Jurnal Antropologi Ekologi tentang Kasep
Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi
Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
Rahmad Efendi1, Dwi Rahma Safitri2, Ita Nurmawati3, Tuflicatul Ilmiyah4
1,2,3,4
Jurusan Antropologi FISIP Unpad, Jalan Raya Jatinangor-Sumedang, Km 21, Jawa Barat, Indonesia
Ringkasan
Penelitian ini membahas tentang masalah yang dihadapi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
ketika kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak. Masalah tersebut membuat ruang
gerak mereka jadi terbatas sehingga mengancam keberlangsungan adat istiadat mereka.
Penelitian ini menggunakan desain metode penelitian kualitatif untuk menggali pemahaman
masyarakat akan persoalan tersebut. Pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, terdapat
tradisi berpindah kampung beserta lahan garapan sebagai pengetahuan lokal mereka. Tradisi
berpindah merupakan mekanisme untuk mengatasi tekanan penduduk. Masalah tekanan
penduduk mesti diatasi untuk menjaga keberlangsungan tatanan adat mereka. Akan tetapi ketika
kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak, Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
tentu akan sulit untuk menjalankan mekanisme tersebut, karena lahan sudah terbatas. Persoalan
ini tentunya akan mempengaruhi sistem adat mereka, sehingga akan mempengaruhi
keberlangsungan hidup mereka nantinya.
Kata kunci : Masyarakat Adat, Kasepuhan Ciptagelar, Kawasan Halimun, TNGHS, tekanan
penduduk, pengetahuan lokal
daya alam yang dikandung sangatlah tinggi
1. Pendahuluan
Kawasan
Taman
Halimun-Salak
Nasional
(TNGHS)
Gunung
nilainya. Di kawasan inilah kita dapat
merupakan
menemukan beragam kehidupan, baik flora
kawasan hutan konservasi terluas di Pulau
fauna
Jawa.
(www.tnhalimun. go.id).
TNGHS
memiliki
peran
sangat
maupun
masyarakatnya
penting dalam menunjang keseimbangan
Selain menjadi rumah bagi beragam
iklim global dan hidrologis bagi lingkungan
flora dan fauna, kawasan Halimun juga
sekitarnya.
dihuni
Selain
berfungsi
sebagai
penyeimbang kehidupan, potensi sumber
sebagai
masyarakat
Masyarakat
lokal yang dikenal
Adat
Kasepuhan.
1
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
generasi, menciptakan hukum adat dan
suatu komunitas yang ruang hidupnya
kearifan lokal yang unik dan mendukung
berada di dalam kawasan TNGHS serta
pelestarian lingkungan Prinsip hidup ini
menjalankan pola perilaku sosio-budaya
menjamin kelestarian alam agar dapat
yang mengacu pada kehidupan masyarakat
dilestarikan
tradisional Sunda pada abad 18 (Asep, 2000
Kelestarian wilayah Kasepuhan Ciptagelar
dalam RMI, 2004) .
merupakan
Masyarakat Adat Kasepuhan yang paling
dikenal
adalah
Kasepuhan
Ciptagelar.
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
demi
generasi
cerminan
mendatang.
dari
pengelolaan
lingkungan yang berdasarkan sistem adat
tersebut (Ciptagelar.org).
Atas
dasar
nilai-nilai
luhur
dan
memiliki beragam pegetahuan lokal yang
bermanfaat yang diusung, adat istiadat
menjadi ciri khas dari mereka. Pengetahuan
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar ini diakui
tersebut ditunjukkan dari model pengelolaan
oleh pemerintah sebagai suatu kearifan lokal
dan penjagaan hutan, model pertanian
yang layak di lestarikan. Akan tetapi
tradisional dengan beragam ritual yang
kearifan lokal Masyarakat Adat Kasepuhan
mengikutinya serta tradisi berpindah tempat
saat ini sedang menghadapi tantangan pelik.
tinggal. Hingga saat ini, pengetahuan lokal
Setidaknya ada empat
tersebut masih dipertahankan dan dijalankan
mempengaruhi keberlanjutan kearifan lokal
dalam keseharian hidup Masyarakat Adat
yakni, pertumbuhan penduduk, masuknya
Kasepuhan Ciptagelar.
teknologi dan budaya modern dari luar,
Dalam usaha menjaga dan melestarikan
pengetahuan
lokal tersebut,
masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar berusaha mematuhi
segala ketentuan dan kesepakatan adat
hal
yang bisa
berkembangnya kapitalisme, serta terjadinya
kemiskinan
dan
kesenjangan
dalam
masyarakat (Suhartini, 2009).
Terkait
isu kearifan lokal, disiplin
kesepuhan. Seperti contoh larangan adat
Antropologi Ekologi melihat pengembangan
agar tidak mengusik kawasan hutan yang
kearifan
termasuk dalam kawasan THGH (www.
kebudayaan adaptif dalam mempertahankan
tnhalimun.go.id).
keberlangsungan hidup suatu masyarakat.
lokal
sebagai
bentuk
dari
Kedekatan hubungan fisik dan spiritual
Dengan menggunakan perspektif tersebut,
komunitas ini dengan bumi yang telah
penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana
menghidupi
penciptaan adat istiadat oleh Masyarakat
mereka
selama
beberapa
2
sebagai
bisa jadi membuat kearifan lokal akan
bertahan
terganggu. Sehingga keberlangsungan adat
menghadapi berbagai tekanan baik dari luar
istiadat yang selama ini mereka jalani dan
ataupun dari dalam masyarakat itu sendiri.
pertahankan sebagai upaya mempertahankan
Adat
Kasepuhan
mekanisme
Beberapa
Ciptagelar
adaptif
tantangan
untuk
yang
menjadi
perhatian kami antara lain terkait tekanan
pertumbuhan penduduk, penurunan daya
keberlanjutan hidup masyarakat juga ikut
terpengaruh (ciptagelar.org).
Oleh
karena
itulah,
penelitian
ini
dukung lahan, kemudian pembatasan ruang
berupaya mangkaji masalah tersebut dengan
gerak Masyarakat Adat Kasepuhan akibat
menggunakan sudut pandang Antropologi
penguasaaan kawasan Halimun oleh pihak
Ekologi. Masalah-masalah tersebut tentunya
pemerintah dan korporasi. Dalam konteks
sangat relevan dalam kajian antropologi,
ini
ekologi mengenai hubungan pertumbuhan
kami
melihat
kecenderungan
istiadat
penduduk dengan keterbatasan lahan dan
Kasepuhan Ciptagelar akibat tiga tantangan
terjadinya perubahan sosial-budaya pada
tersebut.
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
terancamnya keberlanjutan adat
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
“penghuni lama” di tengah rimba Halimun,
2. Metodologi
namun saat ini mereka sudah tidak sendiri
Penelitian ini dilakukan dengan desain
lagi. Saat ini kawasan kasepuhan juga
metode penelitian kualitatif. Diawali dengan
dikuasai oleh pemerintah dan beberapa
studi literatur dari sumber buku dan internet
korporasi nasional juga swasta. Saat ini
guna mendapatkan informasi awal tentang
ruang gerak Masyarakat Adat Kasepuhan
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
semakin terbatas karena adanya batas-batas
Selanjutnya dilakukan observasi partisipan
wilayah yang sudah tidak bisa lagi untuk
serta wawancara kepada informan.
Observasi dilakukan terhadap kondisi
diakses.
Persoalan ini menjadi sumber konflik
fisik
wilayah
Kasepuhan
Ciptagelar,
bagi Kasepuhan. Taman nasional yang
aktivitas pemanfaatan lahan. serta masalah
diperluas hingga wilayah adat Kasepuhan
kependudukan.
Cipta
kepada
Gelar
mengancam
cara
hidup
Wawancara
informan
kunci
dilakukan
yang
telah
masyarakat adat yang diwariskan melalui
disesuaikan dengan kebutuhan informasi.
beberapa generasi. Akibat dari persoalan ini
Wawancara
dilakukan
dengan
teknik
3
wawancara, singkat wawancara mendalam,
dan Focus Group Discussion.
Pengumpulan
melakukan
data
refleksi
No
dilakukan
atas
Tabel.1 Batas Wilayah Ciptagelar
untuk
1
Arah
Utara
pengetahuan
Desa Sirnagalih, Kec.
Cibeber, Propinsi
masyarakat tentang relasi manusia dan alam
serta mengidentifikasi masalah yang sedang
Batas
Banten
2
Selatan
Desa Sirnarasa, Kec.
mereka hadapi. Selanjutnya data yang
Cikakak, Kab.
diperoleh
Sukabumi, Propinsi
dimaknai
dan
dikonstruksi
berdasarkan perspektif Antropologi Ekologi
dalam
menganalisis
dampak
tekanan
Jabar
3
Barat
Dusun Cimapag, Desa
pertumbuhan penduduk dan keterbatasan
Sirnaresmi, Kec.
lahan terhadap keberlanjutan adat istiadat
Cisolok, Kab.
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.
Sukabumi, Propinsi
Jabar.
3. Keadaan Umum Daerah Penelitian
3.1. Letak, Luas dan Wilayah
4
Timur
Desa Cihamerang, Kec.
Kalapanunggal, Kab.
Kasepuhan Ciptagelar adalah salah satu
dari tiga kasepuhan yang berada di wilayah
Sukabumi, Propinsi
Jabar.
di Desa Sirnaresmi. Wilayah Kasepuhan
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
Ciptagelar dibagi atas tiga dusun yakni
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
Dusun Sukamulya, Dusun Situmurni dan
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
Dusun Cipulus. Dari tiga dusun dibagi lagi
Gambar.1 Lokasi Kasepuhan Cipatgelar
ke dalam 16 kampung (lembur).
Secara
administratif
Kasepuhan
Ciptagelar termasuk dalam wilayah Desa
Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Adapun
batas wilayah Desa Sirna Resmi adalah :
Sumber : www.tnhalimun. go.id
4
Secara geografis Kasepuhan Ciptagelar
terletak antara koordinat S 06° 47’ 10,4” ;
BT 106° 29’ 52” di ketinggian 1200 mdpl.
Tabel.3 Pertumbuhan Penduduk Kasepuhan
Ciptagelar
No Tahun
Luas wilayah kasepuhan adalah 202 Ha
dengan pembagian dan pemanfaatan lahan
antara lain :
Tabel.2 Pemanfaatan Lahan Wilayah
Ciptagelar
Jumlah
Jumlah
penduduk
KK
1
2001
80
20
2
2008
250
60
3
2010
338
76
Sumber : dweepitt.multiply.com, data tahun 2006
,www.forumbebas.com, data tahun 2008, Disbudpar
N Penggunaan
Luas
Propor
Jabar data tahun 2010 dan baris kolot kasepuhan
o lahan
(Ha)
si (%)
Ciptagelar data tahun 2010.
65
32,18
1 Tanah basah/sawah
Tingkat pendidikan tergolong rendah
2 Tanah darat/kering
a. Pemukiman/pe
17
8,42
pencaharian utama penduduk adalah bertani
karangan
b. Perladangan
13
6,44
c. Tegalan
50
24,75
d. Talun
35
17,33
3 Kehutanan
22
10,89
202
100
Total luas lahan
karena sebagian besar hanya tamat SD. Mata
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
dan sebagian kecil bekerja di bidang lain.
Lingkup pekerjaan
bertani antara
lain
budidaya tanaman padi di sawah, huma
kebun dan talun. Pekerjaan lain yakni
berkebun, berternak, membuat gula kawung,
dan membuat kerajinan anyaman. Hasil
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
pertanian padi tidak boleh diperjual belikan
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
terkait dengan larangan adat. Hasil yang
boleh dijual antara lain bunga cengkeh,
3.2. Kondisi Kependudukan, Ekonomi,
Sosial dan Budaya
buahan, kayu, ternak, serta produk olahan
seperti gula kawung dan anyaman.
Penduduk sebagian besar warga asli
(warga kasepuhan) dan sebagian kecil
Tabel.4 Tingkat Pendidikan Penduduk
pendatang. Sementara itu data pertumbuhan
Kasepuhan Ciptagelar
penduduk kampung adat Ciptagelar adalah
sebagai berikut;
No Tingkat pendidikan
Proporsi
(%)
5
1
SD
92,56
kampung,
2
SLTP
3,63
hubungan kekerabatan. Warga yang sangat
3
SMA
0, 41
dekat kekerabatannya biasanya ada dalam
4
Pesantren
-
satu
5
Akademi
-
(ikatan satu keturunan dari orang pertama
6
Perguruan Tinggi
0,24
yang
7
Kursus/Keterampilan
0,47
tersebut). Penduduk kasepuhan Ciptagelar
100
semuanya beragama Islam, namun sebagian
Jumlah
umumnya
masih
rendangan/kasepuhan
menempati
masih
memiliki
lingkungan
wilayah
memegang
kampung
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
besar
kepercayaan
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
terhadap leluhur dan Dewi padi (Dewi Sri
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
atau Nyi Pohaci). Hal tersebut terkait
dengan sistem adat istiadat Masyarakat Adat
Tabel.5 Mata Pencaharian Penduduk
Kasepuhan Ciptagelar
No
Kasepuhan.
Adat
memegang
peranan
penting dalam kehidupan, terutama terkait
Mata
Presentase
pencaharian/profesi
(%)
dengan ritual pertanian.
Penerapan adat juga diselaraskan dengan
1
Bertani
77,63
perubahan zaman. Beberapa teknologi yang
2
Buruh
13,61
sebelumnya merupakan pantangan, saat ini
3
Tukan/Jasa
4,62
telah masuk dalam kehidupan masyarakat.
5
Berdagang
1,59
Seperti pemanfaatan listrik dari PLTA untuk
6
Buruh Tani
1,30
pengunaan
7
Pegawai/Karyawan
0,36
pengembangan sistem informasi juga sudah
7
Pegawai Negeri
0,47
maju,
8
Wiraswasta
0,41
penggunaan
9
TNI/Polri
100
Jumlah
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
Masyarakat di kasepuhan Ciptagelar
desa
Sirnaresmi
terutama
dalam
satu
alat
elektronik.
ditunjukkan
Bahkan
dengan
adanya
seluler,
adanya
komunitas
(Swara
telepon
pemancar
radio
Ciptagelar)
dan adanya
stasiun Televisi
(Ciptagelar TV).
Namun
untuk
masalah
pertanian,
masyarakat Ciptagelar sangat selektif dalam
pengembangan
teknologi,
karena
hal
tersebut menyangkut kemurnian adat istiadat
6
mereka, hingga saat ini menurut pengakuan
memaknai kawasan ekosistem Halimun
masyarakat, hal baru yang bisa masuk hanya
sebagai daerah resapan air terpenting yang
penggunaan pupuk kimia saja.
menjaga ketersediaan air di wilayah Jawa
Barat dan Banten. Selanjutnya, dengan
3.3. Kawasan Ekosistem Halimun Sebuah
Arena
Pergulatan
Kepentingan
kekayaan ekosistem yang dimiliki, kawasan
Halimun
dimaknai
sebagai
salah
satu
(disarikan dari laporan penelitian RMI,
sumber penting pendapatan Negara. Sejak
2004)
tahun 1970-an dimulailah kegiatan investasi
Kawasan ekosistem Halimun merupakan
berskala nasional dan internasional melalui
kawasan hutan primer dan sekunder yang
perkebunan
berada di wilayah Selatan Jawa Barat dan
pertambangan emas. Bagi korporasi dan
Banten. Istilah kawasan gunung Halimun
Negara,
muncul
wilayahnya
wilayah yang berpotensi besar menghasilkan
Adimiharja
keuntungan.
setelah
sebagian
dikelola oleh taman nasional.
teh,
kawasan
hutan
pinus,
Halimun
dan
merupakan
(1992) menyebutkan luas total dari kawasan
Namun berbeda dengan pendapat orang
ekosistem Halimun yakni 122.000 Ha, yang
luar, masyarakat yang bermukim di dalam
terdiri dari 82.000 Ha kawasan hutan
dan sekitar kawasan Halimun mengenalnya
lindung dan 40.000 Ha cagar alam.
sebagai kawasan Gunung Sangga Buana
yang
yang bermakana gunung penyangga bumi,
dikeluarkan oleh FAO (1978) dan kemudian
yang mana salah satu gunung tertinggi di
diperkuat oleh LIPI-PHPA-JICA (1998),
dalamnya
Taman
(TNGH)
Kawasan ini merupakan wilayah yang harus
mendefinisikan kawasan gunung Halimun
dijaga kelestariannya agar tidak terjadi
sebagai
bencana.
Kemudian
bebekal
Nasional
informasi
Halimun
kawasan
konservasi
yang
bernama
gunung
Halimun.
dikategorikan masih sangat baik di pulau
Masyarakat tersebut dikenal sebagai
Jawa. Berada di antara 1060 21’ BT dan
Masyarakat Adat Kasepuhan. Mereka adalah
0
0
diantara 6 37’ – 6 31’ Barat Daya Propinsi
masyarakat adat yang menetapkan luas
Jawa Barat, dan terletak di ketinggian 500-
Halimun berdasarkan tiga hal, yakni;
1929 mdpl.
1. dalam konteks semantik bahasa sunda
Berdasarkan fungsi ekologi kawasan,
para
ahli
konservasi
dan
lingkungan
Halimun sebagai wilayah yang ditutupi
kabut,
7
2. dalam konteks geografis yakni batasan
wilayah
gunung
Halimun
dengan
kondisi hutan diserahkan kepada Kasepuhan
Ciptagelar, Kasepuhan Urug dan Kasepuhan
Citorek.
gunung lain, dan
3. dalam konteks budaya, Halimun sebagai
Bagi komunitas ini, kawasan Halimun
wilayah kesatuan budaya yang mewakili
adalah tempat hidup mereka, karena itu
wilayah penyebaran Masyarakat Adat
harus dijaga kelestariannya demi menunjang
Kasepuhan sesuai kemampuan daya
keberlangsungan hidup mereka. Bahkan
jelajah mereka.
dalam
Dalam
keyakinan
Masyarakat
Adat
lintasan
Ciptagelar
sejarah,
telah
melakukan
kasepuhan
14
kali
leluhur
perpindahan kampung sebagai bagian dari
mengenai kewenangan pengelolaan Halimun
tradisi kepatuhan pada leluhur. Semua
yang berbunyi “…jeulma anu salapan anu
perpindahan selalu berkisar di seputar
boga gunung Halimun dititipkeun ka jeulma
kawasan
tilu dititah ngarekasa sangga buana…”
ketersediaan lahan untuk tempat berpindah
yang
sangat
Kasepuhan
terdapat
artinya
wejangan
gunung
penting
Halimun,
bagi
artinya
Masyarakat
Adat
ada
sembilan
manusia
yang
memiliki
gunung
Kasepuhan Ciptagelar agar tradisi tesebut
orang
dapat terus berlanjut. Karena tidak mungkin
(komunitas) yang diperintah menjaga sangga
mereka berpindah jika lahan tempat pindah
buana.
sudah dipenuhi kebun atau penduduk atau
(komunitas)
Halimun,
dititipkan
Adapun
pada
komunitas
tiga
yang
disebut
memiliki kawenangan di atas secara implisit
menunjuk pada komunitas yang ada didalam
dan
sekitar
kawasan
Halimun,
yakni
tempatnya tidak boleh ditempati karena
sudah milik orang.
Namun saat ini, kawasan yang mereka
jaga ternyata sudah bukan milik Masyarakat
Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul
Adat
yang
Citorek,
Sebagaimana penjelasan awal di atas, saat
kasepuhan
ini sudah banyak pihak yang memiliki
terdiri
kasepuhan
dari
kasepuhan
Ciptagelar,
Kasepuhan
lagi
mengatur
Sirnaresmi, kasepuhan Cicarub, kasepuhan
kekuasaan
Cisungsang, kasepuhan Urug, kasepuhan
kawasan Halimun. Berlandaskan hukum
Bayah, kasepuhan Cisitu, dan Masyarakat
nasional, saat ini Negara dan korporasi besar
Adat Baduy/Kanekes. Kemudian komunitas
telah menguasai sebagian besar kawasan
yang ditugasi menjaga dan memeriksa
Halimun
dengan
dan
seutuhnya.
menguasai
beragam kepentingan.
8
yang
kehutanan yang menghasilkan produk
Adat
berupa barang dan jasa yang bermutu
Kasepuhan di arena Halimun adalah sebagai
tinggi dan menghasilkan keuntungan
berikut.
banyak. Di kawasan ekosistem Halimun,
a. Sebagai penanggung jawab konservasi
wilayah kerja dan produksi Perum
Adapun
beberapa
berhubungan
pihak-pihak
dengan
Masyarakat
hutan alam, TNGH mengembangkan
Perhutani
Zonasi
dengan
Pemangku Hutan (KPH) Bogor seluas
282/Kpts-II/1992.
69.872 Ha, KPH Sukabumi seluas
Dengan menyatakan bahwa wilayah
83.166 Ha dan KPH Lebak seluas
TNGH secara geografis terletak di antara
63.478,59 Ha. Lahan tersebut berasal
60 37’ - 60 51’ LS dan 1060 21’ - 1060 38
dari asset nasionalisasi perkebunan VOC
BT dengan luas 40.000 Ha yang tersebar
oleh
di Kab. Lebak seluas 14.487 Ha dan
hutan
25.513 Ha di Kab. Bogor dan Kab.
sangat tegas menindak masyarakat yang
Sukabumi.
berdasarkan
masuk hutan mereka. Namun aktivitas
Kepmenhut baru, No.175/Kpts-II/2003,
perhutani tersebut mendapat perlawanan
wilayah tersebut diperluas ke wilayah
dari masyarakat. Menyikapi hal itu
Gunung
perhutani
Hutan
Kepmenhut
yang
No.
sesuai
Kemudian
Salak,
sehingga
menjadi
terdiri
nagara.
dari
Dalam
produksi,
Kesatuan
pengembangan
awalnya
mengembangkan
perhutani
program
113.357 Ha dengan nama baru Taman
Corporate Sosial Responsibility (CSR)-
Nasional
nya yang berupa sistem Pengelolaan
Gunung
Halimun
Salak
ini
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
bertujuan untuk menjaga kelestarian
untuk kembali merangkul masyarakat
kawasan
untuk
dalam menjaga dan menikmati hasil
kepentingan hidup orang banyak. Karena
hutan. Namun berdasarkan tinjauan RMI
itulah
menjaga
(2004), sistem PHBM tersebut lebih
hutan dari segala hal yang bisa merusak
berupa pengembangan lanjutan dari
hutan,
sistem culturestelsel dan preangerstelsel
(TNGHS).
Keberadaan
ekosistem
kebijakan
termasuk
TNGHS
Halimun
utamanya
upaya
masyarakat
mencari nafkah di hutan.
zaman VOC. Hal tersebut ditunjukkan
b. Sebagai BUMN penghasil keuntungan
Perhutani dengan membiarkan petani
untuk Negara, Perum Perhutani Unit III
menanam palawija (yang ditentukan
Jawa Barat mengembangkan industri
Perhutani jenisnya) di bawah tegakan
9
pohon pinus milik Perhutani, namun
4.1. Populasi
masyarakat harus membayar sebagai
Pangan
ganti sewa lahan.
Perdebatan
Penduduk dan
mengenai
Pasokan
persoalan
ini
c. Kegiatan usaha yang dilakukan PTPN
diawali pandangan model klasik Malthus
VIII meliputi pembudidayaan tanaman,
yang menjelaskan pola hubungan pasokan
pengolahan/produksi,
penjualan
pangan dan pertumbuhan penduduk. Dalam
komoditi perkebunan teh (26.703 Ha),
bukunya, Essay On The Principle Of
Karet (28.879 Ha), Kina (4.105 Ha),
Population (1789) Malthus merumuskan
kakao (4.478 Ha), Kelapa Sawit (5.056
bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan
Ha), dan Getah Percha (714 Ha). Lahan
penduduk dibatasi oleh pasokan pangan.
dan
asset
Dalam hal ini, Malthus mengasumsikan
perkebunan VOC yang di nasionalisasi
bahwa laju pertumbuhan pangan merupakan
oleh Negara.
variabel
yang
digunakan
berasal dari
d. Pihak Korporasi Swasta diwakili oleh
PT. Nirmala Agung dan
Tambang.
PT. Aneka
Perkebunan
Nirmala
bebas
yang
mengikat
laju
pertumbuhan penduduk. Malthus melihat
bahwa pertumbuhan manusia yang bersifat
eksponen
menuntut
bertambahnya
seluas
kebutuhan pangan. Sementara itu laju
971,22 Ha. Berasal dari lahan garapan
pertumbuhan pangan yang linear hanya bisa
perkebunan VOC yang dilanjutkan pihak
ditingkatkan dengan penambahan curahan
swasta.
Aneka
tenaga kerja di lahan. Namun hal tersebut
perusahaan
tidak akan berpengaruh besar terhadap
merupakan
Tambang
perkebunan
Sementara
itu
teh
PT
merupakan
penambang emas yang 65% sahamnya
peningkatan pasokan pangan.
dikuasai Negara dan selebihnya milik
Hal lain yang ditakutkan Malthus adalah
swasta. Penambangan emas dilakukan di
ketidakmampuan manusia dalam mengatasi
Gunung Pongkor dengan luas area 4.058
gejala alam yang tidak bisa diprediksi dan
Ha yang terletak di tiga desa (Bantar
dihindari, seperti bencana alam contohnya.
Karet, Cisarua dan Malasari).
Akibat dari hal tersebut menurut Malthus
akan
4. Telaah Konseptual
(disarikan dari buku Johan Iskandar,
menimbulkan
wabah
penyakit,
kelaparan, dan perang yang kemudian akan
menurunkan
jumlah
penduduk
pada
2009)
10
pertumbuhan
yang
seimbang
dengan
sebagai bentuk berbagi peran dan kerja.
pertumbuhan pangan.
Atas dasar pemikiran seperti itu, Malthus
menyarankan
ekonomi yang ada di dalam masyarakat
suatu
tindakan
preventif.
Dalam
pendapatnya,
Boserup
menekankan kemampuan penduduk dalam
mengatasi
keterbatasannya
penduduk dengan patokan jumlah yang ideal
penguasaan
alam
adalah
kebutuhan
hidup.
Yaitu
melakukan
jumlah
pengendalian
penduduk
jumlah
yang
dapat
terhadap
sebagai
pemenuhan
Menurut
Boserup,
ditampung suatu wilayah ketika wilayah
meningkatnya populasi akan mendorong
tersebut ditimpa bencana atau perang.
semakin kompleksnya pengetahuan populasi
Namun
Malthus
mengesampingkan
akan pemenuhan kebutuhan hidup.
dalam
Dalam hal ini, Boserup mencontohkan
mengembangkan sistem teknologi sebagai
perubahan yang terjadi pada masyarakat
cara bertahan hidup, dari sisi inilah Malthus
ladang
mendapat kritikan dari ilmuan lainnya.
meningkat,
kemampuan
manusia
Pendapat Malthus tersebut ditentang
berpindah.
masa
ditinggalkan
Ketika
istirahat
masyarakat
lahan
akan
semakin
sebentar
dikenal dengan Model Kontra Malthus.
kebutuhan. Bahkan ketika populasi semakin
Boserup
bahwa
besar, akan terjadi perubahan dari ladang
pertumbuhan penduduk tidak bergantung
berpindah menjadi ladang menetap dengan
pada pertumbuhan pangan. Malah dengan
pengembangan intensifikasi tata guna lahan
meningkatnya pertumbuhan penduduk maka
dan pengembangan alat-alat pertanian.
pandangan
akan meningkatkan pertumbuhan pangan.
Karena
penduduk
akan
merespon
tuntutan
yang
oleh Boserup (1965) lewat tulisannya yang
memiliki
karena
populasi
pemenuhan
Secara eksplisit pandangan Boserup ini
menunjukkan bagaimana proses perubahan
meningkatnya kebutuhan pangan dengan
suatu
mengembangkan teknologi pertanian yang
menjadi populasi pengeksplotasi lahan yang
ditunjukkan
terorganisir.
dengan
perubahan
menuju
populasi
masyarakat
tradisional
intensifikasi tata guna lahan, perubahan
Merespon Model Klasik Malthus dan
metoda kultivasi dan perubahan peralatan
Model Kontra Malthus tersebut, Wilkinson
pertanian. Perubahan teknologi tersebut
(1973)
akan memicu kompleksnya organisasi sosial
berbeda. Menurut Wilkinson pada umumnya
menyatakan
masyarakat
pandangan
tradisional
yang
memanfaatkan
11
sumber daya alam secara berkelanjutan
mereka
tanpa eksploitasi. Masyarakat tradisional
mencapai ketenangan dan kepuasan batin.
biasanya mengembangkan nilai-nilai tradisi
Nilai inilah yang disebut Boeke dengan
yang berguna untuk menjaga keseimbangan
istilah limited needs atau oriental mysticism
ekologi.
yang tentunya bertentangan dengan nilai
Nilai tradisi yang dibicarakan oleh
Wilkinson
adalah
upaya
pengendalian
bukan
mencari
harta
namun
hidup orang barat yang bersifat unlimited
needs.
populasi dalam bentuk aborsi, pembunuhan
Namun ternyata persoalan tidak selesai
bayi dan pelarangan berhubungan badan
hanya dengan merasa cukup dari apa yang
selama masa menyusui anak. Sejalan dengan
ada. Sejalan dengan pertambahan penduduk
pandangannya, Wilkinson sepakat dengan
yang cepat, lahan menjadi habis terbagi
saran
sebagai warisan ke anak cucu. Dengan
Malthus
mengenai
pengendalian
sistem nilai masyarakat pulau Jawa yang
jumlah penduduk.
mewariskan harta bagi seluruh anak dalam
4.2. Model Ekspansi Statis dan Nilai
keluarga, menyebabkan kepemilikan lahan
Kebudayan Masyarakat Petani di
di setiap keluarga menjadi turun. Akibatnya
Jawa
pendapatan mereka akan berkurang dan
Diskusi para ahli diatas ternyata belum
menyebabkan kemiskinan.
dalam
Menurut Boeke, apabila kasus tesebut
konteks kehidupan petani di pulau Jawa.
terjadi pada orang Jawa yang berideologi
Penelitian
menunjukkan
limited needs, maka respon mereka yaitu
perkembangan masyarakat petani di Jawa
melakukan static expansion (memperluas
lebih bersifat sosial ketimbang ekonomi
daerah pertanian, namun tetap dengan
sebagaimana pendapat Boserup.
tingkat teknologi dan pembagian kerja
bisa
diaplikasikan
Boeke
sepenuhnya
(1974)
Pada umumnya petani di Jawa dan
Madura bekerja di sawah bukan untuk
seperti semula).
Sebagian dari mereka akan membuka
sekedar
lahan pertanian dan desa baru di hutan-hutan
mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Jika
sekitar desa yang lama. Di pemukiman
hasil panen sudah mencukupi kebutuhan
tersebut para petani sudah cukup puas jika
keluarga setahun, mereka sudah merasa
sudah mencapai tingkat kehidupan ekonomi
puas, tentram dan aman. Tujuan hidup
yang sederhana seperti yang dicapai orang
mencari
keuntungan
namun
12
tua mereka. Pada suatu masa permukiman
Pada beragam
masyarakat masalah
baru ini berkembang makin padat dan
tekanan penduduk diatasi dengan berbagai
menimbulkan kemiskinan. Lantas, pola yang
cara. Pada masyarakat pedalaman Dayak di
sama akan berulang kembali (Marzali,2003).
Kalimantan dan Nias di Sumatera Utara
dikembangkan semacam mitos adanya hantu
4.3. Pengendalian
Untuk
Penduduk
pemakan bayi. Mitos tersebut berguna untuk
Keseimbangan
menutupi pembunuhan bayi yang dilakukan
Tekanan
Menjaga
Ekologi
oleh orangtua mereka sendiri. Pembunuhan
Upaya pengendalian jumlah penduduk
bayi
merupakan
salah
satu
respon
adaptif
terhadap kondisi lingkungan. Sejalan dengan
konsep materialisme budaya milik Harris,
tersebut
membebani
dilakukan
keluarga
agar
dan
tidak
mengurangi
dampak kerusakan pada lingkungan.
Kemudian pada masyarakat
Maring
mode of reproduction sebagai salah satu
Tsembaga yang berada di New Gunea Timur
unsur infrastruktur akan mempengaruhi
juga melakukan upaya pengendalian tekanan
sistem organisasi sosial dan ideologi suatu
populasi.
masyarakat.
masih pada tahap perladangan berpindah,
Pada wilayah yang luas dan perlu
banyak
tenaga
untuk
mengolahnya,
Masyarakat
maring
tsembaga
Masalah yang dihadapi oleh masyarakat
ini adalah kesulitan untuk membuka lahan
berkembanglah keyakinan banyak anak
untuk
banyak rezeki. Sementara pada lahan yang
pemukiman
tidak kondusif bagi pertumbuhan populasi
menghuni suatu tempat yang dikelilingi oleh
yang tinggi, maka pengendalian jumlah
hutan yang lebat. Ekpansi lahan sulit
penduduk adalah bentuk adaptasinya.
dilakukan karena mereka dibatasi oleh hutan
Pengendalian
populasi
ini
penting
dilakukan agar lingkungan mereka tidak
perluasan
lahan
namun
pertanian
mereka
dan
berdiam
dan lanskap yang bergunung-gunung.
Dalam kasus ini, masalah pengendalian
maka
populasi sangat pnting bagi keseimbangan
kehidupan mereka akan lebih terancam lagi
relasi mereka dengan lingkungan. Untuk
keberlangsungannya,
dalam
menjaga hal tersebut, masyarakat Tsembaga
pandangan materialisme budaya, manusia
mengembangakan mekanisme peperangan
tergantung pada alam.
antar kelompok lokal agar populasi cepat
rusak.
Jika
lingkungan
rusak,
karena
berkurang (Ellen, 19820).
13
Masyarakat adat Baduy di Banten,
memiliki
cara
lain
untuk
menjaga
keseimbangan jumlah penduduk. Meski
berperang ataupun mengusir orang keluar
kampung.
Masyarakat
Adat
Kasepuhan
mereka terbatas wilayahnya seperti halnya
mengembangkan
masyarakat
memberikan kesempatan pada keluarga inti
Tsembaga,
namun
mereka
mengembangkan sistem nilai yang berbeda.
sistem
adat
yang
dari struktur pimpinan untuk pindah ke
mengembangkan
tempat baru yang lebih lapang dengan daya
nilai adat yang ketat dalam mengatur
dukung lingkungan yang baik ketika terjadi
kehidupan masyarakatnya. Bagi anggota
tekanan penduduk di kampung yang lama.
Masyarakat
Baduy
masyarakat yang melanggar aturan, sangsi
Ketika berpindah, tidak semua penduduk
terbesarnya adalah dikeluarkan dari teritori
yang ikut berpindah, hanya keluarga inti dan
Baduy Dalam (Iskandar, 2009). Hal tersebut
orang-orang
sangat
bepindah,
bermanfaat
mengatasi
tekanan
pilihan
saja
sementara
yang
wajib
masyarakat
biasa
dibebaskan untuk ikut pindah atau tidak.
penduduk.
Sementara
pada
Masyarakat
Adat
Karena itu, setiap perpindahan kampung
Kampung Kuta di Ciamis, dikembangkan
atau
sistem nilai yang menghalangi orang untuk
pengurangan penduduk yang besar, dan hal
memiliki anak yang banyak, dan dikuti
itu akan menjaga kestabilan relasi populasi
berkembangnya sistem KB alami.
dengan lingkungan.
Pembatasan
jumlah
mereka lakukan untuk
anak
pusat
pemerintahan,
akan
terjadi
tersebut
mempertahankan
5. Temuan Penelitian
stabilitas jumlah penduduk yang sesuai
5.1. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat
dengan daya dukung lingkungan mereka,
Kasepuhan Ciptagelar Dalam Upaya
terkait dengan keterbatasan lahan hidup
Menjaga Keseimbangan
mereka karena adanya hutan larangan.
Gunung Halimun
Namun
Kasepuhan
mekanisme
pada
yang
Adat
Pengetahuan lokal dimaknai sebagai
nampaknya
kebijaksanaan manusia yang bersandar pada
Masyarakat
Ciptagelar,
Ekosistem
dikembangkan
untuk
filosofi, nilai-nilai, etika dan cara-cara
mengatasi tekanan penduduk terhadap daya
berperilaku
dukung lingkungan bukan dengan cara
tradisional (Geriya, 2009). Pengetahuan
membunuh
lokal secara konseptual terdiri atas dua
bayi,
membatasi
kelahiran,
yang
melembaga
secara
14
bentuk, yaitu pengetahuan yang bersifat
bahwa pengetahuan lokal dalam aspek
pragmatis terhadap dunia alamiah/dunia
ekologis dan dalam sistem nafkah, sangat
objektif yang sedang berlangsung, dan
penting
pengetahuan supranatural menyangkut nilai-
keragaman hayati.
peranannya
pada
konservasi
yang
Berkes melihat kekuatan utama sistem
seringkali mempengaruhi atau memodifikasi
pengetahuan lokal dalam aspek ini adalah
keninginan
(1) menjadi kunci penting konservasi dari
nilai
cultural/
dunia
seseorang
subjektif,
terhadap
sesuatu
(Prasodjo). Pengetahuan lokal yang unik
kesadaran
biasanya disebut dengan kearifan lokal.
pengetahuan akumulatif dari pola adaptasi
Berbeda dengan pengetahuan
lokal,
ekologis yang berlangsung lama, dan (3)
sebagai sebuah istilah, kearifan lokal adalah
sangat membantu untuk mendesain upaya
sebuah tema humaniora yang diajukan untuk
konservasi yang efektif.
memulihkan
peradaban
modernitas.
Ia
“pengetahuan”
dari
diunggulkan
yang
“benar”
krisis
Pada
dalam
diri,
Masyarakat
(2)
Adat
sebagai
Ciptagelar,
bentuk-bentuk
ketika
pragmatis
didasarkan
berhadapan dengan “saintisme” modern.
kepercayaan
yang
sistem
Kasepuhan
pengetahuan
pada
sistem
merupakan
bentuk
Sains modern menganggap unsur “nilai”
pengetahuan supranatural. Masyarakat Adat
dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak
Kasepuhan Ciptagelar memiliki beberapa
relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.
pengetahuan utama yang saling berkaitan.
Bagi “sains”, hanya fakta-fakta yang dapat
diukurlah
yang
boleh
dijadikan
dasar
Pengetahuan tersebut terutama yang
berhubungan
penyusunan pengetahuan. Kearifan Lokal
pertanian.
adalah
hanya
“Hujjah”
(argumen)
untuk
langsung dengan
Seperti contohnya
sekali
dalam
masalah
berladang
setahun,
tidak
mengembalikan “nilai” dan “moralitas”
menggunakan teknologi pertanian modern
sebagai pokok pengetahuan (Rahmawati,
pada pertanian, tidak menjual padi hasil
2008).
panen, sistem penyimpanan padi di leuit,
Dalam konteks ini, pengetahuan lokal
adalah pengetahuan yang erat hubungannya
dengan aspek pengelolaan sumber daya
serta
pelaksanaan
ritual
ungkapan
terimakasih kepada Dewi Sri.
Kemudian
bentuk
pengetahuan
lain
Secara
adalah berupa pembagian hutan kawasan
konseptual, Berkes (1995) mengemukakan
Halimun dalam tiga zona, yang pertama
alam
dan
mata
pencaharian.
15
adalah hutan larangan yang sama sekali
kemasyarakatan
tidak boleh diganggu, kemudian hutan
kepercayaan yang akan mempertegasnya.
titipan yang boleh diakses seijin leluhur, dan
berikut
Pengetahuan
dengan
sistem
Masyarakat
Adat
yang terakhir hutan sempalan yang boleh
Kasepuhan mengenai pertanian tradisional
digarap untuk pemenuhan kebutuhan hidup
dan pengelolaan dan penjagaan sumber daya
masyarakat.
hutan memang telah terbukti kebenaran dan
Pengetahuan lain yang menarik dari
manfaatnya.
Terbukti,
hingga
saat
ini
Masyarakat Adat Kasepuhan adalah tradisi
Masyarakat Adat Kasepuhan tidak pernah
berpindah kampung dan lahan garapan yang
mengalami
kekurangan
telah belasan kali dilakukan Masyarakat
kesuburan
tanah
Adat Kasepuhan sejak berdirinya 600-an
memberikan hasil panen yang melimpah.
tahun silam.
Bahkan kemungkinan terjadinya musim
Dalam kerangka materialisme budaya,
peceklik
pangan,
karena
selalu
terjaga
yang
telah
diantisipasi
dengan
Harris, pengetahuan yang dikembangkan
keberadaan leuit yang mempu menyimpan
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
padi hingga bertahan beberapa tahun.
bentuk
adaptif
dalam
upaya
menjaga
Dengan penjagaan hutan, air berlimpah
dapat mereka nikmati. Tidak hanya sekedar
keseimbangan lingkungan.
Masyarakat yang berada di kaki gunung
untuk minum, mandi, mencuci dan mengairi
tentu bergantung terhadap keseimbangan
sawah saja, saat ini ketersediaan air tersebut
ekosistem gunung yang memberikan air dan
bahkan
lahan yang subur bagi pertanian mereka.
pembangkit
Terjaganya
adalah
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
pertanian.
Karena itulah pengetahuan tersebut bahkan
kehidupan
diakui
prasyarat
Sebagai
kelestarian
berlanjutnya
masyarakat
alam
usaha
petani,
telah
menjadi
listrik
sebagai
sumber
tenaga
suatu
air
kearifan
daya
milik
lokal
bertani sangat penting artinya bagi mereka,
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
karena disanalah fungsi subsisten pertanian
yang didukung dan diapresiasi oleh berbagai
untuk kehidupan mereka.
pihak. Karena dengan pengetahuan tersebut,
Karena itu perlu adanya kesadaran akan
penjagaan
kelestarian
terlembaga
dalam
lingkungan
organisasi
yang
sosial
ekosistem
Halimun
tetap
terjaga
dan
masyarakatpun menikmati manfaatnya.
Namun
tidak semua pengetahuan
Masyarakat Adat Kasepuhan yang mendapat
16
apresiasi baik. Salah satu pengetahuan
terlampaui dan berimbas pada kualitas
Masyarakat Adat Kasepuhan yang masih
hidup manusia yang rendah”.
diperdebatkan hingga kini adalah tradisi
Sejalan dengan teori tersebut, tradisi
berpindah kampung gede beserta lahan
berpindah ini dilakukan untuk menghindari
garapannya.
memancing
penurunan kualitas hidup Masyarakat Adat
persoalan karena menurut beberapa pihak
Kasepuhan yang kemudian akan berimbas
terkait dengan pembukaan lahan hutan
pada terganggunya tatanan adat istiadat yang
lindung dan masalah status kepemilikan
selalu mereka jaga.
Tradisi
ini
Sebagaimana
lahan.
Kusnaka
5.2. Tradisi
Berpindah
Mekanisme
Pengendalian
yang
Adimiharja
dijelaskan
dalam
Prof.
bukunya
Sebagai
(Kasepuhan yang tumbuh di atas yang
Tekanan
luruh, 1992), hingga tahun 1983 Masyarakat
Populasi
Adat Kasepuhan telah menjalani 13 kali
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
perpindahan kampung gede beserta ladang.
pembahasan sebelumnya, dari sisi pandang
Ditambah dengan perpindahan terakhir di
materialisme budaya, tradisi berpindah ini
tahun 2001, maka saat ini total sudah 14 kali
erat kaitannya dengan upaya pengendalian
perpindahan.
Hal tersebut terkait
Dalam kepercayaan Masyarakat Adat
dengan daya dukung lingkungan yang terus
Kasepuhan, perpindahan tersebut murni
menurun.
datang sebagai perintah dari leluhur yang
tekanan populasi.
tersebut
datang sebagai wangsit pada sesepuh girang.
maksimum
Jika sudah mendapat wangsit, mau tidak
populasi manusia yang dapat didukung oleh
mau mereka harus berpindah pada lokasi
suatu lingkungan tertentu secara tak terbatas
yang telah ditentukan.
Daya
dukung
dimaksudkan
lingkungan
sebagai
total
tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan
Alasan
(Iskandar, 2009). Berdasarkan teori tersebut
dijelaskan
dapat dikatakan bahwa : “Jika populasi
semuanya hanya berpatokan pada wangsit
tumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi
yang diterima sesepuh girang. Namun
dan lingkungan untuk memperbaiki sumber
menurut beberapa baris kolot yang menjadi
daya
informan, perpindahan tersebut merupakan
maka
kemampuan
bumi
akan
upaya
berpindah
secara
peyelamatan
tidak
pernah
gamblang,
karena
tatanan
adat
dari
17
pengaruh perubahan yang sedang terjadi di
tunduk dan taat ketika wangsit berpindah
dalam masyarakat serta dari pengaruh
diterima oleh sesepuh girang, karena mereka
tekanan dunia luar.
menganggapnya adalah bagian dari petunjuk
Karena
masyarakat
yang
terus
menuju “lebak cawene”.
berkembang, beragam hal baru muncul baik
Akan tetapi berdasarkan adat istiadat
itu dari pengaruh warga kasepuhan yang
Masyarakat Adat Kasepuhan, yang wajib
merantau lalu pulang dengan membawa
berpindah hanyalah keluarga dari sesepuh
kebudayaan luar dan juga dari perilaku
girang
pendatang yang ditiru masyarakat. Pada
Masyarakat biasa tidak diwajibkan untuk
masyarakat yang terus berkembang seperti
pindah kecuali yang sengaja mendapat titah
itu, kondisi sudah tidak tenang lagi, karena
dari sespuh girang untuk ikut serta.
itu perpindahan adalah suatu mekanisme
ada
juga
informasi
para
pegawainya.
Meski demikian, biasanya banyak juga
masyarakat biasa yang ikut pindah menuju
agar tatanan adat tetap terjaga.
Namun
bersama
yang
kampong yang baru. Namun, yang pastinya
menguatkan perihal wangsit yang diterima
setiap
perpindahan
akan
selalu
sesepuh girang benar adanya karena hal itu
meninggalkan masyarakat di kampung lama,
pertanda dari leluhur terkait dengan suatu
dan masyarakat tersebut terus berkembang
kepercayaan mereka yang disebut “uga”.
hingga saat ini. Karena itulah kebanyakan
Menurut kepercayaan mereka “uga”
desa-desa yang berkembang di sekitaran
mengungkapkan bahwa suatu waktu, sejalan
kawasan Halimun dulunya adalah bekas
dengan janji karuhun, kasepuhan akan
kampung gede.
pindah suatu tempat yang makmur yang
Selain itu ada juga informan yang
mereka sebut dengan “lebak cawene” yang
menjelaskan prakondisi sebelum berpindah
berarti “lembah perawan”. Jika kasepuhan
biasanya
sudah mewujudkan janji karuhunnya, maka
penduduk. Adat waris yang memberikan
pelabuhan ratu akan menjadi sebuah kota
waris tanah pada semua anak menyebabkan
yang ramai dikunjungi orang dari berbagai
berkurangnya pendapatan tiap keluarga.
belahan dunia (Adimiharja, 1992).
karena
terjadinya
kepadatan
Jika lahannya cukup luas, maka bertani
Sekiranya cerita inilah yang masih
sekali satahun juga cukup, namun jika
diyakini oleh sebagian besar Masyarakat
lahannya sudah sempit, maka akan susah
Adat Kasepuhan, sehingga mereka menjadi
untuk memenuhi hidup keluarga dalam
18
setahun. Namun masih ada sistem pinjam-
kembali menikmati masa-masa tenang dan
meminjam padi pada tetangga ataupun leuit
kepuasan atas hasil yang didapat dengan
gede,
cara produksi yang masih sama dengan yang
sehingga
sangat
membantu
pemenuhan kebutuhan pangan bagi keluarga
dulu.
Hampir serupa dengan ekspansi statis
yang kurang mampu.
Atas dasar informasi yang didapatkan di
seperti
yang
dikemukan
oleh
Boeke.
atas, pendekatan materialism budaya dapat
Polanya hampir sama, tekanan penduduk,
dipergunakan mengkaji hakikat perpnidahan
kemiskinan, pembukaan lahan baru, mode of
tersebut sebagai wujud upaya mengatasi
production yang tidak berubah, kepuasaan
tekanan populasi. Ketika tekanan populasi
dengan hasil yang pas-pasan, pertumbuhan
dan
populasi,
pengaruh
luar
mulai
menggangu,
kebijakan untuk berpindah datang. Dengan
memiskinkan,
beberapa alasan logis karena tidak mungkin
berulang.
pewarisan
dan
tanah
polanya
yang
kembali
mencukupi kebutuhan dengan sumber daya
dan pola produksi yang terbatas.
6. Tradisi
Membiarkan masalah tersebut berlanjut
berpindah,
masih
mungkinkah?
terancamnya
Sebagaimana yang dijelaskan diatas,
keberlangsungan tatanan adat Kasepuhan
perpindahan terus menerus yang dilakukan
Ciptagelar, karena dengan kondisi seperti itu
Masyarakat Adat Kasepuhan di dasari
control kaum elit
keyakinan mereka atas pencarian “lebak
sama
artinya
masyarakat
membiarkan
akan
kasepuhan terhadap
semakin
lemah
dan
Cawene” sesuai janji leluhur. Karena itulah
nantinya bisa berujung pada penurunan nilai
perpindahan tersebut berkisar di kawasan
tatanan adat.
gunung Halimun, berpindah dari satu sisi ke
Karena adat mereka dalam cara bertani
sisi yang lainnya namun tetap berada di
tidak mau dirubah, sementara mereka juga
kawasan gunung Halimun. Entah “lebak
tidak mengembangkan sistem pengendalian
cawene” sudah ditemukan atau belum,
reproduksi dengan semacam KB alami. Jika
namun berdasar informasi dari almarhum
pada kondisi seperti itu terjadi masalah
Abah
tekabab penduduk, maka langkah tepat yang
perjalanan
diambil adalah berpindah. Mencari tempat
journal/item/8) ”jika
baru yang lebih lapang dan subur, dan
sejarah adat, wangsit yang diterima, sebelum
Anom
dalam
sebuah
laporan
(dweepitt.multiply.com/
melihat
perjalanan
19
tahun 2040 warga adatnya itu masih akan
tersebut masuk dalam zonasi hutan primer
terus berpindah tempat. Tetapi, pindahnya
yang dilindungi, wilayah tersebut juga
ke mana Abah sendiri belum tahu," ungkap
masuk dalam area kelola Perum Perhutani
Abah Anom. Melihat fenomena seperti itu,
unit III Jawa Barat dan wilayah Taman
wajar kiranya kita bertanya dimanakah
Nasional Gunung Halimun (TNGH).
sebenarnya akan ditemukan “lebak cawene”
Hal ini tentu menjadi persoalan bagi
tersebut?. Sedangkan menurut informasi
banyak
pihak
yang
yang diterima Prof. Kusnaka dari tokoh adat
kepemilikan
di berbagai wilayah kasepuhan,
lebak
lahan-lahan di kawasan Halimun tersebut.
cawene kasepuhan Ciptagelar terletak pada
Perpindahan tersebut dinilai mengganggu
suatu tempat di lembah gunung Ciawitali
kawasan yang menjadi zonasi hutan lindung
(1530 m).
atau lahan garapan milik pihak tertentu.
atau
memiliki
penguasaan
status
terhadap
Karena pada kenyataannya, konsep zonasi
Gambar.2 Pola Perpindahan Kasepuhan
hutan
yang
dimiliki
Masyarakat
Adat
Kasepuhan berbeda dengan konsep zonasi
Cipategelar
hutan yang dibuat pemerintah.
Oleh karena itu terjadi permasalahan
ketika Masyarakat Adat Kasepuhan melihat
kawasan tersebut adalah hutan sempalan
yang boleh digarap, sementara itu pihak
pemerintah menetapkan wilayah tersebut
sebagai hutan yang tidak boleh diganggu.
Jika persoalan sudah seperti ini masih
mungkinkah Masyarakat Adat Kasepuhan
Sumber peta : www.tnhalimun. go.id, Sumber pola
Jika benar lebak cawene memang di
maka
Masyarakat
akan
Adat
menjadi
sulit
Kasepuhan
menjalankan
tradisi
berpindah
tersebut?.
berpindah : Adimiharja, 1992.
sana,
tetap
bagi
7. Catatan Penting Untuk Ke Depan
Melihat
situasi seperti ini,
dengan
untuk
banyaknya hak kepemilikan dan pengelolaan
mencapainya, karena selain wilayah gunung
lahan di kawasan ekosistem Halimun, akan
20
membuat ruang gerak bagi perpindahan
Masyarakat
Adat
Kasepuhan
menjadi
Namun sesuai dengan saran Malthus,
jika Masyarakat Adat Kasepuhan mau
semakin terbatas. Hal tersebut jika tidak
bertindak
ditindaklanjuti dengan bijaksana, tentu akan
diupayakan pengendalian jumlah kelahiran
banyak persoalan yang muncul dikemudian
bayi
hari.
penduduk menjadi rendah bahkan nol.
Pihak Negara dan korporasi tentu tidak
preventif,
yang
Sehingga
maka
ketat,
demi
Masyarakat
sebaiknya
pertumbuhan
Adat
Kasepuhan
ingin wilayah hutan yang penting bagi
Ciptagelar tetap bisa bertahan tanpa takut
mereka
akan tekanan penduduk.
terancam
akan
“digarap”
Masyarakat Adat Kasepuhan, sedangkan
Sementara itu dalam pandangan Boserup
Masyarakat Adat Kasepuhan akan bingung
yang dikoreksi Boeke jika Masyarakat Adat
jika nanti pindah lagi akan kemana arahnya
Kasepuhan tidak bisa pindah lagi dengan
karena sebagian besar lahan sudah dikuasai
penduduk yang dibiarkan tetap bertambah,
orang.
tentunya perlu upaya adaptasi menyangkut
Mungkin merubah aturan pemerintah
pengembangan teknologi dan organisasi
tidaklah mudah, oleh karena itu penting
sosial-ekonomi yang mampu meningkatkan
adanya semacam refleksi bagi Masyarakat
produksi pertanian mereka yang sebaiknya
Adat Kasepuhan Ciptagelar dalam upaya
dikembangkan dari sistem nilai yang mereka
penyesuaian terhadap masalah yang mereka
punya sehingga lebih menuju arah evolusi.
Seperti
hadapi ini.
Seperti yang dijelaskan di atas, tradisi
berpindah
populasi
sebagai
fungsi
sangat
pengendalian
penting
bagi
keyakinan
Boserup
akan
kemampuan manusia untuk beradaptasi
dengan
kondisi
pengembangan
lingkungan
teknologi,
dengan
begitu
juga
keberlangsungan tatanan adat Masyarakat
Masyarakat Adat Kasepuhan pasti mampu
Adat Kasepuhan. Dalam pandangan klasik
mengembangkan
Malthus, jika mereka diam pada suatu
organisasi sosial-ekonomi yang mampu
tempat
terus
menyokong hidup mereka tanpa merubah
bertambah, sementara produksi mereka tetap
ataupun meninggalkan nilai tradisi yang
segitu saja tentu akan muncul masalah yang
sudah mereka pegang sejak lama.
dengan
mempengaruhi
adat.
populasi
yang
keberlangsungan
tatanan
sistem
teknologi
dan
Para pihak pemangku kepentingan dalam
hal ini pemerintah dan korporasi, tentunya
21
perlu memikirkan baik-baik solusi yang
Ucapan terimakasih kami sampaikan
tepat.
kepada:
Dimana
pihak
pemerintah
dan
korporasi
hendaknya
mementingkan
keberadaan
dan
keberlanjutan
Masyarakat
Adat
Kasepuhan Ciptgelar.
-
Masyarakat
Ciptagelar
hidup
Adat
Kasepuhan
yang telah menerima
kami dengan sangat baik sekali serta
Selain itu upaya-upaya pembangunan yang
telah
dilakukan
pengetahuannya kepada kami.
pemerintah
sebaiknya
menghindarkan pola yang berpusat dari
-
bersedia
berbagi
Jurusan Antropologi Fisip Unpad
kebijakan di atas. Karena hal tersebut
yang telah
tentunya akan memberikan pengaruh besar
kepada
terhadap pergesaran nilai dan pengetahuan
menjalankan kuliah lapangan ini
local milik masyarakat kasepuhan. Lebih
dengan baik.
tepat
menawarkan
pembangunan
yang
-
memberikan
kami
fasilitas
sehingga
dapat
Tim Dosen pengampu mata kuliah
bersumber dari kebijakan dan pengetahuan
Antropologi Ekologi
yang
telah
yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Agar
mencurakan
pikiran
waktu
dan
ke depannya sistem pengetahuan mereka
tenaganya
untuk
memberikan
dapat tetap terjaga dan semakin berdaya
pengetahuan kepada kami.
guna sebagai fungsi adaptasi dengan kondisi
-
Teman-teman
sejawat
mahasiswa
Jurusan Antropologi Fisip Unpad
lingkungannya.
Kemudian tentunya akan lebih bijak
yang
mengambil
mata
kuliah
untuk semua pihak yang berkepentingan
Antropologi Ekologi, terima kasih
agar saling bekerjasama untuk menghasilkan
untuk kerjasamanya.
kesepakatan. Sehingga
pengelolaan dan
penjagaan yang dilakukan dapat menjamin
keberlanjutan fungsi kawasan ekosistem
Halimun beserta keberlanjutan Masyarakat
Adat Kasepuhan yang ada di dalamnya.
22
Referensi
Buku :
Adimihardja, Kusnaka.(1992).Kasepuhan yang
tumbuh di atas yang luruh : pengelolaan
lingkungan secara tradisional di
kawasan Gunung Halimun Jawa Barat.,
Bandung : Tarsito
Hanafi, Imam, dkk. (2004). Nyoreang Alam Ka
Tukang Nyawang Anu Bakal Datang:
Penelusuran Pergulatan di Kawasan
Halimun, Jawa Barat-Banten. Bogor :
RMI.
Dipetik pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.ciptagelar.org
Gun.(2008). Kampung Ciptagelar. Dipetik pada
tanggal 20 Mei 2011 dari
www.forumbebas.com
Suhartini.(2009). Materi seminar nasional MIPA
:Tantangan Kearifan Lokal. Dipetik pada
tanggal 20 Mei 2011 dari
www.staff.uny.ac.id.
Iskandar, J. (2009). Ekologi Manusia dan
Pembangunan Berkelanjutan. Bandung:
Program Studi Magsiter Ilmu
Lingkungan Universitas Padjadjaran.
Jurnal :
Rita Rahmawati et.al. (2008). Pengetahuan
Lokal Masyarakat Kasepuhan :
Dinamika,konflik dan Adaptasi SosioEkologis. Sodality : Jurnal Transdisplin
Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia
, 02, 151-190.
Media Elektronik :
Anonim.(2006). Ciptagelar di Gunung Halimun.
Dipetik pada tanggal 20 Mei 2001 dari
www.dweepitt.multiply.com.
Anonim.(2008).Dilema, mengamankan hutan
konservasi TNGHS di Sukabumi.Dipetik
pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.tnhalimun.go.id
Anonim. (2008). Masyarakat Lokal. Dipetik
pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.tnhalimun.go.id
Anonim.(2009). Keadaan umun wilayah
penelitian. Dipetik pada tanggal 20 Mei
2011 dari www.repository.ipb.ac.id.
Anonim. (2010). Ci
Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
Rahmad Efendi1, Dwi Rahma Safitri2, Ita Nurmawati3, Tuflicatul Ilmiyah4
1,2,3,4
Jurusan Antropologi FISIP Unpad, Jalan Raya Jatinangor-Sumedang, Km 21, Jawa Barat, Indonesia
Ringkasan
Penelitian ini membahas tentang masalah yang dihadapi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
ketika kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak. Masalah tersebut membuat ruang
gerak mereka jadi terbatas sehingga mengancam keberlangsungan adat istiadat mereka.
Penelitian ini menggunakan desain metode penelitian kualitatif untuk menggali pemahaman
masyarakat akan persoalan tersebut. Pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, terdapat
tradisi berpindah kampung beserta lahan garapan sebagai pengetahuan lokal mereka. Tradisi
berpindah merupakan mekanisme untuk mengatasi tekanan penduduk. Masalah tekanan
penduduk mesti diatasi untuk menjaga keberlangsungan tatanan adat mereka. Akan tetapi ketika
kawasan Halimun sudah dikuasai oleh banyak pihak, Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
tentu akan sulit untuk menjalankan mekanisme tersebut, karena lahan sudah terbatas. Persoalan
ini tentunya akan mempengaruhi sistem adat mereka, sehingga akan mempengaruhi
keberlangsungan hidup mereka nantinya.
Kata kunci : Masyarakat Adat, Kasepuhan Ciptagelar, Kawasan Halimun, TNGHS, tekanan
penduduk, pengetahuan lokal
daya alam yang dikandung sangatlah tinggi
1. Pendahuluan
Kawasan
Taman
Halimun-Salak
Nasional
(TNGHS)
Gunung
nilainya. Di kawasan inilah kita dapat
merupakan
menemukan beragam kehidupan, baik flora
kawasan hutan konservasi terluas di Pulau
fauna
Jawa.
(www.tnhalimun. go.id).
TNGHS
memiliki
peran
sangat
maupun
masyarakatnya
penting dalam menunjang keseimbangan
Selain menjadi rumah bagi beragam
iklim global dan hidrologis bagi lingkungan
flora dan fauna, kawasan Halimun juga
sekitarnya.
dihuni
Selain
berfungsi
sebagai
penyeimbang kehidupan, potensi sumber
sebagai
masyarakat
Masyarakat
lokal yang dikenal
Adat
Kasepuhan.
1
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
generasi, menciptakan hukum adat dan
suatu komunitas yang ruang hidupnya
kearifan lokal yang unik dan mendukung
berada di dalam kawasan TNGHS serta
pelestarian lingkungan Prinsip hidup ini
menjalankan pola perilaku sosio-budaya
menjamin kelestarian alam agar dapat
yang mengacu pada kehidupan masyarakat
dilestarikan
tradisional Sunda pada abad 18 (Asep, 2000
Kelestarian wilayah Kasepuhan Ciptagelar
dalam RMI, 2004) .
merupakan
Masyarakat Adat Kasepuhan yang paling
dikenal
adalah
Kasepuhan
Ciptagelar.
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
demi
generasi
cerminan
mendatang.
dari
pengelolaan
lingkungan yang berdasarkan sistem adat
tersebut (Ciptagelar.org).
Atas
dasar
nilai-nilai
luhur
dan
memiliki beragam pegetahuan lokal yang
bermanfaat yang diusung, adat istiadat
menjadi ciri khas dari mereka. Pengetahuan
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar ini diakui
tersebut ditunjukkan dari model pengelolaan
oleh pemerintah sebagai suatu kearifan lokal
dan penjagaan hutan, model pertanian
yang layak di lestarikan. Akan tetapi
tradisional dengan beragam ritual yang
kearifan lokal Masyarakat Adat Kasepuhan
mengikutinya serta tradisi berpindah tempat
saat ini sedang menghadapi tantangan pelik.
tinggal. Hingga saat ini, pengetahuan lokal
Setidaknya ada empat
tersebut masih dipertahankan dan dijalankan
mempengaruhi keberlanjutan kearifan lokal
dalam keseharian hidup Masyarakat Adat
yakni, pertumbuhan penduduk, masuknya
Kasepuhan Ciptagelar.
teknologi dan budaya modern dari luar,
Dalam usaha menjaga dan melestarikan
pengetahuan
lokal tersebut,
masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar berusaha mematuhi
segala ketentuan dan kesepakatan adat
hal
yang bisa
berkembangnya kapitalisme, serta terjadinya
kemiskinan
dan
kesenjangan
dalam
masyarakat (Suhartini, 2009).
Terkait
isu kearifan lokal, disiplin
kesepuhan. Seperti contoh larangan adat
Antropologi Ekologi melihat pengembangan
agar tidak mengusik kawasan hutan yang
kearifan
termasuk dalam kawasan THGH (www.
kebudayaan adaptif dalam mempertahankan
tnhalimun.go.id).
keberlangsungan hidup suatu masyarakat.
lokal
sebagai
bentuk
dari
Kedekatan hubungan fisik dan spiritual
Dengan menggunakan perspektif tersebut,
komunitas ini dengan bumi yang telah
penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana
menghidupi
penciptaan adat istiadat oleh Masyarakat
mereka
selama
beberapa
2
sebagai
bisa jadi membuat kearifan lokal akan
bertahan
terganggu. Sehingga keberlangsungan adat
menghadapi berbagai tekanan baik dari luar
istiadat yang selama ini mereka jalani dan
ataupun dari dalam masyarakat itu sendiri.
pertahankan sebagai upaya mempertahankan
Adat
Kasepuhan
mekanisme
Beberapa
Ciptagelar
adaptif
tantangan
untuk
yang
menjadi
perhatian kami antara lain terkait tekanan
pertumbuhan penduduk, penurunan daya
keberlanjutan hidup masyarakat juga ikut
terpengaruh (ciptagelar.org).
Oleh
karena
itulah,
penelitian
ini
dukung lahan, kemudian pembatasan ruang
berupaya mangkaji masalah tersebut dengan
gerak Masyarakat Adat Kasepuhan akibat
menggunakan sudut pandang Antropologi
penguasaaan kawasan Halimun oleh pihak
Ekologi. Masalah-masalah tersebut tentunya
pemerintah dan korporasi. Dalam konteks
sangat relevan dalam kajian antropologi,
ini
ekologi mengenai hubungan pertumbuhan
kami
melihat
kecenderungan
istiadat
penduduk dengan keterbatasan lahan dan
Kasepuhan Ciptagelar akibat tiga tantangan
terjadinya perubahan sosial-budaya pada
tersebut.
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
terancamnya keberlanjutan adat
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
“penghuni lama” di tengah rimba Halimun,
2. Metodologi
namun saat ini mereka sudah tidak sendiri
Penelitian ini dilakukan dengan desain
lagi. Saat ini kawasan kasepuhan juga
metode penelitian kualitatif. Diawali dengan
dikuasai oleh pemerintah dan beberapa
studi literatur dari sumber buku dan internet
korporasi nasional juga swasta. Saat ini
guna mendapatkan informasi awal tentang
ruang gerak Masyarakat Adat Kasepuhan
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
semakin terbatas karena adanya batas-batas
Selanjutnya dilakukan observasi partisipan
wilayah yang sudah tidak bisa lagi untuk
serta wawancara kepada informan.
Observasi dilakukan terhadap kondisi
diakses.
Persoalan ini menjadi sumber konflik
fisik
wilayah
Kasepuhan
Ciptagelar,
bagi Kasepuhan. Taman nasional yang
aktivitas pemanfaatan lahan. serta masalah
diperluas hingga wilayah adat Kasepuhan
kependudukan.
Cipta
kepada
Gelar
mengancam
cara
hidup
Wawancara
informan
kunci
dilakukan
yang
telah
masyarakat adat yang diwariskan melalui
disesuaikan dengan kebutuhan informasi.
beberapa generasi. Akibat dari persoalan ini
Wawancara
dilakukan
dengan
teknik
3
wawancara, singkat wawancara mendalam,
dan Focus Group Discussion.
Pengumpulan
melakukan
data
refleksi
No
dilakukan
atas
Tabel.1 Batas Wilayah Ciptagelar
untuk
1
Arah
Utara
pengetahuan
Desa Sirnagalih, Kec.
Cibeber, Propinsi
masyarakat tentang relasi manusia dan alam
serta mengidentifikasi masalah yang sedang
Batas
Banten
2
Selatan
Desa Sirnarasa, Kec.
mereka hadapi. Selanjutnya data yang
Cikakak, Kab.
diperoleh
Sukabumi, Propinsi
dimaknai
dan
dikonstruksi
berdasarkan perspektif Antropologi Ekologi
dalam
menganalisis
dampak
tekanan
Jabar
3
Barat
Dusun Cimapag, Desa
pertumbuhan penduduk dan keterbatasan
Sirnaresmi, Kec.
lahan terhadap keberlanjutan adat istiadat
Cisolok, Kab.
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.
Sukabumi, Propinsi
Jabar.
3. Keadaan Umum Daerah Penelitian
3.1. Letak, Luas dan Wilayah
4
Timur
Desa Cihamerang, Kec.
Kalapanunggal, Kab.
Kasepuhan Ciptagelar adalah salah satu
dari tiga kasepuhan yang berada di wilayah
Sukabumi, Propinsi
Jabar.
di Desa Sirnaresmi. Wilayah Kasepuhan
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
Ciptagelar dibagi atas tiga dusun yakni
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
Dusun Sukamulya, Dusun Situmurni dan
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
Dusun Cipulus. Dari tiga dusun dibagi lagi
Gambar.1 Lokasi Kasepuhan Cipatgelar
ke dalam 16 kampung (lembur).
Secara
administratif
Kasepuhan
Ciptagelar termasuk dalam wilayah Desa
Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Adapun
batas wilayah Desa Sirna Resmi adalah :
Sumber : www.tnhalimun. go.id
4
Secara geografis Kasepuhan Ciptagelar
terletak antara koordinat S 06° 47’ 10,4” ;
BT 106° 29’ 52” di ketinggian 1200 mdpl.
Tabel.3 Pertumbuhan Penduduk Kasepuhan
Ciptagelar
No Tahun
Luas wilayah kasepuhan adalah 202 Ha
dengan pembagian dan pemanfaatan lahan
antara lain :
Tabel.2 Pemanfaatan Lahan Wilayah
Ciptagelar
Jumlah
Jumlah
penduduk
KK
1
2001
80
20
2
2008
250
60
3
2010
338
76
Sumber : dweepitt.multiply.com, data tahun 2006
,www.forumbebas.com, data tahun 2008, Disbudpar
N Penggunaan
Luas
Propor
Jabar data tahun 2010 dan baris kolot kasepuhan
o lahan
(Ha)
si (%)
Ciptagelar data tahun 2010.
65
32,18
1 Tanah basah/sawah
Tingkat pendidikan tergolong rendah
2 Tanah darat/kering
a. Pemukiman/pe
17
8,42
pencaharian utama penduduk adalah bertani
karangan
b. Perladangan
13
6,44
c. Tegalan
50
24,75
d. Talun
35
17,33
3 Kehutanan
22
10,89
202
100
Total luas lahan
karena sebagian besar hanya tamat SD. Mata
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
dan sebagian kecil bekerja di bidang lain.
Lingkup pekerjaan
bertani antara
lain
budidaya tanaman padi di sawah, huma
kebun dan talun. Pekerjaan lain yakni
berkebun, berternak, membuat gula kawung,
dan membuat kerajinan anyaman. Hasil
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
pertanian padi tidak boleh diperjual belikan
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
terkait dengan larangan adat. Hasil yang
boleh dijual antara lain bunga cengkeh,
3.2. Kondisi Kependudukan, Ekonomi,
Sosial dan Budaya
buahan, kayu, ternak, serta produk olahan
seperti gula kawung dan anyaman.
Penduduk sebagian besar warga asli
(warga kasepuhan) dan sebagian kecil
Tabel.4 Tingkat Pendidikan Penduduk
pendatang. Sementara itu data pertumbuhan
Kasepuhan Ciptagelar
penduduk kampung adat Ciptagelar adalah
sebagai berikut;
No Tingkat pendidikan
Proporsi
(%)
5
1
SD
92,56
kampung,
2
SLTP
3,63
hubungan kekerabatan. Warga yang sangat
3
SMA
0, 41
dekat kekerabatannya biasanya ada dalam
4
Pesantren
-
satu
5
Akademi
-
(ikatan satu keturunan dari orang pertama
6
Perguruan Tinggi
0,24
yang
7
Kursus/Keterampilan
0,47
tersebut). Penduduk kasepuhan Ciptagelar
100
semuanya beragama Islam, namun sebagian
Jumlah
umumnya
masih
rendangan/kasepuhan
menempati
masih
memiliki
lingkungan
wilayah
memegang
kampung
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
besar
kepercayaan
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
terhadap leluhur dan Dewi padi (Dewi Sri
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
atau Nyi Pohaci). Hal tersebut terkait
dengan sistem adat istiadat Masyarakat Adat
Tabel.5 Mata Pencaharian Penduduk
Kasepuhan Ciptagelar
No
Kasepuhan.
Adat
memegang
peranan
penting dalam kehidupan, terutama terkait
Mata
Presentase
pencaharian/profesi
(%)
dengan ritual pertanian.
Penerapan adat juga diselaraskan dengan
1
Bertani
77,63
perubahan zaman. Beberapa teknologi yang
2
Buruh
13,61
sebelumnya merupakan pantangan, saat ini
3
Tukan/Jasa
4,62
telah masuk dalam kehidupan masyarakat.
5
Berdagang
1,59
Seperti pemanfaatan listrik dari PLTA untuk
6
Buruh Tani
1,30
pengunaan
7
Pegawai/Karyawan
0,36
pengembangan sistem informasi juga sudah
7
Pegawai Negeri
0,47
maju,
8
Wiraswasta
0,41
penggunaan
9
TNI/Polri
100
Jumlah
Sumber : data potensi Kasepuhan Ciptagelar Desa
Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi
(Desember 2008, dalam www. repository.ipb.ac.id)
Masyarakat di kasepuhan Ciptagelar
desa
Sirnaresmi
terutama
dalam
satu
alat
elektronik.
ditunjukkan
Bahkan
dengan
adanya
seluler,
adanya
komunitas
(Swara
telepon
pemancar
radio
Ciptagelar)
dan adanya
stasiun Televisi
(Ciptagelar TV).
Namun
untuk
masalah
pertanian,
masyarakat Ciptagelar sangat selektif dalam
pengembangan
teknologi,
karena
hal
tersebut menyangkut kemurnian adat istiadat
6
mereka, hingga saat ini menurut pengakuan
memaknai kawasan ekosistem Halimun
masyarakat, hal baru yang bisa masuk hanya
sebagai daerah resapan air terpenting yang
penggunaan pupuk kimia saja.
menjaga ketersediaan air di wilayah Jawa
Barat dan Banten. Selanjutnya, dengan
3.3. Kawasan Ekosistem Halimun Sebuah
Arena
Pergulatan
Kepentingan
kekayaan ekosistem yang dimiliki, kawasan
Halimun
dimaknai
sebagai
salah
satu
(disarikan dari laporan penelitian RMI,
sumber penting pendapatan Negara. Sejak
2004)
tahun 1970-an dimulailah kegiatan investasi
Kawasan ekosistem Halimun merupakan
berskala nasional dan internasional melalui
kawasan hutan primer dan sekunder yang
perkebunan
berada di wilayah Selatan Jawa Barat dan
pertambangan emas. Bagi korporasi dan
Banten. Istilah kawasan gunung Halimun
Negara,
muncul
wilayahnya
wilayah yang berpotensi besar menghasilkan
Adimiharja
keuntungan.
setelah
sebagian
dikelola oleh taman nasional.
teh,
kawasan
hutan
pinus,
Halimun
dan
merupakan
(1992) menyebutkan luas total dari kawasan
Namun berbeda dengan pendapat orang
ekosistem Halimun yakni 122.000 Ha, yang
luar, masyarakat yang bermukim di dalam
terdiri dari 82.000 Ha kawasan hutan
dan sekitar kawasan Halimun mengenalnya
lindung dan 40.000 Ha cagar alam.
sebagai kawasan Gunung Sangga Buana
yang
yang bermakana gunung penyangga bumi,
dikeluarkan oleh FAO (1978) dan kemudian
yang mana salah satu gunung tertinggi di
diperkuat oleh LIPI-PHPA-JICA (1998),
dalamnya
Taman
(TNGH)
Kawasan ini merupakan wilayah yang harus
mendefinisikan kawasan gunung Halimun
dijaga kelestariannya agar tidak terjadi
sebagai
bencana.
Kemudian
bebekal
Nasional
informasi
Halimun
kawasan
konservasi
yang
bernama
gunung
Halimun.
dikategorikan masih sangat baik di pulau
Masyarakat tersebut dikenal sebagai
Jawa. Berada di antara 1060 21’ BT dan
Masyarakat Adat Kasepuhan. Mereka adalah
0
0
diantara 6 37’ – 6 31’ Barat Daya Propinsi
masyarakat adat yang menetapkan luas
Jawa Barat, dan terletak di ketinggian 500-
Halimun berdasarkan tiga hal, yakni;
1929 mdpl.
1. dalam konteks semantik bahasa sunda
Berdasarkan fungsi ekologi kawasan,
para
ahli
konservasi
dan
lingkungan
Halimun sebagai wilayah yang ditutupi
kabut,
7
2. dalam konteks geografis yakni batasan
wilayah
gunung
Halimun
dengan
kondisi hutan diserahkan kepada Kasepuhan
Ciptagelar, Kasepuhan Urug dan Kasepuhan
Citorek.
gunung lain, dan
3. dalam konteks budaya, Halimun sebagai
Bagi komunitas ini, kawasan Halimun
wilayah kesatuan budaya yang mewakili
adalah tempat hidup mereka, karena itu
wilayah penyebaran Masyarakat Adat
harus dijaga kelestariannya demi menunjang
Kasepuhan sesuai kemampuan daya
keberlangsungan hidup mereka. Bahkan
jelajah mereka.
dalam
Dalam
keyakinan
Masyarakat
Adat
lintasan
Ciptagelar
sejarah,
telah
melakukan
kasepuhan
14
kali
leluhur
perpindahan kampung sebagai bagian dari
mengenai kewenangan pengelolaan Halimun
tradisi kepatuhan pada leluhur. Semua
yang berbunyi “…jeulma anu salapan anu
perpindahan selalu berkisar di seputar
boga gunung Halimun dititipkeun ka jeulma
kawasan
tilu dititah ngarekasa sangga buana…”
ketersediaan lahan untuk tempat berpindah
yang
sangat
Kasepuhan
terdapat
artinya
wejangan
gunung
penting
Halimun,
bagi
artinya
Masyarakat
Adat
ada
sembilan
manusia
yang
memiliki
gunung
Kasepuhan Ciptagelar agar tradisi tesebut
orang
dapat terus berlanjut. Karena tidak mungkin
(komunitas) yang diperintah menjaga sangga
mereka berpindah jika lahan tempat pindah
buana.
sudah dipenuhi kebun atau penduduk atau
(komunitas)
Halimun,
dititipkan
Adapun
pada
komunitas
tiga
yang
disebut
memiliki kawenangan di atas secara implisit
menunjuk pada komunitas yang ada didalam
dan
sekitar
kawasan
Halimun,
yakni
tempatnya tidak boleh ditempati karena
sudah milik orang.
Namun saat ini, kawasan yang mereka
jaga ternyata sudah bukan milik Masyarakat
Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul
Adat
yang
Citorek,
Sebagaimana penjelasan awal di atas, saat
kasepuhan
ini sudah banyak pihak yang memiliki
terdiri
kasepuhan
dari
kasepuhan
Ciptagelar,
Kasepuhan
lagi
mengatur
Sirnaresmi, kasepuhan Cicarub, kasepuhan
kekuasaan
Cisungsang, kasepuhan Urug, kasepuhan
kawasan Halimun. Berlandaskan hukum
Bayah, kasepuhan Cisitu, dan Masyarakat
nasional, saat ini Negara dan korporasi besar
Adat Baduy/Kanekes. Kemudian komunitas
telah menguasai sebagian besar kawasan
yang ditugasi menjaga dan memeriksa
Halimun
dengan
dan
seutuhnya.
menguasai
beragam kepentingan.
8
yang
kehutanan yang menghasilkan produk
Adat
berupa barang dan jasa yang bermutu
Kasepuhan di arena Halimun adalah sebagai
tinggi dan menghasilkan keuntungan
berikut.
banyak. Di kawasan ekosistem Halimun,
a. Sebagai penanggung jawab konservasi
wilayah kerja dan produksi Perum
Adapun
beberapa
berhubungan
pihak-pihak
dengan
Masyarakat
hutan alam, TNGH mengembangkan
Perhutani
Zonasi
dengan
Pemangku Hutan (KPH) Bogor seluas
282/Kpts-II/1992.
69.872 Ha, KPH Sukabumi seluas
Dengan menyatakan bahwa wilayah
83.166 Ha dan KPH Lebak seluas
TNGH secara geografis terletak di antara
63.478,59 Ha. Lahan tersebut berasal
60 37’ - 60 51’ LS dan 1060 21’ - 1060 38
dari asset nasionalisasi perkebunan VOC
BT dengan luas 40.000 Ha yang tersebar
oleh
di Kab. Lebak seluas 14.487 Ha dan
hutan
25.513 Ha di Kab. Bogor dan Kab.
sangat tegas menindak masyarakat yang
Sukabumi.
berdasarkan
masuk hutan mereka. Namun aktivitas
Kepmenhut baru, No.175/Kpts-II/2003,
perhutani tersebut mendapat perlawanan
wilayah tersebut diperluas ke wilayah
dari masyarakat. Menyikapi hal itu
Gunung
perhutani
Hutan
Kepmenhut
yang
No.
sesuai
Kemudian
Salak,
sehingga
menjadi
terdiri
nagara.
dari
Dalam
produksi,
Kesatuan
pengembangan
awalnya
mengembangkan
perhutani
program
113.357 Ha dengan nama baru Taman
Corporate Sosial Responsibility (CSR)-
Nasional
nya yang berupa sistem Pengelolaan
Gunung
Halimun
Salak
ini
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
bertujuan untuk menjaga kelestarian
untuk kembali merangkul masyarakat
kawasan
untuk
dalam menjaga dan menikmati hasil
kepentingan hidup orang banyak. Karena
hutan. Namun berdasarkan tinjauan RMI
itulah
menjaga
(2004), sistem PHBM tersebut lebih
hutan dari segala hal yang bisa merusak
berupa pengembangan lanjutan dari
hutan,
sistem culturestelsel dan preangerstelsel
(TNGHS).
Keberadaan
ekosistem
kebijakan
termasuk
TNGHS
Halimun
utamanya
upaya
masyarakat
mencari nafkah di hutan.
zaman VOC. Hal tersebut ditunjukkan
b. Sebagai BUMN penghasil keuntungan
Perhutani dengan membiarkan petani
untuk Negara, Perum Perhutani Unit III
menanam palawija (yang ditentukan
Jawa Barat mengembangkan industri
Perhutani jenisnya) di bawah tegakan
9
pohon pinus milik Perhutani, namun
4.1. Populasi
masyarakat harus membayar sebagai
Pangan
ganti sewa lahan.
Perdebatan
Penduduk dan
mengenai
Pasokan
persoalan
ini
c. Kegiatan usaha yang dilakukan PTPN
diawali pandangan model klasik Malthus
VIII meliputi pembudidayaan tanaman,
yang menjelaskan pola hubungan pasokan
pengolahan/produksi,
penjualan
pangan dan pertumbuhan penduduk. Dalam
komoditi perkebunan teh (26.703 Ha),
bukunya, Essay On The Principle Of
Karet (28.879 Ha), Kina (4.105 Ha),
Population (1789) Malthus merumuskan
kakao (4.478 Ha), Kelapa Sawit (5.056
bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan
Ha), dan Getah Percha (714 Ha). Lahan
penduduk dibatasi oleh pasokan pangan.
dan
asset
Dalam hal ini, Malthus mengasumsikan
perkebunan VOC yang di nasionalisasi
bahwa laju pertumbuhan pangan merupakan
oleh Negara.
variabel
yang
digunakan
berasal dari
d. Pihak Korporasi Swasta diwakili oleh
PT. Nirmala Agung dan
Tambang.
PT. Aneka
Perkebunan
Nirmala
bebas
yang
mengikat
laju
pertumbuhan penduduk. Malthus melihat
bahwa pertumbuhan manusia yang bersifat
eksponen
menuntut
bertambahnya
seluas
kebutuhan pangan. Sementara itu laju
971,22 Ha. Berasal dari lahan garapan
pertumbuhan pangan yang linear hanya bisa
perkebunan VOC yang dilanjutkan pihak
ditingkatkan dengan penambahan curahan
swasta.
Aneka
tenaga kerja di lahan. Namun hal tersebut
perusahaan
tidak akan berpengaruh besar terhadap
merupakan
Tambang
perkebunan
Sementara
itu
teh
PT
merupakan
penambang emas yang 65% sahamnya
peningkatan pasokan pangan.
dikuasai Negara dan selebihnya milik
Hal lain yang ditakutkan Malthus adalah
swasta. Penambangan emas dilakukan di
ketidakmampuan manusia dalam mengatasi
Gunung Pongkor dengan luas area 4.058
gejala alam yang tidak bisa diprediksi dan
Ha yang terletak di tiga desa (Bantar
dihindari, seperti bencana alam contohnya.
Karet, Cisarua dan Malasari).
Akibat dari hal tersebut menurut Malthus
akan
4. Telaah Konseptual
(disarikan dari buku Johan Iskandar,
menimbulkan
wabah
penyakit,
kelaparan, dan perang yang kemudian akan
menurunkan
jumlah
penduduk
pada
2009)
10
pertumbuhan
yang
seimbang
dengan
sebagai bentuk berbagi peran dan kerja.
pertumbuhan pangan.
Atas dasar pemikiran seperti itu, Malthus
menyarankan
ekonomi yang ada di dalam masyarakat
suatu
tindakan
preventif.
Dalam
pendapatnya,
Boserup
menekankan kemampuan penduduk dalam
mengatasi
keterbatasannya
penduduk dengan patokan jumlah yang ideal
penguasaan
alam
adalah
kebutuhan
hidup.
Yaitu
melakukan
jumlah
pengendalian
penduduk
jumlah
yang
dapat
terhadap
sebagai
pemenuhan
Menurut
Boserup,
ditampung suatu wilayah ketika wilayah
meningkatnya populasi akan mendorong
tersebut ditimpa bencana atau perang.
semakin kompleksnya pengetahuan populasi
Namun
Malthus
mengesampingkan
akan pemenuhan kebutuhan hidup.
dalam
Dalam hal ini, Boserup mencontohkan
mengembangkan sistem teknologi sebagai
perubahan yang terjadi pada masyarakat
cara bertahan hidup, dari sisi inilah Malthus
ladang
mendapat kritikan dari ilmuan lainnya.
meningkat,
kemampuan
manusia
Pendapat Malthus tersebut ditentang
berpindah.
masa
ditinggalkan
Ketika
istirahat
masyarakat
lahan
akan
semakin
sebentar
dikenal dengan Model Kontra Malthus.
kebutuhan. Bahkan ketika populasi semakin
Boserup
bahwa
besar, akan terjadi perubahan dari ladang
pertumbuhan penduduk tidak bergantung
berpindah menjadi ladang menetap dengan
pada pertumbuhan pangan. Malah dengan
pengembangan intensifikasi tata guna lahan
meningkatnya pertumbuhan penduduk maka
dan pengembangan alat-alat pertanian.
pandangan
akan meningkatkan pertumbuhan pangan.
Karena
penduduk
akan
merespon
tuntutan
yang
oleh Boserup (1965) lewat tulisannya yang
memiliki
karena
populasi
pemenuhan
Secara eksplisit pandangan Boserup ini
menunjukkan bagaimana proses perubahan
meningkatnya kebutuhan pangan dengan
suatu
mengembangkan teknologi pertanian yang
menjadi populasi pengeksplotasi lahan yang
ditunjukkan
terorganisir.
dengan
perubahan
menuju
populasi
masyarakat
tradisional
intensifikasi tata guna lahan, perubahan
Merespon Model Klasik Malthus dan
metoda kultivasi dan perubahan peralatan
Model Kontra Malthus tersebut, Wilkinson
pertanian. Perubahan teknologi tersebut
(1973)
akan memicu kompleksnya organisasi sosial
berbeda. Menurut Wilkinson pada umumnya
menyatakan
masyarakat
pandangan
tradisional
yang
memanfaatkan
11
sumber daya alam secara berkelanjutan
mereka
tanpa eksploitasi. Masyarakat tradisional
mencapai ketenangan dan kepuasan batin.
biasanya mengembangkan nilai-nilai tradisi
Nilai inilah yang disebut Boeke dengan
yang berguna untuk menjaga keseimbangan
istilah limited needs atau oriental mysticism
ekologi.
yang tentunya bertentangan dengan nilai
Nilai tradisi yang dibicarakan oleh
Wilkinson
adalah
upaya
pengendalian
bukan
mencari
harta
namun
hidup orang barat yang bersifat unlimited
needs.
populasi dalam bentuk aborsi, pembunuhan
Namun ternyata persoalan tidak selesai
bayi dan pelarangan berhubungan badan
hanya dengan merasa cukup dari apa yang
selama masa menyusui anak. Sejalan dengan
ada. Sejalan dengan pertambahan penduduk
pandangannya, Wilkinson sepakat dengan
yang cepat, lahan menjadi habis terbagi
saran
sebagai warisan ke anak cucu. Dengan
Malthus
mengenai
pengendalian
sistem nilai masyarakat pulau Jawa yang
jumlah penduduk.
mewariskan harta bagi seluruh anak dalam
4.2. Model Ekspansi Statis dan Nilai
keluarga, menyebabkan kepemilikan lahan
Kebudayan Masyarakat Petani di
di setiap keluarga menjadi turun. Akibatnya
Jawa
pendapatan mereka akan berkurang dan
Diskusi para ahli diatas ternyata belum
menyebabkan kemiskinan.
dalam
Menurut Boeke, apabila kasus tesebut
konteks kehidupan petani di pulau Jawa.
terjadi pada orang Jawa yang berideologi
Penelitian
menunjukkan
limited needs, maka respon mereka yaitu
perkembangan masyarakat petani di Jawa
melakukan static expansion (memperluas
lebih bersifat sosial ketimbang ekonomi
daerah pertanian, namun tetap dengan
sebagaimana pendapat Boserup.
tingkat teknologi dan pembagian kerja
bisa
diaplikasikan
Boeke
sepenuhnya
(1974)
Pada umumnya petani di Jawa dan
Madura bekerja di sawah bukan untuk
seperti semula).
Sebagian dari mereka akan membuka
sekedar
lahan pertanian dan desa baru di hutan-hutan
mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Jika
sekitar desa yang lama. Di pemukiman
hasil panen sudah mencukupi kebutuhan
tersebut para petani sudah cukup puas jika
keluarga setahun, mereka sudah merasa
sudah mencapai tingkat kehidupan ekonomi
puas, tentram dan aman. Tujuan hidup
yang sederhana seperti yang dicapai orang
mencari
keuntungan
namun
12
tua mereka. Pada suatu masa permukiman
Pada beragam
masyarakat masalah
baru ini berkembang makin padat dan
tekanan penduduk diatasi dengan berbagai
menimbulkan kemiskinan. Lantas, pola yang
cara. Pada masyarakat pedalaman Dayak di
sama akan berulang kembali (Marzali,2003).
Kalimantan dan Nias di Sumatera Utara
dikembangkan semacam mitos adanya hantu
4.3. Pengendalian
Untuk
Penduduk
pemakan bayi. Mitos tersebut berguna untuk
Keseimbangan
menutupi pembunuhan bayi yang dilakukan
Tekanan
Menjaga
Ekologi
oleh orangtua mereka sendiri. Pembunuhan
Upaya pengendalian jumlah penduduk
bayi
merupakan
salah
satu
respon
adaptif
terhadap kondisi lingkungan. Sejalan dengan
konsep materialisme budaya milik Harris,
tersebut
membebani
dilakukan
keluarga
agar
dan
tidak
mengurangi
dampak kerusakan pada lingkungan.
Kemudian pada masyarakat
Maring
mode of reproduction sebagai salah satu
Tsembaga yang berada di New Gunea Timur
unsur infrastruktur akan mempengaruhi
juga melakukan upaya pengendalian tekanan
sistem organisasi sosial dan ideologi suatu
populasi.
masyarakat.
masih pada tahap perladangan berpindah,
Pada wilayah yang luas dan perlu
banyak
tenaga
untuk
mengolahnya,
Masyarakat
maring
tsembaga
Masalah yang dihadapi oleh masyarakat
ini adalah kesulitan untuk membuka lahan
berkembanglah keyakinan banyak anak
untuk
banyak rezeki. Sementara pada lahan yang
pemukiman
tidak kondusif bagi pertumbuhan populasi
menghuni suatu tempat yang dikelilingi oleh
yang tinggi, maka pengendalian jumlah
hutan yang lebat. Ekpansi lahan sulit
penduduk adalah bentuk adaptasinya.
dilakukan karena mereka dibatasi oleh hutan
Pengendalian
populasi
ini
penting
dilakukan agar lingkungan mereka tidak
perluasan
lahan
namun
pertanian
mereka
dan
berdiam
dan lanskap yang bergunung-gunung.
Dalam kasus ini, masalah pengendalian
maka
populasi sangat pnting bagi keseimbangan
kehidupan mereka akan lebih terancam lagi
relasi mereka dengan lingkungan. Untuk
keberlangsungannya,
dalam
menjaga hal tersebut, masyarakat Tsembaga
pandangan materialisme budaya, manusia
mengembangakan mekanisme peperangan
tergantung pada alam.
antar kelompok lokal agar populasi cepat
rusak.
Jika
lingkungan
rusak,
karena
berkurang (Ellen, 19820).
13
Masyarakat adat Baduy di Banten,
memiliki
cara
lain
untuk
menjaga
keseimbangan jumlah penduduk. Meski
berperang ataupun mengusir orang keluar
kampung.
Masyarakat
Adat
Kasepuhan
mereka terbatas wilayahnya seperti halnya
mengembangkan
masyarakat
memberikan kesempatan pada keluarga inti
Tsembaga,
namun
mereka
mengembangkan sistem nilai yang berbeda.
sistem
adat
yang
dari struktur pimpinan untuk pindah ke
mengembangkan
tempat baru yang lebih lapang dengan daya
nilai adat yang ketat dalam mengatur
dukung lingkungan yang baik ketika terjadi
kehidupan masyarakatnya. Bagi anggota
tekanan penduduk di kampung yang lama.
Masyarakat
Baduy
masyarakat yang melanggar aturan, sangsi
Ketika berpindah, tidak semua penduduk
terbesarnya adalah dikeluarkan dari teritori
yang ikut berpindah, hanya keluarga inti dan
Baduy Dalam (Iskandar, 2009). Hal tersebut
orang-orang
sangat
bepindah,
bermanfaat
mengatasi
tekanan
pilihan
saja
sementara
yang
wajib
masyarakat
biasa
dibebaskan untuk ikut pindah atau tidak.
penduduk.
Sementara
pada
Masyarakat
Adat
Karena itu, setiap perpindahan kampung
Kampung Kuta di Ciamis, dikembangkan
atau
sistem nilai yang menghalangi orang untuk
pengurangan penduduk yang besar, dan hal
memiliki anak yang banyak, dan dikuti
itu akan menjaga kestabilan relasi populasi
berkembangnya sistem KB alami.
dengan lingkungan.
Pembatasan
jumlah
mereka lakukan untuk
anak
pusat
pemerintahan,
akan
terjadi
tersebut
mempertahankan
5. Temuan Penelitian
stabilitas jumlah penduduk yang sesuai
5.1. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat
dengan daya dukung lingkungan mereka,
Kasepuhan Ciptagelar Dalam Upaya
terkait dengan keterbatasan lahan hidup
Menjaga Keseimbangan
mereka karena adanya hutan larangan.
Gunung Halimun
Namun
Kasepuhan
mekanisme
pada
yang
Adat
Pengetahuan lokal dimaknai sebagai
nampaknya
kebijaksanaan manusia yang bersandar pada
Masyarakat
Ciptagelar,
Ekosistem
dikembangkan
untuk
filosofi, nilai-nilai, etika dan cara-cara
mengatasi tekanan penduduk terhadap daya
berperilaku
dukung lingkungan bukan dengan cara
tradisional (Geriya, 2009). Pengetahuan
membunuh
lokal secara konseptual terdiri atas dua
bayi,
membatasi
kelahiran,
yang
melembaga
secara
14
bentuk, yaitu pengetahuan yang bersifat
bahwa pengetahuan lokal dalam aspek
pragmatis terhadap dunia alamiah/dunia
ekologis dan dalam sistem nafkah, sangat
objektif yang sedang berlangsung, dan
penting
pengetahuan supranatural menyangkut nilai-
keragaman hayati.
peranannya
pada
konservasi
yang
Berkes melihat kekuatan utama sistem
seringkali mempengaruhi atau memodifikasi
pengetahuan lokal dalam aspek ini adalah
keninginan
(1) menjadi kunci penting konservasi dari
nilai
cultural/
dunia
seseorang
subjektif,
terhadap
sesuatu
(Prasodjo). Pengetahuan lokal yang unik
kesadaran
biasanya disebut dengan kearifan lokal.
pengetahuan akumulatif dari pola adaptasi
Berbeda dengan pengetahuan
lokal,
ekologis yang berlangsung lama, dan (3)
sebagai sebuah istilah, kearifan lokal adalah
sangat membantu untuk mendesain upaya
sebuah tema humaniora yang diajukan untuk
konservasi yang efektif.
memulihkan
peradaban
modernitas.
Ia
“pengetahuan”
dari
diunggulkan
yang
“benar”
krisis
Pada
dalam
diri,
Masyarakat
(2)
Adat
sebagai
Ciptagelar,
bentuk-bentuk
ketika
pragmatis
didasarkan
berhadapan dengan “saintisme” modern.
kepercayaan
yang
sistem
Kasepuhan
pengetahuan
pada
sistem
merupakan
bentuk
Sains modern menganggap unsur “nilai”
pengetahuan supranatural. Masyarakat Adat
dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak
Kasepuhan Ciptagelar memiliki beberapa
relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.
pengetahuan utama yang saling berkaitan.
Bagi “sains”, hanya fakta-fakta yang dapat
diukurlah
yang
boleh
dijadikan
dasar
Pengetahuan tersebut terutama yang
berhubungan
penyusunan pengetahuan. Kearifan Lokal
pertanian.
adalah
hanya
“Hujjah”
(argumen)
untuk
langsung dengan
Seperti contohnya
sekali
dalam
masalah
berladang
setahun,
tidak
mengembalikan “nilai” dan “moralitas”
menggunakan teknologi pertanian modern
sebagai pokok pengetahuan (Rahmawati,
pada pertanian, tidak menjual padi hasil
2008).
panen, sistem penyimpanan padi di leuit,
Dalam konteks ini, pengetahuan lokal
adalah pengetahuan yang erat hubungannya
dengan aspek pengelolaan sumber daya
serta
pelaksanaan
ritual
ungkapan
terimakasih kepada Dewi Sri.
Kemudian
bentuk
pengetahuan
lain
Secara
adalah berupa pembagian hutan kawasan
konseptual, Berkes (1995) mengemukakan
Halimun dalam tiga zona, yang pertama
alam
dan
mata
pencaharian.
15
adalah hutan larangan yang sama sekali
kemasyarakatan
tidak boleh diganggu, kemudian hutan
kepercayaan yang akan mempertegasnya.
titipan yang boleh diakses seijin leluhur, dan
berikut
Pengetahuan
dengan
sistem
Masyarakat
Adat
yang terakhir hutan sempalan yang boleh
Kasepuhan mengenai pertanian tradisional
digarap untuk pemenuhan kebutuhan hidup
dan pengelolaan dan penjagaan sumber daya
masyarakat.
hutan memang telah terbukti kebenaran dan
Pengetahuan lain yang menarik dari
manfaatnya.
Terbukti,
hingga
saat
ini
Masyarakat Adat Kasepuhan adalah tradisi
Masyarakat Adat Kasepuhan tidak pernah
berpindah kampung dan lahan garapan yang
mengalami
kekurangan
telah belasan kali dilakukan Masyarakat
kesuburan
tanah
Adat Kasepuhan sejak berdirinya 600-an
memberikan hasil panen yang melimpah.
tahun silam.
Bahkan kemungkinan terjadinya musim
Dalam kerangka materialisme budaya,
peceklik
pangan,
karena
selalu
terjaga
yang
telah
diantisipasi
dengan
Harris, pengetahuan yang dikembangkan
keberadaan leuit yang mempu menyimpan
Masyarakat Adat Kasepuhan merupakan
padi hingga bertahan beberapa tahun.
bentuk
adaptif
dalam
upaya
menjaga
Dengan penjagaan hutan, air berlimpah
dapat mereka nikmati. Tidak hanya sekedar
keseimbangan lingkungan.
Masyarakat yang berada di kaki gunung
untuk minum, mandi, mencuci dan mengairi
tentu bergantung terhadap keseimbangan
sawah saja, saat ini ketersediaan air tersebut
ekosistem gunung yang memberikan air dan
bahkan
lahan yang subur bagi pertanian mereka.
pembangkit
Terjaganya
adalah
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
pertanian.
Karena itulah pengetahuan tersebut bahkan
kehidupan
diakui
prasyarat
Sebagai
kelestarian
berlanjutnya
masyarakat
alam
usaha
petani,
telah
menjadi
listrik
sebagai
sumber
tenaga
suatu
air
kearifan
daya
milik
lokal
bertani sangat penting artinya bagi mereka,
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
karena disanalah fungsi subsisten pertanian
yang didukung dan diapresiasi oleh berbagai
untuk kehidupan mereka.
pihak. Karena dengan pengetahuan tersebut,
Karena itu perlu adanya kesadaran akan
penjagaan
kelestarian
terlembaga
dalam
lingkungan
organisasi
yang
sosial
ekosistem
Halimun
tetap
terjaga
dan
masyarakatpun menikmati manfaatnya.
Namun
tidak semua pengetahuan
Masyarakat Adat Kasepuhan yang mendapat
16
apresiasi baik. Salah satu pengetahuan
terlampaui dan berimbas pada kualitas
Masyarakat Adat Kasepuhan yang masih
hidup manusia yang rendah”.
diperdebatkan hingga kini adalah tradisi
Sejalan dengan teori tersebut, tradisi
berpindah kampung gede beserta lahan
berpindah ini dilakukan untuk menghindari
garapannya.
memancing
penurunan kualitas hidup Masyarakat Adat
persoalan karena menurut beberapa pihak
Kasepuhan yang kemudian akan berimbas
terkait dengan pembukaan lahan hutan
pada terganggunya tatanan adat istiadat yang
lindung dan masalah status kepemilikan
selalu mereka jaga.
Tradisi
ini
Sebagaimana
lahan.
Kusnaka
5.2. Tradisi
Berpindah
Mekanisme
Pengendalian
yang
Adimiharja
dijelaskan
dalam
Prof.
bukunya
Sebagai
(Kasepuhan yang tumbuh di atas yang
Tekanan
luruh, 1992), hingga tahun 1983 Masyarakat
Populasi
Adat Kasepuhan telah menjalani 13 kali
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
perpindahan kampung gede beserta ladang.
pembahasan sebelumnya, dari sisi pandang
Ditambah dengan perpindahan terakhir di
materialisme budaya, tradisi berpindah ini
tahun 2001, maka saat ini total sudah 14 kali
erat kaitannya dengan upaya pengendalian
perpindahan.
Hal tersebut terkait
Dalam kepercayaan Masyarakat Adat
dengan daya dukung lingkungan yang terus
Kasepuhan, perpindahan tersebut murni
menurun.
datang sebagai perintah dari leluhur yang
tekanan populasi.
tersebut
datang sebagai wangsit pada sesepuh girang.
maksimum
Jika sudah mendapat wangsit, mau tidak
populasi manusia yang dapat didukung oleh
mau mereka harus berpindah pada lokasi
suatu lingkungan tertentu secara tak terbatas
yang telah ditentukan.
Daya
dukung
dimaksudkan
lingkungan
sebagai
total
tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan
Alasan
(Iskandar, 2009). Berdasarkan teori tersebut
dijelaskan
dapat dikatakan bahwa : “Jika populasi
semuanya hanya berpatokan pada wangsit
tumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi
yang diterima sesepuh girang. Namun
dan lingkungan untuk memperbaiki sumber
menurut beberapa baris kolot yang menjadi
daya
informan, perpindahan tersebut merupakan
maka
kemampuan
bumi
akan
upaya
berpindah
secara
peyelamatan
tidak
pernah
gamblang,
karena
tatanan
adat
dari
17
pengaruh perubahan yang sedang terjadi di
tunduk dan taat ketika wangsit berpindah
dalam masyarakat serta dari pengaruh
diterima oleh sesepuh girang, karena mereka
tekanan dunia luar.
menganggapnya adalah bagian dari petunjuk
Karena
masyarakat
yang
terus
menuju “lebak cawene”.
berkembang, beragam hal baru muncul baik
Akan tetapi berdasarkan adat istiadat
itu dari pengaruh warga kasepuhan yang
Masyarakat Adat Kasepuhan, yang wajib
merantau lalu pulang dengan membawa
berpindah hanyalah keluarga dari sesepuh
kebudayaan luar dan juga dari perilaku
girang
pendatang yang ditiru masyarakat. Pada
Masyarakat biasa tidak diwajibkan untuk
masyarakat yang terus berkembang seperti
pindah kecuali yang sengaja mendapat titah
itu, kondisi sudah tidak tenang lagi, karena
dari sespuh girang untuk ikut serta.
itu perpindahan adalah suatu mekanisme
ada
juga
informasi
para
pegawainya.
Meski demikian, biasanya banyak juga
masyarakat biasa yang ikut pindah menuju
agar tatanan adat tetap terjaga.
Namun
bersama
yang
kampong yang baru. Namun, yang pastinya
menguatkan perihal wangsit yang diterima
setiap
perpindahan
akan
selalu
sesepuh girang benar adanya karena hal itu
meninggalkan masyarakat di kampung lama,
pertanda dari leluhur terkait dengan suatu
dan masyarakat tersebut terus berkembang
kepercayaan mereka yang disebut “uga”.
hingga saat ini. Karena itulah kebanyakan
Menurut kepercayaan mereka “uga”
desa-desa yang berkembang di sekitaran
mengungkapkan bahwa suatu waktu, sejalan
kawasan Halimun dulunya adalah bekas
dengan janji karuhun, kasepuhan akan
kampung gede.
pindah suatu tempat yang makmur yang
Selain itu ada juga informan yang
mereka sebut dengan “lebak cawene” yang
menjelaskan prakondisi sebelum berpindah
berarti “lembah perawan”. Jika kasepuhan
biasanya
sudah mewujudkan janji karuhunnya, maka
penduduk. Adat waris yang memberikan
pelabuhan ratu akan menjadi sebuah kota
waris tanah pada semua anak menyebabkan
yang ramai dikunjungi orang dari berbagai
berkurangnya pendapatan tiap keluarga.
belahan dunia (Adimiharja, 1992).
karena
terjadinya
kepadatan
Jika lahannya cukup luas, maka bertani
Sekiranya cerita inilah yang masih
sekali satahun juga cukup, namun jika
diyakini oleh sebagian besar Masyarakat
lahannya sudah sempit, maka akan susah
Adat Kasepuhan, sehingga mereka menjadi
untuk memenuhi hidup keluarga dalam
18
setahun. Namun masih ada sistem pinjam-
kembali menikmati masa-masa tenang dan
meminjam padi pada tetangga ataupun leuit
kepuasan atas hasil yang didapat dengan
gede,
cara produksi yang masih sama dengan yang
sehingga
sangat
membantu
pemenuhan kebutuhan pangan bagi keluarga
dulu.
Hampir serupa dengan ekspansi statis
yang kurang mampu.
Atas dasar informasi yang didapatkan di
seperti
yang
dikemukan
oleh
Boeke.
atas, pendekatan materialism budaya dapat
Polanya hampir sama, tekanan penduduk,
dipergunakan mengkaji hakikat perpnidahan
kemiskinan, pembukaan lahan baru, mode of
tersebut sebagai wujud upaya mengatasi
production yang tidak berubah, kepuasaan
tekanan populasi. Ketika tekanan populasi
dengan hasil yang pas-pasan, pertumbuhan
dan
populasi,
pengaruh
luar
mulai
menggangu,
kebijakan untuk berpindah datang. Dengan
memiskinkan,
beberapa alasan logis karena tidak mungkin
berulang.
pewarisan
dan
tanah
polanya
yang
kembali
mencukupi kebutuhan dengan sumber daya
dan pola produksi yang terbatas.
6. Tradisi
Membiarkan masalah tersebut berlanjut
berpindah,
masih
mungkinkah?
terancamnya
Sebagaimana yang dijelaskan diatas,
keberlangsungan tatanan adat Kasepuhan
perpindahan terus menerus yang dilakukan
Ciptagelar, karena dengan kondisi seperti itu
Masyarakat Adat Kasepuhan di dasari
control kaum elit
keyakinan mereka atas pencarian “lebak
sama
artinya
masyarakat
membiarkan
akan
kasepuhan terhadap
semakin
lemah
dan
Cawene” sesuai janji leluhur. Karena itulah
nantinya bisa berujung pada penurunan nilai
perpindahan tersebut berkisar di kawasan
tatanan adat.
gunung Halimun, berpindah dari satu sisi ke
Karena adat mereka dalam cara bertani
sisi yang lainnya namun tetap berada di
tidak mau dirubah, sementara mereka juga
kawasan gunung Halimun. Entah “lebak
tidak mengembangkan sistem pengendalian
cawene” sudah ditemukan atau belum,
reproduksi dengan semacam KB alami. Jika
namun berdasar informasi dari almarhum
pada kondisi seperti itu terjadi masalah
Abah
tekabab penduduk, maka langkah tepat yang
perjalanan
diambil adalah berpindah. Mencari tempat
journal/item/8) ”jika
baru yang lebih lapang dan subur, dan
sejarah adat, wangsit yang diterima, sebelum
Anom
dalam
sebuah
laporan
(dweepitt.multiply.com/
melihat
perjalanan
19
tahun 2040 warga adatnya itu masih akan
tersebut masuk dalam zonasi hutan primer
terus berpindah tempat. Tetapi, pindahnya
yang dilindungi, wilayah tersebut juga
ke mana Abah sendiri belum tahu," ungkap
masuk dalam area kelola Perum Perhutani
Abah Anom. Melihat fenomena seperti itu,
unit III Jawa Barat dan wilayah Taman
wajar kiranya kita bertanya dimanakah
Nasional Gunung Halimun (TNGH).
sebenarnya akan ditemukan “lebak cawene”
Hal ini tentu menjadi persoalan bagi
tersebut?. Sedangkan menurut informasi
banyak
pihak
yang
yang diterima Prof. Kusnaka dari tokoh adat
kepemilikan
di berbagai wilayah kasepuhan,
lebak
lahan-lahan di kawasan Halimun tersebut.
cawene kasepuhan Ciptagelar terletak pada
Perpindahan tersebut dinilai mengganggu
suatu tempat di lembah gunung Ciawitali
kawasan yang menjadi zonasi hutan lindung
(1530 m).
atau lahan garapan milik pihak tertentu.
atau
memiliki
penguasaan
status
terhadap
Karena pada kenyataannya, konsep zonasi
Gambar.2 Pola Perpindahan Kasepuhan
hutan
yang
dimiliki
Masyarakat
Adat
Kasepuhan berbeda dengan konsep zonasi
Cipategelar
hutan yang dibuat pemerintah.
Oleh karena itu terjadi permasalahan
ketika Masyarakat Adat Kasepuhan melihat
kawasan tersebut adalah hutan sempalan
yang boleh digarap, sementara itu pihak
pemerintah menetapkan wilayah tersebut
sebagai hutan yang tidak boleh diganggu.
Jika persoalan sudah seperti ini masih
mungkinkah Masyarakat Adat Kasepuhan
Sumber peta : www.tnhalimun. go.id, Sumber pola
Jika benar lebak cawene memang di
maka
Masyarakat
akan
Adat
menjadi
sulit
Kasepuhan
menjalankan
tradisi
berpindah
tersebut?.
berpindah : Adimiharja, 1992.
sana,
tetap
bagi
7. Catatan Penting Untuk Ke Depan
Melihat
situasi seperti ini,
dengan
untuk
banyaknya hak kepemilikan dan pengelolaan
mencapainya, karena selain wilayah gunung
lahan di kawasan ekosistem Halimun, akan
20
membuat ruang gerak bagi perpindahan
Masyarakat
Adat
Kasepuhan
menjadi
Namun sesuai dengan saran Malthus,
jika Masyarakat Adat Kasepuhan mau
semakin terbatas. Hal tersebut jika tidak
bertindak
ditindaklanjuti dengan bijaksana, tentu akan
diupayakan pengendalian jumlah kelahiran
banyak persoalan yang muncul dikemudian
bayi
hari.
penduduk menjadi rendah bahkan nol.
Pihak Negara dan korporasi tentu tidak
preventif,
yang
Sehingga
maka
ketat,
demi
Masyarakat
sebaiknya
pertumbuhan
Adat
Kasepuhan
ingin wilayah hutan yang penting bagi
Ciptagelar tetap bisa bertahan tanpa takut
mereka
akan tekanan penduduk.
terancam
akan
“digarap”
Masyarakat Adat Kasepuhan, sedangkan
Sementara itu dalam pandangan Boserup
Masyarakat Adat Kasepuhan akan bingung
yang dikoreksi Boeke jika Masyarakat Adat
jika nanti pindah lagi akan kemana arahnya
Kasepuhan tidak bisa pindah lagi dengan
karena sebagian besar lahan sudah dikuasai
penduduk yang dibiarkan tetap bertambah,
orang.
tentunya perlu upaya adaptasi menyangkut
Mungkin merubah aturan pemerintah
pengembangan teknologi dan organisasi
tidaklah mudah, oleh karena itu penting
sosial-ekonomi yang mampu meningkatkan
adanya semacam refleksi bagi Masyarakat
produksi pertanian mereka yang sebaiknya
Adat Kasepuhan Ciptagelar dalam upaya
dikembangkan dari sistem nilai yang mereka
penyesuaian terhadap masalah yang mereka
punya sehingga lebih menuju arah evolusi.
Seperti
hadapi ini.
Seperti yang dijelaskan di atas, tradisi
berpindah
populasi
sebagai
fungsi
sangat
pengendalian
penting
bagi
keyakinan
Boserup
akan
kemampuan manusia untuk beradaptasi
dengan
kondisi
pengembangan
lingkungan
teknologi,
dengan
begitu
juga
keberlangsungan tatanan adat Masyarakat
Masyarakat Adat Kasepuhan pasti mampu
Adat Kasepuhan. Dalam pandangan klasik
mengembangkan
Malthus, jika mereka diam pada suatu
organisasi sosial-ekonomi yang mampu
tempat
terus
menyokong hidup mereka tanpa merubah
bertambah, sementara produksi mereka tetap
ataupun meninggalkan nilai tradisi yang
segitu saja tentu akan muncul masalah yang
sudah mereka pegang sejak lama.
dengan
mempengaruhi
adat.
populasi
yang
keberlangsungan
tatanan
sistem
teknologi
dan
Para pihak pemangku kepentingan dalam
hal ini pemerintah dan korporasi, tentunya
21
perlu memikirkan baik-baik solusi yang
Ucapan terimakasih kami sampaikan
tepat.
kepada:
Dimana
pihak
pemerintah
dan
korporasi
hendaknya
mementingkan
keberadaan
dan
keberlanjutan
Masyarakat
Adat
Kasepuhan Ciptgelar.
-
Masyarakat
Ciptagelar
hidup
Adat
Kasepuhan
yang telah menerima
kami dengan sangat baik sekali serta
Selain itu upaya-upaya pembangunan yang
telah
dilakukan
pengetahuannya kepada kami.
pemerintah
sebaiknya
menghindarkan pola yang berpusat dari
-
bersedia
berbagi
Jurusan Antropologi Fisip Unpad
kebijakan di atas. Karena hal tersebut
yang telah
tentunya akan memberikan pengaruh besar
kepada
terhadap pergesaran nilai dan pengetahuan
menjalankan kuliah lapangan ini
local milik masyarakat kasepuhan. Lebih
dengan baik.
tepat
menawarkan
pembangunan
yang
-
memberikan
kami
fasilitas
sehingga
dapat
Tim Dosen pengampu mata kuliah
bersumber dari kebijakan dan pengetahuan
Antropologi Ekologi
yang
telah
yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Agar
mencurakan
pikiran
waktu
dan
ke depannya sistem pengetahuan mereka
tenaganya
untuk
memberikan
dapat tetap terjaga dan semakin berdaya
pengetahuan kepada kami.
guna sebagai fungsi adaptasi dengan kondisi
-
Teman-teman
sejawat
mahasiswa
Jurusan Antropologi Fisip Unpad
lingkungannya.
Kemudian tentunya akan lebih bijak
yang
mengambil
mata
kuliah
untuk semua pihak yang berkepentingan
Antropologi Ekologi, terima kasih
agar saling bekerjasama untuk menghasilkan
untuk kerjasamanya.
kesepakatan. Sehingga
pengelolaan dan
penjagaan yang dilakukan dapat menjamin
keberlanjutan fungsi kawasan ekosistem
Halimun beserta keberlanjutan Masyarakat
Adat Kasepuhan yang ada di dalamnya.
22
Referensi
Buku :
Adimihardja, Kusnaka.(1992).Kasepuhan yang
tumbuh di atas yang luruh : pengelolaan
lingkungan secara tradisional di
kawasan Gunung Halimun Jawa Barat.,
Bandung : Tarsito
Hanafi, Imam, dkk. (2004). Nyoreang Alam Ka
Tukang Nyawang Anu Bakal Datang:
Penelusuran Pergulatan di Kawasan
Halimun, Jawa Barat-Banten. Bogor :
RMI.
Dipetik pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.ciptagelar.org
Gun.(2008). Kampung Ciptagelar. Dipetik pada
tanggal 20 Mei 2011 dari
www.forumbebas.com
Suhartini.(2009). Materi seminar nasional MIPA
:Tantangan Kearifan Lokal. Dipetik pada
tanggal 20 Mei 2011 dari
www.staff.uny.ac.id.
Iskandar, J. (2009). Ekologi Manusia dan
Pembangunan Berkelanjutan. Bandung:
Program Studi Magsiter Ilmu
Lingkungan Universitas Padjadjaran.
Jurnal :
Rita Rahmawati et.al. (2008). Pengetahuan
Lokal Masyarakat Kasepuhan :
Dinamika,konflik dan Adaptasi SosioEkologis. Sodality : Jurnal Transdisplin
Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia
, 02, 151-190.
Media Elektronik :
Anonim.(2006). Ciptagelar di Gunung Halimun.
Dipetik pada tanggal 20 Mei 2001 dari
www.dweepitt.multiply.com.
Anonim.(2008).Dilema, mengamankan hutan
konservasi TNGHS di Sukabumi.Dipetik
pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.tnhalimun.go.id
Anonim. (2008). Masyarakat Lokal. Dipetik
pada tanggal 20 Mei 2011 dari
www.tnhalimun.go.id
Anonim.(2009). Keadaan umun wilayah
penelitian. Dipetik pada tanggal 20 Mei
2011 dari www.repository.ipb.ac.id.
Anonim. (2010). Ci