Kesenjangan Sosial dalam Akses terhadap

Makalah Ini Disusun untuk Pemenuhan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Kesenjangan dan
Eksklusi Sosial

Kesenjangan Sosial dalam Akses terhadap Pelayanan Kesehatan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Rekomendasi terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 1
Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Disusun Oleh:
Eveline Ramadhini, 1306384914

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara dengan sumber daya manusia (SDM) yang cukup

besar. Populasi penduduk di Indonesia menempati peringkat keempat setelah Negara
Cina, India, dan Amerika Serikat dengan jumlah 237,6 juta orang pada 2010
(tempo.com). Jika dilihat dari demografi penduduk, jumlah penduduk Indonesia
terdapat 247.424.598 jiwa pada tahun 2014 yang tersebar dari Sabang sampai Merauke
(kompasiana.com). Salah satu masalah mendasar dari sumber daya manusia Indonesia
adalah kemiskinan.
Secara sosiologis, penduduk Indonesia cenderung terpusat di Pulau Jawa dengan
jumlah sebesar 137 juta jiwa pada tahun 2010. Pulau Jawa masih menjadi sentral
penduduk Indonesia dikarenakan infrastruktur di Jawa lebih memadai dibandingkan
pulau lain (cpps.or.id). Banyaknya penduduk yang terpusat di pulau Jawa yang diiringi
dengan pembangunan yang masif menyebabkan persebaran penduduk di Indonesia
Timur lebih sedikit dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Hal itu terjadi
dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat (kompas.com). Salah satu
provinsi yang paling menjadi perhatian mengenai kemiskinan adalah provinsi Nusa
Tenggara Timur.
Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 21 kab/kota, 285 kecamatan, 2.469 desa
dan 300 kelurahan dengan jumlah penduduk 4.256.200 jiwa. Jumlah penduduk miskin
2.832.205 jiwa atau sekitar 66,54% dari keseluruhan jumlah penduduk di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Jumlah penduduk miskin ini dapat bertambah karena ada 4 kab/kota
yang tidak melaporkan data jumlah penduduk miskin (jamsosindonesia.com). Nusa

Tenggara Timur merupakan salah satu wilayah yang kurang mendapatkan perhatian
pemerintah dikarenakan kemiskinan. Semakin Timur, pembangunan semakin tidak

merata sehingga ketimpangan pembangunan sangat terasa yang berdampak pada
kesenjangan sosial. Kemiskinan pada dasarnya identik dengan beberapa faktor, yaitu 1)
Pendidikan, 2) Sumber daya manusia, 3) Pendapatan per kapita, serta 4) Akses
pelayanan kesehatan (Triwahyuni, 2010).
Hal yang amat penting dalam pemenuhan hak dasar masyarakat salah satunya
adalah dari segi akses terhadap pelayanan kesehatan. Akses pelayanan kesehatan yang
terbatas dan rendahnya mutu layanan kesehatan akan berimplikasi pada 1) Rendahnya
daya tahan mereka untuk bekerja mencari nafkah, 2) Terbatasnya kemampuan anak dari
keluarga untuk tumbuh dan berkembang, serta 3) Rendahnya derajat kesehatan ibu.
(bappenas.go.id).
Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Gubernur Nusa Tenggara Timur No. 1 tahun 2014 pasal 5
(2) butir dua yang menjelaskan bahwa salah satu misi pembangunan dalam RPJMD
adalah dengan “meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui
pelayanan yang dapat dijangkau masyarakat.” yang akan peneliti telaah lebih lanjut dan
memberikan rekomendasi terhadap kebijakan tersebut.


1.2. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kesenjangan sosial yang terjadi di dalam akses terhadap pelayanan
kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur?
2. Bagaimana rekomendasi terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Gubernur Nusa
Tenggara Timur?

1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan kesenjangan sosial yang terjadi di dalam akses terhadap
pelayanan kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk memberikan rekomendasi terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi
NTT tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Gubernur Nusa Tenggara Timur.

BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. Definisi Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial menurut Dahrendorf dapat dibedakan berdasarkan sumbernya,
yaitu perbedaan alamiah dan perbedaan sosial. Kesenjangan sosial dapat menjadi

diferensiasi dan stratifikasi. Menurutnya, perbedaan alamiah yang terdiferensiasi misalnya
minat dan karakter, sedangkan perbedaaan yang terstratifikasi adalah bakat, reputasi dan
kekayaan (Dahrendorf, 1968). Sedangkan Rosseau menyatakan bahwa kesenjangan muncul
karena adanya kepemilikan private property. Selain itu, Stein dan Marx mengungkapkan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan adalah division of labour yang
dikaitkan dengan stratifikasi sosial (perstise dan kesejahteraan). Stratifikasi sosial ini ada
dikarenakan ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu, atau lebih
dibutuhkan di bursa pasar kerja, sehingga Davis dan Moore berpendapat bahwa reward
(kekuasaan, kekayaan dan prestise) perlu ada. Namun justru hal itulah yang menjadi
kesenjangan sosial di dalam masyarakat (Dahrendorf, 1968).
Di sisi lain, Runcimann (dalam Dahrendorf, 1968) juga menjelaskan mengenai
kesenjangan sosial. Merujuk pada Max Weber, Runcimann mendefinisikan social
inequality pada tiga dimensi dalam social inequality, yaitu:

a) Kelas (ekonomi), yaitu dimana kesenjangan sosial terjadi pada perbedaan income dan
pengeluaran dan segala hal mengenai keuangan. Dalam kesenjangan kelas harus
mempertimbangkan perbedaan pendapatan antar pekerja dalam pekerjaan yang berbeda
serta perbedaan kesempatan dalam meningkatkan mobilitas, keuntungan, penyediaan
kebutuhan pensiunan serta keamanan kerja.
b) Status (sosial), dimana terjadi perbedaan prestise di dalam masyarakat, terdapat penilaian

sosial di dalamnya. Status juga berkaitan dengan kelas meski „status‟ dan „kelas‟ tidak
sama. Status dimanefastikan dalam atribut, seperti pendidikan, aksen, gaya berpakaian dan

jenis pekerjaan. Di dalam masyarakat yang memiliki perbedaan status tidak hanya
bergantung pada gaya hidup saja, melainkan ada faktor-faktor lain berupa ras, usia, dan
agama.
3) Kekuasaan/power (politik), dimana terjadi perbedaan dalam hal mengakses kekuasaan
yang berhubungan dengan politik. Pemegang kekuasaan di dalam masyarakat tidak harus
orang yang dihargai oleh warganya. Dimensi kekuasaan memiliki dimensi yang terpisah
dengan kelas dan status dalam membahas kesenjangan sosial.
Dari beberapa definisi di atas, peneliti mendefinisikan yang sesuai dengan konteks
penelitian yang ingin diteliti yaitu kesenjangan sosial merupakan perbedaan yang
berdasarkan stratifikasi di dalam masyarakat, khususnya dalam hal kelas, status dan
kekuasaan.
2.2. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan
Akses terhadap pelayanan kesehatan menurut Governance and Decentralization
Survey didefinisikan sebagai suatu cara seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang 1) tersedia secara terus-menerus, sehingga ketika masyarakat membutuhkannya dapat
mengakses pada setiap waktu, 2) kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh
tenaga/fasilitas kesehatan, yang berkaitan dengan aspek geografis, jarak tempuh,

kemudahan alat transportasi, dan lainnya, serta 3) biaya pelayanan kesehatan yang
terjangkau bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin (Darmawan dalam
Pattinasary dan Kusuma, 2008: hal. 5-16).
Sedangkan menurut

Kementerian Kesehatan RI (2012) dalam Pedoman

Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan mengartikan akses pelayanan kesehatan sebagai

suatu upaya pelayanan kesehatan melalui program Inpres maupun program bantuan luar
negeri yang dilaksanakan hampir di semua kabupaten di Indonesia Timur secara rutin
meski dalam kondisi yang terbatas. Ada beberapa cara yang digunakan yaitu 1) pendekatan
kedaulatan dan 2) pendekatan kesejahteraan. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di
daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan perlu menjalin kerjasama dan keterpaduan

antar-kementrian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, dunia usaha dan pihak swasta
serta

NGO.


Hal tersebut

dilakukan dalam

ranga

meningkatkan

daya

ungkit

program/kegiatan yang dilaksanakan bagi masyarakat di wilayah tersebut (Kemenkes,
2012).
Dari beberapa definisi di atas, peneliti mengartikan bahwa akses terhadap pelayanan
kesehatan merupakan suatu cara bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap segala
bentuk pelayanan untuk kesehatan yang dilakukan secara kontinyu, dapat diakses secara
fleksibel serta didukung melalui program yang diberlakukan oleh pemerintah, dan
ditunjang oleh berbagai pihak terkait seperti pemerintah daerah, pihak swasta dan NGO.


2.3. Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 1 Tahun 2014
Kebijakan ini mengatur mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
atau selanjutnya disebut dengan RPJMD. RJPMD ini didefinisikan pada BAB 2 pasal 4
sebagai “dokumen perencanaan yang merupakan penjabaran visi, misi dan program yang
memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum
yang bersifat indikatif.
Hal yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Kebijakan Peraturan
Daerah Provinsi NTT Nomor 1 Tahun 2014 pasal 5 (2) yang menjelaskan bahwa salah satu
misi pembangunan dalam RPJMD adalah dengan “meningkatkan derajat dan kualitas
kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau masyarakat.” dengan
berbagai program-program yang dicanangkan pemerintah untuk diimplementasikan ke
dalam masyarakat. Misi yang dimaksud dalam kebijakan ini dijelaskan dalam pasal 1 ayat
14 yang menyatakan “misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi.”
(Selengkapnya ada di dalam Lampiran)

BAB III
DATA TEMUAN

3.1. Akses Bagi Masyarakat ke Fasilitas Kesehatan


Sumber: Governance and Decentralization Survey (GDS), 2006
Data tersebut menunjukkan mengenai bagaimana akses bagi masyarakat ke fasilitas
kesehatan yang dibandingkan antara NTT dengan skalan Nasional. Dari data di atas dapat
diketahui bahwa akses bagi masyarakat dalam akses kesehatan yang publik yang paling
banyak diketahui oleh responden di NTT adalah puskesmas. Puskesmas Pembantu dan
Polindes merupakan fasilitas kesehatan public yang paling banyak digunakan masyarakat
NTT, diikuti oleh Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Pemerintah.
3.2. Tarif Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Sumber: Governance and Decentralization Survey (GDS), 2006
Data tersebut menunjukkan mengenai jenis pelayanan kesehatan yang dibandingkan
antara skala Nasional dan NTT. Dari data tersebut, dapat disampaikan beberapa jenis
pelayanan beserta biaya yang harus dibayar masyarakat. Secara umum, untuk biaya
administrasi dan rawat jalan tanpa tindakan medis di Puskesmas, yang merupakan
perawatan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di NTT lebih mahal
dibandingkan dengan rata-rata nasional.
3.4. Staff Medis di Puskesmas

Sumber: Governance and Decentralization Survey (GDS), 2006


Data tersebut menjelaskan tentang jumlah staff medis dibandingkan antara nasional dengan
NTT. Dari data di atas dapat diberikan interpretasi bahwa jumlah dokter umum/spesialis
dan dokter gigi yang bekerja pada Puskesmas di NTT secara rata-rata lebih rendah dari
rata-rata nasional. Tabel tersebut menunjukkan bahwa di NTT terdapat 1,4 dokter per
puskesmas. Jumlah tersebut lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 1,8 dokter per
Puskesmas. Sementara itu, jumlah perawat gigi dan perawat/ mantri/paramedis di
Puskesmas NTT lebih tinggi dari rata-rata nasional.

BAB IV
ANALISIS

4.2. Kesenjangan Sosial yang terjadi di dalam akses terhadap pelayanan kesehatan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kesenjangan sosial yang terjadi di dalam akses terhadap pelayanan kesehatan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur pada dasarnya memang dapat dinilai sebagai sebuah
kesenjangan yang dikaitkan dengan stratifikasi sosial (perstise dan kesejahteraan).
Kesenjangan ini bersifat mutidimensi, yaitu dalam hal strata kelas, status dan kekuasaan.
Jika merujuk pada Weber yang diamini oleh Runcimann, kesenjangan sosial terjadi di Nusa
Tenggara Timur dalam akses terhadap pelayanan kesehatan. Dari tabel 3.1. dapat

ditunjukkan bahwa puskesmas merupakan akses fasilitas kesehatan yang paling sering
digunakan oleh masyarakat NTT.
Hal tersebut terlihat dari data temuan dalam tabel 3.2. yang membahas mengenai
jenis pelayanan kesehatan yang dibandingkan antara skala Nasional dan NTT. Dari data
tersebut, dapat disampaikan beberapa jenis pelayanan beserta biaya yang harus dibayar
masyarakat. Secara umum, untuk biaya administrasi dan rawat jalan tanpa tindakan medis
di Puskesmas yang merupakan perawatan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
di NTT lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata nasional. Tarif periksa kesehatan

termasuk obat, secara rata-rata, pada praktik kesehatan swasta di NTT adalah Rp. 20.000
atau dengan kata lain lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Sedangkan tabel 3.3. menjelaskan bahwa ada kesenjangan sosial di jumlah staff
medis jika dibandingkan antara NTT dengan skala nasional. Hal itu terbukti dari data tabel
3.3. yang menunjukkan bahwa di NTT terdapat 1,4 dokter per puskesmas. Jumlah tersebut
lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 1,8 dokter per Puskesmas. Sementara itu, jumlah

perawat gigi dan perawat/ mantri/paramedis di Puskesmas NTT lebih tinggi dari rata-rata
nasional. Namun tenaga bidan yang bekerja pada Puskesmas di NTT juga lebih rendahdari
rata-rata nasional. Keterbatasan jumlah dokter umum, dokter spesialis maupun dokter gigi
berpotensi untuk mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan pada warga dalam wilayah
kerja Puskesmas tersebut.

4.3. Rekomendasi terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 1
Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 1 Tahun 2014 pasal 5 (2) yang
menjelaskan bahwa salah satu misi pembangunan dalam RPJMD adalah dengan
“meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat
dijangkau masyarakat.”
Kebijakan tersebut yang di dalamnya termaktum misi mengenai derajat dan kualitas
kesehatan masyarakat melalui upaya pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
cara yang mudah untuk dijangkau masyarakat, sejauh ini sudah baik, meskipun masih
menimbulkan kesenjangan jika dibandingkan dengan skala nasional. Meskipun pada
dasarnya Dahrendorf dan Runcimann mengatakan bahwa kesenjangan sosial akan
selalu ada, namun sebenarnya kesenjangan tersebut dapat diminimalisir, salah satunya
adalah dengan upaya pembuatan kebijakan secara terarah dan tepat sasaran.
Terdapat salah satu program juga yang diberlakukan pemerintah dalam
mempermudah akses pelayanan kesehatan adalah INPRES Kesehatan yang bertujuan
untuk memberikan kesehatan yang murah dan mudah untuk pedesaan, namun program
tersebut masih dikatakan belum baik implementasinya. Faktor-faktor yang dikeluhkan

bagi masyarakat miskin adalah mahalnya biaya pengobatan dan perawatan yang
disebabkan oleh 1) Jauhnya tempat pelayanan kesehatan yang dapat dilihat pada temuan
data 3.1. mengenai waktu tempuh antara nasional dengan NTT, dan 2) Rendahnya
jaminan kesehatan yang dapat dilihat pada data 3.2. dan 3.3. mengenai jenis pelayanan
kesehatan dan jumlah staf medis yang ada.
Maka dari itu, pemerintah lebih perlu untuk mengimplementasikan kebijakannya
sesuai dengan misi yang tercantum pada pasal 5 (2) yang menjelaskan misi mengenai
pembangunan, yakni dengan meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat
yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara mudah dan terus-menerus dapat lebih
dimaksimalkan lagi implementasinya dengan memberlakukan program-program
pemerintah secara lebih intensif dan berkepanjangan. Terlebih lagi upaya dari pihak lain
berupa perusahaan swasta, NGO, dan berbagai lembaga terkait sangat perlu dilibatkan
dalam perlaksanaan kebijakan tersebut.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesenjangan sosial yang terjadi di dalam akses terhadap pelayanan kesehatan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dikatakan masih besar kesenjangannya antara NTT
dengan Nasional. Hal ini terlihat dari akses terhadap fasilitas, jenis pelayanan kesehatan
beserta biaya administrasinya, serta jumlah staff medis yang masih senjang dan perlu untuk
dilakukan pengembangan lebih lanjut.
Rekomendasi terhadap Kebijakan Peraturan Daerah Provinsi NTT tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Gubernur Nusa Tenggara Timur yakni
dengan mengimplementasikan dengan lebih efektif sesuai dengan misi yang dicantumkan
dengan melangsungkan program-program yang diberlakukan dengan kerjasama dari
berbagai pihak terkait sehingga penerapan kebijakan berjalan lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal/Buku:
[1] Dahrendorf, R. 1968. Essays in the Theory of Society. Stanford University Press. pp.
151-178.
[2] Romero, Mary and Eric Margolis. 2005. The Blackwell Companion to Social
Inequalities. Blackwell Publishing.

[3] Pattinasary, Daan dan Candra Kusuma. 2008. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT): Temuan GDS Tahun 2006 . Decentralization Support

Facility: Jakarta.
[4] Atmawikarta, Arum. 2007. Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan: Bahan Diskusi
FOPKI. Pertemuan Forum Organisasi Profesi Kesehatan Indonesia: Jakarta.

[5] Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Ringkasan
Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

[6] Triwahyuni, Dewi. 2010. Masalah Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan di
Indonesia.

[7] Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan
di DPTK. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Dasar. Indonesia: Katalog dalam

Terbitan.

Website:
[8]

____.

Penduduk

Indonesia

Masuk

Peringkat

4

Dunia

http://nasional.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-MasukPeringkat-4-Dunia. Diakses pada 17 Juni 2015 pkl. 10.29 WIB.

[9]

____.

http://www.kompasiana.com/farisvaleryanwangge/dari-247-424-598-jumlah-

penduduk-indonesia-ada-176-426-765-yang-tidak-memilih-jokowijk_54f68acca3331103198b4ed4. Diakses pada 17 Juni 2015 pkl. 10.55 WIB.
[10]____.Penduduk

Jawa

Kian

Sesak

Bencana

Mengancam.

http://www.cpps.or.id/content/distribusi-penduduk-jawa-kian-sesak-bencana-mengancam.
Diakses pada 17 Juni 2015 pkl. 11.02 WIB.
[11] ___. http://www.jamsosindonesia.com/jamsosda/cetak/389. Diakses pada 17 Juni 2015
pkl. 11.19 WIB.
[12]____.http://nasional.kompas.com/read/2014/12/08/17220901/Jokowi.Indonesia.Timur.
Harus.Diperhatikan.Khusus. Diakses pada 17 Juni pkl 11.20 WIB.