Filsafat Pancasila Dan Menurut Soekarno

Filsafat Pancasila Menurut Soekarno
(Falsafah Gotong Royong)
“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat
bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua,
keringat semua buat kebahagiaan semua”. Demikianlah sepenggal ungkapan pidato Presiden
Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa.
Hal itu disampaikannya kepada seluruh peserta sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
Lantas, mengapa Soekarno memilih gotong royong? Perlu diketahui dari pengamatan
yang telah beliau lakukan setiap hari, khususnya terhadap kegiatan fenomena sehari hari yang
telah terjadi di Indonesia pada masa itu, bahwasanya, Gotong royong bukanlah pameo asing
yang ada di negeri ini, sudah sejak dulu para leluhur kita menjadikan budaya gotong royong
tersebut sebagai budaya bangsa ini. Wujudnya pun juga dapat ditemukan dalam bentuk kerja
bakti membangun sarana umum, membersihkan lingkungan, tolong menolong saat pesta
pernikahan atau upacara adat, dan bahkan tolong menolong saat terjadi bencana alam.
Biasanya bentuk pertolongan yang diberikan saat melakukan gotong royong, dapat berupa
bahan makanan, uang, juga tenaga. Maka hal ini lah yang mendasari pemikiran Soekarno
menjadikan Gotong royong sebagai landasan pemikiran pembuatan pancasila dalam sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945
Pemikiran Ir.Soekarno yang pertama diusulkan dalam sidang BPUKI tanggal 1 Juni
1945 adalah tentang dasar negara Indonesia. Bentuk rumusan umumnya adalah sebagai
berikut:

1.

Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)

2.

Internasionalisme (peri kemanusiaan)

3.

Mufakat (demokrasi)

4.

Kesejahteraan sosial

5.

Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Dari kelima calon rumusan untuk dasar negara Indonesia tersebut kemudian diusulkan

agar diberi nama ”Pancasila” atas saran salah seorang ahli bahasa yang merupakan teman
Beliau. Meskipun Soekarno menawarkan lima prinsip dasar yang diberinya nama Pancasila,

tapi saat itu Soekarno juga menawarkan alternatif dari lima sila ini. Sifat perdamaian dan
kebersamaan hasil penggaliannya diungkapkan dalam kesimpulan akhir bahwa kelima prinsip
dasar Pancasila tersebut dapat diperas menjadi tiga dan tiga ini dapat diperas menjadi satu
prinsip kehidupan rakyat Indonesia, yaitu “Gotong Royong”. Dan akhirnya, Selanjutnya dari
kelima sila tersebut dapat diambil inti sarinya menjadi ”Tri Sila” yaitu:
(1) Sosio Nasionalisme yang merupakan penerapan dari faktor Kebangsaan atau nasionalisme
dengan Peri kemanusiaan atau Internasionalisme
(2) Sosio demokrasi yang merupakan penerapan dari Mufakat atau demokrasi dengan faktor
Kesejahteraan sosial
(3) Ketuhanan karena pada intinya semua akan kembali kepada Tuhan
Selain itu, Soekarno juga mengusulkan bahwa ”Tri Sila” tersebut juga dapat dicari kausa
primanya menjadi ”Eka Sila” yang intinya adalah falsafah ”Gotong royong”.
Soekarno juga mengusulkan bahwa Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan
akan dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia atau ’Philosophische gronslag’
yang merupakan pandangan dunia yang setingkat dengan aliran-aliran besar dunia atau
’weltanschauung’. Dan di atas dasar itulah, kita mendirikan sebuah negara besar yaitu negara
Indonesia. Pandangan tersebut disampaikan secara lisan dengan disertai uraian untuk

membandingkan dasar filsafat negara ’Pancasila’ dengan ideologi-ideologi besar dunia antara
lain :
1. Liberalisme
2. Komunisme
3. Chauvinisme
4. Kosmopolitisme
5. San Min Chui
Dan ideologi-ideologi besar dunia lainnya
Pancasila sebagai dasar Negara sesungguhnya mempunyai peranan penting dalam
menentukan arah dan tujuan cita-cita luhur bangsa Indonesia ini. Perlu disadari bahwasanya,
semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang terpampang dalam lambang Negara Indonesia kita
ini, mempunyai arti dan kontribusi yang sangat penting dalam mewujudkan diterapkannya
Persatuan dan Kesatuan Republik Indonesia.

Semua ide Soekarno yang mengusulkan tentang adanya faktor persatuan tersebut,
telah terkonsentrir di dalam Pancasila, yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Maka
uraian mengenai Pancasila akan mendapatkan tempat yang utama sebagai dasar negara
Indonesia.
Fakta historis yang terjadi pada tanggal 1 Juni 1945 yang disebutkan sebagai hari
lahirnya Pancasila, harus dijadikan titik tolak dalam mengkaji dan mengamalkan nilai nilai

yang ada di dalam Pancasila, supaya tidak terjadi penafsiran kontroversial tentang hakekat
Pancasila yang sebenarnya. Maka sangatlah penting bagi kita, untuk mengembalikan dan
mengamalkan makna nilai-nilai Pancasila sesuai dengan apa yang digagas oleh Soekarno.
Maka dalam mengkaji balik Pancasila, pertama-tama harus kita akui bahwa Pancasila itu
digali oleh Soekarno dalam sebuah falsafahnya yang dikenal dengan sebutan “falsafah gotong
royong” , yang tertuang dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang BPUPKI.
Sebab dari rumusan rumusan tersebut, kita jelas akan menemukan inti dari filsafat Pancasila
sebenarnya, yang langsung dari penggalinya yaitu Soekarno, yaitu gotong royong.
Mengenai Pancasila, Soekarno yang selalu menyatakan bahwa dirinya hanyalah
sebagai Penggalinya. Tapi sesungguhnya pernyataan itu hanya sebagai pernyataan rendah
hati yang dituturkan oleh Soeakrno. Namun, arti dari pernyataan yang tepat itu sesungguhnya
adalah, Soekarno tidak hanya sebagai penggali ide dari rumusan rumusan berdirinya
pancasila, tetapi Soekarno juga dapat disebut sebagai penemu, juga dapat disebut sebagai
penggagas ide berdirinya pancasila. Namun dalam menciptakan pancasila, telah disebutkan
dalam sejarah bahwa Soekarno jelas tidak sendiri dalam menciptakannya. Suatu rangkaian
dari materi yang beliau temukan menjadi sebuah rumusan yang pada akhirnya dinamakan
Pancasila, juga tidak luput dari bantuan tokoh tokoh besar di Indonesia ini. Seperti yang telah
kita ketahui, bahwasanya dalam menciptakan pancasila ini, ada beberapa tokoh pendiri negeri
ini yang ikut dalam merumuskan dasar negara Indonesia.
Sila Kebangsaan yang meliputi nasionalisme atau rasa persatuan Indonesia, adalah

hasil dorongan pemikiran dari Soekarno dari rasa kesadaran suku bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia sebagai kesatuan bangsa Indonesia. Dengan hadirnya rasa kesadaran
menghargai dan menghormati martabat bangsa lain secara natural, Soekarno telah
menemukan rasa semangat persatuan dalam bangsa Indonesia. Ditambah lagi, untuk
memperkuat pemikiran ini, dengan digalinya fakta bahwa di kepulauan Indonesia terdapat
suku-suku bangsa yang bermacam-macam, belum bisa menjamin tidak adanya permusuhan

yang terjadi antarsuku. Dan fenomena yang telah didapati oleh Soekarno bahwasanya rasa
persatuan dari berbeda beda suku itu lebih kuat dan dipegang teguh oleh bangsa Indonesia
dalam mencapai kemerdekaan. Lebih dari itu, Nasionalisme yang ada dalam filsafat Pancasila
adalah Nasionalisme yang berpadu dengan Humanisme, yang telah dijelaskan oleh Soekarno
bahwa dapat disebut juga sebagai sosio-nasionalisme. Atau seorang tokoh bernama Ben
Anderson menamakan pemikiran Soekarno ini dengan nama Nasionalisme Kerakyatan, yang
sangat sesuai dengan fenomena yang terjadi pada bangsa Indonesia di kala itu. Jadi, jelaslah
sudah bahwasanya nasionalisme menjadi salah satu dasar pemikiran berdirinya pancasila.
Selanjutnya adalah Sila Demokrasi yang berhubungan dengan kata musyawarah dan
kata mufakat. Atau dengan pernyataan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan adalah suatu hasil galian pemikiran yang berwujud
musyawarah dan mufakat yang telah ada berabad-abad di kalangan masyarakat Indonesia.
Dengan falsafah yang mengarah kepada tercapainya keadilan dan kemakmuran rakyat

bersama. Maka demokrasi yang demikian itu bukanlah demokrasi yang menjurus ke
anarkisme, menuju pada keegoisan suatu golongan tertentu, yang liberal untuk berlomba
memupuk kekuasaan dan kekayaan bagi diri sendiri, keluarganya atau kelompoknya, hingga
melupakan kepentingan rakyat. Tidak seperti yang para pejabat saat ini yang menduduki
pemerintahan, masih banyak yang memetingkan kepentingan sutu golongan atau pribadinya
di atas kepentingan rakyat banyak. Demokrasi yang telah diajarkan berdasarkan filsafat
Pancasila oleh Soekarno ini, disebut Sosio-Demokrasi, yaitu Demokrasi yang bersenyawa
dengan tuntutan Sila Keadilan Sosial, yang merupakan demokrasi di bidang politik, ekonomi
dan budaya. Demikianlah bahan-bahan mentah yang telah digali Bung Karno yang telah dia
masak dengan ‘bumbu-bumbu’:
1. Toleransi
2. Persatuan dan cita-cita masyarakat adil makmur
Dengan landasan landasan tersebutlah, maka berhasil tercipta menjadi Pancasila Dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia sebagai bentuk pedoman pedoman untuk perjuangan
persatuan nasional yang kelak akan dihadapi oleh Indonesia.
Formulasi Pancasila seperti yang diucapkan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI
saat ini telah diformulasikan di dalam UUD 1945 (dan konstitusi RIS, UUDS NKRI 1950)
meskipun dengan pernyataan yang agak berbeda. Namun, sejatinya meskipun demikian,
Pancasila yang tercantum di dalam UUD 1945 khususnya pada bagian “pembukaan” tidak


bisa dikatakan bertentangan dengan Pancasila yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945.
Yang perlu kita ketahui dan perhatikan, bahwasanya hanya dua hal yang harus mendapatkan
perhatian bahwa :
1.Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD 1945, tetaplah Soekarno sebagai
Penggali dikemukakannya pancasila.
2.Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah segala penafsiran dan
pengamalannya sesuai dengan yang tersurat dan tersirat di dalam pidato Pancasila Ir.
Soekarno.
Pancasila yang merupakan puncak dari perkembangan pemikiran Soekarno yang
selalu mencoba untuk mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh didalam masyarakat
menjadi suatu ide baru yang lebih tinggi tempatnya dan dapat diterima oleh semua elemen
penting yang ada. Pancasila oleh Soekarno diyakini sebagai pengangkatan yang lebih tinggi
atau hogere optrekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis karena
didalam Declaration of Independence tidak ada keadilan sosial atau sosialisme sedangkan
didalam Manifesto Komunis tidak mengandung Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pancasila
mengandung keduanya sehingga Soekarno menganggap bahwa Pancasila mempunyai nilai
yang lebih tinggi dari Declaration of Independence maupun Manifesto Komunis.
Pancasila Soekarno versi pra kemerdekaan tersebut berkembang “definisinya” ketika
Soekarno memegang kekuasaan pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 17 Agustus
1959 Soekarno berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The

Rediscovery of Our Revolution). Isi pidato tersebut kemudian dianggap sebagai Manifesto
Politik atau dikenal sebagai Manipol yang kemudian berkembang menjadi Manipol USDEK
(Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Nasional). Menurut Soekarno, Manipol USDEK ini merupakan
intisari dari Pancasila yang berisi arah dan tujuan revolusi Indonesia.