pemikiran tentang UUHT, (Bandung : Makalah Seminar Nasional, 27 Mei 1996).

_____________, Hukum Agraria Indonesia, Jilid 1. Cetakan ke-9. (Jakarta: Djambatan, 2003)

_____________, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya,Djambatan, Jakarta, 2005.


(3)

Hermit, Herman, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik Tanah Negara dan Tanah Pemda (Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia), Mandar Maju, Bandung, 2004.

Hadikusumo, Hilman,Hukum Waris Adat,Sinar Grafika, Jakarta, 1998.

Harun, Badriyah, Panduan Praktis Pembagian Waris, Cetakan Kedua, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010.

Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru,Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1992.

Moleong, Lexy. J,Metodologi Penelitian Kualitatif,Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993.

Muhammad, Abdulkadir,Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980. ____________________,Hukum Waris,Gema Insani Pers, Bandung.1990.

Mulyadi,Hukum Waris Tanpa Wasiat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

Meijers, E. M, seri Asser,”Handleiding tot de beoefening van het Nederlands Burgelijkreht”,Jilid ke-empat “Erfrecht” cetakan ke lima, PT. Citra Aditya Utama, Jakarta. 1985.

Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002.

Oemarsalim,Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia,Rineka Cipta, Cetakan Ketiga, Jakarta, 2000.

Purwahid, Patrik,Hukum Jaminan (Edisi Revisi Dengan UUHT),Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2003.

_______________ dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT, (Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2008). Pitlo, Hukum Waris henurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda(Alih

Bahasa M. Isa Arief). Intermasa, Jakarta, 1979


(4)

Perangin, Effendi,Hukum Waris,PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta 2005. Rahardjo, Satjipto,Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1997.

Ramulyo, M. Idris, Perbandingan Pelaksanaan Kewarisan Islam dan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW),Jakarta, 1993.

_______________,Perbandingan Hukum Kewarisan Islam denganKewarisan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Remy Sjahdeini, Sutan,Beberapa Permasalahan Undang-Undang Hak Tanggungan Bagi Perbankan, Bandung, 1996.

_________________, Hak Tanggungan, Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan),Alumni, Bandung, 1999.

Santoso, Urip,Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,Kencana, Jakarta, 2010. Satrio, J, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997).

Sudrajat, Sutarja, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbilan Sertiftkatnya, Mandar Maju, Bandung, 1997.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung : CV. Alfabeta, 2003)

Soegiarto, Hak Atas Tanah Negara, Jurnal Hukum Bisnis, Vol I, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif- suatu tinjauan singkat,Rajawali Pres, Jakarta, 1985.

_______________, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996.

_______________, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1998


(5)

Sofyan, Syaril,Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), Pustaka Bangsa Press, Medan, 2011.

Syahrin, Alvi,Beberapa Masalah Hukum, PT. Softmedia, Medan, 2009. Sutedi, Adrian, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Sugyjono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Supaman, Eman,Hukum Waris Indonesia, dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW. Wicaksono, F Satrio,Hukum Waris (Cara Mudah & Tepat Membagi Harta Warisan),

Visi Media, Jakarta 2011.

Wuisman, JJJ. M, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Jilid I, Penyunting M. Hisyam, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1996.

Lubis, Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung. 2008.

B. Peraturan-Peraturan dan Perundang-Undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit Tertentu

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta

benda-benda yang berkaitan dengan tanah C. Internet

http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/07/hukum-waris-perdata.html diakses 29 November 2012.


(6)

http://nurulfatimah123.wordpress.com/tag/hukum-perdata/ diakses tanggal 20 Januari 2013.

PujiWulandari,HukumAgraria,http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=hukum%2 0agraria%20puji%20wulandari&source=web&cd=3&ved=0CC4QFjAC&url= http%3A%2F%2Feprints.uny.ac.id%2F885%2F1%2FHUKUM_AGRARIA.p pt&ei=Ql9kT6n_GojQrQful83cDw&usg=AFQjCNFmS0K41W2bAf8Vc7GC cST8XTg4IA&cad=rja, di akses pada tanggal 05 Maret 2012

Prinsip Dasar Hak Tanggungan Hak Atas Tanah,

http://www.scribd.com/doc/20482176/Prinsip-prinsip-Dasar-Hak-Tanggungan-Atas Tanah, diakses pada tanggal 1 April 2012. D. Artikel lain

Wawancara dengan salah seorang pegawai kantor notaris(Sudin Manurung, SH), pada tanggal 08 Agustus 2012.


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pelaksanaan Jual Beli Bangunan Di Atas Tanah Yang Hak Guna Bangunannya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah Yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

0 68 135

Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh)”

4 66 139

Analisis Yuridis Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Akibat Hapusnya Hak Atas Tanah Yang Diagunkan Karena Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan.

6 135 78

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Atas Eksistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Diingkari Debitur

3 50 134

Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan

0 63 137

Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat (Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Bank Dan Ppat Di Kota Lhokseumawe

3 75 151

Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya

8 77 152

Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Jaminan Hutang Yang Dieksekusi Lelang Berdasarkan Risalah Lelang Pada Kantor Pertanahan Kota Medan (Studi Kasus Pada KP2LN Medan)

0 31 119

Perjanjian Lisensi Atas Hak Kekayaan Perindustrian Dalam Perspektif Hukum Bisnis (Suatu Studi Pemberian Lisensi Toyota Motor Corporation Japan Kepada PT. Toyota Astra Motor)

3 30 134