asuhan keperawa tan bronkitis indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan
baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah satunya
penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang
dewasa. Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain,
namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (ngastiyah, 200585). Di Amerika Serikat,
menurut national center for health statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis.
Lebih dari 12 juta orang menderita bronchitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi
amerika. Di dunia bronchitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronchitis lebih banyak
pada status ekonomi rendah dan pada kawasan industri.bronchitis lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).
Menurut data statistik belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun
masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500
menjadi 5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun.
Di kelompok umur tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut.
Antara tahun 1981 – 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi
147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4
bulan (Ploemacher, 2010).
1.2 Tujuan
1
1.2.1
Tujuan Umum
1. Untuk Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawataan Bronchitis
1.2.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian bronchitis
2. Untuk mengetahui etiologi bronchitis
3. Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis
4. Untuk mengetahui klasifikasi bronchitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis
6. Untuk mengetahui komplikasi bronchitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan bronchitis
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Defenisi
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles
mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi
adalah penyebab utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan
terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan
mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan
bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer & Bare 2001).
Bronchitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus
menerus. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurangkurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994). Dari beberapa
pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis merupakan suatu
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik
virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase
kronis.
3
2.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial
Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di
lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi,
cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis
akut. Rokok
1. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
2. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
3. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
4. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
5. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
6. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
4
pertumbuhan bakteri. Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking
Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang
erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2.3 Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendirdan inflamasi. Karena iritasi
yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat
jumlahnya, fungsi silliamenurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan
akibatnyabronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan
bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi
makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan
napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan
mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4 Klasifikasi
1. Bronchitis Akut
Bronchitis Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan
napas yang besar. Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan
trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai Bronkitis
aku.t pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu,
terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
2. Bronchitis Kronik
Bronkitis kronk merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat.
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan
progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada
penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
5
akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung
lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan
frekuensi batuk produktif 3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.
2.5 Manifestasi Klinis Bronchitis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang didiagnosis
bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama
dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami
bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali (Smeltzer & Bare, 2001).
2.6 Komplikasi
Komplikasi bronchitis menurut Behrman (1999), antara lain :
1. Otitis media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi
dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan
6
masuk ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi
infeksi.
2. Sinusitis maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada
sinus
dapat
menyebabkan
bronkhospasme,
edema
dan
hipersekresi
sehingga
mengakibatkan bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik secara
tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan terus berlanjut
disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa nafas yang memburu
atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat
ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada
sebelah bawah kedalam.
2.7 Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan berfungsi,
untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk
mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan
dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati
dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk
membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan
bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak oksigen
didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage
dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama bila terdapat
bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per oral atau parenteral jika bronchospasme berat)
adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan
sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi
kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap
pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena
7
menyebabkan bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang
partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap infeksi
bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanan medis bronchitis akut : karena penyebab bronchitis pada umumnya virus
maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat yang di berikan biasanya untuk
penurunan demam. Banyak minum terutama sari buah-buahan obat penekan batuk tidak di
berika pada batuk yang banyak lender, lebih baik di beri banyak minum. Bila batuk teteap
ada dan tidak ada perbaikan setelah dua minggu perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan anti biotic boleh di berikan asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusisi.
Pemberian anti biotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influenza sebagai bakteri
penyerang sekunder misalnya amoksisislin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotic
di berikan 7-10 hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto thorax untuk menyingkirkan
kemukinan kolaps paru segmental dan lobaris , benda asing dalam saluran nafas dan
tuberkolosis. (ngastiyah,2005).
Penatalaksanan medis bronchitis kronis : pada bronchitis gejala batuk sangat
menonjoldan sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan
pasien kurang istirahat atau tidur, pasien akan terganggu rasa aman dan nyamamnya. Akibat
lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat
badanya sukar naik. Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus-menerus akan
menggangu kesenangan bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengagu
konsenterasi bagi diri sendiri, saudara maupun teman-temanya. Untuk menggangu menguragi
gangguan tersebut perlu di usahakan agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan
obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar banyak keringat,
karena jika baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk (karena dinggin). Untuk
mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terahir sebelum tidur. Anak yang
batuk apalagi yang bronchitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai
kipas angin. Jika suhu udara dinggin pakaikan baju hangat bila ada yang tertutup lehernya.
Obat gosok merasa hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan
minuman hangat tidak manis. Pada anak yang sudah agak besar jika ada dahak di dalam
tengorokannya beritahu supaya di buang karena adanya dahak tersebut juga merangsang
8
batuk. Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang seperti
goreng-gorengan, permen atau minum es. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu
sore dan memeandikan dengan air hangat (Ngastiyah,2005).
2.8 Asuhan Keperawataan
2.8.1
Pengkajian
1. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose
medis
2. Riwayat kesehatan : Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat
tentang disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap
infeksi, allergen, atau iritan lain, trauma.
3. Pemeriksaan Fisik :
3.1 B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane
mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak
yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara
bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non
produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi,
emfisema.
3.2 B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis.
3.3 B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
3.4 B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
9
3.5 B5 (Bowel)
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan menurun, Ketidakmampuan makan
karena distres pernafasan, Penurunan berat badan,Nyeri abdomen.
Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Palpitasi abdomial dapat
menunjukkan hepatomegali.
3.6 B6 (Bone)
Gejala : Keletihan, kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
karena sulit bernafas, Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk
tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah , dan insomnia.
4. Pemeriksaaan diagnostic
4.1 Rongent : Peningkatan tanda bronkovaskuler
4.2 Tes fungsi paru: Memperkirakan derajad disfungsi paru
4.3 Volume residu : Meningkat
4.4 GDA : Memperkirakan progresi penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2
meningkat atau normal)
4.5 Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa
4.6 Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen
4.7 EKG: Disritmia arterial
4.8 EKG latihan : Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk
program latihan
2.8.2
Diagnosa
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme,
edema mukosa, akumulasi mukus.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3.
Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa nausea,
vomiting, malaise.
5.
Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan
penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
10
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis
2.8.3
Intervensi
No. Diagnose
1.
Keperawatan
Ketidakefektifan
Kriteria Hasil/Tujuan
Intervensi
Rasional
Tujuan:
a. Jelaskan
a. Pengetahuan yang
bersihan jalan nafas Jalan nafas bersih dan
berhubungan dengan patent
setelah
bronchospasme,
mendapat
tindakan
pada
edema
mukosa, keperawatan,
akumulasi mukus.
kriteria:
Pada
saat
tidak
dengan
bernafas
menggunakan
otot-otot
bantu,
frekwensi nafas dalam
batas
normal,
nafas
bronchovesikuler.
suara
klien
memadai
dan keluarga
memungkinkan
beberapa
keluarga dan klien
tindakan
kooperatif
yang
tindakan
dapat
dilakukan
untuk
dalam
perawatan.
b. Peningkatan hidrasi
meningkatka
cairan
n
mengencerkan
proses
akan
pengeluaran
sekret
sekret.
sekret akan lebih
b. Anjurkan
sehingga
mudah dikeluarkan.
kepada klien c. Fisoterapi
nafas
dan keluarga
melepaskan sekret
agar
dari
memberikan
perlekatan, postural
minum lebih
drainase
banyak
memudahkan
dan
tempat
hangat
pengaliran
sekret,
kepada
batuk
efektif
klien.
mengeluarkan
c. Lakukan
fisioterapi
nafas
sekret
secara
adekuat.
dan d. Ekspektoran
11
latihan batuk
mengandung
efektif
regimen
yang
berfungsi
untuk
d. Kolaborasi
dalam
mengencerkan
pemberian
sekret agar lebih
ekspektoran.
mudah dikeluarkan.
e. Observasi:
e. Tanda
vital
Pernafasan
merupakan
(rate,
indikator
pola,
yang
penggunaan
dapat diukur untuk
otot
mengetahui
bantu,
irama, suara
kecukupan
nafas,
oksigen.
suplai
cyanosis),
tekanan
darah, nadi,
dan suhu.
2.
Pola
efektif
nafas
tidak Tujuan
:
perbaikan a. Ajarkan
berhubungan dalam pola nafas
a. Membantu
pasien
pasien
memperpanjang
Hasil:
pernafasan
waktu
dengan
Kriteria
broncokontriksi,
pemeriksaan
TTV
diaphragm
Dengan teknik ini
mukus.
terutama
pola
dan
pasien
akan
.
nafas pasien normal.
pernafasan
bernafas
lebih
bibir
efisien dan efektif.
pada
b. Berikan
ekspirasi.
b. Memungkinkan
dorongan
pasien
untuk
untuk
melakukan aktivitas
menyelingi
tanpa
distres
12
aktivitas
dan
berlebihan.
c. Menguatkan
dan
periode
mengkondisikan
istirahat
otot-otot
c. Berikan
pernafasan.
dorongan
penggunaa
n pelatihan
otot-otot
pernafasan
jika
diharuskan
3.
Hipertermi
Tujuan:
a. Jelaskan
berhubungan dengan Suhu tubuh dalam
bakterimia, viremia
batas normal setelah
mendapat
tindakan
keperawatan
dengan
kriteria:
Suhu
tubuh
dalam
batas normal, tekanan
darah
normal,
dalam
nadi
batas
dan
respirasi dalam batas
normal.
a. Pengetahuan yang
pada
memadai
keluarga
memungkinkan
tindakan
klien dan keluarga
perawatan
kooperatif terhadap
yang akan
tindakan
dilakukan.
keperawatan.
b. Berikan
kompres.
c. Anjurkan
b. Penurunan
dapat
konduksi
keluarga
kompres.
dan
klien
untuk
minum
lebih
banyak.
d. Anjurkan
dilakukan
dengan
kepada
panas
cara
melalui
c. Hidrasi cairan yang
cukup
dapat
menurunkan
suhu
tubuh.
d. Penurunan
suhu
13
kepada
dapat
keluarga
dengan
untuk
evaporasi
memakaik
an
baju
dilakukan
tehnik
e. Antipiretik
mengandung
yang tipis
regimen
dan
bekerja pada pusat
menyerap
pengatur suhu di
keringat
hipotalamus.
untuk
klien.
e. Kolaborasi
dalam
pemberian
antipiretik.
yang
f. Peningkatan
suhu
tubuh
mencerminkan
masih
adanya
bakterimia, viremia
f. Observasi
tandatanda vital.
4.
Nutrisi kurang dari Tujuan:
a. Jelaskan
kebutuhan
a. Pengetahuan yang
tubuh Nutrisi
terpenuhi
berhubungan dengan secara adekuat setelah
pada klien
memadai
dan
memungkinkan
rasa nausea, vomiting, mendapat
tindakan
malaise.
keperawatan
dengan
keluarga
klien dan keluarga
tentang
kooperatif terhadap
manfaat
tindakan perawatan
dari nutrisi
yang diberikan.
kriteria:
Berat
badan
dalam
batas normal, terjadi
peningkatan
berat
badan,
mau
klien
menghabiskan
yang
adekuat.
b. Sajikan
makanan
b. Merangsang
peningkatan nafsu
makan pada fase
sefal.
dalam
14
makanan
yang
disajikan.
keadaan
c. Dilatasi
lambung
hangat dan
yang
menarik.
merangsang
c. Berikan
makanan
berlebihan
rasa
mual dan muntah.
d. Roboransia
dengan
memberikan
porsi
dalam peningkatan
sedikit tapi
nafsu makan
sering.
d. Kolaborasi
dalam
pemberian
vitamin/
e. Deteksi
efek
dini
terhadap
perkembangan
klien
roboransia.
e. Observasi
kemampua
n
klien
dalam
menghabis
kan
makanan,
berat
badan.
.
5.
Resiko
gangguan Tujuan:
a. Jelaskan
a. Pengetahuan yang
keseimbangan cairan Tidak terjadi gangguan
(defisit) berhubungan keseimbangan cairan
pada klien
memadai
dan
memungkinkan
dengan
penurunan selama dalam masa
intake oral, dyspnoe, perawatan
dengan
keluarga
keluarga dan klien
tentang
kooperatif terhadap
tacypnoe.
manfaat
tindakan
15
kriteria:
dari
Produksi urine dalam
pemberian
batas normal, tekanan
minum
adekuat mencegah
darah
yang
timbulnya
adekuat.
cairan.
dalam
batas
normal, denyut nadi
dalam
dan
batas
teraba
keperawatan.
normal b. Anjurkan
kepada
penuh,
ubun-ubun besar datar,
keluarga
mata tidak cowong.
untuk
memberika
n
minum
yang
adekuat.
c. Kolaborasi
b. Intake cairan yang
defisit
c. Anak
yang
mengalami dyspnoe
akan
mengalami
kesulitan
dalam
asupan perenteral/
per os.
d. Mengetahui
dini
sejak
dengan
dalam
menghitung secara
pemberian
tepat
cairan
terjadi
perparente
cairan.
ral.
d. Observasi
agar
tidak
defisit
e. Gangguan
keseimbangan
intake dan
cairan dalam tubuh
output
dapat
e. Observasi
mengakibatkan per-
tanda vital
ubahan pada tanda
dan
vital,
produksi
urine.
produksi
urine serta
keadaan
umum.
6.
Resiko
tinggi Tujuan:
a. Awasi
a. Demam
dapat
16
terhadap
infeksi mengidentifikasi
berhubungan dengan intervensi
menetapnya
suhu.
untuk b. Observasi
sekret, mencegah resiko tinggi
proses
penyakit Kriteria Hasil:
kronis.
Menunjukkan
kemampuan
mencegah
infeksi.
warna, bau
sputum.
c. Tunjukkan
untuk
timbulnya
Jumlah
terjadi
karena
infeksi
atau
dehidrasi.
b. Sekret
berbau,
kuning
dan
dan bantu
kehijauan
pasien
menunjukkan
tentang
adanya infeksi.
leukosit dalam batas
pembuang
normal.
an sputum.
d. Diskusikan
kebutuhan
c. Mencegah
penyebaran
patogen.
d. Malnutrisi
dapat
masukan
mempengaruhi
nutrisi
kesehatan
adekuat.
dan
e. Berikan
anti
mikroba
umum
menurunkan
tekanan
darah
terhadap infeksi.
e. Dapat
diberikan
sesuai
untuk
organisme
indikasi
khusus
yang
teridentifikasi
dengan kultur.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
18
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
3.2 Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pasien bayi dengan bronchitis
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat
diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan pasien bayi dengan
bronkitis sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester,
Edisi 3, Jakarta : EGC.
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
19
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan
baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah satunya
penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang
dewasa. Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain,
namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (ngastiyah, 200585). Di Amerika Serikat,
menurut national center for health statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis.
Lebih dari 12 juta orang menderita bronchitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi
amerika. Di dunia bronchitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronchitis lebih banyak
pada status ekonomi rendah dan pada kawasan industri.bronchitis lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).
Menurut data statistik belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun
masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500
menjadi 5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun.
Di kelompok umur tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut.
Antara tahun 1981 – 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi
147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4
bulan (Ploemacher, 2010).
1.2 Tujuan
1
1.2.1
Tujuan Umum
1. Untuk Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawataan Bronchitis
1.2.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian bronchitis
2. Untuk mengetahui etiologi bronchitis
3. Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis
4. Untuk mengetahui klasifikasi bronchitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis
6. Untuk mengetahui komplikasi bronchitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan bronchitis
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.1 Defenisi
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles
mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi
adalah penyebab utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan
terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan
mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan
bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer & Bare 2001).
Bronchitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus
menerus. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurangkurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994). Dari beberapa
pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis merupakan suatu
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik
virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase
kronis.
3
2.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial
Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di
lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi,
cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis
akut. Rokok
1. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
2. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
3. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
4. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
5. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
6. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
4
pertumbuhan bakteri. Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking
Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang
erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2.3 Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendirdan inflamasi. Karena iritasi
yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat
jumlahnya, fungsi silliamenurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan
akibatnyabronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan
bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi
makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan
napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan
mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4 Klasifikasi
1. Bronchitis Akut
Bronchitis Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan
napas yang besar. Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan
trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai Bronkitis
aku.t pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu,
terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
2. Bronchitis Kronik
Bronkitis kronk merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat.
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan
progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada
penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
5
akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung
lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan
frekuensi batuk produktif 3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.
2.5 Manifestasi Klinis Bronchitis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang didiagnosis
bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama
dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami
bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali (Smeltzer & Bare, 2001).
2.6 Komplikasi
Komplikasi bronchitis menurut Behrman (1999), antara lain :
1. Otitis media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi
dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan
6
masuk ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi
infeksi.
2. Sinusitis maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada
sinus
dapat
menyebabkan
bronkhospasme,
edema
dan
hipersekresi
sehingga
mengakibatkan bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik secara
tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan terus berlanjut
disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa nafas yang memburu
atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat
ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada
sebelah bawah kedalam.
2.7 Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan berfungsi,
untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk
mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan
dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati
dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk
membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan
bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak oksigen
didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage
dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama bila terdapat
bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per oral atau parenteral jika bronchospasme berat)
adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan
sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi
kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap
pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena
7
menyebabkan bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang
partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap infeksi
bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanan medis bronchitis akut : karena penyebab bronchitis pada umumnya virus
maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat yang di berikan biasanya untuk
penurunan demam. Banyak minum terutama sari buah-buahan obat penekan batuk tidak di
berika pada batuk yang banyak lender, lebih baik di beri banyak minum. Bila batuk teteap
ada dan tidak ada perbaikan setelah dua minggu perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan anti biotic boleh di berikan asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusisi.
Pemberian anti biotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influenza sebagai bakteri
penyerang sekunder misalnya amoksisislin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotic
di berikan 7-10 hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto thorax untuk menyingkirkan
kemukinan kolaps paru segmental dan lobaris , benda asing dalam saluran nafas dan
tuberkolosis. (ngastiyah,2005).
Penatalaksanan medis bronchitis kronis : pada bronchitis gejala batuk sangat
menonjoldan sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan
pasien kurang istirahat atau tidur, pasien akan terganggu rasa aman dan nyamamnya. Akibat
lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat
badanya sukar naik. Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus-menerus akan
menggangu kesenangan bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengagu
konsenterasi bagi diri sendiri, saudara maupun teman-temanya. Untuk menggangu menguragi
gangguan tersebut perlu di usahakan agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan
obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar banyak keringat,
karena jika baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk (karena dinggin). Untuk
mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terahir sebelum tidur. Anak yang
batuk apalagi yang bronchitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai
kipas angin. Jika suhu udara dinggin pakaikan baju hangat bila ada yang tertutup lehernya.
Obat gosok merasa hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan
minuman hangat tidak manis. Pada anak yang sudah agak besar jika ada dahak di dalam
tengorokannya beritahu supaya di buang karena adanya dahak tersebut juga merangsang
8
batuk. Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang seperti
goreng-gorengan, permen atau minum es. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu
sore dan memeandikan dengan air hangat (Ngastiyah,2005).
2.8 Asuhan Keperawataan
2.8.1
Pengkajian
1. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose
medis
2. Riwayat kesehatan : Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat
tentang disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap
infeksi, allergen, atau iritan lain, trauma.
3. Pemeriksaan Fisik :
3.1 B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane
mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak
yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara
bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non
produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi,
emfisema.
3.2 B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis.
3.3 B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
3.4 B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
9
3.5 B5 (Bowel)
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan menurun, Ketidakmampuan makan
karena distres pernafasan, Penurunan berat badan,Nyeri abdomen.
Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Palpitasi abdomial dapat
menunjukkan hepatomegali.
3.6 B6 (Bone)
Gejala : Keletihan, kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
karena sulit bernafas, Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk
tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah , dan insomnia.
4. Pemeriksaaan diagnostic
4.1 Rongent : Peningkatan tanda bronkovaskuler
4.2 Tes fungsi paru: Memperkirakan derajad disfungsi paru
4.3 Volume residu : Meningkat
4.4 GDA : Memperkirakan progresi penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2
meningkat atau normal)
4.5 Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa
4.6 Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen
4.7 EKG: Disritmia arterial
4.8 EKG latihan : Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk
program latihan
2.8.2
Diagnosa
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme,
edema mukosa, akumulasi mukus.
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3.
Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa nausea,
vomiting, malaise.
5.
Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan
penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
10
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis
2.8.3
Intervensi
No. Diagnose
1.
Keperawatan
Ketidakefektifan
Kriteria Hasil/Tujuan
Intervensi
Rasional
Tujuan:
a. Jelaskan
a. Pengetahuan yang
bersihan jalan nafas Jalan nafas bersih dan
berhubungan dengan patent
setelah
bronchospasme,
mendapat
tindakan
pada
edema
mukosa, keperawatan,
akumulasi mukus.
kriteria:
Pada
saat
tidak
dengan
bernafas
menggunakan
otot-otot
bantu,
frekwensi nafas dalam
batas
normal,
nafas
bronchovesikuler.
suara
klien
memadai
dan keluarga
memungkinkan
beberapa
keluarga dan klien
tindakan
kooperatif
yang
tindakan
dapat
dilakukan
untuk
dalam
perawatan.
b. Peningkatan hidrasi
meningkatka
cairan
n
mengencerkan
proses
akan
pengeluaran
sekret
sekret.
sekret akan lebih
b. Anjurkan
sehingga
mudah dikeluarkan.
kepada klien c. Fisoterapi
nafas
dan keluarga
melepaskan sekret
agar
dari
memberikan
perlekatan, postural
minum lebih
drainase
banyak
memudahkan
dan
tempat
hangat
pengaliran
sekret,
kepada
batuk
efektif
klien.
mengeluarkan
c. Lakukan
fisioterapi
nafas
sekret
secara
adekuat.
dan d. Ekspektoran
11
latihan batuk
mengandung
efektif
regimen
yang
berfungsi
untuk
d. Kolaborasi
dalam
mengencerkan
pemberian
sekret agar lebih
ekspektoran.
mudah dikeluarkan.
e. Observasi:
e. Tanda
vital
Pernafasan
merupakan
(rate,
indikator
pola,
yang
penggunaan
dapat diukur untuk
otot
mengetahui
bantu,
irama, suara
kecukupan
nafas,
oksigen.
suplai
cyanosis),
tekanan
darah, nadi,
dan suhu.
2.
Pola
efektif
nafas
tidak Tujuan
:
perbaikan a. Ajarkan
berhubungan dalam pola nafas
a. Membantu
pasien
pasien
memperpanjang
Hasil:
pernafasan
waktu
dengan
Kriteria
broncokontriksi,
pemeriksaan
TTV
diaphragm
Dengan teknik ini
mukus.
terutama
pola
dan
pasien
akan
.
nafas pasien normal.
pernafasan
bernafas
lebih
bibir
efisien dan efektif.
pada
b. Berikan
ekspirasi.
b. Memungkinkan
dorongan
pasien
untuk
untuk
melakukan aktivitas
menyelingi
tanpa
distres
12
aktivitas
dan
berlebihan.
c. Menguatkan
dan
periode
mengkondisikan
istirahat
otot-otot
c. Berikan
pernafasan.
dorongan
penggunaa
n pelatihan
otot-otot
pernafasan
jika
diharuskan
3.
Hipertermi
Tujuan:
a. Jelaskan
berhubungan dengan Suhu tubuh dalam
bakterimia, viremia
batas normal setelah
mendapat
tindakan
keperawatan
dengan
kriteria:
Suhu
tubuh
dalam
batas normal, tekanan
darah
normal,
dalam
nadi
batas
dan
respirasi dalam batas
normal.
a. Pengetahuan yang
pada
memadai
keluarga
memungkinkan
tindakan
klien dan keluarga
perawatan
kooperatif terhadap
yang akan
tindakan
dilakukan.
keperawatan.
b. Berikan
kompres.
c. Anjurkan
b. Penurunan
dapat
konduksi
keluarga
kompres.
dan
klien
untuk
minum
lebih
banyak.
d. Anjurkan
dilakukan
dengan
kepada
panas
cara
melalui
c. Hidrasi cairan yang
cukup
dapat
menurunkan
suhu
tubuh.
d. Penurunan
suhu
13
kepada
dapat
keluarga
dengan
untuk
evaporasi
memakaik
an
baju
dilakukan
tehnik
e. Antipiretik
mengandung
yang tipis
regimen
dan
bekerja pada pusat
menyerap
pengatur suhu di
keringat
hipotalamus.
untuk
klien.
e. Kolaborasi
dalam
pemberian
antipiretik.
yang
f. Peningkatan
suhu
tubuh
mencerminkan
masih
adanya
bakterimia, viremia
f. Observasi
tandatanda vital.
4.
Nutrisi kurang dari Tujuan:
a. Jelaskan
kebutuhan
a. Pengetahuan yang
tubuh Nutrisi
terpenuhi
berhubungan dengan secara adekuat setelah
pada klien
memadai
dan
memungkinkan
rasa nausea, vomiting, mendapat
tindakan
malaise.
keperawatan
dengan
keluarga
klien dan keluarga
tentang
kooperatif terhadap
manfaat
tindakan perawatan
dari nutrisi
yang diberikan.
kriteria:
Berat
badan
dalam
batas normal, terjadi
peningkatan
berat
badan,
mau
klien
menghabiskan
yang
adekuat.
b. Sajikan
makanan
b. Merangsang
peningkatan nafsu
makan pada fase
sefal.
dalam
14
makanan
yang
disajikan.
keadaan
c. Dilatasi
lambung
hangat dan
yang
menarik.
merangsang
c. Berikan
makanan
berlebihan
rasa
mual dan muntah.
d. Roboransia
dengan
memberikan
porsi
dalam peningkatan
sedikit tapi
nafsu makan
sering.
d. Kolaborasi
dalam
pemberian
vitamin/
e. Deteksi
efek
dini
terhadap
perkembangan
klien
roboransia.
e. Observasi
kemampua
n
klien
dalam
menghabis
kan
makanan,
berat
badan.
.
5.
Resiko
gangguan Tujuan:
a. Jelaskan
a. Pengetahuan yang
keseimbangan cairan Tidak terjadi gangguan
(defisit) berhubungan keseimbangan cairan
pada klien
memadai
dan
memungkinkan
dengan
penurunan selama dalam masa
intake oral, dyspnoe, perawatan
dengan
keluarga
keluarga dan klien
tentang
kooperatif terhadap
tacypnoe.
manfaat
tindakan
15
kriteria:
dari
Produksi urine dalam
pemberian
batas normal, tekanan
minum
adekuat mencegah
darah
yang
timbulnya
adekuat.
cairan.
dalam
batas
normal, denyut nadi
dalam
dan
batas
teraba
keperawatan.
normal b. Anjurkan
kepada
penuh,
ubun-ubun besar datar,
keluarga
mata tidak cowong.
untuk
memberika
n
minum
yang
adekuat.
c. Kolaborasi
b. Intake cairan yang
defisit
c. Anak
yang
mengalami dyspnoe
akan
mengalami
kesulitan
dalam
asupan perenteral/
per os.
d. Mengetahui
dini
sejak
dengan
dalam
menghitung secara
pemberian
tepat
cairan
terjadi
perparente
cairan.
ral.
d. Observasi
agar
tidak
defisit
e. Gangguan
keseimbangan
intake dan
cairan dalam tubuh
output
dapat
e. Observasi
mengakibatkan per-
tanda vital
ubahan pada tanda
dan
vital,
produksi
urine.
produksi
urine serta
keadaan
umum.
6.
Resiko
tinggi Tujuan:
a. Awasi
a. Demam
dapat
16
terhadap
infeksi mengidentifikasi
berhubungan dengan intervensi
menetapnya
suhu.
untuk b. Observasi
sekret, mencegah resiko tinggi
proses
penyakit Kriteria Hasil:
kronis.
Menunjukkan
kemampuan
mencegah
infeksi.
warna, bau
sputum.
c. Tunjukkan
untuk
timbulnya
Jumlah
terjadi
karena
infeksi
atau
dehidrasi.
b. Sekret
berbau,
kuning
dan
dan bantu
kehijauan
pasien
menunjukkan
tentang
adanya infeksi.
leukosit dalam batas
pembuang
normal.
an sputum.
d. Diskusikan
kebutuhan
c. Mencegah
penyebaran
patogen.
d. Malnutrisi
dapat
masukan
mempengaruhi
nutrisi
kesehatan
adekuat.
dan
e. Berikan
anti
mikroba
umum
menurunkan
tekanan
darah
terhadap infeksi.
e. Dapat
diberikan
sesuai
untuk
organisme
indikasi
khusus
yang
teridentifikasi
dengan kultur.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
18
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
3.2 Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pasien bayi dengan bronchitis
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat
diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan pasien bayi dengan
bronkitis sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester,
Edisi 3, Jakarta : EGC.
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
19