Pertumbuhan Ekonomi Ketimpangan Pendapat di

Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Kemiskinan di Indonesia

Oleh :
Daniel Ananta Talmera

Saat ini Pemerintah Indonesia tengah gencar untuk mengupayakan pencapaian
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lima persen setelah dalam satu tahun terakhir terpuruk
di kisaran empat persen. Usaha-usaha pemerintah dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi
terlihat dari kebijakan fiskal seperti peningkatan belanja dan juga kebijakan moneter dalam
menurunkan tingkat suku bunga pada tahun 2016 yang diharapkan agar meningkatnya investasi
ternyata cukup berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana pada kuartal 1
2016 GDP Indonesia hanya tumbuh sebesar 4.91% berhasil naik menjadi 5.18% di kuartal
kedua,. Pertumbuhan ini berasal dari kenaikan Investasi melalui pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) sebesar 5,06% konsumsi yang dilakukan pemerintah naik sebesar 6.28%, serta
konsumsi rumah tangga yang meningkat sebesar 5.04%. Kenaikan pertumbuhan ini juga
membuat pemerintah menaikkan target pertumbuhan rata-rata sebesar 5.2% di tahun ini yang
oleh sebagian kalangan berpendapat bahwa pemerintah akan sulit mencapainya karena
pertumbuhan investasi cenderung melambat dan adanya bayang-bayang kegagalan kebijakan tax
amnesty yang baru-baru ini dikeluarkan oleh pemerintah.
Kinerja ekonomi Indonesia sebenarnya telah menunjukkan peningkatan dalam satu
dasawarsa terakhir jika dibandingkan dengan kinerja perekonomian Indonesia pada dasawarsa

sebelumnya. Pada tahun 1998 bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh hingga menyentuh
-13.1%, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi pada dasawarsa terakhir ini dicapai
pada tahun 2007 yang mencapai 6.35%.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1997-2016*
10

5

0

Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia 1997-2016*

-5

-10

-15


Sumber : World Bank *(2016 hingga kuartal 2

Kebijakan-kebijakan moneter dalam upaya mengejar pertumbuhan ekonomi seperti
penurunan tingkat suku bunga untuk merangsang laju investasi secara teori memang tepat dan
sesuai dengan teori pertumbuhan ekonomi. Namun permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh
Indonesia seharusnya bukanlah hanya sekedar pencapaian target angka pertumbuhan yang
diinginkan tersebut, namun juga memikirkan bagaimana usaha pencapaian prioritas-prioritas
pembangunan ekonomi masyarakat secara luas seperti pengurangan kesenjangan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan, karena dua hal ini tidak bisa dikesampingkan dalam pembangunan
ekonomi nasional.
Kelemahan dari teori-teori pertumbuhan ekonomi pada umumnya ialah tidak ada
membahas hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, dan cenderung
mengisyaratkan bahwa semakin tingginya pertumbuhan ekonomi akan membuat distribusi
pendapatan semakin tidak merata, karena pada dasarnya akumulasi pendapatan individu dan
sektor swasta sangat diperlukan untuk mengumpulkan modal yang tinggi guna mempercepat
investasi dan pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan teori pertumbuhan ekonomi HarrordDomar. Dalam teori Harrord-Domar tabungan dan investasi penting dalam memacu pertumbuhan
ekonomi, namun permasalahannya adalah tidak semua orang yang bisa menyisihkan
pendapatannya untuk ditabung. Hanya orang-orang kaya yang bisa menyisihkan pendapatan
mereka untuk ditabung atau diinvestasikan, sementara orang miskin pendapatan mereka bahkan
hanya habis untuk membeli barang-barang konsumsi. Hal inilah yang membuat pendapatan

terdistribusi semakin tidak merata karena masyarakat miskin tidak akan memiliki akses terhadap

bank dan sulit memperoleh kredit. Tidak adanya akses masyarakat miskin terhadap kredit baik
untuk usaha peningkatan kesejahteraan mereka maupun peningkatan sumber daya manusia
otomatis akan meningkatkan angka pengangguran serta beban ketergantungan yang pada
akhirnya bahkan akan menjadi penyebab turunnya pendapatan nasional.

Tabel 2
Data Kemiskinan dan Rasio Gini Indonesia 2007-2015

Angka Kemiskinan Relatif
(% dari jumlah penduduk)
Kemiskinan Absolut
(dalam juta)
Gini Rasio

200
7
16.
6


200
8
15.
4

200
9
14.
2

201
0
13.
3

201
1
12.
5


201
2
11.
7

201
3
11.
5

201
4

37
0.3
5

35
0.3

5

33
0.3
7

31
0.3
8

30
0.4
1

29
0.4
1

29
0.4

1

28
0.4
1

11

201
5
11.
2
29
0.4

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia cenderung terus
menurun sejak tahun 2000-an hingga tahun 2014, namun meningkat kembali pada tahun 2015.
Gini rasio Indonesia cenderung meningkat dan tetap berada pada angka 0,4 tiap tahunnya. Pada

tahun 1990-an rata-rata rasio gini Indonesia hanya berada pada angka 0.30, memasuki awal
2000-an rasio gini Indonesia meningkat secara signifikan hingga mencapai 0.35 dan meningkat
terus hingga stabil di angka 0.41 sejak tahun 2011 hingga 2014. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak dinikmati oleh penduduk kaya
dibandingkan penduduk miskin.
Indonesia sebagai negara berkembang juga menghadapi permasalahan lain yang
menyangkut pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendistribusian pendapatan dan kemiskinan
di adalah kecenderungan keengganan orang-orang kaya di negara berkembang untuk berbelanja,
menabung atau berinvestasi di perekonomian domestik. Justru sebaliknya mereka lebih suka
untuk berbelanja barang-barang mewah di luar negeri atau membeli produk impor. Mereka juga
lebih suka menginvestasikan uang atau harta mereka diluar negeri. Akibatnya akumulasi
kekayaan bukannya menyuburkan tingkat tabungan investasi dalam negeri (guna memacu upaya
pembangunan setempat), melainkan justru menimbulkan pelarian modal (capital flight) yang
semakin merugikan negara-negara bersangkutan.1 Tabungan dan investasi yang diparkir di luar
1 Donald R. Lessard dan John Williamson, Capital Flight : The Problem and Policy Responses
(Washington, D.C : Institute for International Economics, 1987) dalam Todaro, 2006

negeri tersebut jelas bukan sumber peningkatan pendapatan nasional. Padahal harta tersebut
berasal dari jerih payah orang lain yaitu kaum buruh yang tidak memiliki keterampilan khusus
dan tidak berpendidikan yang menerima upah rendah. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa

tidak semua orang kaya di negara berkembang mau berpartisipasi dalam memacu pertumbuhan
ekonomi negaranya.
Pemerintah Indonesia mempunyai kewenangan kebijakan yang bisa dilakukan untuk
melaksanakan pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Salah satu cara yaitu
melakukan intervensi pendistribusian pendapatan dari golongan atas ke bawah dengan cara
pemberlakuan pajak pendapatan secara proporsional terhadap golongan-golongan penduduk
yang berpenghasilan tinggi untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai pengangkat kesejahteraan
golongan penduduk miskin. Pajak tersebut diharapkan bisa meningkatkan penerimaan
pemerintah yang kemudian akan digunakan untuk berbagai program bantuan pelayanan sosial
untuk masyarakat miskin.
Cara lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan transfer payment
berupa program-program subsidi seperti subsidi pangan ataupun barang dan pelayanan khusus
untuk penduduk miskin, khususnya program-program peningkatan kualitas sumber daya manusia
seperti perbaikan fasilitas kesehatan umum di wilayah miskin, pengadaan air bersih dan sanitasi
serta penyediaan bantuan pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut akan meningkatkan
pendapatan riil masyarakat miskin dan sangat membantu mereka meningkatkan kesejahteraan,
karena kesenjangan pembinaan sumber daya manusia yang terwujud berupa keterbatasan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan bentuk lain dari ketimpangan dalam
masyarakat.
Beberapa penelitian juga telah membuktikan perlunya peran pemerintah dalam

pengentasan kemiskinan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh. Benneth (2007) meneliti peran
kebijakan fiskal dalam mengentaskan kemiskinan dalam kasus Nigeria. Dia menggunakan model
ekuilibrium umum untuk penelitian dan menyimpulkan bahwa pendapatan pemerintah juga
positif meredistribusi pendapatan tetapi pengeluaran pemerintah adalah alat penting dan efektif
dalam mendistribusikan pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Lebih lanjut ia menyimpulkan
bahwa kebijakan fiskal harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mendistribusikan kembali
pendapatan dari orang-orang kaya dari masyarakat untuk orang-orang miskin.
Mehmood dan Sadig (2010) yang meneliti tentang hubungan pengeluaran pemerintah dan
angka kemiskinan di Pakistan, dengan menggunakan metode Error Correction Mechanism
mereka menemukan adanya hubungan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah terhadap
kemiskinan di Pakistan, dimana setiap pertumbuhan belanja pemerintah akan mengurangi angka
kemiskinan. Chemingui (2005), menemukan bahwa Total Productivity Product akan meningkat
jika pengeluaran pemerintah diarahkan pada tiga bidang prioritas utama perekonomian seperti
pendidikan, pendidikan dan kesehatan dan pertanian. Peningkatan TFP akan mempengaruhi
seluruh perekonomian melalui peningkatan tiap sektor. Bukti empiris menunjukkan pentingnya
investasi pelayanan sosial dalam meningkatkan sumber daya manusia dan terutama bagi
masyarakat miskin dalam rangka mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang di Yaman.

Gylfason dan Zoega (2003), meneliti dampak dari tingkat pendaftaran sekolah menengah
kotor, jumlah pengeluaran untuk pendidikan terhadap pendapatan nasional dan lama anak

perempuan bersekolah terhadap distribusi pendapatan yang diukur dengan koefisien Gini serta
pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Studi ini menemukan bahwa kebijakan pemerintah terkait
pendidikan berkaitan langsung dengan kesetaraan pendapatan. Hal ini juga menemukan bahwa
tingkat pendidikan lebih baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui peningkatan kesetaraan sosial. Belanja pendidikan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan.
Studi ini menyimpulkan bahwa pendidikan mendorong pertumbuhan ekonomi tidak hanya
dengan meningkatkan dan memperbaiki modal manusia tetapi modal juga fisik dan sosial.
Jadi Pemerintah dituntut aktif tidak hanya dalam hal memacu pertumbuhan ekonomi
nasional tapi juga dalam masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan pengentasan
kemiskinan karena keduanya sama-sama penting dalam pembangunan ekonomi. Perlu adanya
serangkaian kebijakan yang tepat dari pemerintah yaitu kebijakan yang dirancang untuk
melakukan distribusi pendapatan dari masyarakat kaya ke masyarakat miskin, serta kebijakan
yang dirancang untuk melakukan program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat
miskin. Melalui serangkaian kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan tingkat kemiskinan
menurun dan pada akhirnya juga akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Daftar Pustaka :

Benneth, O., 2007. Fiscal policy and poverty reduction: some policy options
for Nigeria, African
Economic Research Consortium, Aerc research Paper 164.
Chemingui, M.A., 2005. Harnessing public spending for poverty reduction in
Yemen. Available from www.worldbank.org/poverty/strategies.
Gylfason, T. and Zoega, T. (2003), “Education, Social Equality and Economic
Growth: A
View of the Landscape”. CESifo Economic Studies, 49, 557-579.
Mehmood, Rashid and Sara Shadiq. 2010. The relationship Between
Government Expenditures and Poverty : A Cointegration Analysis.
Todaro, Michael P. 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga