Masyarakat Ekonomi Asean Dan Dampaknya T

Masyarakat Ekonomi Asean Dan Dampaknya Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia
Sudah hampir dua bulan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) resmi diterapkan di
Indonesia dan di kawasan asean lainnya, tujuan diterapkannya MEA adalah dalam rangka
menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan
secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi
kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota ASEAN, seluruh
Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih nyata
dan meaningful yaitu Masyarakat Ekonomi Asean.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk
memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian
dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat
mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok
perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir nonASEAN.
Berdasarkan AEC Blueprint MEA 2015 memiliki empat pilar utama. Pertama, ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas. Kedua, ASEAN
sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi,
perlindugan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan,
dan e-commerce. Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk
negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam. Keempat, ASEAN sebagai kawasan yang

terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren
dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring
produksi global.
Ekonomi nasional saat ini banyak didorong oleh kontribusi industri kreatif dengan
melibatkan banyak generasi muda yang memiliki kreatifitas dan inovasi yang berorientasi pada
Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) hingga kini telah mencapai 55,2 juta yang
tersebar di seluruh Indonesia. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia
memiliki peran strategis. Per akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit
dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto 59,08 persen.1
Kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 97,16 persen atau 107 juta
orang. Namun, dengan segala peran strategis itu, hanya 20 persen dari total UMKM yang sudah
terakses kredit bank. Usaha kecil menegah yang berkembang itu terdiri dari: (1) Usaha
Percetakan, (2) Bisnis Gadget dan Pulsa, (3) Waralaba, (4) Bisnis Lewat Media Online (5) Usaha
1 Diakses dari http://www.depkop.go.id/ pada tanggal 19 februari 2016.

Kuliner (6) Bisnis Fashion (7) Bisnis Otomotif (Reparasi dan Modifikasi) (8) Bisnis Buku Teks
Pelajaran. Kendala UMKM diantaranya ditengarai oleh minimnya faktor pemodalan, sulitnya
perizinan, faktor pasar yang lemah serta minimnaya kecintaan masayarakat terhadap produk
lokal.2

UKM pada dasarnya tahan terhadap arus krisis moneter pada tahun 1998 karena 4 faktor
yaitu: (1) sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya
yang tidak tahan lama,(2) mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing
dalam aspek pendanaan usaha, (3) pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang
ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) terbentuknya UKM
baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Pada saat
diberlakukannya MEA, UKM belum tentu dapat bertahan dari arus globalisasi yang sangat
menekankan persaingan dalam masalah kualitas dan harga. Globalisasi dapat merontokkan
pondasi-pondasi usaha kecil menengah dengan sangat cepat, karena psikologi pasar masyarakat
Indonesia yang masih lebih senang dengan produk-produk impor.3
Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan suatu perlindungan terhadap pengusaha
Indonesia, yang lebih banyak berbentuk UKM untuk menghadapi MEA, maka dari itu diperlukan
lembaga pengawas usaha untuk mengawasi praktek-praktek nakal yang dilakukan oleh
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil lainnya.
Bagi Indonesia sendiri MEA dapat menguntungkan, karena hambatan perdagangan
cenderung berkurang, bahkan ditiadakan, namun hal tersebut juga dapat menjadi tantangan,
karena homogenitas barang yang diperjual-belikan. Dalam hal ini competition risk akan muncul
dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang
akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negeri yang jauh
lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi

Negara Indonesia sendiri.4 Hal tersebut tentu merupakan tantangan, terutama bagi pengusaha di
Indonesia sendiri, dimana akan ada peningkatan persaingan yang meluas, dimana dimungkinkan
tiap pengusaha mempunya jenis produk yang homogen.
Di dalam ke-homogenitasan barang yang di perjual-belikan tentu akan muncul sebuah
kecenderungan persaingan yang tidak sehat, yakni persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha 5, antara lain yakni akan
terjadinya monopoli, dimana pengusaha asing cenderung mempunyai modal yang lebih besar
2 Atep Abduroffiq,2015 , Menakar Pengaruh Masyarakat Ekonomi Asean 2015 Terhadap
Pembangunan Indonesia, Jurnal Filsafat Dan Budaya Hukum, Vol 51 No.2, Hlm 254.
3 Ibid.
4 Diakses melalui http://crmsindonesia.org/knowledge/crms-articles/peluang-tantangan-danrisiko-bagi-indonesia-dengan-adanya-masyarakat-ekonomi pada tanggal 18 Februari 2016.
5Diakses dari http:/Indonesia.go.id/produkhukum/uu.no.5tahun1999.html pada tanggal 19
februari 2016

daripada pengusaha lokal, yang akan mengakibatkan akan mengakibatkan dikuasainya produksi
dan/ atau pemasaran barang atau jasa tertentu dan akan menyebabkan adanya suatu posisi
dominan yang akan menyebabkan persaingan usaha tidak sehat separti;oligopoly, kartel,
penetapan harga dll.
Dibutuhkan peran negara yang merupakan organisasi tertinggi diantara satu kelompok

masyarakat6, dan negara menterjemahkan perannya kedalam suatu lembaga birokrasi yang
disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dimana sudah kodratnya suatu negara,
dimana mendeklarasikan dirinya sebagai negara hukum selalu dipenuhi dengan batasan 7,
begitupun dengan KPPU, di dalam tugas dan wewenangnya KPPU diberikan batasan tertentu
agar dapat menyentuh setiap persoalan yang dihadapi masyarakat, penanganannya lebih efektif
serta efisien, dan diharapkan dapat mewujukan nilai keadilan di dalam masyarakat.
Nilai keadilan disini sendiri dapat diartikan bahwa masyarakat dapat melakukan usaha
dengan nyaman, tanpa kesuliitan memperoleh bahan baku, malekukan pemasaran, menjangkau
pasar-pasar tertentu, dikarenakan dengan adanya MEA dikhawatirkan pengusaha Indonesia akan
kalah dengan pengusaha asing dalam hal finansial, jangkauan akses,efisiensi optimal, teknologi
mutakhir, ketrampilan manajerial, dan sebagainya dan dapat menciptakan posisi dominan bagi
pengusaha asing. Meskipun tidak ada larangan dari posisi dominan itu sendiri, namun pelaku
usaha yang memiliki posisi dominan dapat mempengaruhi dinamika pasar (penwaran dan
permintaan) sehingga berpengaruh pada harga baik langsung maupun tidak langsung, sehingga
pemilik posisi dominan tersebut dapat mempengaruhi keberlangsungan persaingan usaha yang
kondusif.8
Di dalam hukum Nasional sendiri tidak ada larangan mengenai posisi dominan, dimana
posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan

kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu9. Namun ada pelarangan
terhadap penyalah gunaan posisi dominan (Abuse of Dominant Position)
Undang-Undang tersebut melarang adanya penyalah gunaan posisi dominan dimana hal
tersebut tercantum di dalam bab V, khususnya bagian pertama, yaitu pasal 25:
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung untuk:
6 Moh Mahfud MD,2000, Dasar dan Struktur ketatanegaraan di Indonesia, Renaka
Cipta:Jakarta,Hlm 64.
7 Soehino.1985., Hukum Tata Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Adalah Negara Hukum, Yogyakarta, hlm. 9, dalam
Fathurohman, Dian Aminudin, Sirajuddin. 2004., Memahami Mahkamah Konstitusi Di
Indonesia, Bina Cipta, Bandung, hlm 5
8 Vegitya Ramadhani P,2013, Hukum Bisnis;Konsep dan kajian,Setara Press:Bandung, hlm 3
9 Lihat, Pasal 1 angka (4) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang anti monopoli.

1. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan/atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga
maupun dari segi kualitas; atau
2.membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
3.menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan.
Pasal 25 ayat (2)
Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:
(a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh
persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;
(b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh
lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Selain pasal-pasal tersebut, terdapat pula pasal yang mengatur mengenai jabatan rangkap,
dimana di dalam pasal 26 disebutkan:
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan
pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan
lain apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan/atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan/atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Dengan menjabat sebagai direksi atau komisaris di beberapa perusahaan membuat orang
tersebut mempunyai posisi dominan, yang dapat menyebabkan orang tersebut berwenang
melakukan koordinasi kegiatan di perusahaan-perusahaan tempat ia menjabat, sehingga akan
mengurangi persaingan antar perusahaan. Selain itu, untuk menghindari hal yang memicu

persaingan yang tidak sehat, pemerintah memasukan pengaturan mengenai pemilikan saham,
dimana dalam pasal 27 disebutkan :
pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau
mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu:
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%
(tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Dengan menguasai mayoritas saham dalam beberapa usaha yang sejenis, maka pelaku
usaha dapat mengkoordinasikan perusahaan yang saham mayoritasnya ia miliki melalui RUPS
dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama yang saham mayoritasnya ia miliki
pula untuk melakukan hal-hal tertentu untuk mempengaruhi dan mengurangi tingkat persaingan
antar perusahaan tersebut.
Semakin besar pangsa pasar10 pelaku usaha, maka akan makin besar market power 11yang
bersangkutan. Kekuatan terhadap pasar sangat dipengaruhi oleh pasar. Maka dari itu melihat
kecenderungan bahwa dapat masuknya pelaku usaha dari luar negeri dikarenakan adanya
kebijakan MEA ini yang patut diduga mempunyai modal yang lebih besar daripada pelaku usaha

dalam negeri yang sangat berpotensi menyebabkan posisi dominan, maka pemerintah sangat
perlu untuk menggali apa-apa saja yang boleh dimasuki oleh pengusaha luar negeri dan apa saja
yang tidak boleh, serta perlu adanya perlindungan dan pencerdasan kepada pengusaha dalam
negeri yang sebagian besar UMKM dalam menghadapi MEA, bukan malah seperti memberi
akses jalan tol kepada pengusaha yang mempunyai modal lebih besar (di asumsikan pengusaha
asing) dengan melakukan revisi Daftar Negatif Investasi12.
10 Adapun metode yang digunakan untuk mengukur pangsa pasar adalah dengan
menggunakan satuan penjualan (untuk produk homogen) atau satuan produksi (untuk
produk heterogen), serta berdasarkan kapasitas produksi atau ukuran cadangan manufaktur.
Pengukuran ini penting karena untuk melihat ada tidaknya posisi dominan yang dimiliki
pelaku usaha dalam suatu pasar, serta akibat yang mungkin akan muncul, jika beberapa
pelaku usaha dalam pasar relevan berupaya menggabungkan diri, lihat Vegitya Ramadhani
P,2013, Hukum Bisnis;Konsep dan kajian,Setara Press:Bandung, hlm 67.
11 Pengukuran posisi dominan (Market power) dimulai dari definisi pasar
bersangkutan(relevant market). Definisi tersebut penting karena semakin banyak produk
substitutive, berarti pasar tersebut luas. Sedangkan semakin sedikit produk substitutive
berarti pasar tersebut sempit. Pasar bersangkutan (relevant market) terdiri atas pasar
produk, pasar geografis dan pasar temporal. Pasar produk terkait dengan produk itu sendiri,
elastisitas silang (Cross-elasticity of demand) , karakter fisik, harga, maksud penggunaan,
(intended use), dan ketertukaran disisi suplai (Supply side inter-changeability). Lihat Vegitya

Ramadhani P,2013, Hukum Bisnis;Konsep dan kajian,Setara Press:Bandung, hlm 31.
12 Pemerintah tengah melakukan finalisasi revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang
menjadi lampiran Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan untuk Penanaman Modal. Revisi aturan itu
selanjutnya akan diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP). Garis besar revisi DNI itu adalah
meningkatkan porsi kepemilikan asing menjadi mayoritas, bahkan hingga 100%. Berikut
rinciannya:
30% sebanyak 32 bidang usaha, yaitu antara lain budi daya hortikultura, perbenihan
hortikultura, dan sebagainya. Tidak berubah karena mandat UU.
33% sebanyak 3 bidang usaha, yaitu distributor dan pergudangan meningkat menjadi 67%,
serta cold storage meningkat menjadi 100%.

49% sebanyak 54 bidang usaha, di mana 14 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti:
pelatihan kerja, biro perjalanan wisata, lapangan golf, jasa penunjang angkutan udara, dan
sebagainya); dan 8 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: sport center,
laboratorium pengolahan film, industri crumb rubber, dan sebagainya); serta 32 bidang
usaha tetap 49%, seperti fasilitas pelayanan akupuntur.
51% sebanyak 18 bidang usaha, di mana 10 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti:
museum swasta, jasa boga, jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif, dan
sebagainya); dan 1 bidang usaha meningkat menajdi 100%, yaitu restoran; serta 7 bidang

usaha tetap 51%, seperti pengusahaan pariwisata alam.
55% sebanyak 19 bidang usaha, di mana semuanya bidang usaha meningkat menjadi 67%,
yaitu jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi dengan nilai pekerjaan di atas Rp
10.000.000.000,00.
65% sebanyak 3 bidang usaha, di mana 3 bidang usaha meningkat menjadi 67%, seperti
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi,
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, dan
sebagainya.
85% sebanyak 8 bidang usaha, di mana 1 bidang usaha meningkat menjadi 100%, yaitu
industri bahan baku obat; dan 7 bidang usaha lainnya tetap karena UU, seperti sewa guna
usaha, dan sebagainya.
95% sebanyak 17 bidang usaha, di mana 5 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti:
pengusahaan jalan tol, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi/tes
laboratorium, dan sebagainya); dan 12 bidang usaha tetap 95% karena UU seperti usaha
perkebunan dengan luas 25 hektar atau lebih yang terintegrasi dengan unit pengolahan
dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, dan sebagainya.
Revisi DNI juga membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu,
yang sebelumnya PMDN 100%. Bidang usaha itu antara lain jasa pelayanan penunjang
kesehatan (67%), angkutan orang dengan moda darat (49%); industri perfilman termasuk
peredaran film (100%); instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi

(49%).
Selain itu, terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK (Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Koperasi) diperluas nilai pekerjaanya dari semula sampai dengan Rp 1 miliar
menjadi sampai dengan Rp 50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi,
seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan
lain-lain. Diakses melalui
http://finance.detik.com/read/2016/02/11/172351/3139784/4/pemerintah-revisi-aturan-dniini-rinciannya pada tanggal 2 Maret 2016 pukul 15.00 WIB