Makalah Fiqih Muamalah 1 Akad Kerjasama

MAKALAH
FIQIH MUAMALAH I
AKAD KERJASAMA BISNIS (SYIRKAH DAN QIRADH)

`

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
MARET 2016
1

MAKALAH
FIQIH MUAMALAH I
AKAD KERJASAMA BISNIS (SYIRKAH DAN QIRADH)
Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah I
yang dibimbing oleh Nashihul Ibad Elhas, S.H.I., M.H.I.

Oleh :
1. Machallafri Iskandar (E20151001)
2. Ansita Devi Ardillah (E20151034)
3. Bahruddin Nur Salam (E20151035)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
MARET 2016
2

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul: ”Akad Kerjasama Bisnis (Syirkah dan Qiradh)”. Salawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga,
sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.
Atas bimbingan dari Dosen Fiqih Muamalah I dan saran dari teman-teman maka
disusunlah Makalah ini, semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi
kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Fiqih Muamalah I dan semoga
segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi
para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan
khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa
menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:
1. Dosen Pembimbing mata kuliah Fiqih Muamalah I, Nashihul Ibad Elhas, S.H.I.,
M.H.I.
2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah
selanjutnya.
Akhirnya

hanya kepada

Allah SWT

kita

kembalikan

semua,


kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Jember, 01 Maret 2016
Penulis

3

karena

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................

i

HALAMAN JUDUL.............................................................................................

ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................


iii

DAFTAR ISI.........................................................................................................

iv

BAB I

PENDAHULUAN.............................................................................

5

1.1.

Latar Belakang........................................................................

5

1.2.


Rumusan Masalah...................................................................

6

1.3.

Tujuan Penulisan....................................................................

6

1.4.

Manfaat Penulisan..................................................................

6

1.5.

Sistematika Penulisan.............................................................


7

PEMBAHASAN..................................................................................

8

2.1

Syirkah..................................................................................

8

2.2

Qiradh.....................................................................................

18

PENUTUP..........................................................................................


27

3.1

Simpulan.................................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

29

BAB II

BAB IV

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kata muamalat yang kata tunggalnya muamalah yang berakar pada kata
‘amala secara arti kata mengandung arti “Saling berbuat” atau berbuat secara
timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti “Hubungan antara orang dengan orang
lain”. Bila kata ini dihubungkan kepada lafaz fiqih, mengandung arti aturan yang
mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam pergaulan hidup
didunia. Ini merupakan timbangan dari fiqh ibadah yang mengatur hubungan
lahir antara seseorang dengan Allah.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Allah mengatur hubungan
lahir antara manusia dengan Allah dalam rangka menegakkan hablun min Allah
dan hubungan antara sesama manusia dalam rangka menegakkan hablun min alnas. Yang keduanya merupakan misi kehidupan manusia yang diciptakan sebagai
khalifah diatas bumi. Hubungan antara sesama manusia itu bernilaii ibadah pula
bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah.
Bila kita membicarakan muamalahsebagai imbangan dari kata ibadah,
maka yang dimaksud adalah muamalah dalam arti umum. Yang dibahas disini
adalah muamalah dalam arti khusus yang merupakan bagian dari pengertian
umum tersebut, yaitu hubungan antara sesama manusia yang berkaitan dengan
harta.
Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan harta ini di bicarakan
dan diatur dalam kitab-kitab fiqih karna kecendrungan manusia kepada harta itu

begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan sesamanya, kalau tidak
diatur, dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam pergaulan hidup antara sesama
manusia.
Selain itu, dalam konteks hablun minanas manusia butuhyang namanya
kerjasama dalam hal yang berhubungan dengan usaha. Maka dari itu, di dalam
makalah ini dibahaslah semua yang berkaitan dengan kerjasama.
5

1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah
yang berjudul “Akad Kerjasama Bisnis (Syikah dan Qiradh), antara lain :
Apakah yang dimaksud syirkah?
Apa dasar hukum syirkah ?
Apa macam-macam syirkah?
Apa saja syarat-syarat syirkah ‘uqud?
Bagaimanakah karakteristik akad syirkah?
Hal apa saja yang bisa membuat syirkah batal ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Akad Kerjasama Bisnis
(Syikah dan Qiradh), yaitu:

Mendefinisikan apa itu syirkah.
Menyebutkan dasar hukum syirkah.
Menyebutkan macam-macam syirkah.
Menyebutkan syarat-syarat syirkah ‘uqud.
Menjabarkan karakteristik akad syirkah
Menyebutkan hal yang dapat membatalkan syirkah.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat makalah yang berjudul “Akad Kerjasama Bisnis (Syikah dan
Qiradh), yaitu :
Mengetahui definisi syirkah.
Agar tahu tentang dasar hukum syirkah.
Dapat tahu macam-macam syirkah.
Dapat mengetahui syarat-syarat syirkah ‘uqud.
Dapat tahu karakeristik akad syirkah.
Tahu hal yang dapat mebatalkan syirkah.
6

1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan:
a. LatarBelakang

b. RumusanMasalah
c. TujuanPenulisan
d. ManfaatPenulisan
e. SistematikaPenulisan
Bab II Pembahasan:
a.

Syirkah

b.

Qiradh

Bab III Penutup :
1.

Simpulan

7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syirkah
1.1 Pengertian Syirkah
Syirkah secara bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya percampuran,
yaitu bercampurnya dua harta bagian secara utuh sehingga tidak dapat lagi
dibedakan mana harta bagian yang satu dari harta bagian yang lain.
Secara syara’ syirkah adalah aqad antara dua orang atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan aktivitas yang menggunakan harta dengan
maksud memperoleh keuntungan.
Adapun pengertian syirkah menurut para ulama, antar lain :
Pertama, menurut Ulama Hanafiah yaitu : akad antara dua orang yang
berserikat pada pokok harga (modal) dan keuntungannya.
Kedua, menurut Ulama Malikiah yaitu : Izin untuk bertindak secara
huku, bagi dua orang yang bekerja sama terhadap harta mereka.
Ketiga, menurut Ulama Syafi’iyah yaitu : Ketetapan hak pada sesuatu
yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang mahsyur (diketahui)
Apabila diperhatikan dari menurut kumpulan ulama diata, sebenarnya
perbedaannya hanya terlepat pada redaksional saja namun secara esensial
prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama anatara dua atau lebih dalam
sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugian yang ditanggung
secara bersama. (Ghufron Ihsan, 2010, 127)

8

1.2 Dasar Hukum Syirkah
2.1 Menurut Al-Quran
Shad : 24
         
        
         
      
Artinya : Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat.
An-Nisa : 12
....          ....
Artinya : “ ...Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,.. ”
2.2 Menurut Hadist
‫ََال َ ا‬
‫ال َرسُو ُل َ ا‬
ََ‫ أَنَََا‬:ُ‫ا‬
َ َ‫اِ صل ا عليه وسلم ) ق‬
َ َ‫ ق‬:‫ع َْن أَبِ هُ َر ْي َرةَ را ا عنه قَا َل‬
ُ ِ‫ثَََال‬
‫ث اَ ا‬
ُ ْ‫ فََإ ِ َذا َخَ انَ َخَ َرج‬,ُ‫احبَه‬
,َ‫ت ِم ْن بَ ْينِ ِه َمََا ( َر َواهُ أَبََُو دَا ُود‬
َ ‫لش َ ِري َك ْي ِن َمََا لَ ْم يَ ُخ ْن أَ َحَ ُدهُ َما‬
ِ َ‫ص‬
‫احهُ اَ ْل َحا ِك ُم‬
َ ‫صح‬
َ ‫َو‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW bahwa
Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, “Aku
adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang
dari keduanya tidak mengkhianati temannya, A ku akan keluar dari
persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya.”
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w
berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah

9

sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalahdengan cara
ber-syirkah dan Nabi Muhammad SAW membenarkannya.
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah
mengatakan , “Aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu
dengan cara tunai dan utang. ”Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin
azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “Aku dan rekan
kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian
kami bertanya kepada Nabi SAW tentang tindakan kami. Baginda
menjawab: “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silahkan kalian
ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silalah kalian bayar”.
Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan
syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah
meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah
SAW pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi)
dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”
1.3 Macam-macam Syirkah
Syirkah terbagi menjadi dua, yaitu syrikah amlak (kepemilikan) dan
syirkah uqud (kontrak. Syirkah amlak yaitu syirkah yang bersifat memaksa
dalam hukum positif, sedagkan syirkah uqud yaitu syirkah yang bersifat
ikhtiariyah (pilihan sendiri).
3.1 Syirkah Amlak
Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang memiliki
barang tanpa adanya akad baik bersifat ikhtiari atau jabari artinya
barang yang dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa adanya akad.
Syirkah amlak dibagi menjadi dua, yaitu :
Syirkah Ikhtiar (suka rela)
Syirkah ikhtiar adalah syirkah yang muncul karena
adanya kontrak dari dua orang yang bersekutu. Seperti
dua orang yang sepakat membeli suatu barang atau
10

keduanya menerima barang hibah, wasiat, atau wakaf
dari orang lain maka bendabenda itu menjadi harta serikat
(bersama).
Syirkah Ijbar (paksaan)
Syirkah ijbar adalah syirkah yang ditetapkan
kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas
perbuatan keduanya. Seperti harta warisan yang mereka
terima dari orang tuanya.
Hukum kedua jenis syirkah ini adalah salah seorang yang
bersekutu seolah-olah sebagai orang lain dihadapan sekutunya.
Maka dari itu, salah seorang diantara mereka tidak boleh
mengolah (tasharruf) harta syirkah tersebut tanpa ada izin dari
teman sekutunya, karena keduanya tidak punya wewenang unutk
menentukan bagian masing-masing.1
3.2 Syirkah Uqud
Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk
kerjasama (berserikat) dalam modal keuntungan. Artinya, kerjasama ini
didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan
pembagian keuntungan. Macam-macam syirkah uqud, anatara lain :
a. Syirkah Inan
Persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk
berdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau
kerugian bersama-sama. Dalam syirkah ini boleh salah satu
pihak memiliki modal yang lebih besar dari pihak lainnya.
Dengan hal ini, beban tanggung jawab dan kerja, boleh satu
pihak bertanggung jawab penuh sedangkan pihak lain tidak.
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang
(nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau
mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang
1

Ibid., hlm. 65

11

itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan dibagi sesuai presentase yang telah disepakati
sebelumnya. Jika mengalami kerugian ditanggung bersama
dilihat dari presentasi modal. Jika masing-masing modalnya
50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’,
bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, "Kerugian
didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan
didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang
bersyirkah)."
b. Syirkah al-Abdan
Perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi
bersama sesuai kesepakatan. Artinya, dalam syirkah ini tidak
disyaratkan memiliki kesamaan profesi atau keahlian, tetapi
boleh berbeda profesi. Perserikatan dua orang atau lebih untuk
menerima sesuatu pekerjaan tukang besi, kuli angkut, tukang
jahit, dan sebagainya. Tujuan syirkah ini mencari keuntungan
dengan modal pekerjaan bersama.
c. Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau
lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi
kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi
modal (mâl). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak,
sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh.
Hukum

syirkah

mudhârabah

adalah

jâ’iz

(boleh)

berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Saw) dan Ijma
Sahabat. Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf
hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal
tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian,

12

pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh
pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di
antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian
ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah
berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil
tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang
diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut
menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena
kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemodal.
d. Syirkah Wujuh
Disebut

syirkah

wujûh

karena

didasarkan

pada

kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di
tengah masyarakat. Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara
dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan
konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan
konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah
tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk
dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuanketentuan syirkah mudhârabah padanya.
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua
pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka
beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada
keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak.
e. Syirkah Mufawidah
Perserikatan dimana modal sesuai pihak dan bentuk
kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas, kuantitasnya
harus sama dan keuntungannya dibagi rata. Dalam syirkah
mufawidah ini masing-masing pihak harus sama-sama bekerja.
13

Hal yang terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja
maupun keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama.
1.4 Syarat-syarat Syirkah Uqud
4.1 Syarat Syirkah Uqud
Menurut ulama Hanafiyah syarta syirkah uqud tebagi dua macam,
yaitu umum dan khusus.
Adapun syarat umum syirkah uqud, antara lain :
a. Dapat dipandang sebagai perwakilan.
b. Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan.
c. Laba meurpakan bagian (juz) umum dari sunnah.
d. Syarat Khusus pada Syirkah Amwal
Sedangkan, syarat khusus pada syirkah amwal baik pada baik pada
syirkah inan maupun mufawidah adalah berikut ini :
a.

Modal syirkah harus ada dan jelas

b.

Modal harus bernilai atau berharga
secar mutlak

c.

Syarat Khusus Syirkah Mufawidah

4.2 Syarat Syirkah Mufawidah
Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada
syirkah mufawidah, diantaranya :
a. Setiap aqid (yang akad) harus ahli dalam perwakilan dan
jaminan, yakni keduanya harus merdeka telah baligh, berakal,
sehat dan dewasa.
b. Ada kesamaan modal dari segi ukuran, harga awal dan akhir.
c. Adapun yang pantas menjadi modal dari salah seorang yang
bersekutu dimaukkan dalam perfungsian.
d. Ada kesamaan dalam pebagian keuntungan.
e. Ada kesamaan dalam berdagang. Tidakboleh dikhususkan pada
seorang atas saja, juga tidak bersifat dengan orang kafir.
14

4.3 Syarat Syirkah A’mal
Jika syirkah berbentuk mufawidah, harus memenuhi syarat
mufawidah. Tapi jika berbentuk syirkah inan, hanya disyaratkan ahli
dalam perwakilan saja.
Namun demikian, jika pekerjaan membutuhkan alat itu dipakai
oleh salah seorang aqid, hal itu tidak berpengaruh terhadap syirkah.
Akan tetapi, jika membutuhkan kepada orang lain, pekerjaan itu menjadi
tanggung jawab yang menyuruh dan perkongsian dipandang rusak.
4.4 Syarat Syirkah Wujuh
Apabila syirkah ini berbentuk mufawidah, hendaklah yang
bersekutu itu ahli dalam memberikan jaminan dan masing-masing harus
memiliki setengah harga yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua
dan ketika akad harus menggunakan kata mufawidah.
Namun jika syirkah berbentuk inan, tidak disyaratkan harus
memenuhi persyaratan yang adadan dibolehkan salah seorang aqid
melebihi yang lain. Hanya saja, keuntungan harus didasarkan pada
tanggungan. Jika meminta lebih, akan batal.
1.5 Karakteristik Akad Syirkah
Dalam akad ini dikenal adanya karakteristik yang membedakan dengan
akad-akad yang lain, yaitu :
a. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.
Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana awal dan membagi
hasil yang tela disepakati.
b. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas
atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan
hak paten.
c. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas
15

kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang
menunjukkan adanya kesalahan, ialah :
Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana
investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa,
kesalahan

yang

disengaja

harus

dibuktikan

berdasarkan

keputusan institusi yang berwenang.
Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai
nisbah yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi
dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang
disetorkan.
Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari
mitra lainnya dalam akad musyrakah, mitra tersebut dapat
memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk
keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi dananya
atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan
nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh
selam periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang
terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam
pembukuan tersendiri.
1.6 Berakhirnya Akad Syirkah
Beberapa hal yang dapat membatalkan syirkah secara umum, antara
lain :
Salah satu pihak mengundurkan diri.

16

Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertindak hukum.
Sementara, pembatalan syirkah secara khusus sebagian syirkah,
anatara lain :
Harta syirkah rusak dan tidak ada kesamaan modal
Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai
suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra
dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.
Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas
atau aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas
kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan
adanya kesalahan, ialah :
Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana
investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa,
kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi
yang berwenang. Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra
secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah
yang telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra
lainnya dalam akad musyrakah, mitra tersebut dapat memperoleh
keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut
dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan
lainnya.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode akad
17

bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.Pengelola musyarakah
mengadminitrasikan

transaksi

usaha

yang terkait

dengan

investasi

musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
2.2 Qiradh/Mudharabah
2.1 Arti, Landasan, Rukun, Jenis dan Sifat Mudharabah
a. Arti Mudharabah
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah
(perkongsian).Istilah mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan
orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian,
mudharabah dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang sama.
Menurut bahasa, qiradh berarti potongan , sebab pemilik
memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha
agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan
potongan dari laba yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata
muqaradhah yang berarti kesamaan, sebab pemilik modal dan
pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
b. Landasan Hukum
Ulama fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam Islam
berdasarkan Al-Quran, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
Al-Quran



Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah, antara lain:
‫ضيَتإفَإ إ َذا‬
‫ضلإ إم ْن َاا ْبتَ ُغ‬
ْ
ْ َ‫تُ ْفلإ ُحانَلَ َعلّ ُك ْم َكثإي ًرااللّ َه َا ْاذ ُك ُروااللّ إهف‬
ّ ‫ش ُرواال‬
‫صةاُقُ إ‬
‫ضفإي فَا ْنتَ إ‬
‫ااارأ إ‬
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu
di muka bumi dan carilah karunia Allah.” (QS. Al-Jumu’ah :
10)
‫س‬
ْ َ‫َأبِ ُك ْم إم ْنف‬
ٌ َ‫ض ًةتَ ْبتَ ُغااأَ ْن ُجن‬
َ ‫اح َعلَ ْي ُك ْملَ ْي‬

18

Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.”
As-Sunah
Dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari
Ibn Abbas bahwa Abbas Ibn Abdul Muthalib jika memberikan
harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha
untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli
hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut, ia harus
menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada
Rasulullah SAW. dan beliau membolehkannya.
Ijma’
Di antara Ijma’ dalam mudharabah, adanya riwayat yang
menyatakan bahwa jamaah dari sahabat menggunakan harta
anak yatim untuk mudharabah.
Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh
seseorang untuk mengelola kebun).
c. Rukun Mudharabah
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun mudharabah. Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun mudharabah adalah ijab dan qabul,
yakni lafazh yang menunjukkan ijab dan qabul dengan menggunakan
mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata yang searti
dengannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga,
yaitu dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma’qud
alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Ulama Syafi’iyah lebih memerinci
lagi menjadi lima rukun, yaitu modal, pekerjaan, laba, shighat, dan dua
orang yang akad.
d. Jenis-Jenis Mudharabah
19

Mudharabah ada dua macam, yaitu mudharabah mutlak (almuthlaq) dan mudharabah terikat (al-muqayyad).
Mudharabah mutlak adalah penyerahan modal seseorang kepada
pengusaha tanpa memberikan batasan, seperti berkata, “Saya serahkan
uang ini kepadamu untuk diusahakan, sedangkan labanya akan dibagi di
antara kita, masing-masing setengah atau sepertiga, dan lain-lain.”
Mudharabah muqayyad (terikat) adalah penyerahan modal
seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan, seperti
persyaratan bahwa pengusaha harus berdagang di daerah bandung atau
harus berdagang sepatu, atau membeli barang dari orang tertentu , dan
lain-lain.
e. Sifat Mudharabah
Diantara ulama terdapat perbedaan pendapat, ada yang
berpendapat termasuk akad yang lazim, yakni dapat diwariskan seperti
pendapat Imam Malik, sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, Malikiyah,
dan Hanabilah, akad tersebut tidak lazim, yakni tidak dapat diwariskan.
f. Mudharib (Pengusaha) Lebih dari Seorang
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jika mudharib lebih dari
seorang, laba dibagikan berdasarkan hasil pekerjaan mereka.
2.2 Syarat Sah Mudharabah
a.

Syarat Aqidani
Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik
modal dan pengusaha adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil,
sebab mudharib mengusahakan harta pemilik modal, yakni menjadi
wakil. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang
kafir yang dilindungi di negara Islam.

b.

Syarat Modal
• Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya.
• Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
20

• Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada
ditempat akad
• Modal harus diberikan kepada pengusaha.
c.

Syarat-Syarat Laba
 Laba Harus memiliki Ukuran
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa apabila pemilik modal
mensyaratkan bahwa kerugian harus ditanggung oleh kedua orang
yang akad, maka akad rusak, tetapi mudharabah tetap sah. Hal ini
karena dalam mudharabah, kerugian harus ditanggung oleh pemilik
modal.
Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hal itu, termasuk
qaradh, tetapi menurut ulam Syafi’iyah termasuk mudharabah yang
rusak.
Ulama Malikiyah membolehkan pengusaha mensyaratkan semua
laba untuknya.
 Laba Harus Berupa Bagian yang Umum (Masyhur)
Pembagian laba harus sesuai dengan keadaan yang berlaku
secara umum, seperti kesepakatan di antara orang yang
melangsungkan akad bahwa setengah laba adalah untuk pemilik
modal, sedangkan setengah lainnya lagi diberikan kepada pengusaha.

2.3 Hukum Mudharabah
a. Hukum Mudharabah Fasid
Salah satu contoh mudharabah fasid adalah mengatakan,
“Berburulah dengan jaring saya dan hasil buruannya dibagi di antara
kita.” Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa
pernyataan termasuk tidak dapat dikatakan mudharabah yang sahih
karena pengusaha (pemburu) berhak mendapatkan upah atas
pekerjaannya, baik ia mendapatkan buruan atau tidak.
b. Hukum Mudharabah Sahih
21



Tanggung Jawab Pengguna
Jika mudharabah rusak karena adanya beberapa sebab yang

menjadikannya rusak, pengusaha menjadi pedagang sehingga ia pun
memiliki hak untuk mendapatkan upah.
Jika disyaratkan bahwa pengusaha harus bertanggung-jawab
atas rusaknya modal, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah,
syarat tersebut batal, tetapi akadnya sah. Dengan demikian,
pengusaha bertanggung-jawab atas modal dan berhak atas laba.
Adapun ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa
mudharabah batal.
Tasharuf Pengusaha
a. Pada mudharabah mutlak
Menurut ulama Hanafiyah, jika mudharabah mutlak, maka
pengusaha berhak untuk beraktivitas dengan modal tersebut yang
menjurus kepada pendapatan laba, seperti jual beli.
Dalam mudharabah mutlak, menurut ulama Hanafiyah,
pengusaha dibolehkan menyerahkan modal tersebut kepada
pengusaha lainnya atas seizin pemilik modal.
Menurut ulama selain Hanafiyah, pengusaha bertanggungjawab atas modal jika ia memberikan modal kepada orang lain
tanpa seizinny, tetapi laba dibagi atas pengusaha kedua dan
pemilik modal.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa modal tidak boleh
diberikan kepada pengusaha lain, baik dalam hal usaha maupun
laba, meskipun atas seizin pemilik modal.
b. Pada mudharabah terikat
Penentuan tempat
Pengusaha harus mengusahakannya di daerah
Tasikmalaya, sebab syarat tempat termasuk persyaratan yang
dibolehkan.
22

Penentuan orang
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan pemilik
modal untuk menentukan orang yang harus dibeli barangnya
oleh pengusaha atau kepada siapa ia harus menjual barang,
sebab hal ini termasuk syarat yang berfaedah.
Penentuan waktu
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan pemilik
modal menentukan waktu sehingga jika melewati batas, akad
batal.
c. Hak-hak pengusaha (al-mudharib)
Hak nafkah (membelanjakan)
Para ulama berbeda pendapat dalam hak nafkah modal
atau harta mudharabah. Secara umum, pendapat mereka dapat
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
 Imam Syafi’i, menurut riwayat paling zahir,
berpendapat bahwa pengusaha tidak boleh
menafkahkan modal untuk dirinya, kecuali atas
seizin pemilik modal sebab pengusaha akan
memiliki keuntungan dari laba.
 Jumhur ulama, di antaranya Imam Malik, Imam
Hanafi, dan Imam Zaidiyah berpendapat bahwa
pengusaha berhak menafkahkan harta mudharabah
dalam perjalanan untuk keperluannya, seperti
pakaian, makanan, dan lain-lain.
 Ulama Hanabilah membolehkan pengusaha untuk
menafkahkan harta untuk keperluannya, baik pada
waktu menetap maupun dalam perjalanan jika
disyaratkan pada waktu akad.
Hak mendapatkan laba

23

Pengusaha berhak mendapatkan bagian dari sisa laba
sesuai dengan ketetapan dalam akad, jika usahanya
mendapatkan laba. Jika tidak, ia tidak mendapatkan apa-apa
sebab ia bekerja untuk dirinya sendiri. Dalam pembagian laba,
disyaratkan setelah modal diambil.
Hak pemilik modal
Hak bagi pemilik modal adalah mengambil bagian laba
jika menghasilkan laba. Jika tidak ada laba, pengusaha tidak
mendapatkan apa-apa.
2.4 Pertentangan antara Pemilik dan Pengusaha
a. Perbedaan dalam Mengusahakan (Tasharuf) Harta
Jika terjadi perbedaan antara pemilik dan pengusaha, yaitu satu
pihak menyangkut sesuatu yang umum dan pihak lain menyangkut
masalah khusus, yang diterima adalah pernyataan yang menyangkut halhal umum dalam perdagangan, yakni menyangkut pendapatan laba,
yang dapat diperoleh dengan menerapkan ketentuan-ketentuan umum.
b. Perbedaan dalam Harta yang Rusak
Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemilik modal dan
pengusaha tentang rusaknya harta, seperti pengusaha menyatakan bahwa
kerusakan disebabkan pemilik modal, tetapi pemilik modal
mengingkarinya, maka yang diterima, berdasarkan kesepakatan para
ulama, adalah ucapan pengusaha sebab pada dasarnya ucapan pengusaha
adalah amanah, yakni tidak ada khianat.
c. Perbedaan tentang Pengembalian Harta
Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemilik modal dan
pengusaha tentang pengembalian harta, seperti ucapan pengusaha,
bahwa modal telah dikembalikan, yang diterima menurut ulama
Hanafiyah dan Hanabilah adalah pernyataan pemilik modal.
d. Perbedaan dalam Jumlah Modal
24

Ulama fiqih sepakat bahwa jika terjadi perbedaan pendapat
tentang jumlah modal, yang diterima adalah ucapan pengusaha sebab
dialah yang memegangnya.
e. Perbedaan dalam Ukuran Laba
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ucapan yang
diterima adalah pernyataan pemilik modal, jika pengusaha mengakui
bahwa disyaratkan baginya setengah laba, sedangkan menurut pemilik
adalah sepertiganya.
f. Perbedaan dalam Sifat Modal
Ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat bahwa bila ada
perbedaan dalam sifat modal, ucapan yang diterima adalah pernyataan
pemilik harta.
2.5 Perkara yang Membatalkan Mudharabah
Mudharabah dianggap batal pada hal berikut
a. Pembatalan, Larangan Berusaha, dan Pemecatan
Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan dan larangan, yakni
orang yang melakukan akad mengetahui pembatalan dan pemecatan
tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan.
Akan tetapi, jika pengusaha tidak mengetahui bahwa mudharabah telah
dibatalkan, pengusaha (mudharib) dibolehkan untuk tetap
mengusahakannya.
b. Salah Seorang Aqid Meninggal Dunia
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal
dengan meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat
diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat dipercaya.
c. Salah Seorang Aqid Gila
Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan mudharabah,
sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.
d. Pemilik Modal Murtad
25

Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh
dalam keadaan murtad, atau bergabung dengan musuh serta telah
diputuskan oleh hakim atas pembelotannya, menurut Imam Abu
Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah sebab bergabung dengan
musuh sama saja dengan mati.
e. Modal Rusuk di Tangan Pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelajakan, mudharabah menjadi batal.
Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal rusak,
mudharabah batal.

BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Syirkah yaitu aqad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk
melakukan aktivitas melibatkan harta dengan maksud memperoleh keuntungan.
Rukun syirkah ada 3 yaitu akad (ijab-kabul), dua pihak yang berakad (‘âqidâni),
dan ojek akad (mahal). Sedangkan syaratanya, terdapat lima macam syirkah
26

dalam Islam yaitu: syirkah inân, syirkah abdan, syirkah mudhârabah, syirkah
wujûh, dan syirkah mufâwadhah. Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak
atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal
(mâl). Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masingmasing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal
(mâl). Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan
ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak
lain memberikan konstribusi modal (mâl). Syirkah mudhârabah adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi
kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl).
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah,
dan wujûh. Syirkah berakhir apabila: Salah satu pihak membatalkannya, salah
satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf, baik karena gila maupun
alasan yang lainnya, salah satu pihak meninggal dunia, salah satu pihak jatuh
bangkrut, modal telah habis dahulu.
Qiradh berarti potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari
hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut,
dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Rukun
syirkah ada 3 yaitu akad (ijab-kabul), dua pihak yang berakad (‘âqidâni), dan
ojek akad (mahal). Dalam qiradh, memiliki dua syarat, yaitu syarat aqidani dan
syarat modal. Qiradh berakhir apabila: Salah satu pihak membatalkannya, salah
satu pihak gila, salah satu pihak meninggal dunia, pemilik modal murtad, salah
satu pihak jatuh bangkrut, modal telah habis dahulu.

27

DAFTAR PUSTAKA
Dr. M. Noor Harisudin, M. Fil. I, Fiqih Muamalah 1, 2014, Pena Salsabila, Surabaya

Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. Fiqih Muamalah, 2001, C.V Pustaka Setia,
Bandung.

28